Anda di halaman 1dari 2

Hanya Ciptaan Tuhan

Oleh Irmajajil

Suasana ruangan itu begitu panas, udara yang berhembus begitu pelan, semilir. Daun jendela sesekali
berdecit tertiup angan.

Tapi udara masih terasa panas, kipas pendingin di bagian depan ruangan hanya mampu membuat
udara berputar-putar tapi tak mampu memberikan kesejukan.

Perdebatan antara Raka dan Dimas masih berlangsung alot. Meski bukan di forum resmi, meski tidak
ada penilaian sama sekali namun keduanya tak ada yang mau mengalah. Masing-masing benar dengan
ego yang mereka miliki.

“Apa yang dibanggakan dari mereka itu, pengetahuan yang mereka miliki hanyalah sebuah
peringatan…” ucap Raka tegas

“Merekalah yang membuat dunia ini tambah maju, dan banyak kemudahan….” Dimas tidak mau
kalah

“Pengetahuan yang mereka dapat juga menelurkan bencana, pasti kamu tahu itu…” lanjut Raka

“Tapi itu tidak serta merta membuat mereka rendah…” jawab Dimas

“Tetap ada yang rendah, terutama mereka yang tidak menjadikan pengetahuan mereka sebagai
pelajaran dan peringatan akan kuasa Tuhan…” jawab Raka

Raka adalah seorang pemuda yang religius sedangkan Dimas merupakan manusia modern yang begitu
membanggakan dan menuhankan pengetahuan.

Berbeda dengan Raka, Dimas begitu congkak dan sombong tentang pengetahuan yang telah di capai
oleh umat manusia dan banyak melupakan esensi dari pengetahuan tersebut.

"Ingat Dimas, sebodoh-bodohnya manusia ialah mereka yang tahu tetapi tak mampu mengambil
pelajaran atas pengetahuan mereka. Pengetahuan seharusnya membuat mata mereka terbuka akan arti
Tuhan, seharusnya mereka ingat bahwa mereka hanyalah ciptaan Tuhan…" ucap Raka

“Lalu apa peran Tuhan itu, manusia mendapatkan pengetahuan atas apa yang mereka cari…” lanjut
Dimas

“Jangan pernah kau ingkar kepada Tuhan Dimas, niscaya engkau pasti akan terkena hukuman…”
ucap Raka

Dua sahabat ini memang begitu berbeda satu sama lain. Mereka memiliki keyakinan yang begitu kuat
dalam hati mereka namun diantara perdebatan tersebut mereka sama sekali tidak terpisahkan.

Pada satu titik ada kerelaan dalam diri mereka, ada keikhlasan pada diri mereka yang membuat
mereka saling berpelukan. Sampai suatu ketika…
“Raka, bagaimana mungkin Tuhan membiarkan begitu banyak ciptaan-Nya menderita seperti itu?”
Tanya Raka seraya menunjuk ke arah beberapa pengemis yang mereka lewati

“Tuhan mana adil, Tuhan maha tahu Dimas sedangkan kemampuan manusia itu sangat terbatas…”
jawab Raka, “dengan pengetahuan yang di miliki manusia tak akan mampu memahami semua takdir
Tuhan” lanjutnya.

Di dalam hatinya, Dimas sebenarnya mempercayai apa yang diucapkan oleh sahabatnya. Tapi untuk
mendapatkan jawaban atas semua gundah dan kegelisahan hatinya ia tetap diam tanpa banyak
berkomentar.

Saat mereka berjalan di tepi jalan, tiba-tiba ada sebuah motor yang melaju begitu kencang dan
terpelanting di depannya.

Di depan mereka berdua, sang pengendara motor meregang nyawa dengan luka yang begitu parah.
Mereka tak mampu berbuat banyak.

Hanya keheningan yang menggelayuti hati mereka berdua. Bagi Dimas kejadian yang baru saja
mereka lihat tidak ada anehnya karena memang semua mahluk hidup pasti akan kembali kepada
pencipta.

Sedangkan Raka yang menganggap semua itu tak adil. Raka yang begitu mengagungkan ilmu
menyalahkan mereka yang tak cepat dan tanggap dalam mengantisipasi hal seperti itu.

“Begitulah Raka, sekuat apapun kemampuan manusia, manusia hanyalah ciptaan yang harus
menerima takdir, kapanpun Tuhan mau tak akan ada satupun yang bisa menghalanginya…” ucap
Dimas

Begitulah, kenyataan yang baru saja dihadapi oleh Raka dan Dimas membuka mata dan kesadaran
mereka akan kedudukan dan arti manusia sebagai ciptaan yang harus senantiasa berserah.

--- Tamat ---

Anda mungkin juga menyukai