Anda di halaman 1dari 13

Makalah Keperawatan Medikal Bedah III

ASUHAN KEPERAWATAN
DISLOKASI
DISUSUN OLEH :
NASHRATUL ‘ULYA (18172073P)
LILI INTANA S (18172077P)

PEMBIMBING :
Ns. RIYAN MULFIANDA , M. Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)


UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH BESAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji sukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas rahmat dan hidayah-NYA
sehingga proses penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Sebab sebesar apapun semangat
dan keinginan seorang hamba untuk melakukan suatu pekerjaan itu tidak akan tercapai,
namun tanpa pertolongan dan hidayah-NYA, mustahil keinginan dan cita-citanya dapat
terwujud. Karena pada hakekatnya segala daya dan upaya hanya milik-NYA.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada
bapak Ns. RIYAN MULFIANDA, M. Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengetahuan, arahan, serta masukan dalam penulisan makalah ini.
Sesuai dengan materi kami ini, kami berharap makalah ini dapat membantu teman-
teman sekalian untuk memahami tentang keperawatan medikal bedah khususnya mengenai
Asuhan Keperawatan Dislokasi yang menjadi pembahasan kami sehingga materi-materi yang
ada di dalam makalah kami ini dapat menjadi satu alternatif pembelajaran untuk seluruh
pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami siap menerima saran dan kritik dari pembaca agar kualitas makalah ini menjadi lebih
baik lagi.
Demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan apabila ada kesalahan
kami mohon untuk dimaafkan.

Aceh Besar, Januari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat mendorong
dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera olahraga. Cedera
terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain, strain, dislokasi, fraktur) atau
sebagai akibat penggunaan berlebihan secara bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur
sterss). Atlet profesional juga rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka
disupervisi ketat untuk meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut
juga dapat mengalami cedera muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.
Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang siapa
saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan olahraga, aktivitas
berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan. Ketika terluka ligamen,
otot atau tendon mungkin rusak, atau terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera,
ligamen adalah pita sedikit elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada sendi,
menjaga tulang ditempat sementara memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau
lebih ligamen yang diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar,
dan tidak mampu bergerak.
Dislokasi biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan
perbaikan bedah.
Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal antara kedua
permukaan sendi secara komplet / lengkap ( Jeffrey m.spivak et al ,1999)  terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi,  dislokasi ini dapat hanya komponen
tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain, sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka
juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan permukaan
untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi
tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma
atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat
disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak
lahir (kongenital).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
dislokasi dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta
pembaca diharapkan memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus
dislokasi secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit dislokasi
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan dislokasi, yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan evaluasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah,
nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit, (MRS), dan diagnosis
medis. Dengan fokus ,meliputi :
1) Umur
pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga
menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi
cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak, biasanya klien
jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out
2) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang
mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di
tempat kerja, kecelakaan industri  dan atlit olahraga, seperti pemain basket ,
sepak bola dll
3) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari pada
permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda .
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan, ekstermitas, nyeri tekan
otot, dan deformitas pada daerah trauma, untuk mendapatkan pengkajian yang
lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode PQRS.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas, kecelekaan
industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan, pengkajian
yang di dapat meliputi nyeri, paralisis extermitras bawah, syok.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit, seperti
osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan, penyakit
alinnya seperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit jantung,
anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien, perlu ditanyakan pada
keluarga klien .
e. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang disekitarnya
seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun dengan
perawat.

