Anda di halaman 1dari 13

Tujuan Evaluasi Pembelajaran:

1. Keeping track,

yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk itu, guru harus mengumpulkan data dan informasi dalam kurun
waktu tertentu melalui berbagai jenis dan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian
kemajuan belajar peserta didik.

2. Checking-up,

yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan-
kekurangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan kata lain, guru perlu melakukan
penilaian untuk mengetahui bagian mana dari materi yang sudah dikuasai peserta didik dan bagian mana dari
materi yang belum dikuasai.

3. Finding-out,

yaitu untuk mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan kesalahan atau kelemahan peserta didik dalam
proses pembelajaran, sehingga guru dapat dengan cepat mencari alternatif solusinya.

4. Summing-up,

yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil
penyimpulan ini dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak yang
berkepentingan.

Depdiknas (2003 : 6) mengemukakan tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk

(a) melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar-mengajar,

(b) memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru,

(c) memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar-mengajar,

(d) mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan
keluarnya, dan
(e) menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.

Fungsi Evaluasi Pembelajaran:


a. Fungsi formatif
Evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar
mengajar dan mengadakan program remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang
dipelajari.
b. Fungsi sumatif
Evaluasi dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, menentukan angka nilai
sebagai bahan keputusan kenaikan kelas Adan laporan perkembangan belajar siswa serta dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Fungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya,
guru akan mengetahui kelemahan peserta didik. Disamping itu diketahui pula sebab-sebab kelemahan itu.
Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosa kepada peserta didik tentang
kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan ini, maka akan lebih mudah dicari
untuk cara mengatasinya. Evaluasi dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis, fisik dan lingkungan)
yang mengalami kesulitan belajar.
d. Fungsi seleksi dan penempatan
Yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat
dan kemampuan.

Prosedur Evaluasi dalam Pembelajaran


Menurut Bloom (1981)
a) Menentukan Tujuan Evaluasi
Langkah pertama yang harus dilakukan ouleh seorang pengembang alat evaluasi adalah menentukan
tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan evaluasi tersebut. Tujuan ini akan menentukan jenis/model dan
karakter dari alat evaluasi yang akan dikembangkan.

b) Mengidentifikasi Kopetensi Yang Akan Diukur


Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Seorang siswa dikatakan kompoten apabila ia memiliki pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu setelah melalui proses pembelajaran, yang
secara sistematis dipola atau dikondisikan.

c) Membuat Tabel Spesifikasi (Kisi-Kisi)


Seperti kita maklumi bahwa bagaimanapun bentuk dan jenis alat evaluasi yang dikembangkan, hanya
merupakan sampel perilaku yang dapat kita ukur dari keseluruhan perubahan perilaku sebagai akibat
dari proses pembelajaran. Untuk memperoleh perangkat alat evaluasi yang seimbang (proporsional)
dan representatif, dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi. Untuk
memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi, hasil belajar
dan indikator-indikatornya, selanjutnya dijadikan dasar perumusan alat evaluasi. Dengan cara-cara
diatas, dapat diharapkan butir-butir soal yanng dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif
dalam perangkat alat evaluasi itu. Manfaat lain dari tabel kisi-kisi adalah sebagai panduan bagi para
pengembang/guru dalam penulisan alat evaluasi. Kisi-kisi biasanya disusun dalam format matrik lajur
dan kolom.Penyusunan kisi-kisi alat evaluasi ini dapat dilakukan bersama-sama di antara beberapa
orang guru mata pelajaran sejenis, dan/atau beberapa orang guru dari berbagai mata pelajaran,
khususnya untuk mengukur ketercapaian lintas mata pelajaran, kopetensi antar rumpun pelajaran dan
kompotensi lulusan.Secara garis besar model kisi-kisi ini dibagi kedalam dua bagian, kisi-kisi induk
(umum) dan kisi-kisi khusus. Kisi-kisi induk merupakan pengembangan pengembangan dari unsuur-
unsur yang telah ada dalam kurikulum, sedangkan kisi-kisi khusus merupakan pembelajaran dari model
atau jenis alat evaluasi yang dipilih. Unsur-unsur yang terkandung dalam kisi-kisi induk meliputi; (a)
kompetensi standar, (b) kompetensi dasar, (c) hasil belajar, (d) indikator-indikator, dan (e) jenis/model
evaluasi. (lihat format kisi-kisi).Unsur kompetensi standar, kompetensi dasar, hasil belajar dan
indikator sudah tercantum dalam kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap jenjang atau level.
Adapun kisi-kisi yang khusus, baik unsur-unsurnya maupun formatnya, pada setiap jenis alat evaluasi
berbeda-beda. Misalnya, format alat evaluasi jenis tes, berbeda dengan jenis notes, portofolio, tes
penampilan, autenric assessment.

Format Kisi-Kisi
Standar Kompetensi Hasil Idikator-Indikator Bentuk Evaluasi
Kompetensi Dasar Belajar
d) Menulis alat evaluasi (butir soal) sesuai dengan kisi-kisi
Agar informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan
mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk
membuat keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran, maka alat evaluasi yang diguanakan
harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik alat evaluasi yang baik
menurut Hopkins dan Antes adalah alat evaluasi tersebut memiliki keseimbangan, spesifik, dan
objektif. Keseimbangan dan kekhususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas, obyektivitas
berkaitan langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui
keterkaitan antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh perangkat tes yang seimbang
(proporsional), dapat dilakukan dengan cara membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik
yang akan dimasukkan kedalam prangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat
dilakukan melalui identifikasi kopetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya dijadikan
dasar perumusan butir soal. Untuk memperoleh hasil yang objektif dilakukan dengan membuat
pedoman penskoran, pengolahan dan penafsiran yang jelas dan terinci.

Cara-cara diatas, dapat diharapkan butir-butir alat evaluasi yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang
representatif (seimbang), spesifik dan objektif. Langkah-langkah pokok yang ditempuh dalam penulisan butir
alat evaluasi adalah: (a) merumuskan defenisi konsep aspek materi pelajaran yang akan diujikan; (b)
merumuskan defenisi operasional dari setiap konsep yang hendak diukur; (c) menentukan atau memilih
indikator-indikator yang menjadi karakteristik pencapaian dari setiap konsep yang hendak diukur; dan (d)
membuat kunci jawaban dan merumuskan pedoman penskoran, pengolahan dan penafsiran.

e) Pelaksanaan Evaluasi
Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah diperbanyak sesuai dengan
jumlah peserta, kemudian alat evaluasi tersebut disajikan kepada peserta tes. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi antara lain: waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan
tes, ppetunjuk cara mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk peserta didik, dan menjaga
ketertiban dan ketenangan susunan kelas, sehingga peserta tes dapat mengerjakan soal-soal tersebut
dengan penuh konsentrasi.
f) Pemeriksaan Hasil Evaluasi.
Hasil jawaban peserta tes hendaknya diperiksa dengan cermat dan diberi skor sesuai dengan
petunjuk/pedoman penskoran yang telah ditetapkan. Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal
biasanya berbeda-beda. Oleh karena itu, pedoman penskoran harus ditentukan terlebih dahulu.
Buatlah kunci jawaban atau rambu-rambu jawaban yang diinginkan beserta pembobotan skornya,
sediakan waktu dan tenaga yang cukup leluasa, sehingga tidak terburu-buru terutama dalam
pemeriksaan hasil tes soal bentuk uraian.
g) Pengolahan dan Penafsiran Hasil Evaluasi
Skor yang diperoleh dari tes dapat diolah dalam berbagai teknik pengolahan tergantung informasi yang
dibuutuhkan. Seperti rata-rata skor, lahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata
skor,standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan batas lulus, mentransper skor
kedalam nilai buku (skala 10, skala 4, dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil tes, yaitu
berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN). Acuan patokan
untuk mendeskripsikan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang diteskan, sedangka
acuuan norma untuk melihat kedudukan diantara peserta didik/peserta tes. Pendekatan yang mana
yang akan dipilih tergantung kepada tujuan dari pelaksanaan tes.
h) Penggunaan hasil evaluasi
Penggunaan hasil evaluasi ini sangat erat kaitannya dengan tujuan evaluasi tersebut, apakah untuk
tujuan formatif, sumatif, diagnostik, atau penempatan. Hasil penilaian ini sangat berguna terutama
sebagai bahan perbaikan program pengajaran, melihat tingkat ketercapaian kurikulum, motivasi
belajar peserta didik, bahan laporan kepada atasan untuk kepentingan supervisi dan monitoring
program serta sebagai bahan penyususnan program berikutnya sebagai tindak lanjut.

Bloom, B.S. et.al. (1981). Evaluation to Improve Learning. New York: McGraw-Hill
Mavin, Sharon dkk. (2010). The Evaluation of Learning and Development in the Workplace: A Review of the
Literature
A. MACAM-MACAM TEKNIK EVALUASI HASIL BELAJAR
Menurut Arikunto (2002: 31) terdapat dua alat evaluasi, yakni teknik tes dan nontes. Dengan teknik
tes, maka evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan teknik
nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan tanpa menguji peserta didik.

B.1.   Teknik Tes


B1.1. Pengertian Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku
atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau
dengan nilai standar yang ditetapkan (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 34).
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Rasyid dan Mansur (2008: 11), bahwa "tes merupakan salah satu
cara menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang
terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan." Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat
dibutuhkan tes yang handal.
Teknik tes menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002: 32) adalah “suatu alat atau prosedur yang
sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di inginkan seseorang
dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara, prosedur, atau
alat yang sistematis dan objektif untuk mengevaluasi tingkah laku (kognitif, afektif, dan psikomotor) siswa atau
sekelompok siswa berdasarkan nilai standar yang telah ditetapkan.
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai
dua fungsi, yaitu:
(1)   untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap
seperangkat tujuan tertentu; dan
(2)   untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau
pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Fungsi (1) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi (2)
lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.
B.1.2. Bentuk Tes
Menurut Sudjana (2008: 35), tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
1)      Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk bahasa
lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan
ataupun perintah yang diberikan. Tes lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf peserta didik untuk
masalah yang berkaitan dvengan kognitif, yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tes lisan dapat berupa
individual dan kelompok. Tes individual, yaitu suatu tes yang diberikan kepada seorang siswa, sedangkan tes
kelompok, yaitu suatu tes yang diberikan kepada kepada sekolompok siswa secara bersamaan.
2)      Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis adalah suatu tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis. Tes tertulis
dapat dibedakan menjadi tes esai atau uraian dan tes objektif.
a.      Tes Uraian
Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai
dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes
ini siswa dituntut untuk mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Tes uraian layaknya tes yang
lain, memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri.
Adapaun keunggulan pemakaian tes uraian, yaitu:
(1)   dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
(2)   dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah
bahasa;
(3)   dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis;
(4)   mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving); dan
(5)   mudah membuat soalnya sehingga guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.
Adapun kelemahan tes uraian, yaitu:
(1)   sampel tes sangat terbatas, karena tidak dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, seperti pada
tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
(2)   sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam
memerikasanya; dan
(3)   tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksanya memerlukan waktu yang
lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif banyak.
Bentuk tes uraian dibedakan atas (a) uraian bebas (free essay), (b) uraian terbatas, dan (c) uraian
berstruktur.
a)      Uraian Bebas
Dalam uraian bebas, jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri.
Contoh pertanyaan bentuk uraian bebas, misalnya "Manut sameton, punapi sane mawasta basa Bali?"
Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk:
(1)    mengungkap pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan
intensitasnya;
(2)    mengupas suatu persoalanyang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada satu pun
jawaban yang pasti.
(3)    Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.
Kelemahan dari tes uraian bebas adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi, sulit
menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.
b)     Uraian Terbatas
Dalam bentuk uraian terbatas, pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada
pembatasan tertentu. Pembatasan bisa dari segi (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang menjawabnya, dan
(c) indikator-indikatornya. Contoh pertanyaan uraian terbatas, misalnya "Indayang sambatang tiga tetujon
malajahin basa Bali!"
Dilihat dari keterbatasa pertanyaannya, maka tes ini jauh lebih mudah dan tepat dalam mengevaluasi
jawaban siswa, karena kriteria jawaban yang benar telah diketahui oleh guru.
c)      Uraian Berstruktur
Bentuk tes uraian yang ketiga adalah tes uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk
antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat
sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Soal yang berstruktur berisi unsur-unsur (a) pengantar
soal, (b) seperangkat data, dan (c) serangkaian subsoal. Adapun contoh uraian berstruktur adalah sebagai
berikut.

C.1. Teknik Nontes


Hasil belajar selain dievaluasi melalui teknik tes, dapat juga dievaluasi melalui teknik nontes. Kenyataan
di lapangan adalah guru cenderung lebih banyak menggunakan teknik tes dalam melakukan evaluasi hasil
belajar siswa, dibandingkan dengan teknik nontes.
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes hanya mengacu pada aspek-aspek kognitif (pengetahuan)
berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Jika dibandingkan
dengan teknik tes, teknik nontes jauh lebih komprehensif, dalam artian dapat digunakan untuk mengevaluasi
berbagai aspek dari individu atau kelompok siswa sehingga tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja,
tetapi juga pada aspek yang lain seperti afektif dan psikomotor. Adapun jenis teknik nontes yang dimaksud,
yaitu wawancara, kuesioner, skala, observasi, studi kasus, dan sosiometri.

C.1.1.      Wawancara
Wawancara suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
dengan tujuan informsi yang hendak digali. Wawancara dibagi dibedakan atas dua kategori, yaitu pertama,
wawancara berstruktur, yaitu wewancara yang dilakukan dengan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan
lebih awal sebelum menanyakannya kepada siswa. Kedua, wawancara bebas (tak berstruktur), yaitu
wawancara yang dilakukan tanpa mempersiapkan pertanyaan lebih awal, namun pewawancara bebas dan
secara langsung bertanya kepada siswa terkait materi tertentu.

C.1.2.      Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan
jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung
adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak
langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti
contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh
anak, tetangga atau anggota keluarganya.
Ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner
terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab
hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan kuesioner
terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya
secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.

C.1.3.      Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai sikap, minat, perhatian, dan sebagainya, yang disusun dalam
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentung rentangan nilai sesuai dengan
kriteria yang ditentukan. Skala dapat dibedakan menjadi dua, yaitu skala pendidikan (rating scale) dan skala
sikap.
a.      Skala pendidikan
Mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu
pada suatu titik kontinuum atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan
mulai dari yang tertinggi sampai terendah. Rentangan dapat dalam bentuk huru (A, B, C, D, E), angka (4, 3, 2,
1, 0), atau 10, 9, 8, 7, 6, 5. Sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang,
kurang.
b.      Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek terlalu. Hasilnya berupa
kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Ada tiga komponen sikap yaitu
kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus
yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Skala sikap yang sering digunakan yaitu skala Likert. Dalam skala ini, pernyataan-pernyataan yang
diajukan, baik penyataanpositif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya
pendapat, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.

Instrument Evaluasi Pembelajaran


Instrumen evaluasi pembelajaran dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan atau memberikan
jawaban singkat dan pemeriksaannya dilakukan secara objektif (seragam) terhadap semua murid. Ada
beberapa jenis tes bentuk objektif yaitu: pilihan ganda, bentuk pilihan benar salah, menjodohkan, dan isian
singkat.19
1.1 Pilihan ganda
Tes pilihan ganda merupakan bentuk tes objektif yang menyajikan soal dan beberapa pilihan jawaban yang
hanya ada satu jawaban yang benar. Tes pilihan ganda dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki
obyektifitas yang tinggi untuk mengukur tingkat kognitif peserta didik. Bentuk tes ini sangat cocok digunakan
pada ujian yang berskala besar dan hasilnya harus segera diumumkan, seperti: ujian akhir sekolah dan ujian
nasional. Namun, untuk menyusun tes berbentuk soal pilihan ganda yang berkualitas membutuhkan waktu
yang lama dan penulis soal akan kesulitan membuat pengecoh yang homogen.20 Sebelum menyusun tes
pilihan ganda terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun tes pilihan ganda yaitu: 1) Ada
kesesuaian antara soal dan jawaban, 2) Penyusunan kalimat tiap soal harus jelas, 3) Bahasa yang digunakan
mudah dipahami, 4) Setiap soal harus mengandung satu masalah.21 Contoh : hasil penjumlahan dari -8 + 3 = a.
-5 c. 5 b. -11 d. 11
1.2 Pilihan Benar-Salah
Bentuk tes Benar-Salah (B-S) adalah soal yang mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah.
Fungsi bentuk soal benar salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didk untuk membedakan antara
fakta dengan pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan sebaiknya
homogen dari segi isi. Bentuk soal ini banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi
informasi berdasarkan hubungan yang sederhana.22 Cara mengerjakan soal ini dengan melingkari atau
menandai pada jawaban yang dianggap benar. Kelebihan tes benar salah yaitu: mudah disusun dan
dilaksanakan, dapat dinilai dengan cepat dan objektif, dan dapat mecakup materi yang lebih luas. Sedangkan
kekurangan dari tes ini yaitu, peserta didik cenderung menjawab dengan coba-coba, memiliki derajat validitas
dan reliabilitas yang rendah, dan sering terjadi kekaburan untuk membuat soal yang benar-benar jelas.23
Sebelum menyusun soal benar salah ada hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu: membuat petunjuk dengan
jelas agar peserta didik tidak bingung, setiap soal hendaknya mengandung satu pengertian saja, jangan
membuat soal yang masih dipertanyakan benar salahnya, hindari menggunakan kata yang dapat memberi
petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki.24 Contoh soal Benar-Salah: Surat Al – Fatihah diturunkan di kota
Makkah (B – S)
1.3 Menjodohkan
Tes menjodohkan yaitu bentuk tes yang terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom pertanyaan sebelah kiri dan kolom jawaban sebelah
kanan. Tugas murid ialah mencari dan menempatkan jawabanjawaban sehingga sesuai atau cocok dengan
pertanyaan. Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi
informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan menghubungkan antara dua hal. Semakin
banyak hubungan antara premis dengan respon dibuat, maka semakin baik soal yang disajikan.25 Untuk
menyusun soal tes menjodohkan harus memperhatikan teknik berikut: 1) menyesuaikan kompetensi dasar
dengan indikator, 2) kumpulan soal diletakkan dikolom sebelah kiri dan kumpulan jawaban diletakkan di
sebelah kanan, 3) menggunakan kalimat singkat dan terarah pada pokok permasalahan.26
1.4 Isian Singkat
Tes Isian Singkat adalah tes yang ditandai dengan adanya jawaban pada tempat kosong yang disediakan oleh
guru untuk menulis jawabannya dengan singkat sesuai dengan petunjuk. Cara menyusun tes isian singkat
yaitu: 1) soal yang disusun sebaiknya tidak menggunakan soal yang terbuka sehingga siswa dapat menjawab
dengan terurai, 2) Pernyataan sebaiknya hanya mengandung satu alternatif jawaban, 3) Titik-titik kosong
sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau tengah kalimat, 4) Dapat menggunakan
gambar-gambar sehingga soal dapat dipersingkat dan jelas.27
2. Tes non-objektif
Tes non-objektif atau disebut tes uraian yaitu tes yang pertanyannya membutuhkan jawaban peserta didik
untuk menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk,
teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan yang lainnya. Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif,
karena dalam pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh faktor subjektifitas guru. Tes ini cocok digunakan untuk
bidang studi ilmu-ilmu sosial. Bentuk tes uraian terbagi menjadi 2 macam yaitu:
2.1 Uraian terbatas
Peserta didik diberi kebebasan untuk menjawab soal yang ditanyakan namun arah jawabannya dibatasi
sehingga kebebasan tersebut menjadi bebas yang terarah.29 Contoh: 1) Sebutkan lima komponen dalam
komputer!
2.2 Uraian Bebas
didik bebas untuk menjawab soal dengan cara sistematika sendiri. Bebas mengungkapakan pendapat sesuai
dengan kemampuannya. Namun guru tetap harus mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi
jawaban peserta didik.30 Contoh : 1) Bagaimana peranan komputer dalam pendidikan? 2) Jelaskan
perkembangan islam di Indonesia!
Tes non-objektif in memiliki kelebihan dan kekuranagan. Kelebihan dari tes ini yaitu: 1) Tes dapat dibuat
dengan cepat dan mudah, 2) mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat dengan gaya bahasa
sendiri dan menyusun kalimat dalam bentuk yang bagus, dan 3) untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.
Sedangkan kelemahan dari tes ini yaitu: kurang bisa mencakup isi materi kesekuruhan, 2) Kadar validitas dan
reliabilitas rendah karena pengetahuan siswa yang betul-betul dipahami sulit diketahui, 3) Cara memeriksanya
banyak dipengaruhi unsur-unsur subyektif dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengoreksi.31
Cara penyususnan tes non-objektif yaitu: 1) Butir-butir soal tes uraian dapat mencakup materi yang telah
diajarkan dan sesuai dengan indikator, 2) Penyusunan kalimat soal sebaiknya berlainan dengan kalimat yang
ada di buku namun mengandung arti yang sama, 3) kalimat soal disusun secara ringkas, padat, dan jelas
sehingga mudah dipahami peserta didik, 4) Menyusun jawaban yang dikehendaki pemb uat soal (guru) untuk
pedoman jawaban yang betul dan untuk mengurangi faktor subyektifitas, dan 5) Membuat pedoman dalam
menjawab tes.32

Bentuk-bentuk Instrumen Non-Tes


Instrument non-tes adalah instrument selain tes prestasi belajar. Alat penilaian yang dapat digunakan adalah:
lembaran pengamatan/observasi (seperti catatan harian, portofolio, life skill) dan instrument tes sikap, minat
dan lain sebagainya. Meliputi :
a. Tes skala sikap
Tes skala sikap adalah tes yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja. Penilaian ini dilakukan guru
terhadaap peserta didik bukan dilakukan ke dalam kegiatan belajar mengajar, akan tetapi juga dilakukan diluar
belajar mengajar.
b. Tes minat belajar
Tes minat belajar adalah tes yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik untuk meningkatkan minat
peserta didik dalam mata pelajaran, karena dengan adanya tes minat belajar peserta didik akan sangat
bersungguh-sungguh dalam belajar dan membantu guru untuk bisa membuat peserta didik mampu
memahami pelajaran.33
c. Tes motivasi berprestasi
Tes motivasi berprestasi adalah tes yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik untuk mendorong motivasi
peserta didik dalam belajar sehingga dapat memperoleh prestasi lebih baik dari sebelumnya.34
d. Tes kreativitas
Tes kreativitas adalah tes yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik untuk mengukur kreativitas peserta
didik dalam belajar, sehingga akan terlihat kemampuan saat melakukan tugas yang dilakukan oleh guru
maupun saat bertingkah laku didalam kelas.
e. Tes lisan
Tes lisan adalah tes yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap peserta
dididk baik satu persatu, berpasangan, dalam kelompok ataupun klasikal. Aspek yang dapat dinilai dari tes ini
yaitu: 1) Proses berfikir peserta didik dalam memecahkan suatu masalah, 2) Penguasaan bahasa dan
penguasaan materi pelajaran.35

Anda mungkin juga menyukai