OLEH:
INDRIARNY ROSYLADITA
NPM:2026040151.P
TAHUN 2020
SEKS BEBAS PADA REMAJA
Kasus yang di ambil yaitu tentang seks bebas pada remaja, penyebab terjadinya seks
bebas paada remaja yaitu seperti, Rendahnya kontrol diri; Rendahnya kesadaran diri remaja
terhadap bahaya pergaulan bebas;Nilai-nilai keagamaan cenderung kurang; Gaya hidup yang
kurang baik; Rendahnya taraf pendidikan keluarga; Keadaan lingkungan keluarga yang
kurang harmonis; Minimnya perhatian orang tua; Pengaruh teman sebaya; dan Pengaruh
Internet.Solusi dari kasus di atas yaitu dengan cara memberikan konseling kepada remaja,
beritahu bahaya dari seks bebas dan akibatnya, memilh teman dengan hati hati jangan sampai
salah pergaulan, mempererat hubungan anak dan keluarga Jika anak dekat dan terbuka
dengan orang tua, mereka akan dapat langsung bertanya mengenai berbagai macam persoalan
bahkan yang dianggap sensitif dan tabu seperti seks bukannya mencari informasi yang bisa
jadi menyesatkan pada pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mertia, E. N., Hidayat, T., & Yuliadi, I. (2011). Hubungan antara Pengetahuan Seksualitas
dan Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak dengan Perilaku Seks Bebas pada Remaja Siswa-Siswi
Man Gondangrejo Karangnyar. WACANA, 3(2).
Abstrak
Di Indonesia, terutama di kota-kota besar perilaku seks bebas pada remaja semakin
meningkat. Akibat dari perilaku tersebut adalah kehamilan di luar nikah, pemerkosaan,
merebaknya pelacuran di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual, pelecehan seksual
dan penyimpangan-penyimpangan seksual. Ada banyak yang melatarbelakangi perilaku seks
bebas pada remaja, seperti kurangnya pengetahuan seksualitas anak dan kurang berkualitasnya
komunikasi orangtua dan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan seksualitas dan
kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Subjek penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling. Alat pengumpulan
data yang digunakan adalah skala perilaku seks bebas, skala pengetahuan seksualitas, dan skala
kualitas komunikasi orangtua dan anak. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi
ganda.
Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi ganda menunjukkan koefisien regresi
variabel pengetahuan seksualitas sebesar -0,595 pada taraf signifikan p<0,05. Artinya bahwa
pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Koefisien
regresi variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar -0,615 pada taraf signifikan
p<0,05. Artinya kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai hubungan negatif dengan
perilaku seks bebas. Selain itu berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan
anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar,
ditunjukkan dengan nilai R=0,592 dan F=17,279 pada p<0,05. Sumbangan efektif pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas dapat dilihat
dari keofisien determinan (R2) sebesar 0,351 atau 35,1% yang berarti masih terdapat 64,9%
faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks bebas selain pengetahuan seksualitas dan kualitas
komunikasi orangtua dan anak.
109
Abstract
110
A. PENDAHULUAN
Masa remaja ialah suatu waktu kritis untuk pengembangan akhlak, nilai-nilai, dan
kebiasaan yang hanya akan dirasakan satu kali seumur hidupnya untuk dituntut menjadi
kader yang dihadapkan pada tantangan global. Namun, yang terjadi pada remaja saat ini ialah
maraknya kasus-kasus perilaku seks bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah,
pemerkosaan, merebaknya pelacuran di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual,
pelecehan seksual dan penyimpangan-penyimpangan seksual (Sukri, dalam Mukti et al:
2005).
Menurut Rahardjo (2008) bentuk-bentuk perilaku seksual bebas yang biasa dilakukan
ialah (1) kissing atau perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai deep kissing, (2)
necking atau perilaku mencium daerah sekitar leher pasangan, (3) petting atau segala bentuk
kontak fisik seksual berat tapi tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba
payudara dan alat kelamin pasangan) atau hard petting (menggosokkan alat kelamin sendiri
ke alat kelamin pasangan, baik dengan berbusana atau tanpa busana), dan (4) intercourse
atau penetrasi alat kelamin pria ke alat kelamin wanita.
Dorongan seksual yang meningkat dan rasa ingin tahu yang besar tentang seksualitas
seringkali membawa remaja yang sedang berada dalam posisi rentan kepada kasus-
kasus keterlanjuran. Masalah-masalah keterlanjuran akibat seksualitas pada remaja dapat
berupa kehamilan pranikah, perilaku seksual remaja yang semakin bebas, dan penularan
penyakit seksual. Fenomena tersebut diperkuat oleh pemberitaan media massa mengenai
maraknya perilaku seksual bebas di kalangan remaja. Keadaan-keadaan tersebut menuntut
remaja untuk mampu beradaptasi dengan permasalahan yang muncul, seiring dengan
perubahan dalam dirinya. Remaja membutuhkan bimbingan orangtua untuk menghadapi
permasalahan yang muncul (Prihartini, et al: 2002). Hasil riset yang dilakukan oleh Zelnik &
Kim (dalam Helmi & Paramastri, 1998) menunjukkan bahwa jika orangtua bersedia
mendiskusikan seks dengan anaknya, maka anak akan cenderung menunda perilaku seksual
bebas.
Di Indonesia, terutama di kota-kota besar angka perilaku seks bebas semakin
meningkat (Handayani, et al : 2008). Dalam sebuah situs dipaparkan bahwa perilaku seks
bebas di Solo tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data BKKBN (2008) nampaknya jumlah
penderita HIV/AIDS di Kota Solo tahun ini meningkat cukup mengkhawatirkan. Kasubdin
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo
memaparkan bahwa hingga tahun 2007 lalu jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo
111
sebanyak 102 orang. Jumlah itu naik dari data per November 2007 yang hanya 99 orang.
Selanjutnya data jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo per desember 2010 sebanyak 511
orang. Data lain didapatkan dalam Radar Jogja pada tanggal 19 Desember 2007 bahwa di
Kulonprogo 44,25% pasangan muda yang menikah di KUA, perempuannya dalam kondisi
hamil.
Fenomena lain ialah peristiwa pemerkosaan disertai pembunuhan siswa Madrasah
Aliyah Negeri Gondangrejo, seperti yang dimuat dalam harian Solo Pos pada tanggal 20
Januari 2009. MAN Gondangrejo Karanganyar kurikulum agamanya relatif lebih banyak
dibanding dengan sekolah menengah umum. Hal ini berarti di sekolah tersebut telah ada
langkah preventif untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas. Akan tetapi, yang terjadi
di sana ialah fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh siswa di sekolah tersebut serta
beredarnya VCD porno yang dibuat oleh siswa sekolah menengah.
Ulasan berita terkini lain ialah menegenai perayaan malam tahun baru atau
Valentine’s Day. Malam tahun baru dan Valentine’s Day marak dirayakan dalam bentuk
pesta dan hura-hura, bentuk kasih sayang anak muda memadu cinta dan bebas bergaul antara
laki-laki dan permpuan, tidak terkecuali mendorong seks bebas (Zubaidi, 2008). Salah satu
berita dalam program acara Buser pada tanggal 22 Oktober 2009 ialah fenomena maraknya
penjualan Artificial Virginity Hymen atau selaput dara buatan yang ditawarkan dengan harga
terjangkau di internet untuk wanita unvirgin.
Hampir sebagian besar remaja Amerika Serikat melakukan seks bebas di kala remaja
berusia 14-19 tahun, dan tidak sedikit, mereka hamil lalu melakukan aborsi. Seorang
mahasiswi Amerika, Natalie Dylan yang berusia 22 tahun, melelangkan keperawanannya
dengan alasan membiayai kuliah S2-nya. Keperawanan tersebut dihargai 2,2 milyar
(www.liputan6.news.tv).
Fenomena lain tentang banyaknya pasangan remaja yang berhubungan dengan calo
jasa pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan penggunaan obat-obat pencegah kehamilan
terus meningkat. Data terakhir yang dikutip oleh Boyke (2008) ialah 10-12% remaja di
Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Berdasarkan catatan BKKBN (2008) sejauh ini
pengetahuan remaja Indonesia dalam hal kesehatan reproduksi masih relatif rendah.
Helmi & Paramastri (1998) mengemukakan bahwa pengetahuan seksual sehat
merupakan pengetahuan mengenai perilaku-perilaku atau aktivitas seksual yang lebih
menekankan upaya-upaya prevensi penyakit hubungan seksual. Pengetahuan seksualitas
menurut Wildan (dalam Amrillah, et a l: 2006) merupakan pengetahuan yang menyangkut
112
cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa
yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat sehingga dapat
membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya. Pengetahuan seksual
bukanlah tentang orang yang mau melakukan hubungan seksual, tetapi bagaimana mereka
bisa bertanggung jawab dengan hubungan seksual itu sendiri dan bagaimana mereka bisa
mengapresiasi dirinya sendiri (Amiruddin, et al: 2005). Informasi seksual yang benar bisa
menjadi bekal untuk meredam rasa keingintahuan (curiousity) remaja yang menggebu
tentang seks (Madani, 2003).
Sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak pada masa dini sangat berpengaruh bagi
persepsi dan perilaku seksual remaja (Pangkahila, 2007). Melalui komunikasi yang baik,
orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas
dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Dengan komunikasi orangtua dan
anak yang baik, orangtua juga dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada
diri anak remajanya dan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (Wulandari, et al:
2006).
Komunikasi antara orangtua dan anak dapat berupa bimbingan orangtua yang
meliputi pemenuhan kebutuhan anak, pemberian motivasi, pendidikan agama dalam
keluarga. Tujuan dari komunikasi antara anak dengan orangtua adalah untuk memahami
dirinya sendiri dan lingkungan, membuat keputusan secara cermat, untuk mengendalikan
dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang kurang baik serta membantunya dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya agar remaja tidak terjerumus dalam
perilaku menyimpang. Adanya komunikasi yang baik dengan orangtua diharapkan anak
mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk tentang seks untuk dirinya sendiri.
Ketika orangtua mendengarkan anak secara aktif, kemampuan anak untuk mengungkapkan
perasaan dan isi hatinya dirangsang dan semakin meningkat. Dengan demikian pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi antara orangtua dan anak mempunyai pengaruh yang
penting dalam pembentukan sikap dan perilaku seks bebas remaja (Amrillaah, et al: 2006).
Sehingga perilaku seks bebas dapat dicegah sedini mungkin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan seksualitas
dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-
siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Selain itu, untuk mengetahui ada atau tidak adanya
hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung.
113
Hasil penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis yaitu
berupa informasi, masukan, pengetahuan mengenai cara membangun komunikasi dengan
anak remaja, bagaimana cara memberikan pengetahuan seksualitas yang tepat pada anak usia
remaja.
B. DASAR TEORI
1. Perilaku Seks Bebas
Menurut Akbar (dalam Amrillah, et al: 2006) perilaku seks bebas atau premarital
intercourse adalah segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya
ikatan perkawinan. Menurut Adikusuma, et al (2008) perilaku seks bebas adalah hubungan
seksual antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Bungin (2001) memberikan batasan
perilaku seksual bebas remaja yakni aktivitas seksual di kalangan remaja Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA), yaitu aktivitas seksual yang dilakukan sebelum pernikahan. Perilaku
seksual dimaksud adalah perilaku seks yang dilakukan bersamaan dengan orang lain, seperti:
pegangan tangan dengan lawan jenis, berciuman, berpelukan, petting dan senggama.
Adapun bentuk-bentuk perilaku seks bebas yang biasa dilakukan adalah kissing, atau
perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai deep kissing, necking atau perilaku
mencium daerah sekitar leher pasangan, petting atau segala bentuk kontak fisik seksual berat
tapi tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba payudara dan alat kelamin
lainnya) atau hard petting (menggosok-gosokkan alat kelamin sendiri ke alat kelamin
pasangan, baik dengan berbusana ataupun tanpa busana), hingga intercourse atau penetrasi
alat kelamin pria ke alat kelamin wanita (Rahardjo, 2008).
Aspek-aspek perilaku seksual bebas menurut Sarwono & Samsidar (2004) ini yaitu
dalam tahapan-tahapan mulai dari rasa tertarik, berjalan berduaan, bergandengan tangan,
berpelukan, saling meraba bagian tubuh, berciuman, bercumbu/ bermesraan dan
bersenggama (berhubungan badan).
Adapun menurut Purnawan (2004) aspek perilaku seksual bebas secara rinci dapat
berupa:
a. Berfantasi seksual.
Merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang
bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Fantasi seksual ini biasanya didapatkan
individu dari media atau objek yang dapat meningkatkan dorongan seksual.
b. Pegangan tangan.
114
Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya
muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.
c. Cium kering.
Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.
d. Cium basah.
Berupa sentuhan bibir ke bibir, sampai dengan leher.
e. Meraba.
Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, dada (breast),
paha, alat kelamin dan lain-lain.
f. Berpelukan.
Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual
(terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif).
g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki).
Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
h. Oral Sex.
Merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukan alat kelamin ke dalam mulut lawan
jenis.
i. Petting.
Merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).
j. Intercourse (senggama).
Merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat
kelamin wanita.
Dari uraian di atas, aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
modifikasi aspek dari Sarwono & Samsidar (2004) dan Purnawan (2004) yaitu berkencan,
berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, masturbasi (wanita) dan onani (pria),
seks oral (oral sex), petting, dan intercourse (senggama).
2. Pengetahuan Seksualitas
Pengetahuan seksualitas menurut Wildan (dalam Amrillah et al, 2006) merupakan
pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat,
bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya,
pasangannya, dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi
kehidupan seksualnya.
115
Menurut Helmi & Paramastri (1998) pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan
mengenai perilaku-perilaku atau aktivitas seksual yang lebih menekankan pada upaya-upaya
prevensi penyakit hubungan seksual. Pengetahuan seksual bukanlah tentang orang yang mau
melakukan hubungan seksual, tetapi bagaimana mereka bisa bertanggung jawab dengan
hubungan seksual itu sendiri dan bagaimana mereka bisa mengapresiasi dirinya sendiri
(Amiruddin, et al: 2005).
Berdasarkan paparan Nugraha (dalam Amrillah, et al: 2006) pengetahuan seksualitas
diartikan sebagai proses pembudayaan seksualitas diri sendiri dalam kehidupan bersama
orang lain ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Pengetahuan seksualitas
dapat menjadikan individu memiliki sikap dan tingkah laku seksual yang sehat dan
bertanggung jawab (Saringedyanti, 1991).
Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek pengetahuan
seksualitas dari Amrillah, et al (2006) dan Subiyanto (2005). Aspek-aspek tersebut meliputi
proses reproduksi, perkembangan seksual, ekspresi seksual, perilaku seksual, seks dan
kesehatan, perkawinan keluarga dan hubungan antar manusia, dan seks dan gender. Untuk
mencegah kebiasan, maka aspek perilaku seks ditiadakan.
3. Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak
Definisi kualitas komunikasi orangtua dan anak menurut Ramos & Bouris (2008)
adalah lebih dari percakapan dan berfokus pada pesan yang disampaikan, apa yang didengar,
dan pesan yang dimengerti. Menurut Hopson & Hopson (dalam Amrillah et al, 2006),
komunikasi antara orangtua dan anak dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak
memiliki hubungan yang baik dalam arti bisa saling memahami, saling mengerti, saling
mempercayai dan menyayangi satu sama lain, sedangkan komunikasi yang kurang
berkualitas mengindikasikan kurangnya perhatian, pengertian, kepercayaan, dan kasih sayang
di antara keduanya.
Komunikasi orangtua dan anak dikatakan efektif atau berkualitas bila kedua belah
pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi di antara keduanya merupakan hal yang
menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya. Komunikasi yang
efektif dilandasi adanya kepercayaan, keterbukaan, dan dukungan yang positif pada anak
agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua (Rakhmat,
1991).
Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi aspek yang
dikemukakan oleh Ramos & Bouris (2008) dan Handayani, et al (2008) yaitu isi komunikasi
116
(the content of communication), konteks komunikasi (the context of communication), waktu
komunikasi (the timing of communication), dan frekuensi komunikasi (the frequency of
communication).
4. Remaja MAN Gondangrejo Karanganyar
Madrasah Aliyah (disingkat MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada
pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Menengah Atas, yang pengelolaannya
dilakukan oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah aliyah ditempuh dalam waktu 3
tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Kurikulum madrasah aliyah sama dengan
kurikulum sekolah menengah atas, hanya saja pada Madrasah Aliyah terdapat porsi lebih
banyak muatan pendidikan agama Islam, yaitu Fiqih, akidah, akhlak, Al Quran, Hadits,
Bahasa Arab dan Sejarah Islam (Sejarah Kebudayaan Islam). Pelajar madrasah aliyah
umumnya berusia 15-18 tahun. SMA/MA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah,
sebagaimana siswa sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama
(atau sederajat) 3 tahun (www.wikipedia.com).
Organisasi kesehatan sedunia yaitu WHO (World Health Organization) membuat
definisi remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan; dari segi
kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur menunjukkan karakteristik seks yang
sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya
sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; dari segi sosial ekonomi. Ia adalah
individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas (BKKBN, 2008).
Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir
masa remaja dimulai dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun. (Hurlock, 1980). Selain batasan
usia yang menentukan kriteria seorang remaja Sarwono (2004) juga memberikan satu syarat
bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai remaja bila usianya 11 sampai dengan 24 tahun
dan belum menikah. Dalam hubungannya dengan undang-undang perkawinan ditegaskan
bahwa sebelum usia remaja diatas 21 tahun maka masih diperlukan izin orangtua untuk
menikah, karena waktu antara 16 atau 19 tahun inilah yang dapat disejajarkan dengan definisi
remaja dalam ilmu sosial lainnya.
Remaja ialah individu yang sedang mengalami masa peralihan; usianya 14 sampai 24
tahun dan belum menikah; dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur
menunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi
perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa;
117
dari segi sosial ekonomi, ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif
bebas.
Adapun ciri-ciri responden yang dipakai sebagai kriteria dalam penelitian ini adalah:
a. Remaja berusia 14-24 tahun.
b. Remaja tersebut belum menikah.
c. Pernah berpacaran.
Menurut Adikusuma, et al (2009) remaja yang berpacaran berpotensi melakukan
hubungan seks.
d. Kedua orangtua masih hidup atau tidak bercerai.
C. METODE PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi
orangtua dan anak sebagai variabel bebas dan perilaku seks bebas sebagai variabel
tergantung. Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut
:
a. Perilaku Seks Bebas
Perilaku seks bebas adalah segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual mulai dari
berkencan, berpelukan, berciuman (dari ciuman ringan sampai deep kissing), bercumbu,
meraba, petting (baik itu light petting sampai hard petting), dan bersenggama yang dilakukan
tanpa adanya ikatan perkawinan yang diungkap dengan skala perilaku seks bebas. Peneliti
memodifikasi skala penelitian berdasarkan aspek-aspek yang diungkapkan oleh Sarwono &
Samsidar (2004) dan Purnawan (2004), yaitu: berkencan, berpegangan tangan, berpelukan,
berciuman, meraba, masturbasi (wanita) dan onani (pria), seks oral (oral sex), petting, dan
intercourse (senggama). Seberapa tinggi tingkat perilaku seks bebas ditunjukkan oleh skor
yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan
yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3(N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk
pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3(N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang
diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa perilaku seks yang dimiliki tinggi,
demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka perilaku seks bebas rendah.
b. Pengetahuan Seksualitas
118
Pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan yang menyangkut cara seseorang
bersikap atau bertingkah laku seksual yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang
dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat, sehingga dapat
membahagiakan diri dan kehidupan seksualnya, yang lebih menekankan pada upaya-upaya
prevensi penyakit hubungan seksual dan ditempatkan dalam konteks keluarga dan
masyarakat yang diungkap dengan skala pengetahuan seksualitas. Peneliti memodifikasi
skala pengetahuan seksualitas berdasarkan aspek-aspek dari Amrillah, et al (2006) dan
Subiyanto (2005) yaitu: proses reproduksi, perkembangan seks, ekspresi seks, perilaku seks,
seks dan kesehatan, perkawinan, keluarga dan hubungan antar manusia, seks dan gender.
Untuk mencegah kebiasan, maka aspek perilaku seks ditiadakan. Seberapa tinggi
pengetahuan seksualitas ditunjukkan oleh skor yang diperoleh responden melalui model alat
ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3
(N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3 (N),
4(TS), 5(STS). Apabila skor yang diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa tingkat
pengetahuan seksualitas yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang
diperoleh rendah maka tingkat pengetahuan seksualitas yang dimiliki juga rendah.
c. Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak
Kualitas komunikasi orangtua dan anak ialah lebih dari percakapan dan berfokus pada
pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti, di mana proses
penyampaian atau pertukaran informasi antara orangtua dan anak dilandasi kepercayaan,
dukungan positif, keterbukaan, dan hubungan yang baik (bisa saling memahami, saling
mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain), sehingga tumbuh sikap
percaya anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua.
Variabel ini diungkap dengan skala kualitas komunikasi orangtua dan anak yang
dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Ramos & Bouris
(2008) dan Handayani, et al (2008). Aspek-aspek tersebut ialah meliputi isi komunikasi (the
content of communication), konteks komunikasi (the context of communication), waktu
komunikasi (the timing of communication), dan frekuensi komunikasi (the frequency of
communication). Seberapa tinggi kualitas komunikasi orangtua dan anak ditunjukkan oleh
skor yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk
pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3 (N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor
untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3 (N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang
diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa kualitas komunikasi orangtua dan anak
119
yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka kualitas
komunikasi orangtua dan anak yang dimiliki juga rendah.
2. Responden Penelitian
Adapun responden di dalam penelitian ini yaitu 40% dari populasi penelitian. Sampel
tersebut adalah 4 kelas siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar ialah sebanyak 67
orang.
3. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala yaitu skala
perilaku seks bebas, skala pengetahuan seksualitas, dan skala kualitas komunikasi orangtua
dan anak. Ketiga skala penelitian menggunakaan model likert yang telah dimodifikasi
menjadi lima kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan dalam skala penelitian ini mengandung
aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pemberian skor untuk
aitem favorable bergerak dari lima sampai satu untuk SS, S, N, TS dan STS, sedangkan skor
untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima untuk SS, S, N, TS dan STS. Uji
validitas dilakukan dengan meggunakan korelasi product moment, sedangkan uji reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yang diolah dengan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
Skala Perilaku Seks Bebas terdiri dari 38 aitem valid dengan koefisien reliabilitas
0,901. Skala Pengetahuan Seksualitas terdiri dari 32 item valid dengan koefisien reliabilitas
0,894. Skala Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak terdiri dari 31 item valid dengan
koefisien reliabilitas 0,858.
4. Teknik Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis analisis multiple
regression. Selanjutnya guna mempermudah perhitungan maka akan diolah dengan
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 16.0 for
windows.
120
(2-tailed)
Pengetahuan Seksualitas 0,563 0,909 (p>0,05) Normal
Kualitas Komunikasi 0,875 0,428 (p>0,05 Normal
Orangtua dan anak
Perilaku Seks bebas 0,865 0,442 (p>0,05) Normal
Sumber: Data diolah
121
Kualitas Komunikasi 1,358 0,195 Linear
Orangtua dan Anak
Sumber: Data diolah
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006). Uji autokorelasi dalam penelitian ini
adalah dengan Uji Durbin-Watson (D-W test) dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel Hasil Uji Durbin-Watson
Model Summaryb
122
Analisis data pada pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh pengetahuan seksualitas (X1), kualitas komunikasi orangtua dan anak (X2) dengan
perilaku seks bebas (Y). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda. Hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel Rangkuman Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Variabel Koef. t-hitung P
Regresi Std. value
Error
Konstanta 236,121
Pengetahuan seksualitas -0,595 0,181 -3,289 0,002
Kualitas komunikasi -0,615 0,165 -3,733 0,000
R 0,592
R-Squared 0,351
Adj. R-Squared 0,330
F-Hitung 17,279
Probabilitas F 0,000
Keterangan : Data primer yang diolah
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil pengolahan data untuk regresi linier berganda dengan menggunakan
komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 dapat
dilihat pada tabel 16 di atas. Berdasarkan tabel tersebut dapat disusun persamaan regresi
linier berganda sebagai berikut :
Y = 236,121 - 0,595X1 - 0,615X2 + e
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai
berikut:
(1). Nilai konstanta bernilai positif.
Hal ini menunjukkan bahwa apabila variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas
komunikasi orangtua dan anak konstan, maka perilaku seks bebas sebesar 236,121
satuan.
(2). Koefisien regresi variabel pengetahuan seksualitas (X1) bernilai negatif sebesar
0,595.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan negatif
dengan perilaku seks bebas. Artinya jika pengetahuan seksualitas semakin baik,
maka mengakibatkan perilaku seks bebas semakin menurun, dengan asumsi
variable kualitas komunikasi orangtua dan anak konstan.
(3). Koefisien regresi variabel kualitas komunikasi (X2) bernilai negatif sebesar 0,615.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai
123
hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Artinya jika kualitas komunikasi
orangtua dan anak semakin baik, maka perilaku seks bebas semakin menurun,
dengan asumsi variabel pengetahuan seksualitas konstan.
b. Uji Hipotesis secara parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel
independen/ variabel bebas secara individu. Pengujian regresi digunakan pengujian dua
arah (two tailed test) dengan menggunakan α=5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan
adalah sebesar 95%. Adapun t-tabel diperoleh 1,9977
(1). Pengujian terhadap variabel pengetahuan seksualitas
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t-hitung yaitu sebesar -3,289.
Oleh karena hasil uji t statistik (t-hitung) lebih besar dari nilai t-tabel (3,289 > 1,9977)
atau Pobabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05) maka Ho ditolak pada taraf
signifikansi 0,05. Hal itu berarti bahwa variabel pengetahuan seksualitas (X1)
mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas (Y). Hipotesis
pertama yang menyatakan “Terdapat hubungan antara pengetahuan seksualitas
dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo
Karanganyar” terbukti.
(2). Pengujian terhadap variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t-hitung sebesar -3,733. Oleh
karena hasil uji t statistik (t-hitung) lebih besar dari nilai t-tabel (3,733 > 1,9977) atau
probabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak pada taraf
signifikansi 0,05. Artinya bahwa variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak
(X2) mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas (Y). Hal ini
berarti hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara kualitas
komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar” terbukti.
c. Uji F
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
bersama-sama. Dengan menggunakan derajat keyakinan 5% dan n = 67 maka df = (2
; 64 diperoleh nilai F-tabel sebesar 3,15. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Ho diterima, F- hitung ≤ F- tabel( α ;k-1; n-k)
Ho ditolak, F- hitung > F- tabel( α ;k-1; n-k)
124
Berdasarkan hasil analisis uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 17,279
(17,279 > 3,15) dengan probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05), hal ini berarti variabel
pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak bersama
mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Hal ini berarti
hipotesis yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas
pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar”, terbukti.
d. Uji R2
Tingkat ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi yang
besarnya antara nol dan 1 (satu). Jika koefisien determinasi mendekati satu maka
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tergantung dengan sempurna atau
terdapat suatu kecocokan yang sempurna (variabel bebas yang dipakai dapat
menerangkan dengan baik variabel tidak bebasnya). Namun jika koefisien
determinasi adalah 0 (0) bararti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
tergantung.
Hasil perhitungan untuk nilai R2 dengan bantuan menggunakan komputer program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0, dalam analisis regresi berganda
diperoleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% variasi
perubahan perilaku seks bebas dijelaskan oleh variasi perubahan faktor-faktor pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi. Adapun sumbangan relatif masing-masing variabel yaitu
variabel pengetahuan seksualitas memberikan kontribusi sebesar 15,81% dan variabel
kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar 19,26%. Sementara sisanya sebesar 64,9%
diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi.
E. PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di MAN Gondangrejo Karanganyar. Kurikulum agama MAN
Gondangrejo Karanganyar relatif lebih banyak dibanding dengan sekolah menengah umum. Hal
ini berarti di sekolah tersebut telah ada langkah preventif untuk mencegah terjadinya perilaku
seks bebas. Akan tetapi yang terjadi di sana ialah fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh
siswa di sekolah tersebut pada tahun 2009. Selain itu di daerah Gondangrejo beredar VCD porno
yang dibuat oleh siswa sekolah menengah.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar (F=17,279
125
R=0,592 dengan p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat
hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Hal ini berarti
variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dapat dijadikan
variabel bebas atau prediktor untuk memprediksi atau mengukur perilaku seks bebas pada remaja
siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.
Pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap
atau bertingkah laku seksual yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya
dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat, sehingga dapat membahagiakan diri
dan kehidupan seksualnya, yang lebih menekankan pada upaya-upaya prevensi penyakit
hubungan seksual dan ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Hasil analisis dalam
penelitan ini menunjukkan bahwa pengetahuan seksualitas berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Pengaruh negatif menunjukkan
bahwa semakin baik pengetahuan seksualitas, maka dapat menurunkan perilaku seks bebas di
kalangan siswa.
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Laksmiwati (2008) yang memaparkan bahwa
terjadi atau tidak terjadi perilaku seks bebas sangat tergantung pada wawasan individu tentang
perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangat
dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang
dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula.
Kualitas komunikasi orangtua dan anak ialah lebih dari percakapan dan berfokus pada
pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti, di mana proses
penyampaian atau pertukaran informasi antara orangtua dan anak dilandasi kepercayaan,
dukungan positif, keterbukaan, dan hubungan yang baik (bisa saling memahami, saling mengerti,
saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain), sehingga tumbuh sikap percaya anak agar
anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua. Hasil analisis dalam
penelitian ini menyimpulkan bahwa Kualitas komunikasi berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap perilaku seks bebas, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).
Pengaruh negatif menunjukkan bahwa semakin baik kualitas komunikasi akan semakin
menurunkan perilaku seks bebas. Artinya jika kualitas komunikasi antara orang tua dan anak
semakin baik maka perilaku seks bebas akan semakin berkurang.
126
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Fisher (dalam Kadarwati, et al: 2008) yang
mengemukakan bahwa melalui komunikasi, orangtua mempunyai pengaruh yang besar terhadap
sikap dan perilaku seks remaja. Apabila orangtua bersedia berdiskusi mengenai seks dengan
baik, remaja cenderung menunda sexual intercourse yang pertama, dan mengembangkan sikap
seksual yang serupa dengan orangtuanya. Sayangnya menurut Hurlock (1980) hanya sedikit
remaja yang berharap mengetahui seluk beluk tentang seks orangtuanya.
Kualitas komunikasi antara orangtua dan anak dapat menghindarkan remaja dari perilaku
seksual pranikah, hal ini dikarenakan antara orangtua dan anak terjalin hubungan atau
komunikasi yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya diskusi, sharing, dan pemecahan
masalah secara bersama (Laily & Matulessy, 2004). Menurut Tjahyono (dalam Amrillah, et al :
2006) mencegah seksual bebas pada remaja adalah dengan meyakinkan agar individu merasa
dicintai dan diinginkan oleh kedua orangtuanya, remaja yang kurang kasih sayang dari orangtua
lebih mungkin mencari keintiman seksual dengan teman dekatnya sebagai kompensasi.
Remaja merasa tidak mendapatkan pengetahuan seksualitas yang cukup dari orangtuanya.
Selain itu budaya Indonesia membicarakan seks masih menjadi sesuatu yang tabu sehingga
seringkali para orangtua sungkan untuk membicarakan mengenai seksualitas kepada anak-anak
secara terbuka. Hal itu dibuktikan dalam penelitian ini bahwa hanya terdapat 28,4% dari
responden menyatakan bebas bertanya tentang seksualitas kepada orangtuanya.
Sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak pada masa dini sangat berpengaruh bagi
persepsi dan perilaku seksual remaja (Pangkahila, 2007). Melalui komunikasi yang baik,
orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan
perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Dengan komunikasi orangtua dan anak
yang baik, orangtua juga dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak
remajanya dan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (Wulandari, et al: 2006).
Sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka
lakukan. Seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi
jika harus menanggung risiko dari hubungan seksual tersebut.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam
pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja,
informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama
sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja
berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang
127
dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual
mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja
bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat.
Faktor pengetahuan atau pendidikan orangtua sangat mempengaruhi hal ini. Orangtua
dibesarkan dalam era yang menabukan dan menghindari pembicaraan mengenai seksualitas,
sedangkan era remaja saat ini menganggap masalah seksualitas sebagai suatu pengetahuan yang
sebaiknya diketahui. Persepsi remaja terhadap keterbukaan dan ketersediaan orangtua dalam
membicarakan masalah seksualitas bisa mempengaruhi keterbukaan remaja dalam
mengungkapkan keadaan diri yang sesungguhnya kepada orangtuanya, serta mempengaruhi
remaja dalam mengkomunikasikan rasa ingin tahunya. Hal inilah yang membuat remaja lebih
memilih membicarakan masalah seksualitas dengan teman sebayanya, mencari tahu lewat media
massa, dan sebagainya.
Pengetahuan seksualitas mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku seksual
remaja. Pengetahuan seksualitas yang tepat diharapkan mampu mengendalikan perilaku seksual
remaja. Informasi tentang seks yang keliru dapat disaring sehingga tidak berdampak negatif pada
remaja.
Komunikasi antara orangtua dan anak dapat berupa bimbingan orangtua yang meliputi
pemenuhan kebutuhan anak, pemberian motivasi, pendidikan agama dalam keluarga. Tujuan
dari komunikasi antara anak dengan orangtua adalah untuk memahami dirinya sendiri dan
lingkungan membuat keputusan secara cermat, untuk mengendalikan dorongan-dorongan atau
keinginan-keinginan yang kurang baik serta membantunya dalam menghadapi berbagai masalah
kehidupan pada umumnya agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang.
Adanya komunikasi yang baik dengan orangtua diharapkan anak mampu memilah mana
yang baik dan mana yang buruk tentang seks untuk dirinya sendiri. Ketika orangtua
mendengarkan anak secara aktif, kemampuan anak untuk mengungkapkan perasaan dan isi
hatinya dirangsang dan semakin meningkat. Melalui komunikasi yang baik, orangtua dapat
mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual
yang bertanggung jawab pada remaja.
Adapun mean skala pengetahuan seksualitas dalam penelitian ini adalah sebesar 114,75,
berarti rata-rata responden penelitian memiliki pengetahuan seksualitas sedang. Mean skala
kualitas komunikasi orangtua dan anak adalah sebesar 110,28 termasuk dalam kategori kualitas
komunikasi orangtua dan anak sedang. Sedangkan mean skala perilaku seks bebas adalah sebesar
100,04 yang berarti rata-rata responden memiliki perilaku seks bebas sedang.
128
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menunjukkan bahwa 79.8% remaja siswa-siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar mengaku pernah berpacaran. Sejumlah 83,6% dari responden
menyatakan orangtua berpesan bahwa keperawanan/ keperjakaan itu penting. Terdapat 76,1%
dari responden menyatakan bahwa orangtua memberikan pengarahan padanya mengenai
pentingnya nilai moral dan agama.
Sejumlah 52,2% siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar menyatakan bahwa
berpegangan tangan dengan lawan jenis itu adalah hal yang wajar. Berpegangan tangan tidak
menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba
aktivitas seksual yang lain. Banyak remaja yang dengan percaya diri berpacaran di muka umum,
bergandengan tangan dengan lawan jenis, berboncengan erat dan menempel dengan lawan jenis,
berciuman di taman, dan lain-lain. Dalam kondisi ramai, remaja dengan bebas mengekspresikan
perilaku seksual mereka. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus
dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan Amrillah, et al (2006)
kontribusi pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku
seks bebas adalah sebesar 53,1%. Adapun hasil perhitungan untuk nilai R2 dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% variasi perubahan perilaku seks bebas dijelaskan oleh
variasi perubahan faktor-faktor pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi. Sumbangan
relatif masing-masing variabel yaitu variabel pengetahuan seksualitas memberikan kontribusi
sebesar 15,81% dan variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar 19,26%. Sementara
sisanya sebesar 64,9% diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi.
Faktor-faktor lain perilaku seks bebas adalah fantasi erotis atau fantasi seks (Kelley,
2001). Menurut Rahardjo (2008) semakin sering fantasi erotis dilakukan individu akan semakin
besar pula kemungkinan keterlibatan individu dalam aktivitas seksual. Hawari (1997)
menambahkan bahwa pada hakikatnya mereka yang melakukan seks bebas adalah mereka yang
tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan atau impuls agresivitas seksual. Menurut
Carlos dalam Sarwono (1994), salah satu faktor penyebab perilaku seks bebas dan kehamilan
tanpa hubungan resmi pada remaja adalah kurangnya pendidikan seks yang baik dan banyaknya
informasi tentang seks yang tidak tepat.
Hasil penelitian Wahyudinata (2007) menyebutkan faktor lain dari perilaku seks bebas
yang muncul adalah karena pergeseran sikap seks di masyarakat. Pergeseran sikap seks tersebut
yaitu masyarakat yang semuala taat pada norma-norma perkawinan dalam konsep seks normatif
129
yang dibingkai dalam frame agama, kemudian tanpa disadari mulai meninggalkan konsep
tersebut ke arah norma-norma seks yang lebih modern, yaitu seks bukan lagi untuk kalangan
pasutri. Cara pandang seks dan seksualitas menyangkut dengan konstruksi sebuah kultur tertentu
(Soekanto CR, 2008). Hasil penelitian Rahardjo (2008) bahwa perilaku seks bebas juaga
dipengaruhi oleh sikap remaja terhadap tipe cinta eros dan ludus dan fantasi seksual. Kaplan, et
al (1997) menambahkan bahwa perkembangan seksualitas dan perkembangan untuk mencintai
memiliki efek yang timbal balik. Adapun menurut Hartono (2004) perilaku seks bebas
dipengaruhi oleh umur menarche, meningkatnya usia perkawinan, dan pengaruh lingkungan
sosial.
Pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi antara orangtua dan anak mempunyai
pengaruh yang penting dalam pembentukan sikap dan perilaku seks bebas remaja (Amrillaah, et
al : 2006). Pengetahuan seksualitas yang semakin luas dan komunikasi orangtua dan anak yang
berkualitas akan memungkinkan berkurangnya perilaku seks bebas. Adapun sebaliknya,
pengetahuan pengetahuan seksualitas yang minim yang komunikasi orangtua dan anak yang
kurang berkualitas akan memungkinkan timbulnya perilaku seks bebas. Oleh karena itu, untuk
langkah preventif timbulnya perilaku seks bebas di MAN Gondangrejo Karanganyar antara lain
adalah perlunya optimalisasi fasilitas perpustakaan yang menyediakan berbagai media dan buku
tentang kesehatan reproduksi, hubungan seksual yang sehat, dan lain sebagainya. Bimbingan dan
konseling dan guru agama juga berperan penting. Guru bimbingan dan konseling lebih optimal
melayani siswa-siswi ketika mereka mempunyai masalah ataupun memberikan informasi
mengenai pergaulan yang sehat. Adapun peran guru agama antara lain menanamkan nilai-nilai
moral dan agama dengan lebih gencar. Pada akhirnya perilaku seks bebas dapat dicegah sedini
mungkin.
F. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat
dari nilai F sebesar 17,279.>3,15 dengan probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini berarti
terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas
komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas siswa-siswi MAN Gondangrejo
Karanganyar.
130
b. Hubungan antara pengetahuan seksualitas dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-
siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat dari nilai t sebesar -3,289 > 1,9977 atau
pobabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,002<0,05). Hal itu berarti bahwa variabel pengetahuan
seksualitas mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Tanda negatif
menunjukkan jika pengetahuan seksualitas semakin baik, maka mengakibatkan perilaku seks
bebas semakin menurun, begitu pula jika pengetahuan seksualitas semakin rendah, maka
mengakibatkan perilaku seks bebas semakin meningkat.
c. Hubungan antara kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada
remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat nilai t sebesar -3,733 (-
3,733 > 1,9977) dengan probabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Artinya bahwa
variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan perilaku seks bebas. Tanda negatif menunjukkan jika kualitas komunikasi orangtua
dan anak semakin baik, maka perilaku seks bebas semakin menurun. Begitu pula, jika
kualitas komunikasi orangtua dan anak semakin rendah, maka perilaku seks bebas semakin
meningkat.
141
d. Besarnya sumbangan efektif kedua variabel secara bersama-sama sebesar 35,1%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peran pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi
orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas sebesar 35,1% dan selebihnya yaitu 64,9%
ditentukan oleh faktor yang lain. Adapun sumbangan relatif pengetahuan seksualitas terhadap
perilaku seks bebas adalah sebesar 15,81% dan sumbangan kualitas komunikasi orangtua dan
anak terhadap perilaku seks bebas sebesar 19,26%.
e. Perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar tergolong
sedang dengan nilai mean sebesar 100,4, pengetahuan seksualitas siswa tergolong sedang
dengan nilai mean sebesar 114,75, serta kualitas komunikasi orangtua dan anak siswa
tergolong sedang dengan nilai mean sebesar 110,28.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran-saran sebagai berikut :
a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan memperluas responden tidak hanya pada
remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar saja, tetapi dapat memperluas sampel
pada instansi yang lain sehingga daya generalisasi hasil penelitian dapat diperbesar.
b. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengembangkan variabel-variabel yang diteliti, sebab tidak
menutup kemungkinan bahwa dengan penelitian yang mencakup lebih banyak variabel akan
dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih baik.
131
c. Bagi pihak pendidik dan instansi sekolah sebaiknya mengoptimalkan peran guru agama serta
guru bimbingan dan konseling untuk memberikan pengarahan kepada anak didiknya sebagai
pencegahan terjadinya perilaku seks bebas.
d. Bagi remaja sebaiknya melatih diri untuk menyalurkan dorongan-dorongan seksual ke dalam
bentuk aktivitas lain yang lebih positif dan bermanfaat.
Daftar Pustaka
Abdurrouf, M., Ghazi, A., Zuhriya, I. 2004. Masa Transisi Remaja. Jakarta: Triasco Publisher.
ACCU (Asia/ Pacific Cultural Centre for UNESCO). 2006. A Preliminary Study of Sex Education
For The Purpose of Preventing Abortion And HIV Infection Among Young People.
Vietnam: Hosei University.
Adikusuma, W.R., Mariyah, E., Pangkahila, A., Sirtha, I.N. 2008. Sikap Remaja terhadap Seks
Bebas di Kota Negara: Perspektif Kajian Budaya. Jurnal elektronik
http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses tanggal 10 Maret 2009 Pukul 14.23 WIB).
Amiruddin, M. 2005. Menanggap Seks sebagai Tabu adalah Kejahatan Kemanusiaan. Jurnal
Perempuan No.41, Mei 2005: 115-120.
Amrillah, A.A., Prasetyaningrum, J., Hertinjung, W.S. 2006. Hubungan antara Pengetahuan
Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua-Anak dengan Perilaku Seksual
Pranikah. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol.8, No.1, Mei 2006: 24-34.
Arief T.Q, M. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CSGF (The
Community of Self Help Group Forum).
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Asmoro, K.G. 2009. Kamasutra dan Kecerdasan Seks Modern. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
_____, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI et al. 2008. Membangun Keluarga Sehat dan Sakinah
Panduan KIE Bagi Penyuluh Agama. Jakarta: BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI,
NU, MUI, dan DMI.
132
144
Berger, D., Bernard, S., Carvalho, G., Munoz, F., & Clement, P., 2007. Sex Education: Analysis of
Teachers and Future Teachers’ Conception from 12 Countries of Europe, Africa, and
Middle East. Research of Universite de Lyon Portugal.
Capaldi, D.M., Stoolmiller, M., Clark, S., Owen, L.D. 2002. Heterosexual Risk Behaviors in At-
Risk Young Men From Early Adolescences to Young Adulthood: Prevalence, Prediction,
and Association with STD Contraction. The American Psychology Association Journal of
Developmental Psychology: Vol.38, No.3, 394-406.
Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. (terjemahan: Kartono, Kartini). Jakarta: P.T.
Rajagrafindo Persada.
Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Hakim, A. R. 2001. www.waspadaonline.com. (Diakses tanggal 10 Mei 2008 Pukul 15.32 WIB).
Handayani, M.M, Suminar, D.R., Hendriani, W., Alfian, I.N., Hartini, N., 2008. Psikologi
Keluarga. Surabaya: Unit Penelitian dan Publikasi Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga
Hawari, D. 1997. AlQur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa.
Helmi, A.F. & Paramastri, Ira. 1998. Efektivitas Pendidikan Seksual Dini dalam Meningkatkan
Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi. Tahun XXV No.2, 25-34.
Ingledew, D.K & Ferguson, E. 2007. Personality and Riskier Sexual Behavior: Motivational
Mediator. Journal of Psychology and Health: 22 (3), 291-315.
Kadarwati, A., Lestari, S., Asyanti, S. 2008. Sikap Remaja terhadap Perilaku Seks Bebas: Lebih
Dipengaruhi Orang Tua atau Teman Sebaya. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala
Psikologi. Vol. 10. No.1, Mei 2008: 19-28.
Kalichman, S. C., & Weindhardt, L. 2001. Negative Effect and Sexual Risk Behavior: Comment
on Crepaz and Marks (2001). Journal of Health Psychology, Vol.20, No.4, 300-301.
133
Kaplan, H.I, Sadock, B.J., & Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku:
Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid II. (Terjemahan: Kusuma, W.). Jakarta: Binarupa
Aksara.
Kirby, D. 2007. New Research Identifies Effective Teen Sex Education Programs and Other
Intervention. Electronic Journal: www.StayTeen.org The National Campaign to Prevent
Teen and Unplanned Pregnancy (Diakses Tanggal 5 Agustus 2008 Pukul 13.15 WIB)
Kurniawan,Y, Kusumawardhani, N., Apsari,Y., Yusof, A.M. 2002. Peranan Pola Asuh Orang Tua
dalam Membentuk Perilaku Transeksual (Studi Kasus di Malaysia). Anima Indonesian
Psychological Journal. Vol.18.No.1, 3-13.
Laily, N. & Matulessy, A. 2004. Pola Komunikasi Masalah Seksual Antara Orang Tua dan Anak.
Anima Indonesian Psychological Journal. Vol.19, No.2, 194-205.
Laksmiwati, I.A.A. 2008. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja. Jurnal Elektronik
http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses tanggal 14 Maret 2009 Pukul 10.45 WIB).
Lestari, S. & Hertinjung, W.S. 2007. Sikap Ibu terhadap Pertanyaan Anak tentang Seksualitas.
Jurnal Psikologika No.24, Tahun XII, Juli 2007.
Madani, H.A., 2003. Seksualitas dalam Kerangka Berfikir Anak Kita. Jurnal Tazkiya Vol.3,
Nomor 2, Oktober, hal.67-72.
Mukti, A., Utamadi, G., Hambali., Sudrajat, L.A., Wijanarko, M., Sarwono, S., Soemardi.,
Adisusilo, S.H., Sukri, S.S.,Subandriyo,I. 2005. Kesehatan Reproduksi Remaja: Tela
Iritis Realitas. Kudus: Penerbit Program Studi Psikologi Universitas Sunan Muria
Notosoedirdjo, M. & Latipun. 2005. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang:
Penerbitan Universitas Muhammadiyah.
Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta:
Andi Offset.
Pangkahila, W. 2005. Seks yang Indah. Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara.
___________. 2007. Membangun Karakter Seksual dan Gender Anak Sejak Dini.
www.lk3web.info. (Diakses tanggal 8 Mei 2008).
134
Prasetya, B.E.A. 2007. Seks Pra Nikah di Mata Remaja Akhir. Jurnal Psikologi. Vol.19. No.1,
Maret 2007.
Patterson, C. J. 2008 Sexual Orientation Across the Life Span: Introduction to The Special Section.
The American Psychology Association Journal of Developmental Psychology: Vol.44,
No.1, 1-4.
Prihartini, T., Nuryoto, S., Aviatin, T. 2002. Hubungan antara Komunikasi Efektif tentang
Seksualitas dalam Keluarga dengan Sikap Remaja Awal terhadap Pergaulan Bebas antar
Lawan Jenis. Jurnal Psikologi Tahun XXIX No.2:124-139.
Priyatno, D. 2009. SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta: Gava
Media.
Purnawan, I. 2004. Seksualitas. www.unsoed.ac.id. (Diakses tanggal 19 Maret 2009 Pukul 15.44
WIB).
Quadara, A., Carmody, M. & Willis, K. (2006). Review: Developing ethical sexual lives: Young
people, sex and sexual assault prevention. Sydney: University of Western Sydney.
Rahardjo, W. 2008. Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Pria: Kaitannya dengan Sikap
terhadap Tipe Cinta Eros dan Ludus, dan Fantasi Erotis. Indigenous, Jurnal Ilmiah
Berkala Psikologi. Vol. 10. No.1, Mei 2008:1-2.
Ramos, G. V. & Bouris, A., 2008. Parents Adolescent Communication About Sex in Latino
Families: A Guide of Practitioners. Washington: The National Compaign to Prevent
Teen and Unplanned Pregnancy.
Resminawati & Triratnawati, A. 2006. Proses Internalisasi Nilai-nilai Budaya dalam Kaitannya
dengan Hubungan Seksual Pranikah pada Remaja Bugis-Bone di Makasar. Akademika:
Jurnal Kebudayaan, Vol 4., No.2, Oktober.
Santrock, J.W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid II.
(Terjemahan: Damanik, J. & Chusairi, A.). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S.W. & Samsidar, A. 2004. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks. Yakarta:
Rajawali Press.
Sarwono, S.W. 1994. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja. Jakarta: C.V.Rajawali.
Silva, M. 2002. The effectiveness of School-based Sex Education Programs in The Promotion of
Abstinent Behavior: a Meta-analysis. Health Education Research Theory & Practice:
Vol.17 no.4 2002, Pages 471-481.
Soekatno CR, O. 2008. Psikologi Seks: Menyingkap Problem Psikososial dan Psikoseksual
Selebritis. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
135
Strange, V., Forrest, S., Oakley, A., & The Ripple Study Team. 2002. Peer-led sex Education –
Characteristics of Peer Educators and Their Perceptions of The Impact on Them of
Participation in a Peer Education Programme. Health Education Research: Vol.17, No.3,
327-337.
Stasburger, V. C. 2005. Adolescents, Sex, and The Media: Ooo, Baby, Baby –a Q-A.
www.adolescent.theclinics.com. Journal of Adolescent Medicine Clinic, Med: 16, 269-
288. (Diakses tanggal 5 Agustus 2008 Pukul 10.25 WIB).
Subiyanto, P. 2005. Smart Sex Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pranikah. Jakarta:
P.T. Gramedia Pustaka Utama.
Suryoputro, A., Ford, N.J., Shaluhiyah, Z., 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya tehadap Kebijakan dan Layanan
Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Makara, Kesehatan: Vol. 10 No.1 Juni, hal 29-40.
Thomas, C.L. & Dimitrov, D.M., Effect of Teen Pregnancy Prevention Program on Teens’
Attitudes Toward Sexuality: A Latent Trait Modeling Approach. 2007. The American
Psychology Association Journal of Developmental Psychology, Vol.43 No.1, 173-185.
Wahyudinata, M., 2007. Televisi dan Pergeseran Konsep Seks Normatif: Pengaruh Tayangan
Pornomedia Televisi dan Agama terhadap Sikap Seks Mahasiswa S1 Kota Surabaya.
Jurnal Ilmiah Scriptura: Vol. 1, No.1, Januari.
Wulandari, K., Yuwono, S., Pratisti, W.D. 2006. Perilaku Seksual Ditinjau dari Kualitas
Komunikasi Orang Tua-Anak. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi:. Vol.8 No.2
Zanden, J.W.F. 1985. Human Development Third Edition. New York: Alfred A. Knopf.
Zubaidi, A. 2008. Khutbah Jumat Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI, PBNU, MUI, dan DMI.
136
HUBUNGAN LINGKUNGAN PERGAULAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKS BEBAS
PADA REMAJA
Oleh :
APRI SULISTIANINGSIH
R0106003
2010
i
HALAMAN VALIDASI
APRI SULISTIANINGSIH
R0106003
Pada Tanggal___________________
ii
HALAMAN PENGESAHAN
APRI SULISTIANINGSIH
R0106003
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
untuk semuanya.
iv
Motto
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
"Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan
di antaranya ada perkara yang samara-samar yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)
nya. Barang siapa yang menghindari perkara samara-samar, maka ia telah membersihkan agama dan
kehormatannya. Barang siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samara-samar maka ia telah jatuh
ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik
orang lain) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki
larangan (undang-undang), ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula
seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal
Selalu berusaha dalam setiap amanah yang dikerjakan dengan sungguh – sungguh kemudian
v
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dan
tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling
dengan subyek penelitian 50 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner.
Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi product moment dan regresi ganda dengan
menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 17.
Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi yang kuat (0,703) dan signifikan ((p)
0,000) antara lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan sikap seks bebas remaja. Hasil uji statistik regresi berganda diketahui persamaan
Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2 dengan nilai keberartian F 23,005 dan sumbangan
efektif sebesar 49,50%.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat
dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas Pada Remaja. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak
lepas dari dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bimbingan, dorongan dan nasehat-
nasehat. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. M. Syamsulhadi, dr, SpKJ (K) Selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
3. Bapak H. Tri Budi W, dr, Sp.OG (K), Ketua Program Jurusan D-IV Kebidanan
4. Bapak Mochammad Arief Tq,.dr,MS.,PHK selaku ketua TIM Karya Tulis Ilmiah
5. Ibu Munawaroh, S.ST, S.KM, M.Kes, selaku pembimbing utama atas semua
membimbing penulis
vii
6. Bapak S. Bambang Widjokongko, dr, PHK, M.Pd Ked, pembimbing pendamping
atas semua bimbingan, pengarahan dan waktu yang telah diberikan untuk
membimbing penulis
7. Ibu Muthmainah, dr, M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dan
8. Ibu Nurul, Spd selaku Waka I SMKN 4 atas ijin dan bantuan yang telah diberikan
9. Ibu Dra Sri Supartini,MM selaku kepala sekolah SMKN 6 dan Bapak Hendri
Maryanto selaku Waka 1 SMKN 6 atas ijin dan bantuan yang telah diberikan dalam
mengerjakan penelitian
Sebelas Maret Surakarta atas bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis berharap saran dan kritik dari
pembaca semua untuk kebaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga berharap
Apri Sulistianingsih
viii
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO........................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xv
C. Tujuan ..................................................................................... 4
D. Manfaat ................................................................................... 5
ix
1. Remaja ............................................................................. 7
3. Pengetahuan..................................................................... 12
a. Pengertian ................................................................... 12
a. Pengertian ................................................................... 14
5. Sikap ................................................................................ 22
a. Pengertian ................................................................... 22
x
6. Seks bebas ......................................................................... 27
a. Pengertian................................................................. 27
C. Hipotesis ................................................................................ 31
xi
D. Pengujian Hipotesis dan Analisis Data Hubungan
BAB V. PEMBAHASAN................................................................................... 67
A. Kesimpulan ................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dan
tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling
dengan subyek penelitian 50 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner.
Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi product moment dan regresi ganda dengan
menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 17.
Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi yang kuat (0,703) dan signifikan ((p)
0,000) antara lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan sikap seks bebas remaja. Hasil uji statistik regresi berganda diketahui persamaan
Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2 dengan nilai keberartian F 23,005 dan sumbangan
efektif sebesar 49,50%.
xiii
ABSTRACT
Young people are the backbone of the nation, it is also highly dependent on the culture
of the community. Including the importance of providing a filter against it - the negative
things on teenagers, one of them is free sex. Indonesian adolescent knowledge related to
reproductive health is still very limited. The community is still considered taboo all
things related to sex and extension of the government is still lacking. While the teen
social circle more and more difficult to control.
The purpose of this study is to determine the relationship of environmental and the level
of knowledge of reproductive health with free sex attitudes in adolescence. This study
uses an analytic observational study design with cross sectional approach. The sampling
technique used was simple random sampling with 50 student subjects. Data was
collected using questionnaires. Test hypothesis using product moment correlation
analysis and multiple regression using SPSS version 17.
Results of data analysis showed a strong correlation (0.703) and significantly ((p)
0.000) between social environment and reproductive health knowledge and level of free
sex with teen attitude. Results of multiple regression equation Y = 10.237 unknown +
0.593 X1 + 1.165 X2 significance F value 23.005 and effective contribution amounting
to 49.50%.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar
lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada
yang negatif, yang antara lain : minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang,
Masa remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa yang pada masa
ini individu mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis.
2001).
remaja, agar remaja mengetahui fungsi – fungsi reproduksi secara benar dan
(Yuliadi, 2010).
xv
Remaja Indonesia mencakup 37% dari penduduk, tetapi informasi
berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang ditujukan pada mereka dan yang
mereka miliki sangat sedikit. Masyarakat masih menganggap tabu segala sesuatu
dan pendidikan seks. Oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber informasi
sebayanya, bisa saja penjelasan yang kurang lengkap dari orang tua, membaca
menunjukkan tentang penelitian terhadap 164 orang terdiri atas 139 subjek laki –
laki dan 29 subjek wanita pada siswa – siswi kelas III SMA di kota Surakarta
dengan hasil 43,17 % subjek laki – laki kadang – kadang melakukan onani, 36%
subjek wanita tidak pernah melakukan masturbasi, 41,73% subjek laki – laki
melakukan hubungan seks pada usia 15 – 17 tahun dan 60% subjek wanita pada
usia 15 tahun, 42,45% laki – laki melakukan hubungan seks pada usia 18- 19
tahun dan 28% subjek wanita. Terdapat 2,88% subjek laki – laki dan 11,5%
xvi
subjek wanita melakukan hubungan seks pada usia 12-14 tahun. Sebagian besar
alasan subjek laki – laki adalah bukti rasa cinta sebanyak 47,73%. Sedangkan
44% subjek wanita melakukanan hubungan seks pertama kali didasari keinginan
Padahal potensi terjadinya seks bebas di kalangan remaja sengat besar. Hal ini
mendorong remaja melakukan seks bebas yaitu dari faktor internal dan
Surakarta yang strategis dengan pusat kota, sehingga lingkungan pergaulan pada
didapatkan dari penyuluhan yang dilakukan oleh BKKBN setiap satu tahun
xvii
frekuensinya maksimal satu tahun sekali. Hal tersebut dapat meningkatkan
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
xviii
Memberikan sumbangan teoritis tentang hubungan lingkungan pergaulan
2. Manfaat praktis
a. Institusi pendidikan
remaja.
b. Institusi sekolah
bebas tidak terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan hasil
c. Subjek penelitian
xix
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Remaja
xx
Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa
pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali
ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006).
Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa
remaja awal 10 -12 tahun, masa remaja tengah 13 – 15 tahun dan masa remaja
Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas,
lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri
khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan
abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu
mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir
Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan
mengalami rasa malu yang berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum
xxi
diketahui, keinginan untuk menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok
(Fatimah, 2006).
genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki – laki ditandai dengan mulai
keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai
perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada
organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan
(Soetjiningsih, 2004).
Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit
muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara
membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar
(LH) yang akan mematangkan sel leidig dan mengeluarkan hormon testosteron
serta hormon estrogen pada wanita sebelum menstruasi. Selama pubertas pada
anak laki – laki kadar hormon testosteron meingkat melebihi 20 ng/dl, yang
sebelumnya selama anak – anak lebih kecil dari 10 ng/dl (Soetjiningsih, 2004).
2. Lingkungan Pergaulan
xxii
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita dan
tersebut ada yang kita terima secara langsung dan tidak langsung.
yang tidak baik yang diterimanya dalam interaksi menjadi hal yang biasa
(Yunita,2009).
biasanya lebih suka dengan pergaulan yang bebas dengan teman sebaya,
karena teman sebaya dapat dijadikan teman akrab dan teman curhat (curahan
hati). Walaupun orang tua dapat dijadikan teman untuk bicara, tetapi remaja
xxiii
lebih suka bercerita dan bergaul dengan teman – temannya, sehingga para
remaja harus lebih berhati – hati dalam memilih teman (Putera, 2008).
berbagai dasar :
1) Menurut siapa yang terlibat dalam pergaulan itu, maka pergaulan dapat
dibedakan menjadi :
membedakan meliputi :
1) Lingkungan keluarga
xxiv
Dalam keadaan normal, maka lingkungan pertama yang berhubungan
dengan anak adalah orang tuanya, saudaranya, atau mungkin kerabat dekat
suasana keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan keluarga (Hadi,
2005).
2) Lingkungan sekolah
serta interaksi sosial dan komunikasi personal antar warga sekolah (Hadi,
2005).
3) Lingkungan masyarakat
xxv
a) Pola kehidupan masyarakat
b) Teman bergaul
3. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan
b. Tingkatan pengetahuan
1) Tahu (know)
2) Memahami (comprehension)
xxvi
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
3) Aplikasi (application)
4) Analisis (analysis)
5) Sintesis (synthesis)
baru.
6) Evaluasi (evaluation)
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek
2003).
xxvii
Dari adanya pengetahuan dari objek tertentu seseorang dapat mengolah
2009).
4. Kesehatan Reproduksi
a. Pengertian
dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
b. Alat reproduksi
Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar (dapat dilihat karena
xxviii
kemaluan/labia mayora, 2) bibir dalam kemaluan/labia minora, 3)
xxix
2) Alat reproduksi laki – laki
Sedangkan alat reproduksi laki – laki terdiri dari penis dan kantung zakar,
WHO, 2003).
a) Labia mayora
b) Labia minora
xxx
Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora.
c) Klitoris
mengeluarkan darah.
e) Vagina
f) Rahim
Bentuk rahim seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram. Rahim
g) Tuba fallopii
h) Ovarium
xxxi
mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan. Pada saat telur dikeluarkan
a) Penis
senggama.
b) Testis
Testis disebut juga buah zakar. Testis berada di luar yang dibungkus
testis. Spermatozoa tidak tahan panas dan tidak tahan suhu dingan.
c) Epididimis
melakukan pembuahan
d) Kelenjar prostat
e) Vas deferens
xxxii
Vas deferens merupakan kelanjutan dari saluran epididimis yang dapat
reproduksi adalah :
3) Faktor Psikologis
4) Faktor Biologis
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada remaja menurut Depkes dan
xxxiii
2) Tanda – tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita. Seperti
menjadi indah
3) Haid/ menstruasi hal – hal lain yang perlu diperhatikan saat haid. Seperti
4) Ereksi
5) Onani
6) Mimpi basah
Mimpi basah (emisi noktural) adalah pengeluaran cairan semen pada laki
– laki saat tidur. Mimpi basah biasa dialami oleh remaja laki – laki,
2009)
xxxiv
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui
hubungan seksual. Penularan tersebut dapat terjadi pada perilaku seks bebas
(seks pra-nikah, berganti – ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta
hubungan seksual sebelum menikah, bagi remaja yang sudah menikah harus
saling setia. Wanita perlu diketahui bahwa risiko tertular PMS lebih besar
dari laki- laki, sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan (Depkes RI dan
WHO, 2003).
Pengetahuan yang tepat, benar dan terarah akan membantu siswa memiliki
5. Sikap
a. Pengertian
xxxv
1) Menerima (receiving).
2) Merespons (responding)
3) Menghargai (valuing)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
xxxvi
dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka
1) Pengalaman pribadi
Hal – hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan
2005).
xxxvii
Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang
3) Pengaruh kebudayaan
4) Media massa
konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
(Azwar, 2005).
6) Jenis kelamin
xxxviii
Kadar hormon testosteron laki – laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi
2006).
7) Pengetahuan
2) Sikap dapat berubah – rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap
4) Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
(Azwar, 2005).
e. Sifat sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar,
2005):
xxxix
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
6. Seks Bebas
a. Pengertian
Seks Bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh laki – laki dan
xl
Ancaman pola hidup seks bebas secara umum baik di pondokan atau kos-kosan
Menurut Dian dalam Rauf (2008), di Jakarta dari tahun ke tahun data
remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar
Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah
anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan
menghendaki. Seks bebas juga dapat meningkatkan risiko kanker mulut rahim.
Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena
penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat (Rauf, 2008).
1) Bagi remaja
a) Remaja pria menjadi tidak perjaka dan remaja wanita menjadi tidak
perawan.
xli
c) Remaja putri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran
kehamilan.
masa depan).
kesempatan kerja.
2) Bagi keluarga
di lingkungannya (ejekan).
3) Bagi masyarakat
menurun.
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu waktu atau saat mengalami pubertas, kontrol
sosial yang kurang tepat, frekuensi pertemuan dengan pacar, hubungan antar
xlii
mereka makin romantis, kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk
mendidik anak memasuki masa remaja dengan baik, kurangnya kontrol dari orang
tua, status ekonomi, korban pelecehan seksual dan tekanan dari teman sebaya.
Penggunaan obat - obat terlarang, dan alkohol, kehilangan kontrol sebab tidak tahu
batas – batas yang boleh dan yang tidak boleh, adanya kebutuhan badaniah, adanya
xliii
B. Kerangka Konsep
Informasi
Persepsi
Variabel Luar:
a. Pengalaman pribadi
b. Kebudayaan Sikap Seks Bebas
c. Media Massa
d. Lembaga Agama
e. Jenis kelamin
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
C. Hipotesis
xliv
Ada hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan reproduksi dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan survei atau pengukuran
terhadap variabel bebas dan variabel terikat yang pengumpulan datanya dilakukan
pada satu periode tertentu dan pengamatan hanya dilakukan satu kali selama
permasalahan yang ada sekarang dan untuk menguji hubungan suatu variabel
dengan variabel yang lain dengan ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien
korelasi.
X1
1
3 Y
X2 2
Keterangan:
xlv
X1 : Lingkungan pergaulan
seks bebas
Pada sebuah penelitian memerlukan suatu tempat dan waktu yang akan
1. Tempat penelitian
SMKN 6 Surakarta.
2. Waktu penelitian
C. Populasi Penelitian
1. Populasi target
xlvi
2. Populasi aktual
Populasi aktual pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMKN 6 Surakarta
Dengan jumlah populasi atau kelompok subyek penelitian yang besar, maka
tidak memungkinkan bagi seorang peneliti untuk meneliti seluruh populasi yang
ada. Untuk itu, diperlukan sampel dan cara pengambilan sampel yang benar
1. Sampel
2. Teknik Sampling
E. Kriteria Restriksi
1. Kriteria Inklusi
xlvii
a. Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah seluruh siswa
2. Kriteria Eksklusi
Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria eksklusi adalah siswa kelas 11
1. Variabel bebas :
a. Lingkungan pergaulan .
teman sebaya.
Skala : Interval
Skala : Interval.
xlviii
2. Variabel terikat :
Skala : Interval.
G. Instrumentasi
2005). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner. Data yang diperlukan
yaitu:
jenis angket tertutup dengan bentuk rating-scale yaitu kuesioner yang telah
Bentuk rating-scale yang dimaksud adalah dengan memberi tanda centang ()
terhadap angket digunakan skala likert. Pada skala likert persetujuan responden
xlix
Tabel 3.1. Skor jawaban lingkungan pergaulan.
Alternatif Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju ( S ) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
memilih salah satu dari dua alternatif jawaban yaitu B untuk Benar dan S untuk
l
Tabel 3.3 : Hasil pengukuran tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
Kategori Interval nilai
Sangat Baik : 30-33
Baik : 26-29
Cukup Baik : 22-25
Tidak Baik : 17-21
Sangat Tidak Baik : ≤16
jenis angket tertutup dengan bentuk rating-scale yaitu kuesioner yang telah
Bentuk rating-scale yang dimaksud adalah dengan memberi tanda centang ()
terhadap angket digunakan skala likert. Pada skala likert persetujuan responden
li
Sangat Tidak Setuju : 106-120
Tidak Setuju : 91-105
Kurang Setuju : 76-90
Setuju 61-75
Sangat Setuju ≤60
Sumber : Machfoedz, 2007
penelitian, maka angket harus diuji coba terlebih dahulu. Uji coba angket
dilakukan kepada sejumlah individu di luar sampel yang akan diteliti. Hal ini
kriteria validitas dan reliabilitas, sebab instrumen yang baik harus memenuhi
kedua persyaratan tersebut (Arikunto, 2006). Try out dilakukan pada siswa
lii
SMK lain di lingkungan yang dekat SMKN 6 Surakarta yang tidak digunakan
untuk penelitian sebanyak 30 orang yaitu SMKN 4 Surakarta. Hal ini sesuai
hasil mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba
pada penelitian ini, maka peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas.
(Arikunto, 2006)
Keterangan:
Y : Skor total
N : Jumlah subyek
liii
n : Jumlah responden
Sebuah item pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung > r tabel pada
taraf signifikansi 5 %.
2006):
r11 = k 1 - b
2
( k - 1) 2 t
Keterangan:
2 t : Varians total
(2006 ) :
masyarakat.
Jumlah 21 13
lv
remaja
33
Jumlah: 16 17
berpacaran
3,
24, ,17,18,19,20
,25,26,27,29
,30
Jumlah: 12 17
1. Pengumpulan Data.
2. Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul, data tersebut diolah secara manual dan
lvi
a. Editing
b. Coding
c. Tabulating
I. Analisis Data
2. Teknik analisis multivariat regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus yang
prediktor variabel bebas terhadap variabel terikat. Selain itu teknik tidak hanya
bantuan program komputer SPSS versi 17. Menurut Sudjana (2003), dalam
lvii
penggunaan analisis regresi ganda harus memenuhi beberapa persyaratan
antara lain:
normal.
1) Uji Normalitas
Bila data tidak normal maka teknik analisis parametrik tidak dapat
lviii
(lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi)
Uji ini untuk melihat apakah model regresi juga linier, yang di uji
Variasi
Total n -
Regresi ( a) 1
Regresi ( b/a) 1
JKReg= JK (b/a) S2Reg = JK (b/a)
Residu n-2
lix
Kekeliruan n-k JK (E)
F1 =
F2 =
Keterangan :
F1 = Harga Keberartian
F2 = Harga Linearitas
Kriteria :
lx
1) Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X1 terhadap Y dan
Product Moment.
(Sugiyono, 2007)
Keterangan:
a1 : Koefien prediktor X1
a2 : Koefien prediktor X2
maka dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien korelasi dalam tabel
koefisien korelasi.
Ŷ = a 0 + a 1X 1 + a 2 X 2
a0 = Y – a1 X1 – a2 X2
(Sudjana, 2003)
Keterangan:
a0 : Konstanta a
prediktornya. Apabila Fhitung > Ftabel, untuk taraf kesalahan 5%, maka
digunakan rumus: .
(Sugiyono, 2007)
Keterangan :
lxii
N = cacah kasus (banyaknya sampel)
X 1 dan X 2 terhadap Y
R2 = JK (Reg) x 100%
JK (T)
SE% X1 = SR% X1 x R2
SE% X2 = SR% X2 x R2
(Hadi, 2002)
Keterangan:
SE = Sumbangan Efektif
JK (reg)
JK (reg)
Keterangan:
SR = Sumbangan Relatif
(Hadi, 2002).
BAB IV
HASIL PENELITIAN
sebanyak 33 item, didapatkan hasil kuesioner yang valid dan reliabel sebanyak
33 item.
siswa kelas 11 sebanyak 34 item, didapatkan hasil kuesioner yang valid dan
siswa kelas 11 sebanyak 30 item, didapatkan hasil kuesioner yang valid dan
Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, seluruh kuesioner yang valid dan
program serial statistic SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17.
lxv
1. Analisis deskriptif karakteristik data
a. Jenis Kelamin
b. Umur
Tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa 56% responden berusia 16 tahun,
lxvi
Teman 0 0
Pacar 0 0
Orang Tua 10 20
Guru 14 28
Majalah 5 10
Petugas Kesehatan 14 28
Internet 7 14
Total 50 100
Sumber: Data primer, April 2010
lxvii
120-136 (Sangat Mendukung) 6 12
103-119 (Mendukung) 35 70
86-102 (Cukup mendukung) 9 18
69-85 (Tidak mendukung) 0 0
≤68 (Sangat Tdk Mendukung) 0 0
Total 50 100
Sumber: Data Primer, April 2010
pada 50 responden. Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa 70%
lxviii
reproduksi cukup baik. Berdasarkan hasil sebaran diskripsi diatas dapat
Berdasarkan Tabel 4.6 diatas data dapat diketahui bahwa 62% remaja
1. Uji Normalitas
lxix
Sebelum dilakukan analisis data, maka variabel penelitian tersebut dilakukan
uji normalitas data dengan menggunakan uji one sampel Kolmogorov Smirnov
bahwa:
c. Harga signifikansi (Asymp.Sig) pada data sikap seks bebas adalah 0,062,
2. Uji Linieritas
Menurut Sugiyono (2007), jika data itu normal maka antara variabel
(linear). Garis linier (lurus) dapat dilihat dari grafik dibawah ini:
lxx
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa penyebaran plot (titik)
terdapat pada sumbu diagonal dari grafik. Plot (titik) menyebar disekitar garis
diagonal atau mengikuti arah garis diagonal yang menunjukkan garis lurus
bahwa uji normalitas dan linieritas telah terpenuhi sehingga dapat dilakukan uji
statistik regresi ganda. Selain itu, dikatakan linear jika F hitung dengan
signifikansi > 0.05 (α) pada lampiran 13. Didapatkan hasil perhitungan antara
X1 dengan Y didapatkan nilai F hitung signifikansi = 0,174 > 0,05 yang berarti
1. Hubungan antara lingkungan pergaulan (X1) dengan sikap seks bebas (Y)
yang dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hasil tersebut, maka bentuk
15, 421 + 0,834 X1. Dengan demikian, hasil uji koefisien regresi pada
pergaulan) dapat menjelaskan variasi nilai terikat (sikap seks bebas) dapat
dilihat pada uji F dalam tabel ANOVA pada lampiran 14. Jika nilai F
hitung > dari F tabel dengan melihat besar df, maka variabel bebas dapat
pada lampiran 14, maka dapat diketahui bahwa F hitung (28,570) > F tabel
lxxii
Untuk menguji hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak yaitu
dalam uji regresi di bawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima dan
Ho ditolak (Riwidikdo, 2009). Dari tabel ANOVA pada uji regresi antara
sangat signifikan.