2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemekrisaan
fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis sebaiknya dilakukan
persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan B3( brain ) dan B6 (bone)
a. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan tanda-tanda vital yang meliputi
brikardia, hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.
b. B3 ( brain)
1) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos
mentis
2) Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara ,ekspresi
wajah aktivitas motorik klien .
3) Pemeriksaan saraf kranial
4) Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs achiles
menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna otot hamstring
melemah
c. B6 (Bone)
1) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi
sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai dengan distribusi segmental dan
saraf yang terkena
2) Look, pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan
,pembengkakakn dan deformitas
3) Fell, kaji derajat ketidak stabilan daerah trauma
4) Move, disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada daerah ekstermitas.
3. Klasifikasi Data
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
2) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
3) Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi
4) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
5) Klien mengatakan sangat lemas
6) Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
7) Klien mengatakan susah bergerak
b. Data objektif
1) Klien nampak lemas
2) Wajah nampak meringis
3) Keterbatasan mobilitas
4) Skala nyeri 6 (0-10)
5) Klien nampak cemas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pegetahuan tentang penyakit.
4. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Gangguan rasa Rasa nyeri teratasi 1. Kaji skala nyeri 1. Mengetahui intensitas
nyaman nyeri dengan 2. Berikan posisi relaks nyeri.
berhubungan Kriteria Hasil : pada pasien 2. Posisi relaksasi pada
dengan 1. Klien tampak tidak 3. Ajarkan teknik pasien dapat
diskontinuitas meringis lagi. distraksi dan relaksasi mengalihkan focus
jaringan. 2. Klien tampak rileks 4. Berikan lingkungan pikiran pasien pada
yang nyaman, dan nyeri.
aktifitas hiburan 3. Tehnik relaksasi dan
5. Kolaborasi pemberian distraksi dapat
analgesic mengurangi rasa nyeri.
4. Meningkatkan
relaksasi pasien
5. Analgesic Mengurangi
nyeri
Gangguan Memberikan 1. Kaji tingkat mobilisasi 1. menunjukkan tingkat
mobilitas fisik kenyamanan dan pasien Berikan latihan mobilisasi pasien dan
berhubungan melindungi sendi ROM menentukan intervensi
dengan selama masa 2. Anjurkan penggunaan selanjutnya.
deformitas dan penyembuhan. alat bantu jika 2. Memberikan latihan
nyeri saat Kriteria hasil diperlukan ROM kepada klien
mobilisasi 1. melaporkan 3. Monitor tonus otot untuk mobilisasi
peningkatan 4. Membantu pasien 3. Alat bantu
toleransi aktivitas untuk imobilisasi baik memperingan
(termasuk aktivitas dari perawat maupun mobilisasi pasien
sehari-hari) keluarga 4. Agar mendapatkan
2. menunjukkan data yang akurat
penurunan tanda 5. Dapat membantu
intolerasi fisiologis, pasien untuk
misalnya nadi, imobilisasi
pernapasan, dan
tekanan darah masih
dalam rentang
normal
Ansietas kecemasan pasien 1. Kaji tingkat ansietas 1. Mengetahui tingakat
berhubungan teratasi dengan klien kecemasan pasien dan
dengan kriteria hasil : 2. Bantu pasien menentukan intervensi
kurangnya 1. klien tampak rileks mengungkapkan rasa selanjutnya.
pengetahuan 2. klien tidak tampak cemas atau takutnya 2. Menggali pengetahuan
tentang bertanya – tanya 3. Kaji pengetahuan dari pasien dan
penyakit Pasien tentang prosedur mengurangi kecemasan
yang akan dijalaninya. pasien
4. Berikan informasi yang 3. Agar perawat tau
benar tentang prosedur seberapa tingkat
yang akan dijalani pengetahuan pasien
pasien dengan penyakitnya
4. Agar pasien mengerti
tentang penyakitnya
dan tidak cemas lagi
Gangguan bodi Pasien bisa mengatasi 1. Kaji konsep diri pasien 1. Dapat mengetahui
image body image pasien 2. Kembangkan BHSP pasien
berhubungan dengan pasien 2. Menjalin saling
dengan 3. Bantu pasien percaya pada pasien
deformitas dan mengungkapkan 3. Menjadi tempat
perubahan masalahnya bertanya pasien untuk
bentuk tubuh 4. Bantu pasien mengatasi mengungkapkan
masalahnya. masalahnya
4. Mengetahui masalah
pasien dan dapat
memecahkannya

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa Implementasi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian skala nyeri.
dengan diskontinuitas jaringan. 2. Telah diberikan posisi relaksasi pada pasien.
3. Telah diajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
4. Telah diberikan lingkungan yang nyaman,
dan pemberian aktifitas hiburan.
5. Telah dilakukan tindakan kolaborasi dalam
pemberian analgesic.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian tingkat
dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi. mobilisasi pasien.
2. Telah diberikan latihan ROM
3. Telah dianjurkan penggunaan alat bantu.
4. Telah dilakukan monitoring tonus otot.
5. Telah dilakukan tindakan membantu pasien
untuk imobilisasi baik dari perawat maupun
keluarga.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya 1. Telah dilakukan pengkajian tingkat ansietas
pengetahuan tentang penyakit. klien.
2. Telah dilakukan membantu pasien
mengungkapkan rasa cemas atau takutnya.
3. Telah dilakukan pengkajian pengetahuan
pasien tentang prosedur yang akan
dijalaninya.
4. Telah diberikan informasi yang benar
tentang prosedur yang akan di jalani pasien.
Gangguan bodi image berhubungan dengan 1. Telah dilakukan pengkajian konsep diri
deformitas dan perubahan bentuk tubuh. pasien.
2. Telah diajarkan pola BHSP dengan pasien.
3. Telah dilakukan tindakan membantu pasien
mngungkapkan masalahnya.
4. Telah dilakukan tindakan membantu pasien
mengatasi masalahnya.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan S : Pasien mengatakan “ Sus, saat ini saya
dengan diskontinuitas jaringan. merasa lebih rileks dan bisa tidur dengan
nyenyak”.
O : Pasien tidak terlihat meringis nyeri.
A : Masalah dapat teratasi.
P : Intervensi dihentikan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan S : Pasien berkata bahwa ia sudah bisa jalan-
deformitas dan nyeri saat mobilisasi. jalan dengan kruk.
O : Tekanan darah 120/80 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya S : Pasien mengatakan “ Saya sudah tidak merasa
pengetahuan tentang penyakit. cemas dengan penyakit ini “.
O : Pasien terlihat tenang.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Gangguan bodi image berhubungan dengan S : Pasien mengatakan “ saya sudah dapat
deformitas dan perubahan bentuk tubuh. menerima kondisi saya saat ini”.
O : Pasien mulai nampak percaya diri dengan
kondisi saat ini.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang
yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me
lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka
juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan
untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi
tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma
atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat
disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak
lahir (kongenital).
B. SARAN
Disarankan untuk mahasiswa sebaiknya memperdalam ilmu dalam perawatan
pasien dislokasi agar dapat membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan
pengobatan. Serta mahasiswa dapat mengetahui cara-cara untuk memberikan pendidikan
kesehatan terhadap pasien

DAFTAR PUSTAKA

Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta


Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskululoskeletal. Jakarta :
EGC, 2008
Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
https://www.scribd.com/doc/249352807/askep-dislokasi-sendi (diakses tanggal 18 Januari
2021 jam 21.53 WIB)
Mansyur arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit Buku
NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai