Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang utama di dunia.
Diperkirakan sekitar 8,2 juta kematian pada tahun 2012 diakibatkan oleh kanker. Selain
faktor genetik, perilaku dan pola makan juga dapat menyebabkan terjadinya kanker.
Indeks masa tubuh yang tinggi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi buah
dan sayur serta penggunaan rokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan menjadi faktor
risiko utama terjadinya kanker. Pada tahun 2030, diperkirakan angka kejadian kanker
tahunan akan meningkat menjadi 22 juta, dari 12 juta pada tahun 2012 (Kemenkes,
2015).
Salah satu kanker yang menjadi permasalahan di dunia adalah kanker kandung
kemih. Kanker kandung kemih berada pada posisi ke-9 kanker dengan insidensi tertinggi
di dunia dan merupakan kanker ke-7 yang paling sering terjadi pada pria dan kanker ke-
17 yang paling sering terjadi pada wanita. Insidensi kanker ini tertinggi pada Mesir,
Eropa Barat dan Amerika Utara dan insidensi terendah pada benua Asia (Colombel et al.,
2008). Berdasarkan data GLOBOCAN (WHO, 2012), insidensi kanker kandung kemih
di dunia mencapai angka 3,1%, dengan insidensi age-standardised rate (ASR) mencapai
5,3%. Akan tetapi, data epidemiologi mengenai insidensi kanker kandung kemih di
Indonesia masih belum diketahui dikarenakan masih kurangnya studi epidemiologis
untuk kanker ini.
Secara umum, kanker kandung kemih ditandai dengan adanya darah pada urin
(total hematuria) yang tidak disertai dengan rasa nyeri dan bersifat intermiten. Kebiasaan
merokok merupakan salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan kanker kandung
kemih ini. Selain itu, para pekerja yang menggunakan produk kimiawi yang merupakan
turunan dari senyawa arylamines, seperti para pekerja di pabrik cat, tekstil, ban, dan
minyak serta tukang cat dan penata rambut lebih berisiko untuk menderita kanker
kandung kemih (Bladder Cancer Advocacy Network, 2008). Berdasarkan daya
invasinya, kanker kandung kemih dapat digolongkan menjadi (1) kanker kandung kemih
superfisial atau Non-Muscle Invasive Bladder Cancer (NMIBC) yang dapat diobati
dengan tindakan Trans- Urethral Resection (TUR) dan dapat disertai dengan pengobatan
kemoterapi atau imunoterapi dengan menggunakan Bacillus Calmette-Guerin (BCG) ke
dalam kandung kemih (2) kanker kandung kemih invasif atau Muscle Invasive Bladder
1
Cancer (MIBC) yang ditangani dengan radikal sistektomi dan diversi urin yang
merupakan gold standard penanganan untuk MIBC dan NMIBC dengan risiko tinggi.
Adapun tindakan yang dilakukan adalah sistektomi en bloc dan diseksi kelenjar getah
bening pelvis (Tiera dan Umbas, 2013). Secara histologis, lebih dari 90% kasus kanker
kandung kemih merupakan transitional cell (urothelioma) carcinoma, sekitar 5%
squamous cell carcinoma, dan 2% adenocarcinoma (Pasin et al., 2008). Pasien dengan
kanker kandung kemih dapat ditangani dengan jalan operasi, kemoterapi, terapi
biologi, dan terapi radiasi. Terkadang seroang pasien dapat menerima lebih dari satu
penanganan, tergantung dari lokasi dari kanker kandung kemihnya, apakah kanker telah
menyebar ke lapisan otot atau lapisan luar kandung kemih, apakah kanker telah
menyebar ke organ tubuh lain, stadium dari kanker, dan usia dan kondisi umum pasien.
Setiap pasien sebaiknya memiliki tim atau spesialis yang mampu membantu perencanaan
penyembuhan, termasuk melibatkan seorang perawat onkologi. Perawat di sini akan
membantu pasien yang mendapatkan penanganan dalam bentuk operasi untuk melakukan
perawatan luka, ostomi, kontinensia. Seorang pasien juga berhak mendapatkan
penjelasan dari pilihan penanganan, hasil yang diharapkan, dan efek samping yang
ditimbulkan dari penanganan. Setelah mendapatkan penanganan, pasien akan lebih baik
jika melakukan follow up misalnya setiap tiga atau enam bulan sekali. Follow up dan
checkup ini akan membantu memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi kesehatan
dan akan dapat segera dilakukan penanganan jika terdapat masalah kesehatan, karena
pada dasarnya kanker kandung kemih memiliki kemungkinan untuk muncul kembali.
Tenaga kesehatan akan melakukan pemeriksaan fisik, tes darah, sitoskopi, atau CT scan
untuk memastikan munculnya kembali kanker kandung kemih.
Oleh karena permasalahan tersebut, makalah ini disusun agar perawat mampu
memahami dengan baik mengenai kanker kandung kemih serta mampu menerapkan
asuhan keperawatan yang tepat bagi penderita kanker kandung kemih.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai kanker
kandung kemih dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat dan tepat,
serta pembaca diharapkan memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada
kasus kanker kandung kemih secara komprehensif.

2
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit kanker kandung kemih
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kanker kandung kemih,
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan
evaluasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI VESICA URINARIA


Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os.pubis di dalam rongga pelvis. Pada
orang dewasa, kapasitas maksimum vesika urinaria sekitar 500ml. Vesica urinaria
mempunyai dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi sesuai
dengan jumlah urin yang dikandungnya. Vesica urinaria yang kosong pada orang dewasa
terletak seluruhnya di dalam pelvis; waktu terisi, dinding atasnya terangkat sampai
masuk regio hypogastrica (Gambar 1). Pada anak kecil, vesica urinaria yang kosong
menonjol di atas pintu atas panggul; kemudian bila rongga pelvis membesar, vesica
urinaria terbenam ke dalam pelvis untuk menempati posisi seperti orang dewasa (Snell
2011).

Gambar 1.
Vesica urinaria tampak lateral.
Bagian dalam vesica urinaria laki-laki tampak depan (Snell 2011).

4
B. BENTUK DAN PERMUKAAN
Vesica urinaria yang kosong berbentuk piramid (Gambar 2) mempunyai apex,
basis, dan sebuah facies superior serta dua buah facies infero lateralis; juga mempunyai
collum. Apex vesica urinaria mengarah kedepan dan terletak dibelakang pinggir atas
symphisis pubis. Apex vesicae dihubungkan dengan umbilicus dengan ligamentum
umbilicale medianum (sisa urachus). Basis atau facies poterior vesicae, menghadap ke
posterior dan berbentuk segitiga. Sudut superolateralis merupakan tempat muara ureter,
dan sudut inferior merupakan tempat asal urethra(Gambar 2). Pada laki-laki, kedua
duktus deferens terletak berdampingan difacies posterior vesicae dan memisahkan
vesicula seminalis satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior vesicae diliputi
peritoneum, yang membentuk dinding anterior excavatio rectovesicalis. Bagian bawah
facies posterior dipisahkan dari rectum oleh ductus deferens, vesicula seminalis,
dan fascia rectovesicalis. Pada perempuan, uterus dan vagina terletak berhadapan dengan
facies posterior.
Facies superior vesicae diliputi peritoneum dan berbatasan dengan lengkung ileum
atau colon sigmeideum. Sepanjang pinggir leteral permukaan ini, peritoneum melipat ke
dinding lateral pelvis. Bila vesica urinaria terisi, bentuknya menjadi lonjong, permukaan
superiornya membesar dan menonjol ke atas, ke dalam cavitalis abdominalis.
Peritoniumyang meliputinya terangkat pada bagian bawah dinding anterior abdomen,
sehingga vesica urinaria berhubungan langsung dengan dinding anterior abdomen. Facies
inferolateralis di depan berbatasan dengan bantalan lemak retropubis. Dan os.pubis.
Lebih ke posterior, di atas berbatasan dengan musculus obturator internus dan di bagian
bawah dengan musculus levatorani.
Collum vesica teterletak di inferior dan pada laki-laki terletak pada permukaan atas
prostat. Di sini, serabut otot polos dinding vasicae urinaria dilanjutkan sebagai serabut
otot polos prostat. Collum vesicae dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum pubo
prostaticum pada laki-laki dan ligamentum pubo vesicale pada perempuan. Kedua
ligamentumini merupakan penebalan dari fascia pelvis. Pada perempuan karena tidak
terdapat prostat, collum vesicae terletak langsung pada facies superior diaphragmatis
urogenitalis. Bila vesicae urinaria terisi, posisi facies posterior dan collum vesica erelatif
tetap, tetapi facies permukaan superiornya naik ke atas, masuk ke dalam rongga abdomen
seperti telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya (Snell 2011).

5
Gambar 2.
A. Vesica urinaria, prostat, dan vesicula seminalis dilihat dari lateral
B. Vesica urinaria, prostat, ductus deferens, dan vesikula seminalis dilihat dari posterior
(Snell 2011).

1. Permukaan Interior
Tunica mucosa sebagian besar berlipat-lipat pada vesica urinaria yang kosong
dan lipatan-lipatan tersebut akan hilang bila vesica urinaria terisi penuh. Area tunica
mucosa yang meliputi permukaan dalam basis vesicae urinaria dinamakan trigonum
vesicae. Disini, tunika mucosa selalu licin, walaupun dalam keadaan kosong karena
mmembran mucosa pada trigonum ini melekat dengan erat pada lapisan otot yang
ada di bawahnya. Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara dari ureter
dan sudut inferiornya merupakan orificium urethrae internum. Ureter menembus
dinding vesica urinaria secara miring dan keadaan ini membuat fungsinya seperti
katup, yang mencegah aliran balik urin pada waktu vesica urinaria terisi.

6
Trigonum vesicae di atas dibatasi oleh rigi muscular yang berjalan dari muara
ureter yang satu ke muara ureter yang laindan disebut sebagai plica interureterica,
uvula vesicae merupakan tonjolan kecil terletak tepat di belakang orificum urethrae
yang disebabkan oleh lobus medius prostate yang ada di bawahnya (Snell 2011).

2. Tunica Muscularis Vesica Urinaria


Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos yang tersusun dalam
tiga lapis yang saling berhubungan yang disebut sebagai musculus detrusor vesicae.
Pada collum vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal membentuk
musculus sphincter vesicae (Snell 2011).
3. Ligamentum-ligamentum Vesica Urinaria
Collum vesicae dipertahankan dalam posisinya pada laki-laki oleh ligamentum
pubo prostaticum dan pada perempuan oleh ligamentum pubo vesicale. Ligament ini
dibentuk dari fascia pelvica (Snell 2011).
4. Batas-batas Vesicae
a. Pada laki-laki (Gambar3):
1) Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan dinding anterior
abdomen.
2) Ke posterior: vesica rectovesicalis peritonei, ductus deferens, vesicula
seminalis, fascia rectovesicalis, dan rectum.
3) Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan dibawah musculus
levatorani.
4) Ke superior: cavitas peritonealis, lengkung ileum, dan colon sigmoideum.
5) Ke inferior: prostata

Gambar 3. Potongan sagital pelvis pada laki-laki (Snell 2011)

7
b. Pada Perempuan (Gambar 4)
Karena tidak ada prostata, vesica urinaria terletak rendah di dalam pelvis
perempuan dibandingkan dengan pelvis laki-laki, dan collum vesicae terletak
langsung di atas diaphragm urogenitale. Batas-batasan antara vesica urinaria
dengan uterus dengan vagina, yaitu:
1) Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan dinding anterior
abdomen.
2) Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh vagina.
3) Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di bawah musculus
levatorani.
4) Ke superior: excavatio utero vesicalis dan corpus uteri.
5) Ke inferior: diaphragma urogenital.

Gambar 4. Potongan sagital pelvis perempuan (Snell 2011)

C. PENDARAHAN / VASKULARISASI
1. Arteri
Arteri vesicalis superior dan inferior berasal dari trunkus anterior arteri iliaka
interna sebagai sumber utama suplai darah arterial. Suplai darah minor berasal dari
arteri obturatoria, glutea inferior dan pada wanita juga dari arteri uterine dan
vaginalis.

8
2. Vena
Vena-vena membentuk plexus pada permukaan lateral dan inferior buli. Dengan
demikian selama sistostomi suprapubik, struktur-struktur ini harus dihindari pada saat
membuka buli.
3. Pleksus Vesikalis
Adalah kelanjutan dari pleksus venosus prostatikus pada pria yang bermuara ke
dalam vena iliaka interna (Shenoy 2014).
4. Limfatik
Kelenjar limfe iliaka interna merupakan level pertama kelenjar limfeserta
Kelenjar limfe obturatoria dan iliaka eksterna terlibat lebih lanjut (Shenoy 2014).

D. PERSARAFAN
Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior. Serabut post
ganglionik simpatik berasal dari ganglion lumbal pertama dan kedua dan berjalan turun
ke vesica urinaria melalui plexus hypogastricus. Serabut pre ganglionik parasimpatikus
yang muncul sebagai nervisplanchnici pelvici dari nervus sacralis kedua, ketiga, keempat
berjalan melalui plexus hypogastricus menuju ke vesica urinaria, di tempat iniserabut-
serabut tersebut bersinaps dengan neuron post ganglionik. Sebagian besar serabut aferen
sensorik yang berasal dari vesica urinaria menuju sistem saraf pusat melalui
nervisplanchnici pelvici. Sebagian serabut aferen berjalan bersama saraf simpatik melalui
plexus hypogastricus dan masuk ke medula spinalis setinggi segmen lumbalis pertama
dan kedua. Saraf simpatik menghambat kontraksi musculus detrusor vesicae dan
merangsang penutupan musculus sphincter vesicae. Saraf parasimpatik merangsang
kontraksi musculus detrusor vesicae dan menghambat kerja musculus sphinctervesicae
(Snell 2011).

1. Fisiologi Miksi
Kapasitas maksimum vesica urinaria orang dewasa adalah sekitar 500ml. Miksi
merupakan suatu kerja refleks yang pada orang dewasa normal dikendalikan oleh
pusat yang lebih tinggi di otak. Refleks berkemih mulai bila volume urin mencapai
kurang lebih 300 ml. Reseptor regangan di dalam dinding vesica urinaria terangsang
dan impuls tersebut diteruskan kesusunan saraf pusat,dan orang itu mempunyai
kesadaran ingin berkemih. Sebagian impuls naik ke atas melalui nervisplanchnici

9
pelvici dan masuk ke segmen sacralis kedua, ketiga, keempat medulla spinalis.
Sebagian impuls aferen berjalan bersama dengan saraf simpatik yang membentuk
plexus hypogastricus dan masuk segmen lumbalis pertama dan kedua medula spinalis
(Snell 2011).
Impuls eferen parasimpatik meninggalkan medula spinalis dari segmen sacralis
kedua, ketiga, dan keempat lalu berjalan melalui serabut-serabut preganglionik
parasimpatik dengan perantara nervi splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus
inferior ke dinding vesica urinaria, tempat nervus tersebut bersinaps dengan neuron
posganglionik. Melalui lintasan saraf ini, otot polos dinding vesica urinaria (musculus
detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus sphincter vesicae dibuat relaksasi, impuls
eferen juga berjalan ke musculus sphincter urethrae melalui nervus pudendus (S2,3,
dan 4) dan menyebabkan relaksasi. Bila urin masuk ke urethrae, impuls aferen
tambahan berjalan ke medula spinalis dari urethra dan memperkuat refleks. Miksi
dapat dibantu oleh kontraksi otot-otot abdomen yang menaikkan tekanan intra
abdominalis dan tekanan pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding
vesica urinaria (Snell 2011).
Pada anak kecil miksi merupakan refleks sederhana dan terjadi bila vesica
urinaria mengalami peregangan. Pada orang dewasa,refleks regangan sederhana ini
dihambat oleh aktivitas cortex cerebri sampai waktu dan tempat untuk miksi tersedia.
Serabut-serabut inhibitor berjalan ke bawah bersama tractus corticospinalis menuju
segmen sacralis kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis. Kontraksi musculus
sphincter urethrae yang menutup urethra dapat dikendalikan secara volunter; dan
aktivitas ini dibantu oleh musculus sphincter vesicae yang menekan leher vesica
urinaria. Pengendalian miksi secara volunter normalnya berkembang pada tahun
kedua dan ketiga kehidupan (Snell 2011).

E. DEFINISI KANKER KANDUNG KEMIH


Tumor jinak dan ganas dapat berkembang pada permukaan dinding kandung kemih
atau tumbuh di dalam dinding dan dengan cepat menyerang otot di bawahnya. Sekitar
90% kanker kandung kemih merupakan karsinoma sel transisional, berasal dari epitel
transisional dari membran mukosa. Tumor kandung kemih paling sering terjadi pada
orang lanjut usia yang berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih sering terjadi pada pria
dibanding wanita, serta di area industri dengan penduduk padat (Joan dan Lyndon 2014).

10
Kanker kandung kemih adalah kanker non agresif yang muncul pada lapisan sel
transisional kandung kemih. Kanker ini sifatnya kambuh. Dalam kasus yang lebih
sedikit, kanker kandung kemih ditemukan menginvasi lapisan lebih dalam dari jaringan
kandung kemih. Dalam kasus ini, kanker cenderung lebih agresif. Paparan zat kimia
industri (cat, tekstil), riwayat penggunaan cyclophosphamide, dan merokok
meningkatkan resiko kanker kandung kemih (Di Giulio,et al., 2007). Kanker kandung
kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang mengenai kandung kemih dan
kebanyakan menyerang laki-laki (Nursalam 2009).

F. FAKTOR RESIKO
Faktor Resiko kanker kandung kemih, antara lain: (Lyndon 2014)
1. Host
a. Genetik
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker lain
seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan resiko kanker
kandung kemih.
b. Life style
1) Mengkonsumsi makanan yang mengandung 4P (Pemanis, pewarna, pengawet,
penyedap rasa).
2) Merokok selama bertahun-tahun memiliki resiko lebih tinggi daripada orang
yang tidak merokok atau orang yang merokok dalam jangka waktu yang
pendek. Rokok mengandung bahan karsinogen berupa amin aromatic dan
nitrosamine.
3) Sering mengkonsumsi kopi dalam jangka waktu lama, sering mengkonsumsi
kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin dan siklamat.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Infeski saluran kemih, ca colon, ca rnal, ca prostat, ca rectum.
d. Obat atau tindakan (cytoksan dan cyclofosfamid). Orang yang pernah mendapatkan
pengobatan kanker dengan obat-obatan tertentu seperti cyclophosphamide
siklofosfamid melalui intravesika, fenasetin,opium, dan antituberkulosis INH
dalam jangka waktu lama akan meningkatkan resiko kanker kandung kemih. Juga
orang yang pernah mendapatkan terapi radiasi di abdomen atau panggul akan
memiliki resiko.

11
2. Agent
a. Invasi kuman (parasit: schistozomiasis yang terdapat pada siput). Infeksi saluran
kemih seperti E-coli dan proteus sp yang menghasilkan nitrosamine sebagai zat
karsinogen.
3. Environment
Berhunbungan dengan pekerjaan di pabrik kimia (terutama cat), pabrik rokok,
penyamak kulit dan pekerja salon karena sering terpapar oleh bahan karsinogen
(senyawa ain aromatic: 2 naftilamin, bensidin dan 4 aminobifamil).
Para pekerja di pabrik kimia (terutama cat), laboratorium pabrik korek api,
tekstil, pabrik kulit dan pekerja salon karena sering terpapar oleh bahan karsinogen
(senyawa ain aromatic: 2 naftilamin, bensidin dan 4 aminobifamil).

Kanker kandung kemih memiliki beberapa faktor resiko termasuk interaksi antara
latar belakang genetik dan faktor lingkungan dan merokok adalah faktor resiko utama
pemicu kanker kandung kemih (Cohen, et al., 2000 dalam Rouissi, et al., 2011), dan
bertanggung jawab atas 50% kasus pada pria dan 35% pada wanita (Zeegers,et al., 2000
dalam Rouissi, et al., 2011). Asap rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk
oksidan dan radikal bebas, sehingga asap rokok dapat menurunkan serum dan folat sel
darah merah dalam darah dan antioksidan vitamin B12 (Maninno, et al., 2003;
Tungtrongchitr, et al., 2003 dalam Rouissi,et al., 2011). Sebagai tambahan laporan
mengindikasikan bahwa konsentrasi total plasma homocysteine lebih tinggi pada
perokok daripada non perokok (Lwin, et al., 2002; Saw, et al., 2001 dalam Rouissi. et al.,
2011). Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa fungsi polimorfisme pada gen
terlibat dalam metabolisme folat dan tingkat serum dari vitamin B12 memiliki peranan
penting dalam perkembangan karsinogenesis kanker.

Faktor resiko lain (Ferri 2014):


Kerusakan spinal cord disebabkan karena pasien neurogenic bladder memerlukan
drainase kandung kemih jangka panjang dengan kateter Foley; iritasi kronis dari
penggunaan jangka panjang secara umum mengingkatkan resiko kanker kandung kemih,
khususnya karsinoma sel skuamosa.
Onkogenik berkaitan dengan kanker kandung kemih termasuk ras keluarga
dengan gene dan onkogenikras p21. Tumor suppressor genes, termasuk p53 pada

12
kromosom 17p; gen Retinoblastoma (Rb) pada kromosom 13q; gen pada kromosom 9:
9p21 dan 9q32-3
G. BENTUK TUMOR
Tumor buli-buli dapat berbentuk, antara lain: (Yosef 2007)
1. Papiler
2. Tumor non invasif (in situ)
3. Noduler (infiltrat)
4. Campuran antara papiler dan infiltrat

Gambar 5. Bentuk tumor buli-buli (Yosef 2007)

a. Perjalanan Penyakit
Karsinoma buli-buli masih dini merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama
kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propia, otot, dan lemak perivesika
yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya. Di samping itu tumor
dapat menyebar secara limfogen maupun hematogen. Penyebaran limfogen menuju
kelenjar limfe perivesika, obtutator, iliaka eksterna, dan iliaka komunis; sedangkan
penyebaran hematogen paling sering ke hepar, paru-paru, dan tulang (Yosef 2007).
b. Tipe Histologi
Sebagian besar (±90%) tumor kandung kemih adalah karsinoma sel
transisional. Tumor ini bersifat multifokal, yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang
epitelnya terdiri atas sel transisional, seperti di pielum, ureter, uretra posterior.
Sedangkan jenis yang lainnya adalah karsinoma sel skuamosa (±10%) dan
adenokarsinoma (±2%) (Nursalam 2009).
a. Adenokarsinoma
Ada tiga kelompok adenokarsinoma pada kandung kemih, yaitu:
a) Primer terdapat di kandung kemih, dan biasanya terdapat di dasar serta di
fundus kandung kemih. Pada beberapa kasus sistitis, glandularis kronis, dan
ekstrafia vesika pada perjalanannya lebih lanjut dapat mengalami degenerasi
menjadi adenokarsinoma kandung kemih.

13
b) Urakhus persisten (sisa duktus urakhus) yang mengalami degenerasi maligna
menjadi adenokarsinoma
c) Tumor sekunder yang berasal dari fokus metastasis dari organ lain,
diantaranya prostat, rektum, ovarium, lambung, mamae, dan endometrium.
Prognosis adenokarsinoma buli-buli ini sangat jelek.
b. Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada kandung kemih
dan mengakibatkan sel epitel mengalami metaplasia ganas. Rangsangan kronis ini
terjadi karena:
a) Infeksi saluran kemih kronis
b) Batu kandung kemih
c) Kateter menetap yang dipasang dalam jangka waktu lama
d) Infestasi cacing Schistosomiasis pada kandung kemih
e) Pemakaian obat-obatan siklofosfamid secara intravesika

H. KLASIFIKASI STADIUM
Klasifikasi Duke-Masina, Jewett dengan modifikasi Strong-Marshal untuk
menentukan operasi atau observasi (Jiang & Lizhong 2008)
T= Pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui: Pemeriksaan klinis,
uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah
Anestesi umum dan biopsy atau trans urethral reseksi.
Tis Carcinoma in situ (pre invasive Ca)
TX Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat
dilakukan
T0 Tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1 Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak
T2 Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli
T3 Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang bergerak
bebas dapat diraba di buli-buli
T3a Invasi otot yang lebih dalam
T3b Perluasan lewat dinding buli-buli
T4 Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
T4b Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam
abdomen
N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe, pemeriksaan
klinis, lympgraphy, urography, operative
NX Minimal yang ditetapkan kel.Lymfe regional tidak dapat ditemukan
N0 Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar lymfe regional
N1 Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral

14
N2 Pembesaran kontra lateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional
yang multiple
N3 Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang

N4 Pembesaran kelenjar lymfe juxta regional


M=Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,
Pemeriksaan klinis ,thorax foto,dan test biokimia
MX Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya
metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 Adanya metastase jauh
M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b Metastase tunggaldalam satu organ yang tunggal
M1c Metastase multipledalam satu terdapat organ yang multiple
M1d Metastase dalam organ yang multiple

Gambar 6. Klasifikasi Stadium (Nursalam 2009)

I. PATOFISIOLOGI
Menurut Amiruddin, kanker kandung kemih terjadi karena beberapa faktor yaitu, usia
Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada usia di atas 50 tahun dan angka kejadian
laki-laki lebih besar daripada perempuan. Usia dapat menyebabkan imunitas seseorang
turun sehingga rentan terpapar oleh radikal bebas, selain itu lifestyle seperti kebiasaan
merokok dan bahan-bahan karsinogenik seperti pabrik jaket kulit bagian pewarnaan.
Kedua faktor ini akan masuk ke dalam sirkulasi darah daan masuk ke dalam ginjal yang
selanjutnya terfiltrasi di glomerulus. Radikal bebas bergabung dengan urin secara terus

15
menerus dan masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi stagnasi radikal bebas, radikal
bebas mengikat elektron DNA dan RNA sel transisional sehingga terjadi kerusakan DNA.
Apabila terjadi kerusakan DNA maka tubuh akan malukan perbaikan DNA jika berhasil
maka sela akan kembali normal, jika tidak maka akan terjadi mutasi pada genom sel
somatik. Mutasi dari genom sel somatik ada 3 hal yang terjadi pertama adalah pengaktifan
onkogen pendorong pertumbuhan, kedua perubahan gen yang mengandalikan
pertumbuhan dan yang terakhir adalah pengnonaktifan gen supresor kanker. Ketiga hal
tersebut mengakibatkan produksi gen regulatorik hilang. Selanjutnya terjadi replikasi
DNA yang berlebih. Akhirnya terjadi kanker pada kandung kemih.

J. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis pada kanker kandung kemih, antara lain:
1. Lokal
a. Obstruktif
1) Kencing sedikit: sebagai akibat dari tumbuhnya tumor yang menutup aliran
menuju uretra.
2) Hematuria: massa tumor memiliki sifat mudah ruptur dan sifat urin adalah
asam yang akan mengikis tumor tersebut sehingga akan terjadi bleeding dan
dikeluarkan melalui urin.
3) Pancaran melemah: karena adanya obtruksi sehingga kencing menjadi sedikit
dan mengakibatkan pancaran melemah.
b. Iritatif
1) Frekuensi: terjadi peningkatan frekuensi karena adanya retensi urine dan
pengisian kandung kemih secara kontinyu.
2) Urgensi
3) Nocturia ( jarang )
4) Urge incontinensia
5) Disuria
2. Sistemik
a. Anemia: sebagai akibat dari adanya hematuria sehingga tubuh kekurangan Hb.
b. Hiperventilasi : karena tidak adanya Hb yang mengikat O2 sehingga
mengakibatkan sesak napas.

16
c. Hipertensi: karena adanya gangguan pada fungsi ginjal sehingga mengakibatkan
aldosteron terganggu, pembuluh darah menjadi vasokonstriksi sehingga muncul
hipertensi.
d. Oedema: karena adanya gangguan pada renin angiotensin yang berdampak pada
pompa Na dan K, kemudian Na tidak dapat keluar sehingga mengikat banyak air
yang mengakibatkan oedema.
Manifestasi klinis dari kandung kemih, antara lain:
1. Hematuria
Hematuria dapat dibagi menjadi hematuria intermiten atau penuh, dan dapat
dinyatakan sebagai hematuria awal atau terminal hematuria, sebagian dari pasien
kanker kandung kemih akan ada pembuangan gumpalan-gumpalan darah dan
bangkai-bangkai busuk.
2. Iritasi kandung kemih
Tumor terbentuk di trigonum kandung kemih, lingkup patologi meluas atau saat
terjadi infeksi dapat menstimulasi sampai ke kandung kemih sehingga menyebabkan
fenomena sering buang air kecil dan urgen.
3. Gejala obstruktif saluran kemih 
Tumor yang lebih besar, tumor pada leher kandung kemih dan penyumbatan
gumpalan darah akan menyebabkan buang air bahkan sampai retensi urin. Infiltrasi
tumor ke dalam lubang saluran kemih dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih,
sehingga menimbulkan nyeri pinggang, hidronefrosis dan fungsi ginjal terganggu.
4. Gejala metastase 
Invasi tumor stadium lanjut sampai ke jaringan kandung kemih sekitarnya, organ lain
atau metastasis kelenjar getah panggulsimpul, akan menyebabkan nyeri di daerah
kandung kemih, uretra fistula vagina, dan edema ekstremitas bawah, metastasis
sampai organ yang lebih jauh, nyeri tulang dan cachexia.

Gambaran klinis dari kanker kandung kemih, antara lain: (Shenoy 2014)
1. Pada 90% kasus, gejala klinis yang awal adalah hematuria intermitten yang tidak
disertai nyeri.
2. Gejala klinis menyerupai sisititis yang hebat terjadi pada ulkus karsinoma
3. Selanjutnya dapat kencing bercampur darah yang disertai nyeri
4. Stranguria adalah rasa nyeri saat miksi dengan perdarahan dan pengososngan buli
yang tidak lampias
17
5. Nyeri pinggang disebabkan oleh obstruksi ureter dengan hidronefrosis
6. Nyeri suprapubik, nyeri lipat paha, nyeri perineal disebabkan oleh infiltrasi nervus.
Keadaan ini menandakan bentuk tumor yang sudah lanjut

K. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan, antara lain:
1. Palpasi Bimanual (Shenoy 2014)
Yaitu per reto-abdominal pada pria dan per vagino-abdominal pada wanita
dilakukan di bawah anastesi umum. Penebalan dinding buli, mobilitas, fiksasi, dan
keras tidaknya tumor dapat ditentukan. Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose
umum (supaya otot buli-buli relaks) pada saat sebelum dan sesudah reseksi tumor TUR
buli-buli. Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau colok vagina sedangkan
tangan kiri melakukan palpasi buli-buli di daerah suprasimfisis untuk memperkirakan
luas infiltrasi tumor. Kontribusi perawat dalam pemeriksaan bimanual adalah untuk
mengetahui apakah teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi
sesuai prosedur.
2. Pemeriksaan Laboratorium (Nursalam 2009)
a. Laboratorium rutin.
1) Hb (untuk mengetahui adanya anemia)
Normal: M : 13-16 g/dl
F : 12-14 g/dl
b. Pemeriksaan Fungsi Faal Ginjal
1) BUN, eksresi urea yang tidak maksimal akan meningkatkan kadar nitrogen urea
darah (Joan dan Lyndon 2014)
Normal: 10-45 mg/dl
2) Kreatinin Serum, dapat mengukur kerusakan ginjal dengan baik dibandingkan
dengan kadar nitrogen serum, karena ganggguan ginjal yang berat dan persisten
akan menyebabkan peningkatan kreatinin yang signifikan (Joan dan Lyndon
2014)
Normal: M : 0,9-1,5 mg/dl
F : 0,7-1,3 mg/dl
c. Urinalisis
Pemeriksaan air seni untuk melihat adanya darah dalam air seni, khususnya
yang kasat mata. Selain itu juga untuk mengetahui adanya epitel, eritrosit, atau
18
leukosit pada urin. Pemeriksaan sitologi urin, memiliki sensitifitas 38-78%, dan
meningkat pada tumor tingkat tinggi. Kultur air seni dapat diperiksa untuk
menyingkirkan adanya infeksi atau peradangan.
d. Sitologi Urin
Sitologi Urin, yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urin
(biasanya nilai negatif palsu tinggi). Sitologi urin merupakan pemeriksaan
mikroskopik terhadap sel-sel didalam urin. pemeriksaan ini dilakukan untuk
mendiagnosis kanker saluran kemih. Sitologi urin juga dilakukan untuk penyaringan
kanker pada orang-orang resiko tinggi (misalnya perokok, pekerja petrokimia dan
penderita perdarahan tanpa rasa nyeri). Untuk penderita yang telah menjalani
pengangkatan kanker kandung kemih, sitologi digunakan untuk evaluasi dan follow
up
e. Cell survey antigen study
Cell survey antigen study, yaitu pemeriksaan laboratorium untuk mencari sel
antigen terhadap kanker, bahan yang digunakan adalah darah vena.
f. Flow cytometri
Flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya kelainan kromosom sel-sel urotelim.
3. Pemeriksaan Radiologi (Shenoy 2014)
a. BOF/ BNO (Buik Nier Overzicht)
Untuk mengetahui struktur dari kandung kemih bagus atau tidak. Kontribusi
perawat adalah:
1) Sebelum pemeriksaan anjurkan klien untuk makan bubur, bukan santan karena
akan memerlukan waktu penyerapan yang lama dan mengandung kolesterol.
2) Klien dipuasakan 6-8 jam
3) Dilakukan lavement/huknah/enema untuk mengurangi intepretasi kesalahan
pada gambaran kolon dan kandung kemih
b. IVP
Defek pengisian dalam buli, dilatasi ureter dapat ditemukan. Konstribusi
perawat adalah untuk melakukan pemeriksaan fungsi ginjal (BUN dan Kreatinin)
dan pemeriksaan alergi sebelum dilakukan tindakan.
c. Ultrasonografi
Merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat yang dapat mendeteksi
karsinoma buli. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi adanya metastase hati.

19
Kontribusi perawat adalah menganjurkan klien untuk menahan kencing untuk
mengetahui perbedaan urin dan massa tumor.
d. CT Scan
Merupakan pemeriksaan pilihan terutama untuk mengetahui penyebaran
penyakit. Pemeriksaan CT scan bermanfaat khususnya untuk mengetahui adanya
infiltrasi adanya infiltrasi pada otot, jaringan prevesika serta prostat, dan dinding
pelvik. Indikasi untuk sitoskopi, antara lain:
a) Hematuria dengan IVP yang normal
b) Gejala klinis saluran kemih bagian bawah
c) Sel maligna dalam sitologi urine
e. MRI
Dapat memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor. Jika
tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa.
Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan
pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri
renalis.
f.Sistoskopi
Sitoskopi merupakan pemeriksaan gold standart untuk menentukan lokasi lesi
dan mengambil biopsi yang sangat diperlukan untuk penatalaksanaan kasus lebih
lanjut. Peran perawat yaitu memantau adanya komplikasi pasca prosedur sistoskopi
berupa perdarahan, perforasi kandung kemih, dan infeksi. Perawat melakukan
observasi terhadap perubahan warna urin. Pasca dilakukan sistoskopi, urin
normalnya berwarna merah muda karena trauma saat memasukkan instrumen, tetapi
bila ada perdarahan nyata harus segera dilaporkan. Perawat memantau kecukupan
asupan cairan klien untuk mencegah statis urin dan obstruksi darah beku. Perawat
memantau tanda-tanda vital klien secara teratur untuk mendeteksi dini potensi
adanya infeksi.
L. PENATALAKSANAAN
1. Hematuria
a. Dilakukan three way kateter untuk irigasi kandung kemih yang mengalami
perdarahan akibat massa dengan PZ 1000 cc.
Konstribusi perawat:
1) Monitoring irigasi

20
2) Monitoring balance cairan urin yang di tampung pada urin bag dikurangi
dengan cairan yang masuk {PZ}).
3) Evaluasi warna urin
4) Kondisi bladder
b. Oksigenasi karena kilen mengalami hiperventilasi
c. Transfusi + farmakologi (asam traneksamat serta vitamin K) untuk penatalksaan
perdarahan.
2. TURB-T (Trans-Urethral Resection of Bladder-Tumor)
Dilakukan reseksi untuk mengambil tumor. Jika terjadi perdarahan dilakukan
tindakan irigasi kandung kemih , jika urine tidak keluar , curiga adanya stone cell dan
tatalaksana dengan dilakukan spool.
3. Cystektomy radikal atau parsial
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik (MVAC-
Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin). Sistektomi radikal merupakan
pengangkatan buli dengan lemak perisistikserta prostat dan vesikula seminalis, uretra
pada priadan buli serta lemak perisistik, serviks, uuterus, kubah vagina anterior, uretra
dan ovarium pada wanita. Sistektomi radikal merupakan suatu operasi mayor dengan
angka mortalitas 3 sampai 8%.
4. Diversi Urine
Sistektomi radikal adalah pengangkatan kandung kemih dan jaringan sekitarnya
(pada pria berupa sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urine dari ureter dialirkan
melalui beberapa cara diversi urine, antara lain: (Yosef, 2007)
a. Uretrosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis kedua ureter ke dalam sigmoid.
Cara ini sekarang tidak banyak dipakai lagi karena banyak menimbulkan penyulit.
b. Kondisi usus, yaitu mengganti kandung kemih dengan ileum sebagai penampung
urin, sengakan untuk mengeluarkan urine dipasang kateteer menetap melalui
sebuah stoma. Konduit ini diperkenalkan oleh Bricke pada tahun 1950 dan saat ini
tidak banyak dikerjakan lagi karena dianggap tidak praktis.
c. Diversi urin kontinen, yaitu mengganti kandung kemih dengan segmen ileum
dengan membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urin pada volume tertentu).
Urin kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan melakukan kateterisasi mandiri
secara berkala. Cara diversi urin ini yang terkenal adalah cara Kock pouch dan
Indian pouch.

21
d. Diversi urin Orthotopic, adalah membuat neobladder dari segmen usus yang
kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih fisiologis
untuk pasien, karena berkemih melalui uretra dan tidak memakai stoma yang
dipasang di abdomen. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Camey dengan
berbagai kekurangannya dan kemudian disempurnakan oleh Studer dan Hautmann.
5. Kemoterapi intra Buli
Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin
yang ditahan di sisi dalam kandung kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini dengan
interval setiap seminggu diberikan untuk mengurangi angka kekambuhan.

L. I. Terapi Kanker Kandung Kemih (Shenoy 2014)


1. Karsinoma yang tidak melibatkan lapisan otot (Tis, Ta, T1)
a. Reseksi transuretra (TUR) tumor (basis/dasar tumor yang direseksi lalu
diskrining terhadap adanya tumor dengan pemeriksaan mikroskopik)
b. Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan
Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin yang ditahan di sisi dalam kandung kemih
selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini dengan interval setiap seminggu
diberikan untuk mengurangi angka kekambuhan.
c. Imunoterapi BCG atau interferon yang dberikan secara intravesika selama
pasca-bedah untuk mencegah kekambuhan tumor.
2. Lesi T2-T4
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik (MVAC-
Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin). Sistektomi radikal
merupakan pengangkatan buli dengan lemak perisistikserta prostat dan
vesikula seminalis, uretra pada priadan buli serta lemak perisistik, serviks,
uuterus, kubah vagina anterior, uretra dan ovarium pada wanita. Sistektomi
radikal merupakan suatu operasi mayor dengan angka mortalitas 3 sampai 8%.
3. Setiap T, N1, M0 atau setiap T, N0, M1
Kemoterapi sistemik (MVAC) yang diikuti dengan terapi radiasi harus
diberikan
4. Lesi kecil
Lesi kecil yang melibatkan otot pada kubah (dome) buli atau dinding
posterolateral buli, sistektomi parsial (reseksi segmental) bagian buli tersebut

22
yang mengandung tumor dengan ttepi buli yang sehat yang luas 2-3 cm. hal ini
sebaiknya diikuti dengan kemoterapi intravesika.

L. II. Peranan Radioterapi (Shenoy 2014)


1. Lokal
Jika lesi tidak anaplastik, berukuran 4 cm atau kurang, setelah eksisi
diatermi terbuka, dapat diberikan radioterapi.
a. Implantasi butiran emas 198Au
b. Kawat tantalum radioaktif 192Ta
2. Radioterapi yang dalam
Indikasi: karsinoma yang tidak berdiferensiasi
Dengan menggunakan Cobalt 60 atau aselerator linear
L. III. Kontrol Berkala
Semua pasien kanker kandung kemih harus mendapatkan pemeriksaan
secara berkala, dan secara rutin dialkukan pemeriksaan klinis, sitologi urine serta
sistoskopi. Jadwal pemeriksaan berkala itu pada: (Yosef 2007)
1. Tahun I dilakukan setiap 3 bulan sekali,
2. Tahun II setiap 4 bulan sekali, dan
3. Tahun III dan seterusnya setiap 6 bulan sekali
M. PROGNOSIS
Menurut Pusponegoro, dkk. dalam buku Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, penyakit
ini mempunyai prognosis yang sangat bervariasi walaupun secara umum bergantung dari
stadium dan derajat histologi tumor. Pada umumnya penderita dengan tumor superfisial
mempunyai harapan hidup 5 tahun yang cukup baik sedangkan penderita dengan tumor
yang sudah tumbuh sampai ke lapisan otot dalam mempunyai angka harapan hidup sekitar
5 tahun sekitar 40-50%. Pada stadium T4 tanpa metastasis, angka harapan hidup 5 tahun
berkisar antara 10-17%, sedangkan bila sudah terjadi metastasis maka sangat sedikit
penderita yang dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun.

23
N. WEB OF CAUTATION

Faktor-faktor resiko

Host Agent Environment

Genetik Life Riwayat Obat/ Invasi kuman Pekerjaan (pabrik cat,


style penyakit tindakan penyamak kulit, tembakau,
dahulu pegawai salon)

4P, ISK, Ca. Cytoksan, Parasit


merokok, Colon, Ca. cyclofosfa (schistozomiasis)
konsumsi Renal, Ca mide
kopi Prostat, Ca.
Rectum

Faktor-faktor resiko merangsang pertumbuhan sel

Pertumbuhan sel-sel baru pada jaringan kandung kemih

Proliferasi sel meningkat cepat kerusakan struktur fungsional kandung kemih

Kanker kandung kemih

Lokal Sistemik

Obstruktif Iritatif Anemia Hormon

Kencing Pancaran Hematuri FUNUD Hiperventilasi Renin , Aldosteron


sedikit melemah a (frekuensi, angioste
urgensi, nsin
nocturia, Sesak nafas
urge Vasokontriksi
MK: Gangg pembuluh
Gangguan incontinensi uan darah
eliminasi a, disuria) MK: pompa
Urin Ketidakefe Na dan
ktifan pola K Hipertensi
Refluks nafas
24
oedema MK:
Hidroureter Penurunan
cardiac
MK: output
Hidronefrosis MK: Peningkatan
Nyeri volume
Akut cairan
Mual muntah

MK: Mual

Penatalaksanaan

Non pembedahan Pembedahan (TURB-T,


(kemoterapi, irigasi Diversi Urin, Cystectomy)
kandung kemih,
farmakologi)
Stoma Post .op

MK : Resiko MK : Resiko
Kerusakan infeksi
Integritas Kulit

25
O. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
1) Usia
Menurut Brunner & Suddarth, 2004 Kanker kandung kemih lebih sering
terjadi pada orang dewasa berusia 50 sampai 70 tahun, usia rata-rata pada saat
diagnosis adalah 65 tahun, dan pada periode tersebut sekitar 75% dari kanker
kandung kemih terlokalisasi pada kandung kemih, 25% telah menyebar ke
kelenjar getah bening regional atau tempat yang jauh.
2) Jenis Kelamin
Pria memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibanding dengan wanita
(Brunner & Suddarth 2004).
3) Pekerjaan:
Pekerja di pabrik bahan kimia, penyamak kulit, pegawai salon, pewarna,
karet, minyak bumi, industri kulit, dan percetakan memiliki risiko lebih tinggi.
Karsinogenik yang spesifik meliputi benzidin, betanaphthylamine, dan 4-
aminobiphenyl. Perkembangan tumor dapat berlangsung lama (Emil Tanagho dan
Jack W. McAninch 2007).
4) Tempat Tinggal:
Terdapat insiden kanker kandung kemih yang tinggi di banyak negara di
Afrika, terutama Mesir, terkait paparan parasit Schistosoma haematobium, yang
dapat ditemukan dalam kandungan air di negara-negara ini (Connie Yarbro, dkk,
2010).
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama : Klien akan mengeluhkan hematuria.
2) Riwayat Penyakit Sekarang:
a) Obstruktif :
(1) Kencing sedikit
(2) Hematuria
(3) Pancaran melemah
a) Iritatif :
(1) Frekwensi
(2) Urgency

26
(3) Nocturia (jarang)
(4) Urge inkontinencia
(5) Dysuria
3) Riwayat Penyakit Dahulu:
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih, infeksi kronis
saluran kencing, dan infeksi dari parasit memiliki kemungkinan untuk kembali
memiliki penyakit yang sama (National Cancer Institute 2010).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker
lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan resiko
kanker kandung kemih (National Cancer Institute 2010).
d. Riwayat psikososial dan spiritual:-
e. Kondisi lingkungan rumah:
Pada area industri dengan penduduk padat yang memungkinkan lingkungan
terpapar oleh karsinogen tertentu, seperti: tembakau, 2-naftilamin, dan nitrat
diketahui sebagai faktor predisposisi tumor sel transisional (Joan dan Lyndon
2014).
f. Kebiasaan sehari-hari
Konsumsi 4 P (Pemanis, pewarna, pengawet, penyedap rasa), merokok, kopi.
3. Pemeriksaan Fisik
Nyeri atau ketidak nyamanan : nyeri tekan abdomen, nyeri tekan pada area
ginjal pada saat palpasi, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain.
1) Keadaan Umum: Klien tampak pucat, merasa mual.
2) Tanda-tanda vital:
a) Peningkatan TD, karena ada gangguan pada fungsi aldosteron yang
menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang berakibat pada hipertensi
b) Peningkatan RR (Hiperventilasi), karena terjadi penurunan Hb yang berakibat
pada penurunan O2
3) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas/Istirahat
(1) Gejala : Merasa lemah dan letih
(2) Tanda : Perubahan kesadaran

27
b) Sirkulasi
(1) Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi)
(2) Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia
c) Integritas Ego
(1) Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
(2) Tanda : Cemas, mudah tersinggung
d) Eliminasi
(1) Gejala : Perubahan BAK
(2) Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah
e) Makanan & Cairan
(1) Gejala : Mual muntah
(2) Tanda : Muntah
f) Neurosensori
(1) Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo)
(2) Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental
g. Nyeri/Kenyamanan
(1) Gejala : Sakit pada daerah abdomen
(2) Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
h. Interaksi Sosial
(1) Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain
(2) Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi
i. Keamanan
(1) Gejala : Trauma baru
(2) Tanda : Terjadi kekambuhan lagi
j. Seksualisasi
(1) Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut
(2) Tanda : Atrofi payudara, amenorea
k. Penyuluhan/Pembelajaran
(1) Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi
(2) Tanda : Prestasi akademik tinggi
4) Pemeriksaan per sistem
a) B1(Breathing)
Bisa ditemui pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu napas,
retraksi dada yang disebabkan karena hiperventilasi.
28
b) B2 (Blood)
Fungsi renal terganggu dapat menyebabkan, gangguan pada fungsi
aldosteron yang menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang berakibat
pada hipertensi (peningkatan TD).
Saat terjadi hematuria, maka banyak darah yang dikeluarkan dan tubuh
kekurangan Hb berdampak pada anemia.
c) B3 (Brain)
Kepala dan wajah tidak ada kelainan, pucat, mata: sklera icterus,
conjunctiva pucat, pupil isokor, leher tekanan vena jugularis normal. Persepsi
sensori tidak ada kelainan.
d) B4 (Bladder)
(1) Inspeksi:
(2) Obstruktif :
(a) Kencing sedikit
(b) Hematuria
(c) Pancaran melemah
(3) Iritatif :
(a) Frekwensi
(b) Urgency
(c) Nocturia (jarang)
(d) Urge inkontinencia
(e) Dysuria
(4) Auskultasi: arteri renalis ada bruit atau tidak
(5) Palpasi : teraba massa supra sympisis, diameter 10 x 10 cm, keras, fixed.
5) B5 (Bowel)
Mulut dan tenggorok kering, agak merah (iritasi) disebabkan adanya mual
dan muntah pada klien kanker kandung kemih.
6) B6( Bone)
Gangguan pada Renin-Angiotensin yang berakibat pada gangguan pompa
Na dan K, sehingga Na tidak dapat dikeluarkan yang menyebabkan edema pada
ekstermitas.

29
2. ANALISA DATA

Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
Pre Operasi
DS: Kanker kandung kemih Ganggguan
1. Disuria ↓ Eliminasi Urin
2. Bladder terasa penuh Massa tumor yang mudah
ruptur
DO : ↓
1. Distensi bladder Mudah terkikis oleh urin
2. Terdapat urine residu yang bersifat asam
3. Inkontinensia  tipe luapan ↓
4. Urin output sedikit/tidak Hematuria
ada
DS: Kanker kandung Ketidakefekti-
1. Dyspnea ↓ fan Pola Napas
2. Nafas pendek Hematuria

DO: Penurunan Hb
1. Penurunan tekanan ↓
inspirasi/ekspirasi Penurunan O2
2. Penurunan pertukaran ↓
udara per menit Hiperventilasi
3. Menggunakan otot ↓
pernafasan tambahan Sesak Napas
4. Orthopnea
5. Pernafasan pursed-lip
6. Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama
7. Penurunan kapasitas vital
8. Respirasi: < 11 – 24 x /mnt

DS: Hidronefrosis Mual


1. Hipersalivasi 

30
2. Penigkatan reflek menelan Ureum kembali ke
3. Menyatakan mual / sakit pembuluh darah
perut 
Uremia

BUN meningkat

Mual

Intake tidak adekuat

BB menurun
DS: Kanker kandung kemih Nyeri Akut
a. Laporan secara verbal ↓
Retensi urine pada bladder
DO: ↓
1. Posisi untuk menahan nyeri Refluks
2. Tingkah laku berhati-hati ↓
3. Gangguan tidur (mata sayu, Hidroureter
tampak capek, sulit atau ↓
gerakan kacau, Hidronefrosus
menyeringai) ↓
4. Terfokus pada diri sendiri Nyeri pinggang
5. Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
6. Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)

31
7. Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
8. Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah
ke kaku)
9. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
10. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Post operasi
DS: Kanker kandung kemih Nyeri akut
1. Laporan secara verbal ↓
TURB-T
DO: ↓
1. Posisi untuk menahan nyeri Luka insisi post
2. Tingkah laku berhati-hati pembedahan
3. Gangguan tidur (mata sayu, ↓
tampak capek, sulit atau Nyeri
gerakan kacau,
menyeringai)
4. Terfokus pada diri sendiri
5. Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
6. Tingkah laku distraksi,

32
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
7. Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
8. Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah
ke kaku)
9. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
10. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
DS : Kanker Kandung kemih Resiko Infeksi
1. Klien mengeluhkan merasa 
gatal di daerah lukanya TURB-T

DO : Luka insisi
1. T: 37,5°C 
2. Leukosit 11.000/mm3 Resiko Infeksi

33
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pra Operasi
1) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3) Mual berhubungan dengan tumor lokal di kandung kemih
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
b. Post Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Pra Operasi

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan eliminasi NOC: NIC :
urin berhubungan Urinary Elimination Irigasi Kandung Kemih
dengan obstruksi Tujuan: 1. Jelaskan prosedur kepada klien
anatomik Setelah dilakukan tindakan 2. Atur suplai irigasi yang steril, pelihara teknik kesterilan dari agen protokol
keperawatan selama 3x24 jam 3. Bersihkan jalur mask atau ujung terkahir Y- connector dengan alkohol swap
nyeri teratasi, dengan kriteria 4. Tetap irigasi cairan setiap agen protokol
hasil: 5. Observasi perlindungan diri
1. Pola eliminasi 6. Monitor dan pelihara rate flow sesuai kebutuhan

34
2. Jumlah urin 7. Tulis cairan yang dibutuhkan, karakteristik cairan, jumlah pengeluaran, dan
3. Warna urin respon pasien, dan agen protokol
4. Kejernihan urin
5. Intake cairan
6. Pengosongan kandung kemih
secara maksimal
7. Tampak darah dalam urin
8. Frekuensi urine
9. Urgency with urination
10. Urge inkontinence

2. Ketidakefektifan pola NOC: NIC :


napas berhubungan Respiratory Status: Ventilation Oxygen Therapy
dengan hiperventilasi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
keperawatan selama 3x24 jam 2. Sediakan oksigen ketika pasien membutuhkan
ketidakefektifan pola napas 3. Ajarkan klien dan keluarga cara menggunakan peralatan oksigen di rumah
pasien teratasi dengan kriteria 4. Monitor peralatan oksigenasi sudah sesuai atau tidak
hasil:
1. Respiratory rate Ventilation Assistance
2. Irama pernafasan 1. Bantu klien merubah posisi secara berkala, sesuai kebutuhan
3. Retraksi otot dada 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
4. Penggunaan otot bantu nafas 3. Posisikan klien untuk meringankan dyspnea

35
5. Pursed lips breathing 4. Posisikan klien semifowler untuk meminimalkan usaha dalam bernafas
5. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
3. Mual berhubungan NOC: NIC:
dengan tumor lokal di Nausea and Vomitting Control Nausea Management
kandung kemih Tujuan: 1. Dorong pasien untuk memantau mual secara sendiri
Setelah dilakukan tindakan 2. Dorong pasien untuk mempelajari strategi untuk mengelola mual sendiri
keperawatan selama 2x24 jam 3. Lakukan penilaian lengkap mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat
mual teratasi dengan kriteria keparahan, dengan menggunakan alat-alat seperti jurnal perawatan, skala
hasil: analog visual, skala deskriptif duke dan indeks rhodes mual dan muntah
1. Mengenali awitan mual (INV) bentuk 2.
2. Menjelaskan faktor penyebab 4. Identifikasi pengobatan awal yang pernah dilakukan
3. Penggunaan anti emetik 5. Evaluasi dampak mual pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat antiemetik yang efektif diberikan untuk mencegah mual
bila memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang telah berhasil menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak mentolerir mual tapi bersikap tegas dengan
penyedia layanan kesehatan dalam memperoleh bantuan farmakologis dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang cukup dan tidur untuk memfasilitasi bantuan mual
10. Dorong makan sejumlah kecil makanan yang menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan memberikan suport emosional

36
Vomitting Management
1. Pastikan obat antiemetik yang efektif diberikan untuk mencegah muntah,
bila memungkinkan.
2. Posisikan klien untuk mencegah aspirasi
3. Pertahankan jalan napas melalui mulut
4. Berikan dukungan fisik selama muntah
5. Berikan kenyamanan selama episode muntah
6. Tunjukkan penerimaan muntah dan berkolaborasi dengan orang ketika
memilih strategi pengendalian muntah
7. Bersihkan area yang tekena muntah setelah episode muntah sebelum
menawarkan lebih banyak cairan untuk pasien
8. Mulailah cairan yang jelas dan bebas dari karbonasi
9. Secara bertahap tingkatkan cairan jika tidak ada muntah terjadi selama 30
menit
10. Ajarkan penggunaan teknik non pharmakological untuk mengelola muntah
11. Kaji emesis untuk warna, konsistensi, darah, waktu, dan sejauh mana itu
kuat.
12. Ukur atau estimasi volume emesis.
13. Sarankan membawa kantong plastik untuk muntah penahanan.
14. Catat riwayat pengobatan awal lengkap.
15. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau memberikan
kontribusi untuk muntah

37
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan Pain Control Pain Management
agen injury Setelah dilakukan asuhan selama 1. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu
3 x 24, nyeri teratasi dengan makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan
kriteria hasil: tanggung jawab peran).
1. Kenali awitan nyeri 2. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon
2. Jelaskan faktor penyebab nyeri ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
3. Gunakan obat analgesik dan 3. Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi,
non analgesik interpersonal) untuk meringankan nyeri.
4. Laporkan nyeri yang terkontrol 4. Kaji rasa nyeri secara komprehensif untuk menentukan lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor
pencetus.
5. Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada
klien yang mengalami kesulitan berkomunikasi.

b. Pasca Operasi
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC :

38
berhubungan dengan Pain Control Pain Management
agen injury Setelah dilakukan asuhan selama 1. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu
3 x 24, nyeri teratasi dengan makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan
kriteria hasil: tanggung jawab peran).
1. Kenali awitan nyeri 2. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon
2. Jelaskan faktor penyebab nyeri ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
3. Gunakan obat analgesik dan 3. Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi,
non analgesik interpersonal) untuk meringankan nyeri.
4. Laporkan nyeri yang terkontrol 4. Kaji rasa nyeri secara komprehensif untuk menentukan lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor
pencetus.
5. Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada
klien yang mengalami kesulitan berkomunikasi.
2. Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan dengan Infection Severity Infection protection
prosedur invasif Tujuan : Setelah dilakukan 1. Lakukan tindakan pencegahan neutropenia
tindakan keperawatan selama 3x 2. Isolasi semua pengunjung untuk penyakit menular
24 jam pasien tidak mengalami 3. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko
infeksi 4. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
Kriteria Hasil : 5. Pantau tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
1. Klien tidak demam 6. Monitor kerentanan terhadap infeksi
2. Klien tidak mengalami 7. Pantau perubahan tingkat energi atau malaise

39
peningkatan jumlah sel darah
putih Infection control
Bayi 9000 – 1. Bersihkan lingkungan setiap kali setelah digunakan pasien
baru 30.000 / 2. Isolasi dengan orang yang terkena penyakit menular
Lahir mm3 3. Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
Bayi/an 9000 –
4. Tingkatkan cara mengajar mencuci tangan untuk tenaga kesehatan
ak 12.000/m
5. Anjurkan pasien tentang teknik cuci tangan yang tepat
m3
6. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan
Dewasa 4000-
meninggalkan ruangan pasien
10.000/m
7. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci yang sesuai
m3
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap kegiatan perawatan pasien

5. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.
6. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

40
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Tn. M berusia 52 tahun dirawat di RSUA sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan
hematuria bersifat intermitten dan merasakan nyeri di daerah pinggang hilang timbul sejak 2
minggu sebelum MRS. Klien adalah seorang pegawai di perusahaan pabrik cat. Dari hasil
anamnesa didapatkan bahwa klien memiliki kebiasaan merokok sejak kelas 3 SMA dan
gemar mengkonsumsi kopi. Klien mengatakan ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit sama dengan klien. Dari pemeriksaan CT Scan klien didiagnosa dengan Ca Buli
stadium T2. Saat ini klien terpasang kateter dengan produksi urin 850 cc/24 jam, tampak urin
bercampur darah. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 22 x/menit, nadi 84 denyut/menit, T 37,3
ºC. Hasil laboratorium Hb 9,2 gr/dl, Leukosit 11.000/mm3, BUN 38 mg/dL , Kreatinin serum
1,62 mg/dl.
Program terapi: Infuse RL 20 tetes/menit. Injeksi transamin 500 mg/8 jam.
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Nama : Tn. M
2) Usia : 52 tahun
3) Jenis kelamin : Laki–laki
4) Pekerjaan : Pegawai pabrik cat
b. Keluhan utama
1) Keluhan lokal : hematuria bersifat intermitten
2) Keluhan sistemik : Hb 9,2 gr/dl (Anemia)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. M mengeluh hematuria bersifat intermitten dan merasakan nyeri di
daerah pinggang hilang timbul sejak 2 minggu sebelum MRS, lalu klien langsung
memeriksakannya ke RSUA. Saat ini klien terpasang kateter dengan produksi urin
850 cc/24 jam, tampak urin bercampur darah.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada keluarga klien yang mempunyai riwayat penyakit yang sama

41
f. Riwayat pemakaian obat: Tidak ada
g. Gaya Hidup/Life style
Klien memiliki kebiasaan merokok sejak kelas 3 SMA dan gemar
mengkonsumsi kopi
h. Pola Eliminasi
Klien mengeluh nyeri hematuria bersifat intermitten
i. Kondisi Lingkungan
Pasien bekerja sebagai pegawai di pabrik cat

2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing) : Tidak ada keluhan
b. B2 (Blood)
1) Pasien mengalami anemia dengan hasil pemeriksaan Hb 9,2 gr/dl.
2) T : 37,3 ºC
c. B3 (Brain) : Tidak ada keluhan
d. B4 (Bladder)
1) Inspeksi : produksi urine dalam 24 jam 850 ml, warnanya merah dengan bau agak
amis.
2) Palpasi dan Perkusi : tidak teraba adanya massa
e. B5 (Bowel) : Tidak ada keluhan
f. B6 (Bone) : Tidak ada keluhan

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Kimia Klinik
1) Hb = 9,2 gr/dl (L : 13-16 g/dl, P : 12-14 g/dl)
2) Leukosit = 11.000/mm3 (4.000-10.000 mm3)
3) Pemeriksaan Faal Ginjal
a) BUN = 38 mg/dl (10-45)
b) Kreatinin serum = 1,62 mg/dl (L : 0,9-1,5 P : 0,7-1,3)
4) Pemeriksaan Radiologi
a) CT scan = tumor sampai dengan lapisan otot superfisial

42
B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
Pre Operasi
DS : pasien me-ngatakan Kanker kandung kemih Gangguan eliminasi
bahwa kencingnya ber- ↓ urin
warna merah. Massa tumor yang
DO : hematuria mudah ruptur

Mudah terkikis oleh
urin yang bersifat asam

Hematuria
DS:
Klien mengatakan nyeri Kanker kandung kemih Nyeri akut
di daerah pinggang ↓
hilang timbul Retensi urine pada
DO : Klien tampak bladder
meringis menahan nyeri ↓
P : keinginan berkemih Refluks
Q : hilang timbul ↓
R : pinggang Hidroureter
S : 5 dari 10 ↓
T : 3-4x/hari Hidronefrosus

Nyeri pinggang

Post Operasi
DS : Klien mengatakan Kanker kandung kemih Nyeri akut
nyeri di daerah sekitar ↓
luka TURB-T
DO : Klien tampak ↓
meringis menahan nyeri Luka insisi post

43
P : saat aktivitas pembedahan
Q : terus menerus ↓
R :luka pembedahan Nyeri
S : 3 dari 10
T : siang hari
DS:
Klien mengeluhkan Kanker kandung kemih
merasa gatal di daerah ↓
lukanya TURB-T Resiko Infeksi
DO: ↓
T: 37,5°C Luka insisi post
Leukosit 11.000/mm3 pembedahan

Resiko Infeksi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre Operasi
a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

44
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pre Operasi
Diagnosa
No.
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan NOC: NIC :
eliminasi urin Urinary Elimination Irigasi Kandung Kemih
berhubungan Tujuan: Jelaskan prosedur kepada klien
dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Atur suplai irigasi yang steril, pelihara teknik kesterilan dari agen protokol
obstruksi 3x24 jam nyeri teratasi, dengan kriteria hasil: Bersihkan jalir mask atau ujung terkahir Y- connector dengan alkohol swap
anatomik Pola eliminasi Tetap irigasi cairan setiap agen protokol
Jumlah urin Monitor dan pelihara rate flow sesuai kebutuhan
Warna urin Tulis cairan yang dibutuhkan, karakteristik cairan, jumlah pengeluaran, dan
Kejernihan urin respon pasien, dan agen protokol
Intake cairan Observasi perlindungan diri
Pengosongan kandung kemih secara maksimal
Tampak darah dalam urin
Frekuensi urine
Urgency with urination
Urge inkontinence

2. Nyeri akut NOC : NIC :

45
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan asuhan selama 3 x 24, nyeri Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu
injury teratasi dengan kriteria hasil: makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung
Kenali awitan nyeri jawab peran).
Jelaskan faktor penyebab nyeri Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon
Gunakan obat analgesik dan non analgesik ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
Laporkan nyeri yang terkontrol Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
untuk meringankan nyeri.
Kaji rasa nyeri secara komprehensif untuk menentukan lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor
pencetus.
Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada klien
yang mengalami kesulitan berkomunikasi.

2. Post Operasi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No.
Keperawatan
3. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan asuhan selama 3 x 24, nyeri Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (misalnya tidur, nafsu
injury teratasi dengan kriteria hasil: makan, aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung
Kenali awitan nyeri jawab peran).

46
Jelaskan faktor penyebab nyeri Kontrol faktor lingkungan yang mungkin menyebabkan respon
Gunakan obat analgesik dan non analgesik ketidaknyamanan klien (misalnya temperature ruangan, pencahayaan, suara).
Laporkan nyeri yang terkontrol Pilih dan terapkan berbagai cara (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
untuk meringankan nyeri.
Kaji rasa nyeri secara komprehensif untuk menentukan lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor
pencetus.
Observasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan, terutama pada klien
yang mengalami kesulitan berkomunikasi.
4. Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan Infection Severity Infection protection
dengan prosedur Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Lakukan tindakan pencegahan neutropenia
invasif keperawatan selama 3x 24 jam pasien tidak Isolasi semua pengunjung untuk penyakit menular
mengalami infeksi Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko
Kriteria Hasil : Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
Klien tidak demam Pantau perubahan tingkat energi atau malaise
Klien tidak mengalami peningkatan jumlah sel Pantau tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
darah putih Monitor kerentanan terhadap infeksi

Bayi 9000 – Infection control

47
baru 30.000 / Bersihkan lingkungan setiap kali setelah digunakan pasien
Lahir mm3 Isolasi dengan orang yang terkena penyakit menular
Bayi/an 9000 – Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
ak 12.000/m Tingkatkan cara mengajar mencuci tangan untuk tenaga kesehatan
m3 Anjurkan pasien tentang teknik cuci tangan yang tepat
Dewasa 4000-
Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan
10.000/m
meninggalkan ruangan pasien
m3
Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci yang sesuai
Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap kegiatan perawatan pasien

48
E. EVALUASI
Indikator Severe Substantial Moderate Mild None
Gangguan Eliminasi Urin:
Urinary Elimination
Pola eliminasi
Jumlah urin 1 2 3 4 5 NA
Warna urin 1 2 3 4 5 NA
Kejernihan urin 1 2 3 4 5 NA
Intake cairan 1 2 3 4 5 NA
Pengosongan kandung 1 2 3 4 5 NA
kemih secara maksimal 1 2 3 4 5 NA
Tampak darah dalam urin
Frekuensi urine
Urgency with urination 1 2 3 4 5 NA
Urge inkontinence
1 2 3 4 5 NA
1 2 3 4 5 NA

1 2 3 4 5 NA
Nyeri Akut:
Pain Control
Kenali awitan nyeri 1 2 3 4 5 NA
Jelaskan faktor penyebab
nyeri 1 2 3 4 5 NA
Gunakan obat analgesik
dan non analgesik 1 2 3 4 5 NA
Laporkan nyeri
yang terkontrol
1 2 3 4 5 NA

Nyeri Akut:
Pain Control
Kenali awitan nyeri 1 2 3 4 5 NA
Jelaskan faktor penyebab

49
nyeri 1 2 3 4 5 NA
Gunakan obat analgesik
dan non analgesik 1 2 3 4 5 NA
Laporkan nyeri
yang terkontrol
1 2 3 4 5 NA

Resiko Infeksi:
Infection Severity
Demam 1 2 3 4 5 NA
Peningkatan jumlah sel 1 2 3 4 5 NA
darah putih/leukosit

BAB IV
PENUTUP

50
A. KESIMPULAN
Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang mengenai
kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia di atas 50 tahun (Nursalam,
2009). Insidennya lebih banyak terjadi pada pekerja zat warna aniline. Produk-produk
seperti benzidine dan 3-naphtylamine bersifat karsinogenik (Shenoy, 2014). Pada 90%
kasus, gejala klinis yang awal adalah hematuria intermitten yang tidak disertai nyeri
(Shenoy, 2014). Penatalaksanaannya bisa disesuaikan dengan stadium dari kanker
kandung kemih, jika stadium Tis, Ta, T1 dapat dilakukan dengan reseksi transuretra
(TUR) dan untuk stadium T2-T4 bisa dilakukan sistektomi radikal (Shenoy, 2014).
B. SARAN
Disarankan kepada penderita kanker kandung kemih untuk menghindari faktor
pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah. Penderita kanker
kandung kemih disarankan untuk menghindari merokok, tidak meminum kopi, dan
menerapkan pola hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

51
Brunner &Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Coleman, EA., Lord, JE, Huskey, SW, Black JM, dan Jacobs EM. 1997. Medical-Surgical
Nursing: Clinical Management For Continuity of Care 5th Edition.USA: Saunders
Company
Di Giulio, M, Jackson, D, dan Keogh, J. 2007. Medical-Surgical Nursing, Demystified: A
Self-Teaching Guide. USA: The Mc Graw-Hill Companies
Ferri, FF. 2014. Ferri's Clinical Advisor 2014. USA: MosbyInc.
Jiang, Q dan Lizhong C. 2008. Karsinoma Ginjal dalam Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Nursalam & Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-dasar Urology Ed 1. Jakarta: Sagung Seto
Pusponegoro, dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher
Saputra, Lyndon. 2011. Master Plan Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher
Shenoy, K. Rajgopal dan Anita N. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Satu. Tangerang:
Karisma Publishing Group
Snell, RS. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC
Umami, Vidhia. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Wein, AJ, Kavaoussi, LR, Novick, AC, Partin, AW, Peters, CA. 2012.Campbell- Walsh
Urology Tenth Edition. USA: Saunders
Yosef, Herman. 2007. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika

52

Anda mungkin juga menyukai