Anda di halaman 1dari 5

HAK WARIS

Ahli Waris Menurut KUHP

Berdasarkan prinsip pewarisan dari KUHP, seorang ahli waris harus memiliki hubungan darah dengan
pewaris.Supaya lebih jelas, simak empat golongan ahli waris menurut KUHP berikut ini.

Golongan I—Keluarga Kandung atau Istri/Suami yang Hidup Paling Lama dengan Pewaris

Penerima waris yang menempati golongan I adalah anak-anak dan pasangan sah dari pewaris.Dalam
kasus ini, harta yang diberikan bersifat mutlak atau tidak bisa dipindahtangankan ke pihak kedua selama
ahli waris masih hidup.

Berbicara soal anak—sebagai ahli waris—ketentuannya sudah tertulis dalam Pasal 852 KUHP. Berikut
bunyi pasalnya :

“Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisiharta


peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluargasedarah mereka
selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin ataukelahiran yang lebih dulu.”

“Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yangmeninggal
mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhakkarena dirinya
sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atassebagian mewarisi sebagai
pengganti.”

Pasal tersebut menyatakan, bahwa anak—yang memiliki hubungan darah dengan orang tuanya—berhak
menerima waris.Dalam kasus ini, termasuk anak-anak hasil hubungan di luar nikah atau korban
perceraian.Hal pewarisan tersebut juga diatur secara jelas oleh Pasal 862-866 KUHP.

Disebutkan dalam pasal 862-866; ahli waris dari golongan anak-anak hasil hubungan di luar perkawinan
sah berhak mendapatkan :

1/3 apabila pewaris memiliki anak atau istri sah;

1/2 apabila pewaris meninggalkan keluarga sedarah, tetapi tidak memiliki keturunan sah;

3/4 apabila ahli waris sah tersebut memiliki hubungan kekerabatan dengan derajat yang lebih jauh dan;

seluruh harta waris apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan sah atau keluarga sedarah.

Ketentuan keempat bisa berubah jika ahli waris atau anak-anak hasil hubungan di luar pernikahan
meninggal dunia.Maka seluruh harta waris jatuh ke tangan keturunannya yang sah.

Golongan II

Anggota keluarga yang termasuk ahli waris golongan II, yaitu bapak, ibu, atau saudara kandung dari
pewaris.Ahli waris ini bisa mendapatkan bagian jika golongan I tidak ada.

       Ketentuan mengenai ahli waris golongan II diatur dalam Pasal 854-856 KUHP; yang berbunyi :

Pasal 854

“Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, maka bapaknya
atau ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga bagian dan harta peninggalannya, bila
yang mati itu hanya meninggalkan satu orang saudara laki-laki atau perempuan yang mendapat sisa yang
sepertiga bagian.Bapak dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, bila yang mati
meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atau perempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut
terakhir mendapat sisanya yang dua perempat bagian.”
Pasal 855

“Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, dan bapak atau ibunya
telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka bapaknya atau ibunya yang hidup terlama mendapat
separuh dan harta peninggalannya, bila yang mati itu meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan
hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan dua orang;
seperempat bagian, bila saudara laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan lebih dan dua. Sisanya
menjadi bagian saudara laki-laki dan perempuan tersebut.”

Pasal 856

“Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan seorang keturunan ataupun suami dan isteri, sedangkan
bapak dan ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka saudara laki-laki dan perempuan mewarisi seluruh
warisannya. “

Golongan III

Golongan ketiga terdiri dari kakek dan nenek dari keluarga bapak atau ibu kandung pewaris.Mereka
berhak memperoleh harta waris ketika golongan II mengesampingkan atau tidak ada.

        Aturan pembagian waris golongan ketiga tertulis dalam KUHP Pasal 853-858.Di situ disebutkan,
bahwa ahli waris harus memiliki hubungan darah dengan ibu atau bapak kandung ke atas. Jika
kekerabatannya punya derajat kedekatan yang sama, harta waris dibagi sama rata.

        Sebaliknya, kalau ada kerabat yang derajat hubungannya lebih dekat; pewaris harus mengutamakan
ahli waris ini.Pada pasal-pasal selanjutnya, disebutkan mengenai hak kakek atau nenek pewaris mengenai
warisan.Salah satunya adalah Pasal 854 yang berbunyi :

      “Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, makabapaknya
atau ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga bagian dan hartapeninggalannya, bila
yang mati itu hanya meninggalkan satu orang saudara laki-laki atauperempuan yang mendapat sisa yang
sepertiga bagian.Bapak dan ibunya masing-masingmewarisi seperempat bagian, bila yang mati
meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atauperempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut
terakhir mendapat sisanya yang duaperempat bagian.”

Golongan IV

Ahli waris golongan IV menerima warisan jika golongan III tidak ada atau mengabaikan.Golongan ini
terdiri dari keluarga kandung dari orang tua pewaris, semisal paman dan bibi.Adapun mengenai
pembagiannya diatur dalam Pasal 858, 861, dan 873 KUHP.

Berikut ini bunyi ketentuan dalam Pasal 858 yang mengacu pada Pasal 853 KUHP :

“Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih hidup
dalam salah satu garis ke atas, maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dan keluarga sedarah
dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian keluarga sedarah
dalam garis ke samping dan garis ke atas lainnya, kecuali dalam hal yang tercantum dalam pasal berikut.

Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan keluarga sedarah yang masih hidup dalam kedua garis
ke atas, maka keluarga sedarah terdekat dalam tiap-tiap garis ke samping masingmasing mendapat
warisan separuhnya. Bila dalam satu garis ke samping terdapat beberapa keluarga sedarah dalam derajat
yang sama, maka mereka berbagi antara mereka kepala demi kepala tanpa mengurangi ketentuan dalam
Pasal 845.”

Ahli Waris yang Tidak Bisa Menerima Harta Waris


 

Seorang ahli waris dinyatakan tidak berhak menerima warisan apabila :

mencoba melakukan pembunuhan terhadap pewaris;

menghalangi pewaris untuk membuat surat wasiat mengenai warisan atau mencabutnya dengan
sewenang-wenang hingga timbul tindak kekerasan;

merusak, memalsukan, atau menggelapkan surat wasiat serta;

pernah melakukan fitnah pada pewaris sehingga diputus oleh hakim.

Memberikan Pemahamahan Mengenai Hak yang Dimiliki Ahli Waris Menurut KUHP

       Ahli waris memiliki hak untuk menentukan sikap dalam menerima seutuhnya, bersyarat, ataupun
menolak warisan tersebut. Berdasarkan KUHP, ada empat hak ahli waris, yaitu pemecahan harta
peninggalan, saisine, beneficiary, dan hereditas petitio.

       Mengenai hak memecah harta peninggalan diatur dalam Pasal 1066 KUHP.Isinya adalah kesepakatan
untuk tidak membagi warisan selama kurun waktu 5 tahun.Atau bisa juga sampai diadakan kesepakatan
ulang antara ahli waris.

       Kemudian, hak saisine—mengatur tentang sikap yang harus diambil penerima waris. Adapun
peraturannya tertera di Pasal 833 KUHP dengan bunyi sebagai berikut :

       “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak
dan semua piutang orang yang meninggal.Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli
waris, dan dengan demikian berhak memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka Hakim dapat
memerintahkan agar semua harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan Pengadilan.

Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh Hakim, dan berkewajiban
untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan pembuatan perincian
harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan hak istimewa akan
pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga.”

       Sementara beneficiary diartikan sebagai hak meminta pendaftaran terhadap wewenang, utang, serta
piutang pewaris. Terakhir adalah hak hereditas petition—hak seseorang untuk menggugat ahli waris lain
yang berusaha menguasai harta warisannya.

Membagi Warisan Sesuai Hukum Waris Islam—bagi Penganutnya 

  Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Karena itu, dalam sistem bagi
waris terdapat dua aturan—hukum perdata dan Islam. Perkara waris Islam mengacu pada Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.

       Adapun aturan pembagian warisnya dilandaskan pada Alquran Surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, 33, dan
176.Surat An-Nisa ayat 11 mengatur tentang bagi warisan menurut hubungan darah.Dalam surat ini
tertera bahwa :

anak laki-laki mendapatkan harta warisan dua kali anak perempuan;

dua orang anak perempuan memperoleh masing-masing 2/3 dari harta;

jika pewaris hanya punya satu orang anak perempuan, ia berhak memperoleh setengah dari harta
pewaris;

jika pewaris memiliki saudara, ibunya berhak menerima 1/6;

jika pewaris tidak mempunyai anak atau saudara kandung, 1/3 harta jatuh ke tangan ibunya.

       Apa pun yang bersifat online, biasanya dikenakan tarif tambahan. Semisal, Anda memasang
aplikasi marketplace di smartphone.Saat mengoperasikannya, muncul beberapa tayangan iklan berbayar.
Pun ketika ingin mengunduh aplikasi tersebut, perlu biaya tambahan berupa kuota.

Menyelesaikan Sengketa Warisan 

Semestinya, hukum waris bisa mencegah sengketa antaranggota keluarga.Namun ternyata, konflik
perebutan warisan tetap terjadi di tengah masyarakat.Perkaranya sederhana—pembagian harta kerap
tidak proporsional. Karena itu, ada pihak yang merasa dikesampingkan oleh anggota keluarga lain.

Menyelesaikan sengketa warisan merupakan salah satu tugas pengacara keluarga. Jika tidak bisa
dituntaskan dengan cara kekeluargaan, maka penggugat berhak mengajukan ke meja hijau (pengadilan).
Nah, berikut ini adalah prosedur penyelesaian sengketa warisan.

Pertama, Anda harus menentukan wilayah fatwa. Hal ini meliputi penjelasan tentang jumlah atau bagian
masing-masing ahli waris berdasarkan KUHP atau faraidh. Dalam tahapan ini, beberapa tokoh agama,
lembaga fatwa, maupun tokoh masyarakat yang mengetahui hukum waris berhak memberikan saran.

Kedua, tetapkan wilayah qadha—harta jenis apakah yang dibagikan. Di sini, pewaris harus memisahkan
antara harta warisan dan peninggalan. Agar masalah ini cepat selesai, mungkin bisa melibatkan instansi
pemerintah—pengadilan agama.

Langkah berikutnya adalah mendata ahli waris dari jalur bapak. Cari tahu secara detail, apakah memiliki
ibu tiri, istri kedua, atau anak selain Anda. Kemudian, periksalah saudara laki-laki dan perempuan Bapak.

Tahapan selanjutnya, coba selidiki—apakah anak dari bapak memiliki hak sederajat dengan Anda. Dalam
hal ini, Anda harus objektif; tidak boleh membedakan antara saudara tiri atau kandung.
Terakhir, cermati aturan pembagian warisan berdasarkan Islam bagi penganutnya. Selain dilandaskan
pada hubungan darah, seseorang bisa menjadi ahli waris apabila ada hubungan pernikahan, saudara,
atau kekerabatan.

Pembagian warisan berupa tanah didasarkan pada hukum waris perdata dan Islam. Semuanya tercantum
dalam Pasal 189 Gabungan Hukum Islam dengan bunyi sebagai berikut :

Apabila warisan yang juga akan dibagi berbentuk tempat pertanian yang luasnya kurang dari dua hektare,
agar dipertahankan kesatuannya seperti awal mulanya, serta digunakan untuk kebutuhan dengan
beberapa pakar waris yang berkaitan.

Apabila ketetapan itu pada ayat (1) pasal ini tidak bisa saja streaming mnctv karna diantara beberapa
pakar waris yang berkaitan ada yang membutuhkan uang jadi tempat itu bisa dipunyai oleh seseorang
atau lebih pakar waris yang lewat cara membayar harga nya pada pakar waris yang memiliki hak sesuai
sama bagiannya semasing.

Anda mungkin juga menyukai