PEMBAHASAN
Pada tugas akhir kali ini, akan dibahas tentang anomali resistivitas pada
banyak langkah yang harus dikerjakan, seperti identifikasi zona yang diperkirakan
dialkukan dengan menentukan zona tersebut melalui hasil rekaman log lainnya,
dimana identifikasi dilakukan dengan kontrol dari SP Log, Deep Resistivity dan
Shallow Resistivity, dimana pada kelima sumur yang dianalisis yaitu sumur X-05, X-
06, X-07, X-17 dan X-25 terjadi kasus High Resistivity – Low Contrast. Hal ini
berarti zona yang seharusnya adalah zona air (Water Bearing Zone) teridentifikasi
sebagai zona hidrokarbon, Hal tersebut terjadi karena adanya ketidak akuratan
pembacaan alat logging yang ada, dimana terjadi anomali defleksi dari SP Log, selain
itu juga pada zona yang mengalami kasus ini memiliki tipikal pembacaan resistivitas
pada zona Deep Resistivity dan Shallow Resistivity yang tidak berbeda secara
signifikan. Hal ini terjadi karena terjadi invasi lumpur yang dangkal, sehingga
berakibat hasil pembacaan antara Deep Resistivity dan Shallow Resistivity yang relatif
sama. Ketika semua sumur pada lapangan X yang ada memiliki defleksi SP Log ke
kiri dari Shale Base Line (defleksi negatif), yang berarti nilai dari Resistivitas Mud
70
71
Filtrate lebih besar daripada Resistivitas Air Formasi, maka air formasi ini memiliki
salinitas yang tinggi. Akan tetapi, pada kedalaman tertentu defleksi yang terjadi
menjadi berubah ke arah kanan dari Shale Base Line (defleksi positif). Berdasarkan
prinsip SP Log, apabila defleksi SP Log mengarah ke kanan dari Shale Base Line,
maka nilai Rw lebih besar daripada Rmf itu sendiri. Yang berarti air formasi tersebut
memiliki salinitas yang rendah, maka air formasi tersebut berjenis Fresh Water.
Selain itu, adanya Neutron Log dan Density Log juga membantu dalam
membedakan antara zona air dengan zona hidrokarbon, dan juga membantu untuk
validasi zona air yang terdampak dari anomali resistivitas tersebut. Setelah dilakukan
kasus tersebut, yaitu sumur X-05 pada kedalaman 1323-1381 feet, sumur X-06 pada
kedalaman 1284.5-1320 feet, sumur X-07 pada kedalaman 1290-1362 feet, sumur X-
17 pada kedalaman 1233-1286 feet, dan terakhir yaitu sumur X-25 pada kedalaman
hidrokarbon pada lapangan X, dimana zona tersebut antara lain 1263-1312 feet pada
sumur X-05, 1244.5-1284 feet pada sumur X-06, 1248-1289 feet pada sumur X-07,
1166-1233 feet dan 1286-1330 feet pada sumur X-17, dan terakhir 1175-1273 feet
pada sumur X-25. maka akan dilakukan interpretasi logging secara kuantitatif, untuk
air formasi (Sw), seperti Porositas Efektif, Volume Shale, Resistivitas Air Formasi
72
(Rw), Temperatur Formasi, dan lain-lainnya. Seluruh proses yang ada dilakukan
Selain itu, pada zona Hidrokarbon juga teridentifikasi adanya Low Resistivity
Contrast, yaitu dimana hasil pembacaan antara Deep Resistivity dan Shallow
Resistivity memiliki pembacaan yang tidak berbeda secara signifikan, selain itu juga
SP Log terdampak dari adanya Low Resistivity Contrast ini. Zona-zona hidrokarbon
yang teridentifikasi yaitu 1263-1312 feet pada sumur X-05, 1244.5-1284 feet pada X-
06, 1248-1289 feet pada sumur X-07, 1166-1233 feet dan 1286-1330 feet pada sumur
yang dianalisis, dengan menggunakan rumus 2.3 dan 3.2 didapat nilai temperatur
setiap kedalaman, dan juga temperatur rata-rata pada interval yang diidentifikasi.
(Vsh). Pada perhitungan ini, didasarkan dari pada Gamma Ray Log sebagai Single
rumus 2.5 dan 3.2 maka didapatkan nilai dari Volume Shale setiap kedalaman dan
shale rata-rata dari zona prospek hidrokarbon pada sumur X-05, X-06, X-07, X-17
dan X-25 yaitu 21.75%, 21.29%, 16.58%, 43.43% dan 34.45%, dan 17.82%.
Pada Water Bearing Zone didapat nilai Volume Shale rata-rata pada sumur X-
05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 yaitu 20.99%, 21.78%, 40.16%, 48.56%, dan
37.31%.
dilakukan perhitungan dari nilai Porositas Efektif, dimana perhitungan ini mengacu
kepada rumus 2.7, 2.8, dan 2.9 untuk menghitung nilai porositas dari Density Log dan
Neutron Log, serta 2.10 untuk menghitung nilai porositas efektifnya, untuk
perhitungan nilai porositas dari Density Log dan Neutron Log, nilai porositas yang
ada harus dikoreksi terlebih dahulu terhadap Volume Shale. akan tetapi, ada beberapa
sumur yang hanya menggunakan Density Log saja untuk menghitung nilai
porositasnya, hal ini dikarenakan Data Availability untuk setiap sumur yang berbeda-
beda. Setelah dihitung nilai Porositas pada setiap kedalaman sumur, maka dengan
menggunakan rumus 3.3 akan mendapatkan nilai Porositas Efektif rata-rata setiap
sumur.
Porositas Efektif rata-rata dari sumur X-05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 yaitu
Pada Water Bearing Zone didapat nilai Porositas Efektif rata-rata pada sumur
X-05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 yaitu 23.28%, 24.14%, 20.21%, 25.23%, dan
21.05%.
Setelah didapat hasil dari Porositas Efektif, maka akan dilakukan perhitungan
nilai resistivitas air formasi (Rw). Perhitungan ini menggunakan metode SP Log &
Rwa (Resistivity Water Apparent) untuk semua sumurnya, metode SP Log ini
digunakan karena hasil pembacaan dari SP Log ini tidak terpengaruh oleh adanya
pembacaan yang lebuh akurat. Berdasarkan pembahasan diatas, ketika nilai dari
resistivitas mud filtrate memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan, maka inti
dari masalah yang terjadi adalah karena adanya penyimpangan pada nilai resistivitas
air formasi, dimana sebelumnya formasi ini teridentifikasi memiliki Salt Water pada
air formasinya, itulah yang menjadi dasar analisis dari tugas akhir ini.
Metode SP Log pada sumur X-05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 diperoleh hasil sebesar
4.1 Ωm, 3.76 Ωm, 3.11 Ωm, 3.4 Ωm, dan 3.48 Ωm. Sedangkan nilai Resistivitas Air
Formasi pada zona hidrokarbon didapatkan nilai sebesar 1.3 Ωm, 1.1 Ωm, 0.9 Ωm,
metode SP Log, maka kita juga dapat mengetahui besar Salinitas dari Air Formasi
75
tersebut, dengan menggunakan Chart Gen-9 yang sudah dijelaskan pada bab
sebelumnya, didapat nilai Salinitas untuk sumur X-05, X-06, X-07, X-17 dan X-25
adalah 800 ppm, 900 ppm, 1700 ppm, 1000 ppm dan 1000 ppm pada seluruh Water
Bearing Zone. Dimana nilai ini didapat pada Temperatur Formasi sebesar 120°F.
Formasi juga menggunakan metode Rwa, dimana metode Rwa ini merupakan
Resistivitas Batuan pada Uninvaded Zone, serta faktor Tortuosity dan Faktor
Resistivitas Air Formasi Water Bearing Zone pada sumur X-05, X-06, X-07, X-17
dan X-25 adalah 8.52 Ωm, 23.05 Ωm, 20.11 Ωm, 15.81 Ωm dan 22.23 Ωm.
Untuk nilai resisivitas air formasi dengan metode Rwa pada zona hidrokarbon
di sumur X-05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 adalah 2.4 Ωm, 3.36 Ωm, 1.296 Ωm,
Langkah terakhir adalah perhitungan Saturasi Air Formasi (Sw). pada tugas
akhir ini, rumus Saturasi Air yang digunakan hanya rumus Indonesia. Hal ini
dilakukan karena untuk seluruh sumur yang dianalisis merupakan sumur dengan
dari perhitungan sebelumnya, berdasarkan rumus 2.13 maka didapat nilai Saturasi Air
76
Formasi untuk setiap kedalaman, dan menggunakan rumus 3.4 untuk mendapatkan
nilai Saturasi Air Formasi rata-rata untuk seluruh sumur yang diidentifikasi.
Setelah dilakukan perhitungan, maka didapat nilai Saturasi Air Formasi dari
kedalaman setiap sumur yang merupakan zona prospek hidrokarbon pada sumur X-
05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 yaitu 46.6%, 46.7%, 30.71%, 34.82% dan 36.12%,
dan 35.64%. nilai ini didapat dengan menggunakan Rw yang berasal dari metode SP
Log. Sedangkan dengan menggunakan nilai Rw yang didapat dari metode Rwa, maka
didapat nilai Saturasi Air Formasi rata-rata pada zona hidrokarbon di sumur X-05, X-
06, X-07, X-17 dan X-25 adalah 51.5%, 65.86%, 62%, 40.3% dan 54.54%, dan
57.05%.
Untuk perhitungan Saturasi Air Formasi dari kedalaman setiap Water Bearing
Zone, didapatkan nilai masing-masing Saturasi Air Formasi rata-rata pada sumur X-
05, X-06, X-07, X-17 dan X-25 yaitu 67.3%, 47.9%, 49.92%, 50.4%, dan 51.77%.
nilai ini didapat dengan menggunakan nilai Resistivitas Air Formasi dengan metode
SP Log. Untuk nilai Saturasi Air Formasi rata-rata dengan menggunakan nilai
Resistivitas Air Formasi dengan metode Rwa pada sumur X-05, X-06, X-07, X-17
Saturasi Air Formasi pada Water Bearing Zone yang terlihat seperti nilai Saturasi Air
pada zona hidrokarbon, hal ini disebabkan karena nilai Resistivitas pada Uninvaded
77
Zone (Rt) yang besar, sehingga ketika nilai Resistivitas Air Formasi yang digunakan
bernilai kecil, maka akan memiliki hasil pembacaan Sw yang kecil pula.
Selain itu dikarenakan nilai Resistivitas Air Formasi yang digunakan pada
perhitungan awal ini berasal dari SP Log dimana nilai yang dihasilkan dari sini tidak
terlalu besar, akan tetapi mampu menunjukkan jika Water Bearing Zone pada setiap
Akan tetapi, jika nilai Resistivitas Air Formasi yang digunakan berasal dari
metode Rwa, maka akan didapatkan hasil Saturasi Air Formasi yang cukup ideal
untuk dijadikan sebagai Water Bearing Zone. Maka dapat disimpulkan bahwa metode
Rwa lebih cocok untuk digunakan dalam analisis ini, sebab nilai Saturasi Air Formasi
yang lebih valid untuk setiap sumur dan zona pada lapangan X.