Anda di halaman 1dari 124

KESEHATAN REPRODUKSI

OLEH:

INDRIARNY ROSYLADITA

NPM:2026040151.P

PROGRAM STUDI KEBIDANAN JENJANG DVI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU

TAHUN 2020
SEKS BEBAS PADA REMAJA

Kasus yang di ambil yaitu tentang seks bebas pada remaja, penyebab terjadinya seks
bebas paada remaja yaitu seperti, Rendahnya kontrol diri; Rendahnya kesadaran diri remaja
terhadap bahaya pergaulan bebas;Nilai-nilai keagamaan cenderung kurang; Gaya hidup yang
kurang baik; Rendahnya taraf pendidikan keluarga; Keadaan lingkungan keluarga yang
kurang harmonis; Minimnya perhatian orang tua; Pengaruh teman sebaya; dan Pengaruh
Internet.Solusi dari kasus di atas yaitu dengan cara memberikan konseling kepada remaja,
beritahu bahaya dari seks bebas dan akibatnya, memilh teman dengan hati hati jangan sampai
salah pergaulan, mempererat hubungan anak dan keluarga Jika anak dekat dan terbuka
dengan orang tua, mereka akan dapat langsung bertanya mengenai berbagai macam persoalan
bahkan yang dianggap sensitif dan tabu seperti seks bukannya mencari informasi yang bisa
jadi menyesatkan pada pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA

Mertia, E. N., Hidayat, T., & Yuliadi, I. (2011). Hubungan antara Pengetahuan Seksualitas
dan Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak dengan Perilaku Seks Bebas pada Remaja Siswa-Siswi
Man Gondangrejo Karangnyar. WACANA, 3(2).

Sulistianingsih, A. (2010). Hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang


kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SEKSUALITAS DAN KUALITAS
KOMUNIKASI ORANGTUA DAN ANAK DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA
REMAJA SISWA-SISWI
MAN GONDANGREJO KARANGNYAR

Evidanika Nifa Mertia, Thulus Hidayat, Istar Yuliadi

Program studi Psikologi Fakultas Kedokteran


Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstrak

Di Indonesia, terutama di kota-kota besar perilaku seks bebas pada remaja semakin
meningkat. Akibat dari perilaku tersebut adalah kehamilan di luar nikah, pemerkosaan,
merebaknya pelacuran di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual, pelecehan seksual
dan penyimpangan-penyimpangan seksual. Ada banyak yang melatarbelakangi perilaku seks
bebas pada remaja, seperti kurangnya pengetahuan seksualitas anak dan kurang berkualitasnya
komunikasi orangtua dan anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan seksualitas dan
kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Subjek penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling. Alat pengumpulan
data yang digunakan adalah skala perilaku seks bebas, skala pengetahuan seksualitas, dan skala
kualitas komunikasi orangtua dan anak. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi
ganda.
Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi ganda menunjukkan koefisien regresi
variabel pengetahuan seksualitas sebesar -0,595 pada taraf signifikan p<0,05. Artinya bahwa
pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Koefisien
regresi variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar -0,615 pada taraf signifikan
p<0,05. Artinya kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai hubungan negatif dengan
perilaku seks bebas. Selain itu berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan
anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar,
ditunjukkan dengan nilai R=0,592 dan F=17,279 pada p<0,05. Sumbangan efektif pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas dapat dilihat
dari keofisien determinan (R2) sebesar 0,351 atau 35,1% yang berarti masih terdapat 64,9%
faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks bebas selain pengetahuan seksualitas dan kualitas
komunikasi orangtua dan anak.

Kata kunci : pengetahuan seksualitas, komunikasi orangtua anak, seks bebas

109
Abstract

In Indonesia, especially in big cities, free sex behavior in adolescent progressively


increase. The effects of the behavior are pregnancy out of wedlock, violation, prostitution,
abortion, sexual contaminate disease, insulting sexuality and sexual deviation. There are many
kinds of behavioral background of free sex in adolescent, such as the lack of sexuality knowledge
and the less of communication quality between parent and child.
The purpose of this research is to know the relation between sexuality knowledge and
communications quality of parent and child with free sex behavior in adolescent students of
MAN Gondangrejo Karanganyar. The method of this research is using the quantitative
approach. The subject of this research is taken by the cluster random sampling technique. The
data collecting is using the scale of free sex behavior, the scale of sexuality knowledge, and the
scale of communication quality between parent and child. The data analysis is using multiple
regression analysis technique.
The calculation result uses the multiple regression analysis, shows that the regression
coefficient of sexuality knowledge variable is -0,595 at p<0,05 significant level. It means that
sexuality knowledge has the negative relation with free sex behavior. The regression coefficient
of communication quality between parent and child variable is -0,615 at p<0,05 significant
level. It means that the communication quality between parent and child has the negative
relation with free sex behavior. Besides that, according to the result of data analysis, it shows
that there is a significant correlation statistically between sexuality knowledge and
communication quality of parent and child with free sex behavior in adolescent students of MAN
Gondangrejo Karanganyar, it is shown by the value of R=0,592 and F=17,279 at p<0,05. An
effective contribution of sexuality knowledge and communication quality of parent and child with
free sex behavior can be known from the determinant coefficient (R2) 0,351 or 35,1%, it means
that there are 64,9% other factors influencing free sex behavior besides sexuality knowledge and
communications quality of parent and child.

Keywords : sexuality knowledge, communication quality of parent and child,


free sex

110
A. PENDAHULUAN
Masa remaja ialah suatu waktu kritis untuk pengembangan akhlak, nilai-nilai, dan
kebiasaan yang hanya akan dirasakan satu kali seumur hidupnya untuk dituntut menjadi
kader yang dihadapkan pada tantangan global. Namun, yang terjadi pada remaja saat ini ialah
maraknya kasus-kasus perilaku seks bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah,
pemerkosaan, merebaknya pelacuran di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual,
pelecehan seksual dan penyimpangan-penyimpangan seksual (Sukri, dalam Mukti et al:
2005).
Menurut Rahardjo (2008) bentuk-bentuk perilaku seksual bebas yang biasa dilakukan
ialah (1) kissing atau perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai deep kissing, (2)
necking atau perilaku mencium daerah sekitar leher pasangan, (3) petting atau segala bentuk
kontak fisik seksual berat tapi tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba
payudara dan alat kelamin pasangan) atau hard petting (menggosokkan alat kelamin sendiri
ke alat kelamin pasangan, baik dengan berbusana atau tanpa busana), dan (4) intercourse
atau penetrasi alat kelamin pria ke alat kelamin wanita.
Dorongan seksual yang meningkat dan rasa ingin tahu yang besar tentang seksualitas
seringkali membawa remaja yang sedang berada dalam posisi rentan kepada kasus-
kasus keterlanjuran. Masalah-masalah keterlanjuran akibat seksualitas pada remaja dapat
berupa kehamilan pranikah, perilaku seksual remaja yang semakin bebas, dan penularan
penyakit seksual. Fenomena tersebut diperkuat oleh pemberitaan media massa mengenai
maraknya perilaku seksual bebas di kalangan remaja. Keadaan-keadaan tersebut menuntut
remaja untuk mampu beradaptasi dengan permasalahan yang muncul, seiring dengan
perubahan dalam dirinya. Remaja membutuhkan bimbingan orangtua untuk menghadapi
permasalahan yang muncul (Prihartini, et al: 2002). Hasil riset yang dilakukan oleh Zelnik &
Kim (dalam Helmi & Paramastri, 1998) menunjukkan bahwa jika orangtua bersedia
mendiskusikan seks dengan anaknya, maka anak akan cenderung menunda perilaku seksual
bebas.
Di Indonesia, terutama di kota-kota besar angka perilaku seks bebas semakin
meningkat (Handayani, et al : 2008). Dalam sebuah situs dipaparkan bahwa perilaku seks
bebas di Solo tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data BKKBN (2008) nampaknya jumlah
penderita HIV/AIDS di Kota Solo tahun ini meningkat cukup mengkhawatirkan. Kasubdin
Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo
memaparkan bahwa hingga tahun 2007 lalu jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo

111
sebanyak 102 orang. Jumlah itu naik dari data per November 2007 yang hanya 99 orang.
Selanjutnya data jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo per desember 2010 sebanyak 511
orang. Data lain didapatkan dalam Radar Jogja pada tanggal 19 Desember 2007 bahwa di
Kulonprogo 44,25% pasangan muda yang menikah di KUA, perempuannya dalam kondisi
hamil.
Fenomena lain ialah peristiwa pemerkosaan disertai pembunuhan siswa Madrasah
Aliyah Negeri Gondangrejo, seperti yang dimuat dalam harian Solo Pos pada tanggal 20
Januari 2009. MAN Gondangrejo Karanganyar kurikulum agamanya relatif lebih banyak
dibanding dengan sekolah menengah umum. Hal ini berarti di sekolah tersebut telah ada
langkah preventif untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas. Akan tetapi, yang terjadi
di sana ialah fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh siswa di sekolah tersebut serta
beredarnya VCD porno yang dibuat oleh siswa sekolah menengah.
Ulasan berita terkini lain ialah menegenai perayaan malam tahun baru atau
Valentine’s Day. Malam tahun baru dan Valentine’s Day marak dirayakan dalam bentuk
pesta dan hura-hura, bentuk kasih sayang anak muda memadu cinta dan bebas bergaul antara
laki-laki dan permpuan, tidak terkecuali mendorong seks bebas (Zubaidi, 2008). Salah satu
berita dalam program acara Buser pada tanggal 22 Oktober 2009 ialah fenomena maraknya
penjualan Artificial Virginity Hymen atau selaput dara buatan yang ditawarkan dengan harga
terjangkau di internet untuk wanita unvirgin.
Hampir sebagian besar remaja Amerika Serikat melakukan seks bebas di kala remaja
berusia 14-19 tahun, dan tidak sedikit, mereka hamil lalu melakukan aborsi. Seorang
mahasiswi Amerika, Natalie Dylan yang berusia 22 tahun, melelangkan keperawanannya
dengan alasan membiayai kuliah S2-nya. Keperawanan tersebut dihargai 2,2 milyar
(www.liputan6.news.tv).
Fenomena lain tentang banyaknya pasangan remaja yang berhubungan dengan calo
jasa pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan penggunaan obat-obat pencegah kehamilan
terus meningkat. Data terakhir yang dikutip oleh Boyke (2008) ialah 10-12% remaja di
Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Berdasarkan catatan BKKBN (2008) sejauh ini
pengetahuan remaja Indonesia dalam hal kesehatan reproduksi masih relatif rendah.
Helmi & Paramastri (1998) mengemukakan bahwa pengetahuan seksual sehat
merupakan pengetahuan mengenai perilaku-perilaku atau aktivitas seksual yang lebih
menekankan upaya-upaya prevensi penyakit hubungan seksual. Pengetahuan seksualitas
menurut Wildan (dalam Amrillah, et a l: 2006) merupakan pengetahuan yang menyangkut

112
cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa
yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat sehingga dapat
membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya. Pengetahuan seksual
bukanlah tentang orang yang mau melakukan hubungan seksual, tetapi bagaimana mereka
bisa bertanggung jawab dengan hubungan seksual itu sendiri dan bagaimana mereka bisa
mengapresiasi dirinya sendiri (Amiruddin, et al: 2005). Informasi seksual yang benar bisa
menjadi bekal untuk meredam rasa keingintahuan (curiousity) remaja yang menggebu
tentang seks (Madani, 2003).
Sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak pada masa dini sangat berpengaruh bagi
persepsi dan perilaku seksual remaja (Pangkahila, 2007). Melalui komunikasi yang baik,
orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas
dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Dengan komunikasi orangtua dan
anak yang baik, orangtua juga dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada
diri anak remajanya dan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (Wulandari, et al:
2006).
Komunikasi antara orangtua dan anak dapat berupa bimbingan orangtua yang
meliputi pemenuhan kebutuhan anak, pemberian motivasi, pendidikan agama dalam
keluarga. Tujuan dari komunikasi antara anak dengan orangtua adalah untuk memahami
dirinya sendiri dan lingkungan, membuat keputusan secara cermat, untuk mengendalikan
dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang kurang baik serta membantunya dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya agar remaja tidak terjerumus dalam
perilaku menyimpang. Adanya komunikasi yang baik dengan orangtua diharapkan anak
mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk tentang seks untuk dirinya sendiri.
Ketika orangtua mendengarkan anak secara aktif, kemampuan anak untuk mengungkapkan
perasaan dan isi hatinya dirangsang dan semakin meningkat. Dengan demikian pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi antara orangtua dan anak mempunyai pengaruh yang
penting dalam pembentukan sikap dan perilaku seks bebas remaja (Amrillaah, et al: 2006).
Sehingga perilaku seks bebas dapat dicegah sedini mungkin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan seksualitas
dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-
siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Selain itu, untuk mengetahui ada atau tidak adanya
hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung.

113
Hasil penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis yaitu
berupa informasi, masukan, pengetahuan mengenai cara membangun komunikasi dengan
anak remaja, bagaimana cara memberikan pengetahuan seksualitas yang tepat pada anak usia
remaja.
B. DASAR TEORI
1. Perilaku Seks Bebas
Menurut Akbar (dalam Amrillah, et al: 2006) perilaku seks bebas atau premarital
intercourse adalah segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya
ikatan perkawinan. Menurut Adikusuma, et al (2008) perilaku seks bebas adalah hubungan
seksual antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Bungin (2001) memberikan batasan
perilaku seksual bebas remaja yakni aktivitas seksual di kalangan remaja Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA), yaitu aktivitas seksual yang dilakukan sebelum pernikahan. Perilaku
seksual dimaksud adalah perilaku seks yang dilakukan bersamaan dengan orang lain, seperti:
pegangan tangan dengan lawan jenis, berciuman, berpelukan, petting dan senggama.
Adapun bentuk-bentuk perilaku seks bebas yang biasa dilakukan adalah kissing, atau
perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai deep kissing, necking atau perilaku
mencium daerah sekitar leher pasangan, petting atau segala bentuk kontak fisik seksual berat
tapi tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba payudara dan alat kelamin
lainnya) atau hard petting (menggosok-gosokkan alat kelamin sendiri ke alat kelamin
pasangan, baik dengan berbusana ataupun tanpa busana), hingga intercourse atau penetrasi
alat kelamin pria ke alat kelamin wanita (Rahardjo, 2008).
Aspek-aspek perilaku seksual bebas menurut Sarwono & Samsidar (2004) ini yaitu
dalam tahapan-tahapan mulai dari rasa tertarik, berjalan berduaan, bergandengan tangan,
berpelukan, saling meraba bagian tubuh, berciuman, bercumbu/ bermesraan dan
bersenggama (berhubungan badan).
Adapun menurut Purnawan (2004) aspek perilaku seksual bebas secara rinci dapat
berupa:
a. Berfantasi seksual.
Merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang
bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Fantasi seksual ini biasanya didapatkan
individu dari media atau objek yang dapat meningkatkan dorongan seksual.
b. Pegangan tangan.

