Anda di halaman 1dari 5

SELINGKUH UANG

Godaan selingkuh memang indah, apalagi selingkuh uang. Lelaki muda itu untuk pertama
kalinya memegang sejumlah besar uang di genggaman. Seorang duta antikorupsi bernapas
pancasila yang mengalami dilema karena paras uang begitu merayu. Mungkinkah jika ia
selingkuhkan sedikit tidak akan jadi masalah?

***

Bangun ketika tangan matahari membelai masuk melalui celah-celah jendela, lelaki itu
sama sekali tak menyangka, foto amatir yang diunggahnya di sebuah laman base media akan
mendapat balasan tak terduga. Foto agak buram dibumbui secuil kata-kata ulah jemarinya itu
mendapat madu sebagai balasan oleh ribuan manusia. Ia bukannya mengunggah gambar tak
senonoh atau kelakuan menyimpang, hanya potret diam-diam seorang bapak berwajah lelah
yang seharinya bekerja sebagai penjahit keliling bersama gerobak lapuk di tepi jalanan. Niat
awal hanya memberikan lelaki lusuh itu sepotong roti dan minuman karena kala itu matahari
tengah gencar-gencarnya membakar seisi jalanan. Kebetulan teman yang akan ia jumpai malah
membatalkan janji temu, jadilah itu berakhir di tangan keriput seorang lelaki senja yang bahkan
belum mendapat sepeser uangpun sejak subuh. Hanya itu, tetapi tak disangkanya bahwa ada
banyak manusia-manusia perhatian di jagat media sosial yang menuntut keterangan panjang
terkait kondisi lelaki tua tersebut.

Wajah hari berlalu lelaki muda ini datang kembali di persimpangan tempat ia bertemu
sosok lelaki tua, berhati-hati mencari keberadaan sang bapak yang namanya kini viral. Meski
awan-awan telah mencair bersama senja dan angin sore berhawa mendung datang, lelaki muda
itu tak menemukan sosok yang dicari. Kemana sebenarnya lelaki bertubuh reyot itu
menghilang? Tak ingin dianggap pendusta, ia terus menyusur malam dari gang ke gang dan
menanyakan apakah mereka pernah melihat dan mengenal penjahit keliling dengan peci
berwarna hitam itu. Jurang keputusasaan hampir menjebaknya tetapi atas izin Tuhan ia berhasil
mengetuk sebuah rumah lapuk berwajah sempit di ujung jalan. Lampu satu-satunya yang
menerangi rumah berkedip miris, menandakan sebentar lagi ia akan mati dan semuanya gelap.
Rumah dengan cat lusuh ini sepertinya sudah cukup lelah menanggung beban kehidupan.

Keluarlah seorang bapak tua dengan wajah gosong karena kerap terbakar sinar
matahari, kali ini tampak jelas keseluruhan rambutnya memutih. Lelaki muda ini baru sadar
kalau sang bapak berjalan terseok-seok. Rasanya luka itu menganga begitu mengerikan.
Tangannya melepuh dan kaki itu terlihat tragis dibalut perban asal-asalan. Bapak Sarmo bilang
dia ditabrak berandalan tak bertanggungjawab esok tadi, tubuhnya gemetar bahkan ceritanya
hampir tak sanggup di lanjutkan. Namun, lelaki muda bernama Rahmat tetap memaksa sang
bapak menjelaskan kronologis lengkapnya, dia memvideo hal tersebut. Tanpa potongan atau
edit, dia menceritakan semua masalah yang dihadapi sang bapak pada warga internet yang
tengah menunggu. Benar saja, apresiasi seharum bunga dan banyak orang bertepuk tangan atas
kebaikan yang ia lakukan. Sebagian ingin menyumbangkan sedikit rezeki dengan meneror
Rahmat untuk memberikan nomor rekening. Namun, sebagian masih mempertanyakan,
bagaimana mereka bisa mempercayakan uang pada seorang yang asing?

Yudha salah satu rekan aktivisnya muncul di ruang publik tersebut sembari
membenarkan perbuatan temannya. Yudha melampirkan sertifikat dan kepengurusan Rahmat
ketika menjadi ketua duta antikorupsi di kampus mereka. Mereka tampak sebagai anak baik-
baik dengan almamater yang tidak bermasalah. Titelnya mentereng sebagai duta antikorupsi,
tentu saja warganet meyakini kalau Rahmat adalah pemuda jujur penegak keadilan, itulah
sebab ia ikhlas mencari-cari rumah sang kakek dan menemukan lelaki itu dalam kondisi
mengenaskan. Manusia-manusia di sana sangat berterima kasih atas perbuatan tanpa
pamrihnya. Mungkinkah benar tanpa pamrih? Adakah manusia yang semurni itu hatinya?

“Aku mikir, kenapa orang-orang itu gampang banget percaya sama orang asing ya,”
ucap Rahmat di sebuah angkringan, ia masih meragukan saldo yang terkumpul.

“Mereka berjiwa kemanusiaan, lihat berapa total yang terkumpul dari uang donasi itu,
sepertinya perbuatanku yang bilang kau ini duta antikorupsi sangat manjur,” balas Yudha
sembari menandaskan secangkir kopi hitam di bibirnya yang dingin.

“Seratus juta,” Rahmat meneguk teh nya tak tenang, hanya dalam semalam, saldo
tabungannya naik drastis.

Inikah yang dirasakan mereka para pejabat elite yang terjerumus dalam tindak korupsi?
Uang yang didapat sangat mudah dan kesempatan terbuka seluas-luasnya. Bukankah kejahatan
bisa muncul jika ada celah? Sebagai duta antikorupsi ia ingin menjilat ludahnya dan
mengatakan bahwa korupsi itu nikmat. Diam-diam ada rasa tak rela uang yang ada di saldo
rekeningnya harus diberikan pada lelaki tua bangka yang hampir mati itu. Bukankah lebih baik
ia gunakan untuk bayar ukt yang yang sudah menunggak beberapa kali? Ah hampir saja ia
gelap mata, jika ia tak kembali tersadarkan bahwa dia adalah duta antikorupsi. Bagaimana bisa
terpikirkan hal jahanam semacam itu?

“Bro, lagi sulit nggak? Uangku dah habis, gatau lagi bisa makan ngga sampai akhir
bulan, kiriman juga nggak cukup,” Yudha melanjutkan sambil berbisik,” Beberapa lembar atau
berapalah.”

“Hah! Apa-apaan!” Rahmat berjengit kaget, seolah iblis yang ada di pikirannya
mencuat keluar bersama dengan bisikan itu. “Aku gabisa kaya gitu, sadar kita ini duta
antikorupsi kita juga menyandang nama baik kampus di sana, aku nggak mau main-main!”
tandasnya.

Glek.. Mereka berdua meneguk ludah bersamaan. Entah hati atau bibir yang
mengingkari, tetapi keduanya merasakan satu paradoks yang sama. Mereka mudah mendapat
kepercayaan karena mereka adalah duta antikorupsi yang mendapat penghargaan dimana-
mana. Sementara itu mereka juga tersiksa dengan titel tersebut karena tidak bisa melakukan
sesuatu yang menyenangkan yang biasa dilakukan orang-orang di negara ini. Praktik
perselingkuhan memang mendebarkan rasanya bukan apalagi selingkuh uang? Anak muda itu
terpaku pada saldo yang tertera, ternyata sudah melebihi yang mereka bayangkan, apa ini
namanya kesempatan emas yang percuma jika mereka duduk diam? Sedikit perselingkuhan
uang tidak akan membuat nama mereka tercoreng bukan?

Uang itu ada di tangannya. Sahabatnya membujuk dengan kata-kata manis. Setan di
hatinya mengatakan hal serupa ditambah bunga-bunga. Bagaimana Rahmat bisa menangani
semua ini dengan waras. Faktanya ia juga hampir gila karena butuh uang. Uang melambaikan
tangan bak sayap malaikat hinggap di saldo rekeningnya. Dia mabuk. Tremor karena rasa ingin
memiliki sesuatu yang bukan haknya. Sekali lagi Tuhan, bagaimana ia bisa menahan godaan
ini? Rahmat merenung di depan laptopnya, mencoba meng-update jumlah angka yang
terkumpul, angka-angka yang ia tuliskan di sana tidak ada yang tahu kebenarannya kecuali
dirinya sendiri. Manusia-manusia asing yang begitu percaya pada integritasnya, tetapi ada iblis
dalam dirinya yang membuat ia yang tidak percaya pada dirinya sendiri, benarkah dia berjiwa
antikorupsi? Jika memegang uang segini banyaknya saja hatinya sudah tergoncang bak roller
coaster.

Sebuah nasihat guru SD yang bertahun-tahun melekat dalam pikirannya kembali


terbayang. Kala itu pelajaran kewarganegaraan, beliau bilang, jika ada kesempatan, korupsi
adalah godaan neraka yang paling menggiurkan. Apapun surga yang ditawarkan sang iblis
uang, itu hanya akan sia-sia sebab di akhir nerakalah yang kalian dapat. Sialan, Rahmat saat
ini tidak sedang membahas surga dan neraka. Ia sedang membahas sedikit isu perselingkuhan
uang untuk melunasi ukt dan menyambung biaya hidup sohibnya. Apa itu salah? Sebagian dari
kegelapan dalam dirinya membenarkan tindakan itu.

Dibukanya asal buku-buku karena rasa resah bercampur gelisah. Tangannya tak bisa
berhenti bergetar dan kakinya seperti tremor. Seolah keputusan ini adalah satu-satunya penentu
masa depan. Sebuah lembaran koyak itu bertuliskan napas pancasila, jemarinya menyusuri
huruf demi huruf yang diukir tinta. Kemanusiaan yang tidak bernafaskan keadilan sama saja
kemanusiaan yang tidak manusiawi. Ia hampir tergoda oleh praktik selingkuh uang. Korupsi
yang bertentangan dengan jiwa keadilan. Bertentangan dengan integritasnya sebagai manusia.
Dia tidak adil bagi mereka yang sudah menyumbangkan dananya, bagi bapak renta itu.
Seandainya ia tergoda ikut serta dalam praktik selingkuh uang, asas keadilan yang senantiasa
digaung-gaungkannya hanyalah omong kosong. Namun, di dunia keparat ini, keadilan yang
adil benarkah ada?

Sejenak mata lelaki itu terjaga kembali, ia bangun menemukan namanya menjadi
buron-buronan jagat maya. Entah apa yang terjadi ada ribuan panggilan masuk dan ribuan
ancaman datang memenuhi HP yang rasanya akan meledak sebentar lagi. Dia belum
melakukan apapun terhadap uang-uang itu, tetapi akun banknya di bekukan, bukan hanya itu
semua e-wallet nya juga diblokir padahal itu juga berisi uang pribadi untuk makan sehari-hari.
Setelah diusut dengan panik, ternyata sahabatnyalah yang menyebarkan api fitnah. Yudha
mengira Rahmat berpura-pura lurus hanya untuk mengelabuhinya dan memanfaatkan sendiri
hasil korup tersebut. Kemudian lelaki itu mendatangi rumah Pak Sarmo yang keadaanya makin
memprihatinkan, memotretnya, kemudian mengklarifikasi bahwa Rahmat memang tidak
pernah berkunjung lagi ke tempat ini setelah kunjungan viral pertamanya. Seketika membludak
amarah warga yang gampang terhasut itu, ditambah ketidakjelasan Rahmat. Lelaki muda itu
tak pernah melakukan selingkuh uang, tetapi ia menjadi tersangka karena sikap diamnya yang
bimbang. Pancasila telah mengembalikan ingatannya soal keadilan, tetapi kadang manusia
tidak bisa menebak sifat manusia yang lain bukan?

Ribuan warga internet menuntut keadilan mereka. Uang yang mereka donasikan di
korup oleh mahasiswa yang bertitel duta antikorupsi. Sialan sekali! Sementara Rahmat digiring
ke pihak kepolisian atas ajuan beberapa warganet. Selingkuh uang memang mengerikan,
bahkan untuk mencium baunya saja sudah membuat kepala sangat pusing. Mendebarkan.
Seribu salah paham dan bentrok soal keadilan. Bukti-bukti dan siapa yang harus di salahkan di
sini? Pencemaran nama baik juga isu dugaan korupsi menjadi kontroversi.Yudha kemudian
juga ditangkap diadili atas perbuatannya. Melihat kejadian itu, warga yang tadinya tidak ikut
bergabung lalu mempertanyakan. Sebenarnya keadilan siapa yang dikorupsi di sini? Itukah
keadilah para dermawan yang berdonasi, itukah keadilan penyelenggara donasi yang dijebak
sang teman, ataukah keadilan Bapak Sarmo yang kini bernapas sambil sekarat di ranjang reyot
rumahnya tanpa pernah tahu bahwa namanya menjelma bahasan panas jagat media.

Anda mungkin juga menyukai