Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakan..........................................................................................................................................3
B. Tujuan.....................................................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
BAB III......................................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................................11
Kesimpulan................................................................................................................................................11
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah tentang “PENERAPAN
KODE ETIK JURNALISTIK DI INDONESIA”.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada
dosen dan tema –teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga selesainya makalah
ini dapat bermanfaat bagi teman-teman.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca terutama pelajar serta sekeluarga.
Aamiin . . .

Tidore 1 Juni 2019

Rini Novita Sari


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakan

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan selalu ingin berkomunikasi kepada manusia lain
untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat kepada aturan dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya
ada norma dan etika yang harus ditaati agar tidak saling melanggar hak asasi. Dalam
berkomunikasi telah dibuat aturan untuk ditaati oleh pers, yaitu Kode Etik Jurnalistik.
Walaupun telah ada Kode Etik Jurnalistik yang berfungsi mengatur etika dalam dunia jurnalistik,
berbagai tindak pelanggaran etika masih terus terjadi. Hal ini tentu terkait dengan kepentingan
pers untuk mewujudkan tujuannya.
Berbagai peristiwa muncul di ruang publik. Perkembangan teknologi komunikasi membuat
peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia bisa dengan mudah menerpa khalayak. Peristiwa
inilah yang disampaikan oleh manusia kepada manusia lain sebagai konsekuensi naluri
komunikasi dan naluri ingin tahu.

B. Tujuan

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pembekalan kepada generasi muda


khususnya mahasiswa mengenai dunia jurnalistik agar mereka mampu memahami penerapan
kaidah kaidah jurnalistik terutama dalam penerapan Kode Etik Jurnalistik. Sehingga dunia
jurnalistik kita di masa yang akan datang menjadi jurnalistik yang benar-benar beretika dan
menjunjung kaidah-kaidah moral.
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian komunikasi menurut A.M. Hoeta Soehoet (2002, h.11) adalah penyampaian
isi pernyataan manusia kepada manusia lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam proses
komunikasi terjadi tahapan-tahapan peristiwa dalam penyampaian isi pernyataan manusia kepada
manusia lain. Proses komunikasi ini memerlukan minimal tiga unsur, yaitu komunikator, isi
pernyataan, dan komunikan. Komunikator dan komunikan hakikatnya adalah sama yaitu manusia
yang diperlengkapi Tuhan dengan peralatan hidup, yaitu peralatan jasmaniah dan peralatan
rohaniah. Tujuan hidup manusia sama, yaitu ingin memperoleh kebahagiaan.

Bagan 1. Proses Komunikasi

Keterangan:
Tahap 1 : Intra personal communication
Tahap 2 : Inter personal communication
Tahap 3 : Intra personal communication
Tahap 4 : Inter personal communication
Tahap 5 : Intra personal communication
Penjelasan proses komunikasi tahap III :
1. Penerimaan isi pernyataan
2. Pemahaman isi pernyataan
3. Penemuan motif komunikasi
4. Penyesuaian konsepsi kebahagiaan
5. Penentuan sikap
6. Penentuan feedback
7. Usaha untuk mewujudkan motif komunikasi
8. Melakukan tindak komunikasi

Begitu penting memperhatikan kemampuan peralatan jasmaniah dan rohaniah manusia.


Untuk mewujudkan tujuan komunikasi maka harus dipertimbangkan ke dua peralatan itu supaya
tidak terjadi kesalahpemahaman. Kesalahpemahaman yang disebabkan karena faktor
kemampuan fisik yang rendah disebut miscommunication. Contohnya, komunikator
menyampaikan isi pernyataan:
Komunikator : “Besok si Otong camping”
Yang didengar oleh oleh komunikan: “Besok potong kambing”
Maka akan gagal motif komunikasi, karena yang dipahami oleh komunikan akan diadakan pesta
bukan sebagaimana yang disampaikan oleh komunikator.

Bisa juga terjadi misunderstanding yaitu kesalahpahaman didalam memahami isi


pernyataan karena faktor budi atau etika, moral, akhlak yang dianut berbeda. Contohnya,
kondektur bus menyampaikan isi pernyataan : “Pinggir…pinggir…orang bunting mau turun”.
Salah seorang penumpang bus mendengar isi pernyataan dengan sempurna. Ia menghampiri
kondektur dan menamparnya. Kondektur kaget mengapa ia ditampar. Setelah diusut, ibu tersebut
adalah orang Tapanuli. Bagi orang Tapanuli perkataan seperti itu merupakan penghinaan karena
istilah “bunting” lebih tepat untuk binatang. Sementara si kondektur adalah orang Betawi. Bagi
orang Betawi istilah “bunting” biasa digunakan untuk binatang ataupun manusia. Inilah yang
disebut dengan misunderstanding.

Menurut A.M. Hoetasoehoet (2006), Jurnalistik adalah ilmu terapan dari ilmu
komunikasi. Ilmu komunikasi itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam
menyampaikan isi pernyataannya kepada manusia lain. Jadi, ilmu jurnalistik adalah ilmu yang
mempelajari cara penyampaian isi pernyataan melalui media massa periodik. Media massa
periodik terdiri dari suratkabar, majalah, radio, televisi, film, dan media siber.
Media massa periodik inilah yang dijalankan oleh Pers. Perkembangan pers sudah
melalui tahap demi tahap yang mendewasakan. Pers era orde baru jauh berbeda dengan pers di
era reformasi. Pada era modern ini, pers semakin terbuka memberitakan berbagai fakta dan
peristiwa yang terjadi di dunia. Pers telah membawa masyarakat semakin terbuka dan
mengetahui berbagai fakta dan peristiwa, bukan hanya sekedar mengetahui peristiwa yang terjadi
di lingkungan tempat mereka tinggal tetapi juga berbagai peristiwa yang dialami manusia di
setiap belahan dunia. Oleh karena itu pers berusaha melakukan berbagai tindakan penyesuaian.
Pers harus peka dan tanggap terhadap lingkungan yang mereka hadapi dalam berbagai situasi
dan kondisi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers,
dikatakan dalam pasal 1 ayat 1:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis saluran yang tersedia.

Era reformasi banyak melahirkan media massa baru, dimulai dari surat kabar, televisi, radio
hingga media siber. Media massa tersebut sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai alat
penyampaian informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial terhadap khalayak. Deddy
Iskandar Muda (2003, h.10) menjelaskan, di suatu negara yang demokratis maka fungsi pers dan
media massa sedikitnya dapat digolongkan ke dalam enam hal, yaitu:
1. Menyampaikan fakta (the facts)
2. Menyajikan opini dan analisis (opinions and analyses)
3. Melakukan investigasi (investigations)
4. Hiburan (entertainment)
5. Kontrol
6. Analisis kebijakan (policy analysis)
Fungsi-fungsi pers kini telah bergeser, meskipun fungsi-fungsi lama hingga derajat
tertentu masih berlaku. Persaingan yang semakin ketat diantara media massa, memacu media
berlomba-lomba menyampaikan berbagai peristiwa dengan cepat. Semakin cepat informasi
disampaikan kepada khalayak, semakin banyak khalayak yang membaca dari media tersebut.
Tuntutan pers untuk menyajikan peristiwa dengan cepat inilah yang membuat banyaknya
penyimpangan dari kebebasan pers yang telah diberikan.
Salah satu produk yang dihasilkan oleh pers adalah berita. Menurut A.M. Hoeta Soehoet
(2003, h. 23), berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia. Berita
bagi seseorang adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu
baginya untuk mewujudkan falsafah hidupnya. Berita bagi suatu surat kabar adalah keterangan
mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu bagi pembacanya untuk mewujudkan
falsafah hidupnya.
Penggolongan berita menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003) dibagi menurut:
1. Masalah. Contoh: ekonomi, kriminal, hukum, olahraga, Iptek, dll.
2. Tempat peristiwa terjadi. Contoh: dalam negeri dan luar negeri
3. Daya pengaruhnya. Contoh: lokal, regional, nasional, dan internasional
4. Sumber berita, yaitu peristiwa, pendapat, peristiwa dan pendapat
5. Kandungan fakta, yaitu berita fakta, berita fakta dan penjelasan fakta, berita fakta tercampur
pendapat wartawan, dan berita bohong.