114
Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya
muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.
c. Cium kering.
Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.
d. Cium basah.
Berupa sentuhan bibir ke bibir, sampai dengan leher.
e. Meraba.
Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, dada (breast),
paha, alat kelamin dan lain-lain.
f. Berpelukan.
Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual
(terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif).
g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki).
Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
h. Oral Sex.
Merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukan alat kelamin ke dalam mulut lawan
jenis.
i. Petting.
Merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).
j. Intercourse (senggama).
Merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat
kelamin wanita.
Dari uraian di atas, aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
modifikasi aspek dari Sarwono & Samsidar (2004) dan Purnawan (2004) yaitu berkencan,
berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, masturbasi (wanita) dan onani (pria),
seks oral (oral sex), petting, dan intercourse (senggama).
2. Pengetahuan Seksualitas
Pengetahuan seksualitas menurut Wildan (dalam Amrillah et al, 2006) merupakan
pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat,
bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya,
pasangannya, dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi
kehidupan seksualnya.

115
Menurut Helmi & Paramastri (1998) pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan
mengenai perilaku-perilaku atau aktivitas seksual yang lebih menekankan pada upaya-upaya
prevensi penyakit hubungan seksual. Pengetahuan seksual bukanlah tentang orang yang mau
melakukan hubungan seksual, tetapi bagaimana mereka bisa bertanggung jawab dengan
hubungan seksual itu sendiri dan bagaimana mereka bisa mengapresiasi dirinya sendiri
(Amiruddin, et al: 2005).
Berdasarkan paparan Nugraha (dalam Amrillah, et al: 2006) pengetahuan seksualitas
diartikan sebagai proses pembudayaan seksualitas diri sendiri dalam kehidupan bersama
orang lain ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Pengetahuan seksualitas
dapat menjadikan individu memiliki sikap dan tingkah laku seksual yang sehat dan
bertanggung jawab (Saringedyanti, 1991).
Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek pengetahuan
seksualitas dari Amrillah, et al (2006) dan Subiyanto (2005). Aspek-aspek tersebut meliputi
proses reproduksi, perkembangan seksual, ekspresi seksual, perilaku seksual, seks dan
kesehatan, perkawinan keluarga dan hubungan antar manusia, dan seks dan gender. Untuk
mencegah kebiasan, maka aspek perilaku seks ditiadakan.
3. Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak
Definisi kualitas komunikasi orangtua dan anak menurut Ramos & Bouris (2008)
adalah lebih dari percakapan dan berfokus pada pesan yang disampaikan, apa yang didengar,
dan pesan yang dimengerti. Menurut Hopson & Hopson (dalam Amrillah et al, 2006),
komunikasi antara orangtua dan anak dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak
memiliki hubungan yang baik dalam arti bisa saling memahami, saling mengerti, saling
mempercayai dan menyayangi satu sama lain, sedangkan komunikasi yang kurang
berkualitas mengindikasikan kurangnya perhatian, pengertian, kepercayaan, dan kasih sayang
di antara keduanya.
Komunikasi orangtua dan anak dikatakan efektif atau berkualitas bila kedua belah
pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi di antara keduanya merupakan hal yang
menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya. Komunikasi yang
efektif dilandasi adanya kepercayaan, keterbukaan, dan dukungan yang positif pada anak
agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua (Rakhmat,
1991).
Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi aspek yang
dikemukakan oleh Ramos & Bouris (2008) dan Handayani, et al (2008) yaitu isi komunikasi

116
(the content of communication), konteks komunikasi (the context of communication), waktu
komunikasi (the timing of communication), dan frekuensi komunikasi (the frequency of
communication).
4. Remaja MAN Gondangrejo Karanganyar
Madrasah Aliyah (disingkat MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada
pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Menengah Atas, yang pengelolaannya
dilakukan oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah aliyah ditempuh dalam waktu 3
tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Kurikulum madrasah aliyah sama dengan
kurikulum sekolah menengah atas, hanya saja pada Madrasah Aliyah terdapat porsi lebih
banyak muatan pendidikan agama Islam, yaitu Fiqih, akidah, akhlak, Al Quran, Hadits,
Bahasa Arab dan Sejarah Islam (Sejarah Kebudayaan Islam). Pelajar madrasah aliyah
umumnya berusia 15-18 tahun. SMA/MA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah,
sebagaimana siswa sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama
(atau sederajat) 3 tahun (www.wikipedia.com).
Organisasi kesehatan sedunia yaitu WHO (World Health Organization) membuat
definisi remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan; dari segi
kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur menunjukkan karakteristik seks yang
sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya
sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; dari segi sosial ekonomi. Ia adalah
individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas (BKKBN, 2008).
Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir
masa remaja dimulai dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun. (Hurlock, 1980). Selain batasan
usia yang menentukan kriteria seorang remaja Sarwono (2004) juga memberikan satu syarat
bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai remaja bila usianya 11 sampai dengan 24 tahun
dan belum menikah. Dalam hubungannya dengan undang-undang perkawinan ditegaskan
bahwa sebelum usia remaja diatas 21 tahun maka masih diperlukan izin orangtua untuk
menikah, karena waktu antara 16 atau 19 tahun inilah yang dapat disejajarkan dengan definisi
remaja dalam ilmu sosial lainnya.
Remaja ialah individu yang sedang mengalami masa peralihan; usianya 14 sampai 24
tahun dan belum menikah; dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur
menunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi
perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa;

117
dari segi sosial ekonomi, ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif
bebas.
Adapun ciri-ciri responden yang dipakai sebagai kriteria dalam penelitian ini adalah:
a. Remaja berusia 14-24 tahun.
b. Remaja tersebut belum menikah.
c. Pernah berpacaran.
Menurut Adikusuma, et al (2009) remaja yang berpacaran berpotensi melakukan
hubungan seks.
d. Kedua orangtua masih hidup atau tidak bercerai.

C. METODE PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi
orangtua dan anak sebagai variabel bebas dan perilaku seks bebas sebagai variabel
tergantung. Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut
:
a. Perilaku Seks Bebas
Perilaku seks bebas adalah segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual mulai dari
berkencan, berpelukan, berciuman (dari ciuman ringan sampai deep kissing), bercumbu,
meraba, petting (baik itu light petting sampai hard petting), dan bersenggama yang dilakukan
tanpa adanya ikatan perkawinan yang diungkap dengan skala perilaku seks bebas. Peneliti
memodifikasi skala penelitian berdasarkan aspek-aspek yang diungkapkan oleh Sarwono &
Samsidar (2004) dan Purnawan (2004), yaitu: berkencan, berpegangan tangan, berpelukan,
berciuman, meraba, masturbasi (wanita) dan onani (pria), seks oral (oral sex), petting, dan
intercourse (senggama). Seberapa tinggi tingkat perilaku seks bebas ditunjukkan oleh skor
yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan
yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3(N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk
pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3(N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang
diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa perilaku seks yang dimiliki tinggi,
demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka perilaku seks bebas rendah.

b. Pengetahuan Seksualitas

118
Pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan yang menyangkut cara seseorang
bersikap atau bertingkah laku seksual yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang
dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat, sehingga dapat
membahagiakan diri dan kehidupan seksualnya, yang lebih menekankan pada upaya-upaya
prevensi penyakit hubungan seksual dan ditempatkan dalam konteks keluarga dan
masyarakat yang diungkap dengan skala pengetahuan seksualitas. Peneliti memodifikasi
skala pengetahuan seksualitas berdasarkan aspek-aspek dari Amrillah, et al (2006) dan
Subiyanto (2005) yaitu: proses reproduksi, perkembangan seks, ekspresi seks, perilaku seks,
seks dan kesehatan, perkawinan, keluarga dan hubungan antar manusia, seks dan gender.
Untuk mencegah kebiasan, maka aspek perilaku seks ditiadakan. Seberapa tinggi
pengetahuan seksualitas ditunjukkan oleh skor yang diperoleh responden melalui model alat
ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3
(N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3 (N),
4(TS), 5(STS). Apabila skor yang diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa tingkat
pengetahuan seksualitas yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang
diperoleh rendah maka tingkat pengetahuan seksualitas yang dimiliki juga rendah.
c. Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak
Kualitas komunikasi orangtua dan anak ialah lebih dari percakapan dan berfokus pada
pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti, di mana proses
penyampaian atau pertukaran informasi antara orangtua dan anak dilandasi kepercayaan,
dukungan positif, keterbukaan, dan hubungan yang baik (bisa saling memahami, saling
mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain), sehingga tumbuh sikap
percaya anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua.
Variabel ini diungkap dengan skala kualitas komunikasi orangtua dan anak yang
dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Ramos & Bouris
(2008) dan Handayani, et al (2008). Aspek-aspek tersebut ialah meliputi isi komunikasi (the
content of communication), konteks komunikasi (the context of communication), waktu
komunikasi (the timing of communication), dan frekuensi komunikasi (the frequency of
communication). Seberapa tinggi kualitas komunikasi orangtua dan anak ditunjukkan oleh
skor yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk
pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3 (N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor
untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3 (N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang
diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa kualitas komunikasi orangtua dan anak

119
yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka kualitas
komunikasi orangtua dan anak yang dimiliki juga rendah.
2. Responden Penelitian
Adapun responden di dalam penelitian ini yaitu 40% dari populasi penelitian. Sampel
tersebut adalah 4 kelas siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar ialah sebanyak 67
orang.
3. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala yaitu skala
perilaku seks bebas, skala pengetahuan seksualitas, dan skala kualitas komunikasi orangtua
dan anak. Ketiga skala penelitian menggunakaan model likert yang telah dimodifikasi
menjadi lima kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan dalam skala penelitian ini mengandung
aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pemberian skor untuk
aitem favorable bergerak dari lima sampai satu untuk SS, S, N, TS dan STS, sedangkan skor
untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima untuk SS, S, N, TS dan STS. Uji
validitas dilakukan dengan meggunakan korelasi product moment, sedangkan uji reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yang diolah dengan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
Skala Perilaku Seks Bebas terdiri dari 38 aitem valid dengan koefisien reliabilitas
0,901. Skala Pengetahuan Seksualitas terdiri dari 32 item valid dengan koefisien reliabilitas
0,894. Skala Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak terdiri dari 31 item valid dengan
koefisien reliabilitas 0,858.
4. Teknik Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis analisis multiple
regression. Selanjutnya guna mempermudah perhitungan maka akan diolah dengan
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 16.0 for
windows.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Tabel Hasil Uji Normalitas

Variabel K-S-Z Asymp. Sign Kesimpulan

120
(2-tailed)
Pengetahuan Seksualitas 0,563 0,909 (p>0,05) Normal
Kualitas Komunikasi 0,875 0,428 (p>0,05 Normal
Orangtua dan anak
Perilaku Seks bebas 0,865 0,442 (p>0,05) Normal
Sumber: Data diolah

Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov terhadap masing-masing


variabel, menunjukan bahwa nilai probabilitas (Asymp. sign) masing-masing variabel
di atas 0,05. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa data untuk masing-masing
variabel berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas terindikasi apabila terdapat hubungan linier diantara


variabel independen yang digunakan dalam model. Metode untuk menguji adanya
multikolinieritas dilihat dari nilai tolerance value atau Variance Inflation Factor
(VIF). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai VIF variabel independen/ variabel
bebas dibawah nilai 10 dan tolerance value diatas 0,10. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi sehingga model tersebut
reliable sebagai dasar analisis.
Tabel Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
Pengetahuan 0,919 1,088 Bebas
Seksualitas (tolerance>0,01) (VIF<10) Multikolinieritas
Kualitas 0,919 1,088 Bebas
Komunikasi (tolerance>0,01) (VIF<10) Multikolinieritas
Orangtua dan Anak
Sumber: Data diolah
c. Uji Linieritas
Hasil uji linieritas terhadap masing-masing variabel, menunjukan bahwa nilai
probabilitas (sign) masing-masing variabel di atas 0,05. Dari nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
mempunyai hubungan yang linear.
Tabel Hasil Uji Linieritas

Variabel F-hitung Sign Kesimpulan


Pengetahuan Seksualitas 1,677 0,071 Linear

121
Kualitas Komunikasi 1,358 0,195 Linear
Orangtua dan Anak
Sumber: Data diolah
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006). Uji autokorelasi dalam penelitian ini
adalah dengan Uji Durbin-Watson (D-W test) dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel Hasil Uji Durbin-Watson
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of Durbin-


Model R R Square Square the Estimate Watson

1 .592a .351 .330 19.868 2.251


Sumber: Data diolah
Nilai D-W sebesar 2, 251. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel
dengan menggunakan signifikansi 5%. Jumlah sampel 67 (n) dan jumlah variabel
bebas 2 (k=2). Oleh karena nilai D-W 2,251 lebih besar dari batas atas (du) dan
kurang dari 4-du (4-1,662), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi.
e. Uji Heterokesidaksitas
Peneliti melihat dari grafik scatterplot tampak titik-titik menyebar secara
acak, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi,
sehingga model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi perilaku seks bebas
berdasarkan masukan variabel pengetahuan seksualitas dan variabel kualitas
komunikasi orangtua dan anak.

Berdasarkan uji asumsi klasik (normalitas, linearitas, multikolinieritas,


heteroskedastisitas) diperoleh bahwa dalam model yang digunakan sudah tidak terjadi
penyimpangan asumsi klasik. Model regresi pada penelitian dapat digunakan sebagai dasar
analisis.
2. Hasil Uji Hipotesis

122
Analisis data pada pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh pengetahuan seksualitas (X1), kualitas komunikasi orangtua dan anak (X2) dengan
perilaku seks bebas (Y). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda. Hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel Rangkuman Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Variabel Koef. t-hitung P
Regresi Std. value
Error
Konstanta 236,121
Pengetahuan seksualitas -0,595 0,181 -3,289 0,002
Kualitas komunikasi -0,615 0,165 -3,733 0,000
R 0,592
R-Squared 0,351
Adj. R-Squared 0,330
F-Hitung 17,279
Probabilitas F 0,000
Keterangan : Data primer yang diolah
a. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil pengolahan data untuk regresi linier berganda dengan menggunakan
komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 dapat
dilihat pada tabel 16 di atas. Berdasarkan tabel tersebut dapat disusun persamaan regresi
linier berganda sebagai berikut :
Y = 236,121 - 0,595X1 - 0,615X2 + e
Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai
berikut:
(1). Nilai konstanta bernilai positif.
Hal ini menunjukkan bahwa apabila variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas
komunikasi orangtua dan anak konstan, maka perilaku seks bebas sebesar 236,121
satuan.
(2). Koefisien regresi variabel pengetahuan seksualitas (X1) bernilai negatif sebesar
0,595.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan negatif
dengan perilaku seks bebas. Artinya jika pengetahuan seksualitas semakin baik,
maka mengakibatkan perilaku seks bebas semakin menurun, dengan asumsi
variable kualitas komunikasi orangtua dan anak konstan.
(3). Koefisien regresi variabel kualitas komunikasi (X2) bernilai negatif sebesar 0,615.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai

123
hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Artinya jika kualitas komunikasi
orangtua dan anak semakin baik, maka perilaku seks bebas semakin menurun,
dengan asumsi variabel pengetahuan seksualitas konstan.
b. Uji Hipotesis secara parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel
independen/ variabel bebas secara individu. Pengujian regresi digunakan pengujian dua
arah (two tailed test) dengan menggunakan α=5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan
adalah sebesar 95%. Adapun t-tabel diperoleh 1,9977
(1). Pengujian terhadap variabel pengetahuan seksualitas
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t-hitung yaitu sebesar -3,289.
Oleh karena hasil uji t statistik (t-hitung) lebih besar dari nilai t-tabel (3,289 > 1,9977)
atau Pobabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05) maka Ho ditolak pada taraf
signifikansi 0,05. Hal itu berarti bahwa variabel pengetahuan seksualitas (X1)
mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas (Y). Hipotesis
pertama yang menyatakan “Terdapat hubungan antara pengetahuan seksualitas
dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo
Karanganyar” terbukti.
(2). Pengujian terhadap variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t-hitung sebesar -3,733. Oleh
karena hasil uji t statistik (t-hitung) lebih besar dari nilai t-tabel (3,733 > 1,9977) atau
probabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak pada taraf
signifikansi 0,05. Artinya bahwa variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak
(X2) mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas (Y). Hal ini
berarti hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara kualitas
komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar” terbukti.
c. Uji F
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
bersama-sama. Dengan menggunakan derajat keyakinan 5% dan n = 67 maka df = (2
; 64 diperoleh nilai F-tabel sebesar 3,15. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Ho diterima, F- hitung ≤ F- tabel( α ;k-1; n-k)
Ho ditolak, F- hitung > F- tabel( α ;k-1; n-k)

124
Berdasarkan hasil analisis uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 17,279
(17,279 > 3,15) dengan probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05), hal ini berarti variabel
pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak bersama
mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Hal ini berarti
hipotesis yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas
pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar”, terbukti.
d. Uji R2
Tingkat ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi yang
besarnya antara nol dan 1 (satu). Jika koefisien determinasi mendekati satu maka
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tergantung dengan sempurna atau
terdapat suatu kecocokan yang sempurna (variabel bebas yang dipakai dapat
menerangkan dengan baik variabel tidak bebasnya). Namun jika koefisien
determinasi adalah 0 (0) bararti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
tergantung.
Hasil perhitungan untuk nilai R2 dengan bantuan menggunakan komputer program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0, dalam analisis regresi berganda
diperoleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% variasi
perubahan perilaku seks bebas dijelaskan oleh variasi perubahan faktor-faktor pengetahuan
seksualitas dan kualitas komunikasi. Adapun sumbangan relatif masing-masing variabel yaitu
variabel pengetahuan seksualitas memberikan kontribusi sebesar 15,81% dan variabel
kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar 19,26%. Sementara sisanya sebesar 64,9%
diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi.
E. PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di MAN Gondangrejo Karanganyar. Kurikulum agama MAN
Gondangrejo Karanganyar relatif lebih banyak dibanding dengan sekolah menengah umum. Hal
ini berarti di sekolah tersebut telah ada langkah preventif untuk mencegah terjadinya perilaku
seks bebas. Akan tetapi yang terjadi di sana ialah fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh
siswa di sekolah tersebut pada tahun 2009. Selain itu di daerah Gondangrejo beredar VCD porno
yang dibuat oleh siswa sekolah menengah.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar (F=17,279

125
R=0,592 dengan p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat
hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Hal ini berarti
variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dapat dijadikan
variabel bebas atau prediktor untuk memprediksi atau mengukur perilaku seks bebas pada remaja
siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar.
Pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap
atau bertingkah laku seksual yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya
dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat, sehingga dapat membahagiakan diri
dan kehidupan seksualnya, yang lebih menekankan pada upaya-upaya prevensi penyakit
hubungan seksual dan ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Hasil analisis dalam
penelitan ini menunjukkan bahwa pengetahuan seksualitas berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Pengaruh negatif menunjukkan
bahwa semakin baik pengetahuan seksualitas, maka dapat menurunkan perilaku seks bebas di
kalangan siswa.
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Laksmiwati (2008) yang memaparkan bahwa
terjadi atau tidak terjadi perilaku seks bebas sangat tergantung pada wawasan individu tentang
perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangat
dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang
dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula.
Kualitas komunikasi orangtua dan anak ialah lebih dari percakapan dan berfokus pada
pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti, di mana proses
penyampaian atau pertukaran informasi antara orangtua dan anak dilandasi kepercayaan,
dukungan positif, keterbukaan, dan hubungan yang baik (bisa saling memahami, saling mengerti,
saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain), sehingga tumbuh sikap percaya anak agar
anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua. Hasil analisis dalam
penelitian ini menyimpulkan bahwa Kualitas komunikasi berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap perilaku seks bebas, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).
Pengaruh negatif menunjukkan bahwa semakin baik kualitas komunikasi akan semakin
menurunkan perilaku seks bebas. Artinya jika kualitas komunikasi antara orang tua dan anak
semakin baik maka perilaku seks bebas akan semakin berkurang.

126
Hasil penelitian ini mendukung pendapat Fisher (dalam Kadarwati, et al: 2008) yang
mengemukakan bahwa melalui komunikasi, orangtua mempunyai pengaruh yang besar terhadap
sikap dan perilaku seks remaja. Apabila orangtua bersedia berdiskusi mengenai seks dengan
baik, remaja cenderung menunda sexual intercourse yang pertama, dan mengembangkan sikap
seksual yang serupa dengan orangtuanya. Sayangnya menurut Hurlock (1980) hanya sedikit
remaja yang berharap mengetahui seluk beluk tentang seks orangtuanya.
Kualitas komunikasi antara orangtua dan anak dapat menghindarkan remaja dari perilaku
seksual pranikah, hal ini dikarenakan antara orangtua dan anak terjalin hubungan atau
komunikasi yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya diskusi, sharing, dan pemecahan
masalah secara bersama (Laily & Matulessy, 2004). Menurut Tjahyono (dalam Amrillah, et al :
2006) mencegah seksual bebas pada remaja adalah dengan meyakinkan agar individu merasa
dicintai dan diinginkan oleh kedua orangtuanya, remaja yang kurang kasih sayang dari orangtua
lebih mungkin mencari keintiman seksual dengan teman dekatnya sebagai kompensasi.
Remaja merasa tidak mendapatkan pengetahuan seksualitas yang cukup dari orangtuanya.
Selain itu budaya Indonesia membicarakan seks masih menjadi sesuatu yang tabu sehingga
seringkali para orangtua sungkan untuk membicarakan mengenai seksualitas kepada anak-anak
secara terbuka. Hal itu dibuktikan dalam penelitian ini bahwa hanya terdapat 28,4% dari
responden menyatakan bebas bertanya tentang seksualitas kepada orangtuanya.
Sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak pada masa dini sangat berpengaruh bagi
persepsi dan perilaku seksual remaja (Pangkahila, 2007). Melalui komunikasi yang baik,
orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan
perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Dengan komunikasi orangtua dan anak
yang baik, orangtua juga dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak
remajanya dan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (Wulandari, et al: 2006).
Sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka
lakukan. Seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi
jika harus menanggung risiko dari hubungan seksual tersebut.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam
pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja,
informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama
sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja
berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang

127
dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual
mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja
bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat.
Faktor pengetahuan atau pendidikan orangtua sangat mempengaruhi hal ini. Orangtua
dibesarkan dalam era yang menabukan dan menghindari pembicaraan mengenai seksualitas,
sedangkan era remaja saat ini menganggap masalah seksualitas sebagai suatu pengetahuan yang
sebaiknya diketahui. Persepsi remaja terhadap keterbukaan dan ketersediaan orangtua dalam
membicarakan masalah seksualitas bisa mempengaruhi keterbukaan remaja dalam
mengungkapkan keadaan diri yang sesungguhnya kepada orangtuanya, serta mempengaruhi
remaja dalam mengkomunikasikan rasa ingin tahunya. Hal inilah yang membuat remaja lebih
memilih membicarakan masalah seksualitas dengan teman sebayanya, mencari tahu lewat media
massa, dan sebagainya.
Pengetahuan seksualitas mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku seksual
remaja. Pengetahuan seksualitas yang tepat diharapkan mampu mengendalikan perilaku seksual
remaja. Informasi tentang seks yang keliru dapat disaring sehingga tidak berdampak negatif pada
remaja.
Komunikasi antara orangtua dan anak dapat berupa bimbingan orangtua yang meliputi
pemenuhan kebutuhan anak, pemberian motivasi, pendidikan agama dalam keluarga. Tujuan
dari komunikasi antara anak dengan orangtua adalah untuk memahami dirinya sendiri dan
lingkungan membuat keputusan secara cermat, untuk mengendalikan dorongan-dorongan atau
keinginan-keinginan yang kurang baik serta membantunya dalam menghadapi berbagai masalah
kehidupan pada umumnya agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang.
Adanya komunikasi yang baik dengan orangtua diharapkan anak mampu memilah mana
yang baik dan mana yang buruk tentang seks untuk dirinya sendiri. Ketika orangtua
mendengarkan anak secara aktif, kemampuan anak untuk mengungkapkan perasaan dan isi
hatinya dirangsang dan semakin meningkat. Melalui komunikasi yang baik, orangtua dapat
mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual
yang bertanggung jawab pada remaja.
Adapun mean skala pengetahuan seksualitas dalam penelitian ini adalah sebesar 114,75,
berarti rata-rata responden penelitian memiliki pengetahuan seksualitas sedang. Mean skala
kualitas komunikasi orangtua dan anak adalah sebesar 110,28 termasuk dalam kategori kualitas
komunikasi orangtua dan anak sedang. Sedangkan mean skala perilaku seks bebas adalah sebesar
100,04 yang berarti rata-rata responden memiliki perilaku seks bebas sedang.

128
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menunjukkan bahwa 79.8% remaja siswa-siswi
MAN Gondangrejo Karanganyar mengaku pernah berpacaran. Sejumlah 83,6% dari responden
menyatakan orangtua berpesan bahwa keperawanan/ keperjakaan itu penting. Terdapat 76,1%
dari responden menyatakan bahwa orangtua memberikan pengarahan padanya mengenai
pentingnya nilai moral dan agama.
Sejumlah 52,2% siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar menyatakan bahwa
berpegangan tangan dengan lawan jenis itu adalah hal yang wajar. Berpegangan tangan tidak
menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba
aktivitas seksual yang lain. Banyak remaja yang dengan percaya diri berpacaran di muka umum,
bergandengan tangan dengan lawan jenis, berboncengan erat dan menempel dengan lawan jenis,
berciuman di taman, dan lain-lain. Dalam kondisi ramai, remaja dengan bebas mengekspresikan
perilaku seksual mereka. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu
muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus
dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan Amrillah, et al (2006)
kontribusi pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku
seks bebas adalah sebesar 53,1%. Adapun hasil perhitungan untuk nilai R2 dalam penelitian ini
adalah sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% variasi perubahan perilaku seks bebas dijelaskan oleh
variasi perubahan faktor-faktor pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi. Sumbangan
relatif masing-masing variabel yaitu variabel pengetahuan seksualitas memberikan kontribusi
sebesar 15,81% dan variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar 19,26%. Sementara
sisanya sebesar 64,9% diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi.
Faktor-faktor lain perilaku seks bebas adalah fantasi erotis atau fantasi seks (Kelley,
2001). Menurut Rahardjo (2008) semakin sering fantasi erotis dilakukan individu akan semakin
besar pula kemungkinan keterlibatan individu dalam aktivitas seksual. Hawari (1997)
menambahkan bahwa pada hakikatnya mereka yang melakukan seks bebas adalah mereka yang
tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan atau impuls agresivitas seksual. Menurut
Carlos dalam Sarwono (1994), salah satu faktor penyebab perilaku seks bebas dan kehamilan
tanpa hubungan resmi pada remaja adalah kurangnya pendidikan seks yang baik dan banyaknya
informasi tentang seks yang tidak tepat.
Hasil penelitian Wahyudinata (2007) menyebutkan faktor lain dari perilaku seks bebas
yang muncul adalah karena pergeseran sikap seks di masyarakat. Pergeseran sikap seks tersebut
yaitu masyarakat yang semuala taat pada norma-norma perkawinan dalam konsep seks normatif

129
yang dibingkai dalam frame agama, kemudian tanpa disadari mulai meninggalkan konsep
tersebut ke arah norma-norma seks yang lebih modern, yaitu seks bukan lagi untuk kalangan
pasutri. Cara pandang seks dan seksualitas menyangkut dengan konstruksi sebuah kultur tertentu
(Soekanto CR, 2008). Hasil penelitian Rahardjo (2008) bahwa perilaku seks bebas juaga
dipengaruhi oleh sikap remaja terhadap tipe cinta eros dan ludus dan fantasi seksual. Kaplan, et
al (1997) menambahkan bahwa perkembangan seksualitas dan perkembangan untuk mencintai
memiliki efek yang timbal balik. Adapun menurut Hartono (2004) perilaku seks bebas
dipengaruhi oleh umur menarche, meningkatnya usia perkawinan, dan pengaruh lingkungan
sosial.
Pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi antara orangtua dan anak mempunyai
pengaruh yang penting dalam pembentukan sikap dan perilaku seks bebas remaja (Amrillaah, et
al : 2006). Pengetahuan seksualitas yang semakin luas dan komunikasi orangtua dan anak yang
berkualitas akan memungkinkan berkurangnya perilaku seks bebas. Adapun sebaliknya,
pengetahuan pengetahuan seksualitas yang minim yang komunikasi orangtua dan anak yang
kurang berkualitas akan memungkinkan timbulnya perilaku seks bebas. Oleh karena itu, untuk
langkah preventif timbulnya perilaku seks bebas di MAN Gondangrejo Karanganyar antara lain
adalah perlunya optimalisasi fasilitas perpustakaan yang menyediakan berbagai media dan buku
tentang kesehatan reproduksi, hubungan seksual yang sehat, dan lain sebagainya. Bimbingan dan
konseling dan guru agama juga berperan penting. Guru bimbingan dan konseling lebih optimal
melayani siswa-siswi ketika mereka mempunyai masalah ataupun memberikan informasi
mengenai pergaulan yang sehat. Adapun peran guru agama antara lain menanamkan nilai-nilai
moral dan agama dengan lebih gencar. Pada akhirnya perilaku seks bebas dapat dicegah sedini
mungkin.
F. PENUTUP
1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan
perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat
dari nilai F sebesar 17,279.>3,15 dengan probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini berarti
terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas
komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas siswa-siswi MAN Gondangrejo
Karanganyar.

130
b. Hubungan antara pengetahuan seksualitas dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-
siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat dari nilai t sebesar -3,289 > 1,9977 atau
pobabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,002<0,05). Hal itu berarti bahwa variabel pengetahuan
seksualitas mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Tanda negatif
menunjukkan jika pengetahuan seksualitas semakin baik, maka mengakibatkan perilaku seks
bebas semakin menurun, begitu pula jika pengetahuan seksualitas semakin rendah, maka
mengakibatkan perilaku seks bebas semakin meningkat.
c. Hubungan antara kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada
remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat nilai t sebesar -3,733 (-
3,733 > 1,9977) dengan probabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Artinya bahwa
variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan perilaku seks bebas. Tanda negatif menunjukkan jika kualitas komunikasi orangtua
dan anak semakin baik, maka perilaku seks bebas semakin menurun. Begitu pula, jika
kualitas komunikasi orangtua dan anak semakin rendah, maka perilaku seks bebas semakin
meningkat.
141
d. Besarnya sumbangan efektif kedua variabel secara bersama-sama sebesar 35,1%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peran pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi
orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas sebesar 35,1% dan selebihnya yaitu 64,9%
ditentukan oleh faktor yang lain. Adapun sumbangan relatif pengetahuan seksualitas terhadap
perilaku seks bebas adalah sebesar 15,81% dan sumbangan kualitas komunikasi orangtua dan
anak terhadap perilaku seks bebas sebesar 19,26%.
e. Perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar tergolong
sedang dengan nilai mean sebesar 100,4, pengetahuan seksualitas siswa tergolong sedang
dengan nilai mean sebesar 114,75, serta kualitas komunikasi orangtua dan anak siswa
tergolong sedang dengan nilai mean sebesar 110,28.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran-saran sebagai berikut :
a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan memperluas responden tidak hanya pada
remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar saja, tetapi dapat memperluas sampel
pada instansi yang lain sehingga daya generalisasi hasil penelitian dapat diperbesar.
b. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengembangkan variabel-variabel yang diteliti, sebab tidak
menutup kemungkinan bahwa dengan penelitian yang mencakup lebih banyak variabel akan
dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih baik.

131
c. Bagi pihak pendidik dan instansi sekolah sebaiknya mengoptimalkan peran guru agama serta
guru bimbingan dan konseling untuk memberikan pengarahan kepada anak didiknya sebagai
pencegahan terjadinya perilaku seks bebas.
d. Bagi remaja sebaiknya melatih diri untuk menyalurkan dorongan-dorongan seksual ke dalam
bentuk aktivitas lain yang lebih positif dan bermanfaat.

Daftar Pustaka

Abdurrouf, M., Ghazi, A., Zuhriya, I. 2004. Masa Transisi Remaja. Jakarta: Triasco Publisher.

ACCU (Asia/ Pacific Cultural Centre for UNESCO). 2006. A Preliminary Study of Sex Education
For The Purpose of Preventing Abortion And HIV Infection Among Young People.
Vietnam: Hosei University.

Adikusuma, W.R., Mariyah, E., Pangkahila, A., Sirtha, I.N. 2008. Sikap Remaja terhadap Seks
Bebas di Kota Negara: Perspektif Kajian Budaya. Jurnal elektronik
http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses tanggal 10 Maret 2009 Pukul 14.23 WIB).

Amiruddin, M. 2005. Menanggap Seks sebagai Tabu adalah Kejahatan Kemanusiaan. Jurnal
Perempuan No.41, Mei 2005: 115-120.

Amrillah, A.A., Prasetyaningrum, J., Hertinjung, W.S. 2006. Hubungan antara Pengetahuan
Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua-Anak dengan Perilaku Seksual
Pranikah. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol.8, No.1, Mei 2006: 24-34.

Arief T.Q, M. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CSGF (The
Community of Self Help Group Forum).

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Asmoro, K.G. 2009. Kamasutra dan Kecerdasan Seks Modern. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_____, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_____. S. 2008. Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI et al. 2008. Membangun Keluarga Sehat dan Sakinah
Panduan KIE Bagi Penyuluh Agama. Jakarta: BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI,
NU, MUI, dan DMI.

132
144
Berger, D., Bernard, S., Carvalho, G., Munoz, F., & Clement, P., 2007. Sex Education: Analysis of
Teachers and Future Teachers’ Conception from 12 Countries of Europe, Africa, and
Middle East. Research of Universite de Lyon Portugal.

Bungin, B. 2001. Erotika Media Massa. Surakata: Muhammadiyah University Press.

Capaldi, D.M., Stoolmiller, M., Clark, S., Owen, L.D. 2002. Heterosexual Risk Behaviors in At-
Risk Young Men From Early Adolescences to Young Adulthood: Prevalence, Prediction,
and Association with STD Contraction. The American Psychology Association Journal of
Developmental Psychology: Vol.38, No.3, 394-406.

Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. (terjemahan: Kartono, Kartini). Jakarta: P.T.
Rajagrafindo Persada.

Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Hadi, S. 2004. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.

______. 2001. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi.

Hakim, A. R. 2001. www.waspadaonline.com. (Diakses tanggal 10 Mei 2008 Pukul 15.32 WIB).

Handayani, M.M, Suminar, D.R., Hendriani, W., Alfian, I.N., Hartini, N., 2008. Psikologi
Keluarga. Surabaya: Unit Penelitian dan Publikasi Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga

Hartono, S. 2004. Perilaku Seks Mahasiswa di Surabaya. Anima Indonesian Psychological


Journal.Vol.19, No.3, 297-302.

Hawari, D. 1997. AlQur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa.

Helmi, A.F. & Paramastri, Ira. 1998. Efektivitas Pendidikan Seksual Dini dalam Meningkatkan
Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi. Tahun XXV No.2, 25-34.

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.


(Terjemahan: Istiwadayangti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.

Ingledew, D.K & Ferguson, E. 2007. Personality and Riskier Sexual Behavior: Motivational
Mediator. Journal of Psychology and Health: 22 (3), 291-315.

