Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD SANJIWANI GIANYAR


FKIK UNIVERSITAS WARMADEWA
DIARE AKUT
REFLEKSI KASUS
Pembimbing : dr. IGK Oka Nurjaya, Sp.A

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : IGAY
Umur : 8 Tahun
TTL : 28 Juni 2009
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Br. Palak, Kerawas
Tanggal MRS : 17 Juli 2017
Tanggal Pemeriksaan : 17 Juli 2017
Ruang : Abimanyu
No. RM : 600957

II. KASUS
A. Anamnesis (Heteroanamnesis)
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Mencret
Riwayat Keluhan :
Pasien diantar oleh keluarganya ke UGD RSUD Sanjiwani dengan keluhan
muntah dan mencret. Muntah dirasakan sejak 2 hari yang lalu (15/07/2017) pk.
07.00 Wita, muntah dikatakan sebanyak lebih dari 5x sebanyak setengah gelas.
Mencret dirasakan sejak tadi pagi (17/07/2017) pk. 07.00 Wita sebanyak lebih dari
5x dengan konsistensi cari dan demam (+). Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami gejala serupa sebelumnya.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku dari hasil anamnesis bahwa pasien tidak pernah mengalami
penyakit serupa sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Aggota keluarga pasien juga tidak ada yang mengidap penyakit keturunan lainnya.

Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak laki-laki pertama dari 2 bersaudara. Pasien memiliki 1
orang adik laki-laki. Pasien tinggal Bersama orang tua dan adiknya. Lingkungan
rumah pasien dikatakan cukup bersih. Pasien mendapatkan asi eksklusif dari ibunya
dan hanya menggunakan susu formula dari usia 6 bulan – sampai 9 bulan yaitu
selama 3 bulan.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien lahir melalu persalinan normal, umur kehamilan cukup bulan, ditolong oleh
bidan di Keramas, BBL: 3500 gr, PB: lupa, LK/LILA lupa. Segera menangis
setelah lahir.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien dapat bicara dan berjalan pada usia 1 tahun

Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap di puskesmas.

Riwayat Nutrisi
ASI : 0 – 6 bulan
Susu Formula : 6 bulan – 9 sekarang
Bubur susu :-
Nasi tim saring :-
Nasi tim :-
Makanan dewasa : 1 tahun (bubur)

2
B. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 100 kali/menit
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi Respirasi : 28 kali/menit
Suhu Aksila : 38,5o C
SpO2 : 94% (udara ruangan)
Status General
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Ikterus (-/-), Refleks pupil (+/+) isokor
THT : Telinga : Sekret (-)
Hidung : Sekret (-/-) Nafas Cuping Hidung (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar KGB (-)
Thoraks
 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra
- Perkusi : Batas atas : ICS 2 sternal line sinistra
Batas kanan : ICS 4 parasternal line dekstra
Batas kiri : ICS 5 mid klavikular line sinistra
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

 Paru
- Inspeksi : Retraksi (-)
- Perkusi : Sonor (+/+)
- Palpasi : Gerakan dada simetris
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen
-
Inspeksi : Distensi (-), Asites (-)

3
-
Auskultasi : BU (+) normal
-
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali cepat
-
Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Akral hangat + + Edema - -


+ + - -

Capillary Refill Time< 2 detik


Pemeriksaan Antropometri
BB : 21 kg
TB : 127 cm
BBI : 25 kg
IMT : 13,02 kg/m2

Status Gizi Berdasarkan CDC


BB/U : P10 (sesuai)
TB/U : P50 (sesuai)
BB/TB : P10 (sesuai)
Status Gizi menurut Water Low : 84 % (Gizi Baik)

C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Lengkap
Parameter Hasil Unit Nilai normal
WBC 6,3 103/Μl 4,0-10,0
Lymp% 9,1 % 20,0-40,0
Mid% 3,6 % 3,0-9,0
Granulosit% 87,1 % 50,0-70,0
HGB 12,9 g/Dl 11,0-16,0
HCT 38,2 % 35,0-49,0
MCV 80,5 Fl 80-100
MCH 27,2 Pg 27-34
MCHC 33,8 g/Dl 31-37
PLT 182 103/Μl 150-450

4
Elektrolit (17/07/2017)
Parameter Hasil Harga Normal
Natrium 140 135 – 155 mmol/L
Kalium 3,8 3 5 - 55 mmol/L
Clorida 102 95 – 108 mmol/L
Gula Darah Acak 108 <150 mg/dl

Pemeriksaan Feses (17/07/2017)


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Makroskopik
Warna Kuning Kuning
Konsistensi Lembek Lembek
Lendir Positif Negative
Pus Negative Negative
Darah Negative Negative
Mikroskopik
Amoeba Negative Negative
Telur cacing aschariasis Negative Negative
Leukosit 5–8 Negative
Eritrosit 2–4 Negative

D. Diagnosis
Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang

E. Tata Laksana
1. IVFD Kaen 3B 1520ml/hari ~ 63ml/jam ~ 21 tpm
2. Oralit 10ml/kg ~ 210 ml tiap muntah / diare
3. Ranitidine 21 mg tiap 8 jam iv
4. Ondancentron 3 mg iv bila mual muntah
5. Paracetamol 10 mg/kg/kali ~ 210 ml ~ cth II dapat diulang tiap 4 jam jika suhu
≥ 380 C
6. Monitoring klinis, tanda vital, suhu, BC, zinc 20 mg tiap 24 jam

III. TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi

5
Diare akut adalah frekwensi defekasi diatas 3 kali dalam sehari dengan
perubahan konsistensi tinja yang melunak/cair dibawah 14 hari dengan atau tanpa
diare.1, 2
Prevalensi diare di Indonesia adalah 9,0% (rentang 4,2% - 18,9 %, tertinggi di
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di Yogyakarta (4,2%), sedangkan di Bali
prevalensinya adalah 7,3%. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare
merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi sebesar 3,5%.1,3

B. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh infeksi beberapa pathogen, terdapat virus, bacteri,
dan parasite, keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. Menrut World
Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi
menjadi 4 penyebab bakteri, virus, parasit, dan non infeksi. Penyebab tersering diare
adalah Rotavirus (27%), Enteropathogenic E. coli (11%), calicivirus (9%),
Enterotoxigenic E. coli (6%), astrovirus (2%), gardia lamblia (2%), Entamoeba
histolytica (2%), kejadian tanpa etiologi yang diketahui (24%).2,4

C. Faktor Risiko
Keadaan risiko dan kelompok risiko tinggi yang mungkin mengalami diare
infeksi:
1. Baru saja bepergian/melancong: ke negara berkembang, daerah tropis,
kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah
(dasar berair).
2. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish,
terutama yang mentah, Restoran dan rumah makan cepat saji (fast food),
banket dan pinknik.
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko infeksi HIV,
sindrom usus homoseks (gay bowel syndrome), sindrom defisiensi kekebalan
didapat (Aquired immune deficiency syndrome).
4. Baru saja menggunakan obat antimikroba pada institusi: institusi
kejiwaan/mental, tumah rumah perawatan, rumah sakit. 2

D. Patofisiologi

6
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai
berikut:
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic,
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik,
3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorpsi lemak,
4. Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit,
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal,
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
Diare osmotic: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik (e.g. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi
mukosa usus misalnya pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.2
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya bsorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab diare tipe ini antara
lain karena efek eterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau Eschericia coli,
penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi
garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat, dll.2
Malbabsorpsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada
ganguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier
dan hati.2
Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe
ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATPase di
enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.2
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus,
pasca vagotomy, hipertiroid.2

7
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus
halus.2
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit Crohn).2
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak
mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebakan diare
karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik.
Contok diare toksigenik e.g. kolera (Eltor), enterotoksin yang dihasilkan kuman
Vibrio cholerae/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus,
yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikabonat dan kation
natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air,
natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium
(diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian laurtan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding
sel usus.2

E. Patogenesis
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal
(agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
pempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain:
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan microflora usus.
Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman. Pathogenesis diare karena infeksi bakteri/parasite terdiri atas:

8
Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigienik). Bakteri yang tidak merusak
mukosa misalnya V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C.
Perfringens.V Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding selusus, sehingga
meningklatkan kadar adenosi 3’,5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang
menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air,
ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif). Bakteri yang merusak
(invasive) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia,
C. perfringens type C. diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis
dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lender
dan darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi
sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu
S. paratyphi B, Styphimurium, S enteriditis, S choleraesuis. Penyebab parasite yang
sering yaitu E. Histolitika dan G. lamblia.2

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anemnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena
penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare cair, dan sering berhubungan
dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon
sering kali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tatapi sering, bercampur darah
dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan
keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
bisa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri pathogen yang spesifik.
Secara umum, pathogen usus halus tidak invasive, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Pasien yang memakan toksin atau pasein yang mengalami
infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala
prominem bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang

9
mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan
makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasite yang tidak menginvasi mukosa
usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa
tidak nyaman ringan di abdomen. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea
ringan, perut bergas dan kembung. 2
Bakteri invasive seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan
organisme yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan
enterohemorrhagic E. coli (serotipe O157: H7) menyebakan inflamasi usus yang
berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum dan
memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitas akut.
Infeksi Campylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkala kelumpuhan anggota badan.2
Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme menginvasi epitel usus dengan
inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organisme yang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel, seperti etnteropathogenic E. coli, protozoa, dan helminths.
Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, and Vibrio species
missal, V parahemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa
usus pasien karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam
beberapa jam atau hari.2
Sindrom hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat
timbul pada infeksi dengan bakteri E coli enterohemorrhagic dan Shigella, terutama
anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersenia dan bakteri enteric lain dapat disertai
sindrom Reiter (artritis, urethritis, dan konjungtivitis) tiroiditis, pericarditis, atau
typhi atau Salmonella paratyphi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang
bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala
respiratorik, diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).2
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea
dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi
sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan
warna urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan
berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti
kebingungan dan pusing.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi atas 3 tingkatan:

10
Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang,
suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh
dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot—otot kaku, sianosis.
Pemeriksaan Fisik
Kelalinan-kelainanyang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume
dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,
temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama
merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak
adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan “clue” bagi penentuan etiologi.
2, 5

Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
tersebut e.g. pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematocrit, leukosit,
hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja
dan pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis
dan test serologic amebiasis, dan foto x-ray abdomen.2
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada
infeksi bakteri yang invasive ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan
darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. (Daldiyono, 2009)
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume
ciran dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit
dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya terur cacing dan
parasite dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotic dalam 3 bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja
untuk pengukuran toksin Clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau
pasien dengan diarei akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi

11
mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang
mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab
infeksi atau limfoma didaerah kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya dilakukan jika
mukosa terlihat inlfamasi berat. 2, 5

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan
pengobatan yang lebih baik. Pasien diare akut dapat dibagi atas diare akut yang
disertai demam/tinja berdarah dan diare akut yang tidak disertai demam/tinja
berdarah. 2

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:
Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minum ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila
pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif
seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung
elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif
dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain: pedialit, oralit dll.
Cairan infus antara lain: ringer laktat, dextrose, dll. Cairan diberikan 50-
200ml/kgBB/24jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi. 2
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasinya.
Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Prinsip menentukan jumlah
cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
Macam-macam pemberian cairan:
1. BJ plasma dengan rumus:

x Berat badan x 4 ml

2. Metode Pierce berdasarkan klinis:

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x berat badan (kg)

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan (kg)

12
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)

3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis.

x 10% x kgBB x 1 liter

Skor Penilaian Klinis Dehidrasi


Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Frekuensi napas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai
syok diberikan cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral,
enteral melalui selang nasogastric atau intravena. Bila dehidrasi dengan/berat
sebaiknya pasien dieberikan cairan per oral atau selang nasogastric, kecuali bila ada
kontraindikasi atau oral/saluran cerna atas tidak dapat dipakai. Pemberian per oral
diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl,
2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic, renalyte,
pharolit dll. 2

Pemberian cairan dehidrasi menurut PPM terbagi atas:

a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan
menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2
jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.

b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan


kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat
diganti cairan per oral.

13
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan Insensible water loss (IWL).

Pengobatan cairan/elektrolit
-
Tanpa dehidrasi

Beri oralit osmolaritas rendah sejumlah 10mL/kgBB setiap kali buang


air besar
-
Dehidrasi ringan-sedang

Lakukan upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit osmolaritas


rendah sesuai dengan table.

Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama

Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan


BB penderita (kg) dengan 75 mL

Bila berat badan anak tidak diketahui dana tau untuk memudahkan di lapangan berikan
oralit “paling sedikit” sesuai table di bawah:

Umur< 1 tahun1-5 tahun>5 tahunDewasaJumlah Oralit300 mL600 mL1200 mL 2400


mL
Bila rehidrasi berhasil, lanjutkan pemberian oralit 10 mL/kgBB setiap BAB
Berikanlah dorongan ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200 mL air
masak/susu formula selama masa ini

-
Dehidrasi berat
Mulai diberi cairan IV segera. Bila penderita bisa minum, berikan
oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100 mg/kgBB cairan Ringer
Laktat (atau NaCl 0,9%) dibagi sbb