Sedangkan ditinjau dari nilai berita terdapat 4 unsur, yaitu:


1. Kegunaan berita
2. Aktualitas
3. Hubungan pembaca dengan peristiwa
4. Kelengkapan berita

Kelengkapan berita harus memenuhi unsur:


1. Apa (what)
2. Siapa (who)
3. Dimana (where)
4. Apabila (when)
5. Mengapa (why)
6. Bagaimana (how)

Selain berita, produk lain jurnalistik adalah feature. Menurut Romli (2008, h.42), feature
adalah jenis tulisan di media massa yang menuturkan fakta, peristiwa, atau proses disertai
penjelasan riwayat terjadinya, duduk perkaranya, proses pembentukkannya, dan cara kerjanya
dengan menggunakan gaya atau teknik penulisan karya sastra. Seperti: cerpen dan novel.
Ada 6 jenis feature menurut Sumadiria (2008, h.161-165) mengutip Wolseley dan Campbell,
yaitu:
1. Feature minat insani (human interest feature), untuk mengaduk-ngaduk perasaan, suasana
hati, dan bahkan menguras air mata khalayak.
2. Feature sejarah (historical feature), untuk melakukan rekonstruksi peristiwa tidak saja dari
sisi fakta benda-benda tetapi juga mencakup aspek-aspek manusiawinya yang selalu
mengundang daya simpati dan empati khalayak.
3. Feature biografi (biografi feature), yaitu feature tentang perjalanan hidup seseorang
terutama kalangan tokoh seperti pemimpin pemerintahan dan masyarakat, serta public
figure.
4. Feature perjalanan (travelogue feature), yaitu feature yang mengajak pembaca, pendengar,
atau pemirsa untuk mengenali lebih dekat tentang suatu kegiatan atau tempat-tempat yang
dinilai memiliki daya tarik tertentu.
5. Feature petunjuk praktis (how to do feature), yaitu feature yang menuntun atau mengajarkan
tentang bagaimana melakukan atau mengerjakan sesuatu.
6. Feature ilmiah (scientific feature), yaitu feature yang mengungkap sesuatu yang berkaitan
dengan dunia ilmu pengetahuan.

Dalam menyampaikan isi pernyataan melalui berita maupun feature harus berdasarkan etika.
Untuk penulisan berita harus mengikuti kaidah berikut ini, yaitu:
1. Berita harus benar terjadi,
2. Berita menginformasikan dari dua sisi,
3. Berita harus seimbang,
4. Memberikan hak jawab. Ketika ada narasumber yang merasa dirugikan, media harus
memberikan hak jawab untuk meralat informasi pada halaman yang sama ketika berita itu
dimuat.
5. Memberikan hak koreksi. Jika narasumber perlu memperbaiki isi informasi didalam berita
tersebut.
Wartawan harus mengikutsertakan dan mengindahkan Kode Etik Jurnalistik sebagai
pedoman dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik terdiri dari 11 pasal.
Contohnya pada pasal 1 yang terdiri dari 4 ayat, yakni ayat (a) wartawan harus bersikap
independen, ayat (b) wartawan Indonesia harus menghasilkan berita akurat, ayat (c) wartawan
Indonesia harus menghasilkan berita yang berimbang, dan ayat (d) wartawan Indonesia tidak
beritikad buruk.
Persoalan akurasi ini sangat menentukan kredibilitas media di mata publik. Kasus akurasi
yang banyak muncul di media saat ini disebabkan antara lain minimnya cek-ricek dan kelalaian
pencantuman sumber berita. Dalam hal ini akurasi pemberitaan meliputi kesesuaian judul dengan
isi berita, pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa, adanya data pendukung dan tidak ada
pencampuran fakta dan opini oleh wartawan.
Seperti yang dikatakan oleh Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan
Penegakan Etika Dewan Pers, bahwa jumlah pengaduan terkait pers dari seluruh Indonesia yang
masuk ke Dewan Pers sepanjang 2012 mencapai lebih dari 500 kasus. Dari jumlah itu, 328 di
antaranya merupakan kasus dari media cetak dan 98 pengaduan terkait media online alias media
siber.  Menurut Agus, pelanggaran berita tidak akurat (30 kasus); mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi (17 kasus); tidak berimbang (10 kasus); tidak menyembunyikan identitas
korban kejahatan susila (tiga kasus); dan tidak jelas narasumbernya (satu kasus). Media siber,
menurut Agus, memang memiliki sejumlah keunggulan, seperti kecepatan, interaktivitas, prinsip
partisipatori dan emansipasi publik, dan ruang media sebagai ruang publik deliberatif. Tapi,
prinsip jurnalisme siber, menurut dia, tidak berbeda dengan prinsip jurnalisme cetak atau
elektronik. ”Jurnalisme siber masih merupakan jurnalisme yang mengedepankan verifikasi,”
katanya. Artinya, kata dia, etika jurnalistik seharusnya tetap menjadi pegangan bagi jurnalis
media siber. (diunduh dari http://www.tempo.co/read/news/2013/03/12/173466521/6-
Pelanggaran-Media-Siber-Ini-yang-Sering-Diadukan)
Pada pasal 5 mengenai identitas korban asusila yang harus dirahasiakan. Seorang jurnalis
dilarang menyebutkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak
di bawah umur yang menjadi pelaku kejahatan. Media seringkali tidak mengindahkan pasal 5
Kode Etik Jurnalistik ini, seperti teguran yang disampaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) mengenai penghentian sementara program “Indonesia Pagi” segmen liputan live daerah
TVRI. Seperti yang ditampilkan pada situs KPI (www.kpi.go.id) menyatakan, berdasarkan
kewenangan menurut Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran),
pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia 2013
pada Program Siaran “Indonesia Pagi” yang ditayangkan oleh stasiun TVRI pada tanggal 10
Oktober 2013  mulai pukul 05.54 WIB.
Pelanggaran yang dilakukan adalah penayangan secara close up adegan tidak pantas atau
tidak senonoh yang berasal dari rekaman video handphone milik seorang pelajar. Selain itu, pada
program juga menampilkan wajah, identitas dan wawancara pelajar tentang penemuan rekaman
video hasil razia pelajar tersebut.  Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas
ketentuan pelarangan adegan seksual, perlindungan anak, program siaran jurnalistik dan norma
kesopanan dan kesusilaan.
Berdasarkan pelanggaran yang telah dilakukan program ini, sesuai dengan ketentuan
Pasal 80 ayat (1) Standar Program Siaran, dan hasil Rapat Pleno Komisioner KPI Pusat tentang
Penjatuhan Sanksi Administratif Program pada tanggal 18 Oktober 2013, KPI Pusat
memutuskan:
1. Menjatuhkan sanksi administratif penghentian sementara pada pada Program Siaran
Indonesia Pagi khusus untuk segmen liputan daerah yang menggunakan sistem live (stasiun
daerah mengirimkan materi siaran secara langsung tanpa adanya proses editing dari Stasiun
TVRI Pusat) pada Program Siaran Indonesia Pagi selama 7 (tujuh) hari berturut-turut;
2. Meminta TVRI melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua segmen liputan
daerah yang menggunakan sistem live tersebut; dan
3. Melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada publik atas pelanggaran tersebut.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Mengacu kepada permasalah diatas, Kode Etik Jurnalistik penting diterapkan oleh
wartawan di Indonesia untuk mengatur etika berkaitan dengan dengan penilaian tentang perilaku
benar atau tidak benar, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna
atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika jurnalistik ini
penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan para
jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan masyarakat dari
kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru jurnalis di Indonesia.
Daftar Pustaka

Hoeta Soehoet, A.M, Pengantar Ilmu Komunikasi, 2002, Yayasan Kampus Tercinta IISIP
Jakarta.
__________________, Dasar-Dasar Ilmu Jurnalistik, 2006, Yayasan Kampus Tercinta IISIP
Jakarta.
__________________, Filsafat Ilmu Komunikasi, 2003, Yayasan Kampus Tercinta IISIP
Jakarta.
__________________, Etika Komunikasi, 2003, Yayasan Kampus Tercinta IISIP Jakarta.
Sumadiria, Haris, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, 2008, Simbiosa Rekatama
Media, Bandung.
Muda, Deddy Iskandar, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Professional, 2003, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.

www.tempo.co
www.kpi.go.id

Anda mungkin juga menyukai