(5,349), sedangkan t tabel (2,01). Dengan demikian, t hitung > dari t tabel,
terhadap sikap seks bebas (Y) dapat dilihat dari nilai koefisien determinan.
demikian, dapat dijelaskan bahwa varian sikap seks bebas yang ditentukan
lxxiii
oleh lingkungan pergaulan adalah 37,30% sedangkan 62,70% ditentukan
bebas (Y)
tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas. Hal ini
pada tabel Model Summary di lampiran 15. Hal ini dapat dikatakan bahwa
ditunjukkan pada tabel Coefficient di lampiran 15. Jadi hasil uji koefisien
reproduksi semakin baik, maka akan semakin tidak setuju terhadap sikap
seks bebasnya.
lxxiv
Untuk mengetahui apakah variasi nilai variabel bebas dapat
menjelaskan variasi nilai variabel terikat, maka dapat dilihat pada uji F
dalam tabel ANOVA di lampiran 15. Jika nilai F hitung > dari F tabel
dengan melihat besar df, maka variabel bebas dapat menjelaskan variasi nilai
variabel terikat. Dengan melihat tabel ANOVA pada lampiran 15, maka
dapat diketahui bahwa F hitung (25,168) > F tabel dengan df (1,48) sebesar
lampiran 15 dalam uji regresi di bawah atau sama dengan 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak (Riwidikdo, 2009). Dari tabel ANOVA pada uji
bebas remaja diperoleh signifikansi 0,000 dengan demikian p < 0,05, yang
tabel (Hartono, 2009). Jika t hitung > t tabel, maka koefisien korelasinya
lebih besar dari t tabel, yang berarti koefisien hubungan tingkat pengetahuan
lxxv
kesehatan reproduksi dan sikap seks bebas signifikan. Jadi hal ini
bahwa varian sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh tingkat
reproduksi dengan sikap seks bebas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
b1.X1 + b2.X2, jadi Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2. Sehingga hasil uji
menjelaskan variasi nilai variabel terikat (sikap seks bebas) dapat dilihat
pada uji F dalam tabel ANOVA di lampiran 16. Jika nilai F hitung > dari F
tabel dengan melihat besar df, maka variabel bebas dapat menjelaskan
variasi nilai variabel terikat. Dengan melihat tabel ANOVA pada lampiran
16, dapat diketahui bahwa F hitung (23,005) > F tabel dengan df (2,47)
remaja.
dalam uji regresi di bawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima dan
Ho ditolak (Riwidikdo, 2009). Dari tabel ANOVA pada uji regresi antara
pada tabel Coefficient pada lampiran 16. Untuk menggunakan koefisien uji
t tabel (Hartono, 2009). Jika t hitung > t tabel, maka koefisien korelasinya
Dengan demikian, t hitung lebih besar dari t tabel, yang berarti koefisien
dijelaskan bahwa varian sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh
lxxix
BAB V
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, yang menjadi subtyek penelitian adalah remaja SMK Negeri
6 Surakarta. Keseluruhan responden merupakan siswa kelas XI. Subyek penelitian ini
telah memenuhi kriteria yang ditentukan, yaitu siswa kelas XI SMK N 6 Surakarta yang
menggunakan kuesioner.
Berdasarkan hasil analisis data pada lingkungan pergaulan dengan sikap seks
dengan sikap seks bebas yang ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi
sebesar 0,611. Hal ini memberikan makna bahwa lingkungan pergaulan dapat
baik akan berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang. Hal-hal yang tidak baik
yang diterimanya dalam interaksi menjadi hal yang biasa baginya. Lingkungan dan
pergaulan yang tidak baik dapat mempengaruhi seseorang untuk melanggar norma-
norma yang ada di dalam masyarakat. Hal ini berlaku pada kondisi sebaliknya.
(Yunita,2009).
lxxx
Di dalam lingkungan pergaulan remaja terdapat beberapa lingkungan seperti
tinggal bersama orang tua maupun di kos - kosan tidak lepas dari interaksi dengan
contohnya pola kehidupan masyarakat, teman bergaul, media massa. Salah satu
dengan sikap seks bebas remaja menghasilkan arah regresi b sebesar 0,834 dan
persamaan regresi tersebut dapat diartikan bahwa bila skor lingkungan pergaulan
bertambah, maka sikap seks bebas remaja juga akan bertambah dengan konstanta
0,834. Sehingga hasil uji koefisien regresi pada penelitian ini adalah, apabila
lingkungan pergaulan semakin mendukung, maka semakin tidak setuju sikap seks
yaitu sebesar 0,373, hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat adalah 37.30%. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa variasi
sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh lingkungan pergaulan adalah 37.30%.
sedangkan 62,70% ditentukan oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Azwar (2005), yang menyatakan bahwa sikap seks bebas dipengaruhi oleh berbagai
reproduksi dengan sikap seks bebas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan
kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas menghasilkan arah regresi b sebesar
1,750 dan konstanta a sebesar 58,831. Dengan demikian bentuk hubungan tersebut
Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa bila skor tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi bertambah maka skor sikap seks bebas juga
bertambah dengan konstanta 58,831. Sehingga hasil uji koefisien regresi pada
baik maka semakin tidak setuju sikap seks bebas pada remaja.
dimilikinya
lxxxii
Sumbangan efektif dapat diketahui dari besarnya R determinan (R Square)
yaitu sebesar 0,344, hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat adalah adalah 34,40%. Dengan demikian, dapat dijelaskan
bahwa variasi sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan
lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2005), yang menyatakan bahwa
sikap seks bebas dipengaruhi oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah
pengetahuan
sikap seks bebas pada remaja. Pernyataan ini dapat ditunjukkan dengan besarnya
koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,703 yang dapat memberikan makna bahwa
dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja
1,165 X2. Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa bila skor lingkungan
Sehingga hasil uji koefisien regresi ganda pada penelitian ini adalah apabila
kesehatan reproduksi semakin baik , maka semakin tidak setuju sikap remaja
Hal ini sesuai dengan pernyataan tim peneliti dari Azwar (2005), apabila
lingkungan tempat tinggal yang baik, maka remaja lebih cenderung memposisikan
diri untuk bersikap baik. Tetapi apabila lingkungan tidak baik, maka persepsi remja
negatif. Dan menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat
pada remaja, maka lingkungan yang mendukung dan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi yang baik dapat menunjang terciptanya sikap menjauhi seks bebas.
dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (X2) terhadap sikap seks bebas
remaja (Y) dapat dilihat dari besarnya R determinan (R Square) yaitu sebesar 0,495.
Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
adalah 49,50%. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa varian sikap seks bebas
lxxxiv
lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2005), yang menyatakan bahwa
sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: lingkungan pergaulan, tingkat
D. Keterbatasan penelitian
dan faktor emosi dalam individu. Akan tetapi, pada penelitian ini hanya
membahas mengenai dua faktor yang diteliti yaitu lingkungan pergaulan dan
2. Populasi dan sampel yang kecil, yaitu 50 orang remaja kelas XI. Selain itu,
melakukan penelitian yang lebih komplek dan lingkup yang lebih luas mengenai sikap
seks bebas pada remaja. Dengan demikian bisa diketahui dengan jelas faktor – faktor
lxxxv
lain yang mempengaruhi sikap seks bebas pada remaja, dan upaya preventif
penanggulangannya.
lxxxvi
BAB VI
A. KESIMPULAN
remaja siswa SMK N 6 Surakarta sebanyak 50 siswa, maka dapat disimpulkan: Ada
pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja . Hal ini
regresi ganda: Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2. Variasi nilai sikap seks bebas pada
remaja dapat dijelaskan oleh variasi nilai lingkungan pergaulan dan tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi dengan melihat nilai F hitung (23,005) > F tabel
dengan df (2,47) sebesar 3,20 (p = 0,05) dan 7,21 (p = 0,01). Hubungan tersebut
sangat signifikan dengan nilai P = 0,000. Sumbangan efektif yang bisa diberikan
49,50%.
B. SARAN
pergaulan yang baik bagi remaja sehingga diharapkan sikap mendukung seks
yang baik dan memberikan pendidikan seks secara dini pada anaknya (remaja)
dengan kondisi dan suasana yang dapat mendukung serta mencari informasi
tentang kesehatan reproduksi dan seks dari sumber yang terpercaya sehingga
lxxxviii
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Offset
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI).
Jakarta: PT Rineka Cipta
Eddy, P. 2000. 2,4 Juta Wanita Tiap Tahun Lakukan Aborsi, Jakarta
Hadi, S. 2002. Metodologi Research Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan
Disertasi. Yogyakarta: Andi
lxxxix
Jamal, G. 2008. Seks Bebas di Kalangan Remaja http://jamalgrah.
blogspot.com/2008/02/seks-bebas-dikalangan-remaja -sudah.html di akses
tanggal 2 Februari 2010
Kasturi, T. 2005 . Hubungan Seks Pranikah Remaja Surakarta. Jurnal penduduk dan
pembangunan Volume 5
PRB, 2000. The World Youth 1996. Journal The US Agency For International
Development
Riwidikdo, H. 2006. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam
Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Mitra
Cendikia Jogjakarta
Sakti, H dan Kusuma, G, 2006. Antara Dua Sisi Sebuah Kajian Psikologi Tentang
Budaya Free Sex dan Video Porno. Sahabat Setia. Yogyakarta
xc
Soettjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. CV. Sagung
Seto, Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Offset
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI).
Jakarta: PT Rineka Cipta
Eddy, P. 2000. 2,4 Juta Wanita Tiap Tahun Lakukan Aborsi, Jakarta
Hadi, S. 2002. Metodologi Research Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan
Disertasi. Yogyakarta: Andi
Kasturi, T. 2005 . Hubungan Seks Pranikah Remaja Surakarta. Jurnal penduduk dan
pembangunan Volume 5
PRB, 2000. The World Youth 1996. Journal The US Agency For International
Development
Riwidikdo, H. 2006. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam
Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Mitra
Cendikia Jogjakarta
xcii
Sakti, H dan Kusuma, G, 2006. Antara Dua Sisi Sebuah Kajian Psikologi Tentang
Budaya Free Sex dan Video Porno. Sahabat Setia. Yogyakarta
Seto, Jakarta
xciii