Umur Pemberian I: 30 Kemudia 70 mL/kgBB


mL/kgBB dalam dalam
Bayi <12 bln 1 jam* 5 jam
Anak >1 thn ½ - 1 jam* 2½ - 3 jam
*Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
-
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai
percepat tetesan IV

14
-
Segera berikan oralit (5mL/kgBB/jam) bila penderita bisa minum;
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
-
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita menggunakan
bagan penilaian. Kemudian pilihlah rencana yang sesuai (A, B atau C)
untuk melanjutkan pengobatan.6

Diet. Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan
mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susus sapi harus dihindari
karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan
bakteri. Minuman berkafein dan alcohol harus dihindrai karena dapat meningkatkan
motilitas dan sekresi usus.2, 5
Obat anti-diare. Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala, yang paling efektif
yaitu derivate opioid misalnya loperamide, difenoksilat-atropin dan tinktur opium.
Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling
kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan, tetapi
kontraindikasi pada pasien HIV karen dapat menimbulkan ensefalopati bismuth.
Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat
memperlama penyembuhan penyakit. Obat yang mengeraskan tinja: attapulgite 4x2
tab/hari, smectite 3x1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.
Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3x1 tab/hari. Pemberian Zinc
direkomendasikan untuk semua anak diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10
hari, sedangkan untuk anak di bawah 2 bulan diberikan 10mg/d selama 10 hari.
Pasien dengan diare persisten harus menerima suplemen multivitamin da mineral,
termasuk magnesium, setiap hari selama 2 minggu. 2, 5
Obat anti mikroba. Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self
limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empiric tidak
dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empiric diindikaskan pada pasien-pasien
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasive, diare turis (traveler’s diarrhea) atau
imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (missal siprofloksasin 500 mg 2x/hari
selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invasive termasuk
Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai
alternatif yaitu kotrimoksazol (trimetoprom/sulfametoksazol, 160/800 mg 2x/hari,
atau eritromisin 250/500 mg 4x/hari. Metronidazole 250 mg 3x/hari selama 7 hari
diberikan bagi yang dicurigai giardiasis. 2
Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah risiko tinggi, kuinolon (missal
siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang memberikan
perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimethoprim-
sulfametokazol dan bishuth subsalisilat. Patogan spesifik yang harus diobati e.g.
Vibrio cholerae, clostridium difficile, parasite, traveler’s diarrhea, dan infeksi karena
penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, dan herpes simpleks). Pathogen
yang mungkin diobati termasuk Vibrio non kolera, Yersinia, dan Campylobacter, dan

15
bila gejala lebih lama pada infeksi Aeromonas, Plesiomonas, dan E. coli
enteropathogenic. Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile yaitu
metronidazole oral 25-500 mg 4x/hari selama 7-10 hari. Vankomisin merupakan obat
aternatif, tetapi leibh mahal dan harus dimakan oral karena tidak efektif bila
diberikan secara parenteral. Metronidazole intravena diberikan pada pasien yang
tidak dapat mentoleransi pemberian per oral.2
Pencegahan diare dengan vaksin.
-
Salmonella typhi: 2 vaksin tifoid sudah disetujui untuk penggunaan klinis
(dengan cost-effectiveness yang terbatas)
-
Shigella organisme: 3 vaksin menunjukkan sebagai imunogenik dan protektif
di lapangan percobaan. Vaksin parenteral mungkin bagus digunakan untuk
travelers dan personil militer, tetapi kurang cocok digunakan di negara
berkembang.
-
V. cholerae: harga dan perlunya dosis multiple (paling sedikit 2) dan efikasi
protektif yang terbatas, menyebabkan penggunaannya direkomendasikan
hanya pada keadaan epidemik.
-
Enterotoxigenic Escherichia coli vaccines: merupakan enterotoxigenik E.
coli yang paling canggih, terdiri dari formulasi seluruh sel yang telah dibunuh
dengan tambahan rekombinan colera toxin B subunit. 5

IV. PEMBAHASAN

TEORI KASUS
Penegakan diagnosa Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis dengan diare akut dengan
dehidrasi ringan sedang.
Anamnesis 1. pasien muntah sudah lebih dari 5

1. Frekwensi defekasi > 3x kali

2. Perubahan konsistensi feses 2. pasien mencret leibh dari 5 kali

menjadi lebih lembek/cair 3. pasien juga mengalami demam

3. Bisa denga/tanpa lendir/darah

16
4. Tinja kecil-kecil dan tapi sering
5. Mual
6. Muntah
7. Nyeri abdomen
8. Demam
9. Malabsorptif
10. berdarah
Pemeriksaan fisik 1. Ditemukan kesadaran compos

1. pemeriksaan fisik sangat berguna mentis


dalam menentukan beratnya 2. Nadi 100 kali/menit
diare daripada menentukan 3. Frekwensi napas 28 kali/menit
penyebab diare.
4. Suhu aksila 38,50C
2. Status volume dinilai dengan 5. Status general dalam batas normal
memperhatikan perubahan
ortostatik pada tekanan darah,
nadi, temperature tubuh dan
tanda toksisitas.

3. Pemeriksaan abdomen yang


seksama merupakan hal yang
penting, adanya tidaknya bising
usus dan distensi abdomen
penting untuk menentukan
etiologi penyakit.

Pemeriksaan Penunjang Pada pasien ditemukan :

1. Pemeriskaan darah tepi lengkap 1. Pada pasien dilakukan


pemeriskaan darah lengkap
2. Kadar elektrolit serum
2. Pada pasien dilakukan
3. Ureum dan kreatinin pemeriksaan Elektrolit (ditemukan
4. Pemeriksaan tinja hasil normal)

5. ELISA 3. Pada pasien dilakukan


pemeriksaan Feses (ditemukan
6. X-ray abdomen
lendir positif, leukosit 4-8, dan
eritrosit 2-4)

Faktor Resiko 1. Pasien tida pernah bepergian


1. Baru saja bepergian sebelumna

17
2. Makanan/ keadaan makan yang 2. Makan seperti biasa
3. pasien belum berhubungan
tidak biasa
seksual/tidak mengidap penyakit
3. HIV/perilaku seksual yang lain
4. pasien tidak memiliki riwayat
abnormal
mengonsumsi obat-obatan
4. Pengaruh obat-obatan
Tata laksana Awal
1. Tentukan derajat dehidrasi 1. Didapatkan dehidrasi ringan
2. Rehidrasi berdasarkan derajat sedang
dehidrasi 2. Kebutuhan cairan pasien adalah
3. Diet: pasien tidak dianjurkan 1575 ml/hari, diberikan IVFD
untuk puasa, jika terjadi infeksi Kaen 3B 1520 ml/hari ~ 63
yang mengakibatkan defisiensi ml/jam ~ 21 tpm
lactase, pasien tidak dianjurkan 3. Pemberian oralit 10ml/kg ~ 210
untuk meminum susus. Minuman ml tiap muntah/diare
berkafein dan alcohol harus 4. Ranitidine 21mg tiap 8 jam (iv)
dihindari. 5. Paracetamol 10mg/kg/kali ~ 210
ml ~ cth II dapat diulang tiap 4
4. Obat anti-diare seperti
jam jika suhu ≥380C
loperamide.
6. Zinc 20mg tiap 24 jam
5. Pemberian zinc 20 mg/ hari
selama 10 hari

6. Terapi simptomatis

Pemberian Antibiotik
 Pemberian antibiotic empiris Pasien tidak diberikan antibiotic.
tidak dianjurkan pada semua
pasien.
 Pengobatan empiric
diindikasikan pada psien yang
diduga mengalami infeksi
bakteri invasive (kuinolon, e.g.
siprofloksasin 500 mg 2x/hari
selama 5-7 hari)

18
 Vankomisin merupakan obat
alternative, tetapi tidak cost-
effective
 Metronidazole IV diberikan
pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi pemberian
peroral.

REFERENSI

1 S. Guandalini, "Diarrhea," 23 June 2017. [Online]. Available:


www.emedicine.medscape.com/article/928598-overview.
2 K. K. RI, "Situasi Diare di Indonesia," Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2011.
3 C. F. Lanata, C. L. Fischer-Walker, A. C. Olascoaga, C. X. Torres and M. J.
Aryee, "Global Causes of Diarrheal Disease Mortalitiy in Children <5 Years of
Age: A Systematic Review.," PLOS ONE, pp. 1-11, 2013.
4 Daldiyono M. s. K., Diare Akut, Jakarta: Internal Publishing: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam, 2009.
5 Farthing M., M. A. Salam, G. Lindberg, P. Dite, I. Khalif, E. Salazar-Lindo, B. S.
Ramakrishna, K.-L. Goh, A. Thomson, A. G. Khan, J. Krabshuis and A. LeMair,
"Acute Diarrhea in Adults and Children A Global Perspective," World
Gastroenterology Organisation, pp. 12-20, 2013.
6 R. Sanglah, Pedoman Pelayanan Medis, Denpasar, 2010.

19

Anda mungkin juga menyukai