Kadarwati, A., Lestari, S., Asyanti, S. 2008. Sikap Remaja terhadap Perilaku Seks Bebas: Lebih
Dipengaruhi Orang Tua atau Teman Sebaya. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala
Psikologi. Vol. 10. No.1, Mei 2008: 19-28.

Kalichman, S. C., & Weindhardt, L. 2001. Negative Effect and Sexual Risk Behavior: Comment
on Crepaz and Marks (2001). Journal of Health Psychology, Vol.20, No.4, 300-301.

133
Kaplan, H.I, Sadock, B.J., & Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku:
Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid II. (Terjemahan: Kusuma, W.). Jakarta: Binarupa
Aksara.

Kartono, K. 1985. Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: C.V. Rajawali

Kirby, D. 2007. New Research Identifies Effective Teen Sex Education Programs and Other
Intervention. Electronic Journal: www.StayTeen.org The National Campaign to Prevent
Teen and Unplanned Pregnancy (Diakses Tanggal 5 Agustus 2008 Pukul 13.15 WIB)

Kurniawan,Y, Kusumawardhani, N., Apsari,Y., Yusof, A.M. 2002. Peranan Pola Asuh Orang Tua
dalam Membentuk Perilaku Transeksual (Studi Kasus di Malaysia). Anima Indonesian
Psychological Journal. Vol.18.No.1, 3-13.

Laily, N. & Matulessy, A. 2004. Pola Komunikasi Masalah Seksual Antara Orang Tua dan Anak.
Anima Indonesian Psychological Journal. Vol.19, No.2, 194-205.

Laksmiwati, I.A.A. 2008. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja. Jurnal Elektronik
http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses tanggal 14 Maret 2009 Pukul 10.45 WIB).

Lestari, S. & Hertinjung, W.S. 2007. Sikap Ibu terhadap Pertanyaan Anak tentang Seksualitas.
Jurnal Psikologika No.24, Tahun XII, Juli 2007.

Madani, H.A., 2003. Seksualitas dalam Kerangka Berfikir Anak Kita. Jurnal Tazkiya Vol.3,
Nomor 2, Oktober, hal.67-72.

Manuaba, I.B.G. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Mukti, A., Utamadi, G., Hambali., Sudrajat, L.A., Wijanarko, M., Sarwono, S., Soemardi.,
Adisusilo, S.H., Sukri, S.S.,Subandriyo,I. 2005. Kesehatan Reproduksi Remaja: Tela
Iritis Realitas. Kudus: Penerbit Program Studi Psikologi Universitas Sunan Muria

Mutadin, Z. 2002. Pendidikan Seksual pada Remaja. www.e-psikologi.com. (Diakses Tanggal 10


Mei 2008 Pukul 12.05 WIB).

Notosoedirdjo, M. & Latipun. 2005. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang:
Penerbitan Universitas Muhammadiyah.

Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta:
Andi Offset.

Pangkahila, W. 2005. Seks yang Indah. Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara.

___________. 2007. Membangun Karakter Seksual dan Gender Anak Sejak Dini.
www.lk3web.info. (Diakses tanggal 8 Mei 2008).

134
Prasetya, B.E.A. 2007. Seks Pra Nikah di Mata Remaja Akhir. Jurnal Psikologi. Vol.19. No.1,
Maret 2007.

Patterson, C. J. 2008 Sexual Orientation Across the Life Span: Introduction to The Special Section.
The American Psychology Association Journal of Developmental Psychology: Vol.44,
No.1, 1-4.

Prihartini, T., Nuryoto, S., Aviatin, T. 2002. Hubungan antara Komunikasi Efektif tentang
Seksualitas dalam Keluarga dengan Sikap Remaja Awal terhadap Pergaulan Bebas antar
Lawan Jenis. Jurnal Psikologi Tahun XXIX No.2:124-139.

Priyatno, D. 2009. SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta: Gava
Media.

Purnawan, I. 2004. Seksualitas. www.unsoed.ac.id. (Diakses tanggal 19 Maret 2009 Pukul 15.44
WIB).

Quadara, A., Carmody, M. & Willis, K. (2006). Review: Developing ethical sexual lives: Young
people, sex and sexual assault prevention. Sydney: University of Western Sydney.

Rahardjo, W. 2008. Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Pria: Kaitannya dengan Sikap
terhadap Tipe Cinta Eros dan Ludus, dan Fantasi Erotis. Indigenous, Jurnal Ilmiah
Berkala Psikologi. Vol. 10. No.1, Mei 2008:1-2.

Rakhmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ramos, G. V. & Bouris, A., 2008. Parents Adolescent Communication About Sex in Latino
Families: A Guide of Practitioners. Washington: The National Compaign to Prevent
Teen and Unplanned Pregnancy.

Resminawati & Triratnawati, A. 2006. Proses Internalisasi Nilai-nilai Budaya dalam Kaitannya
dengan Hubungan Seksual Pranikah pada Remaja Bugis-Bone di Makasar. Akademika:
Jurnal Kebudayaan, Vol 4., No.2, Oktober.

Santrock, J.W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid II.
(Terjemahan: Damanik, J. & Chusairi, A.). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. & Samsidar, A. 2004. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks. Yakarta:
Rajawali Press.

Sarwono, S.W. 1994. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja. Jakarta: C.V.Rajawali.

Sarwono, S.W. 1981. Seksualitas dan Fertilitas Remaja. Jakarta: C.V.Rajawali

Silva, M. 2002. The effectiveness of School-based Sex Education Programs in The Promotion of
Abstinent Behavior: a Meta-analysis. Health Education Research Theory & Practice:
Vol.17 no.4 2002, Pages 471-481.

Soekatno CR, O. 2008. Psikologi Seks: Menyingkap Problem Psikososial dan Psikoseksual
Selebritis. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

135
Strange, V., Forrest, S., Oakley, A., & The Ripple Study Team. 2002. Peer-led sex Education –
Characteristics of Peer Educators and Their Perceptions of The Impact on Them of
Participation in a Peer Education Programme. Health Education Research: Vol.17, No.3,
327-337.

Stasburger, V. C. 2005. Adolescents, Sex, and The Media: Ooo, Baby, Baby –a Q-A.
www.adolescent.theclinics.com. Journal of Adolescent Medicine Clinic, Med: 16, 269-
288. (Diakses tanggal 5 Agustus 2008 Pukul 10.25 WIB).

Subiyanto, P. 2005. Smart Sex Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pranikah. Jakarta:
P.T. Gramedia Pustaka Utama.

Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo

Suryoputro, A., Ford, N.J., Shaluhiyah, Z., 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya tehadap Kebijakan dan Layanan
Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Makara, Kesehatan: Vol. 10 No.1 Juni, hal 29-40.

Thomas, C.L. & Dimitrov, D.M., Effect of Teen Pregnancy Prevention Program on Teens’
Attitudes Toward Sexuality: A Latent Trait Modeling Approach. 2007. The American
Psychology Association Journal of Developmental Psychology, Vol.43 No.1, 173-185.

Wahyudinata, M., 2007. Televisi dan Pergeseran Konsep Seks Normatif: Pengaruh Tayangan
Pornomedia Televisi dan Agama terhadap Sikap Seks Mahasiswa S1 Kota Surabaya.
Jurnal Ilmiah Scriptura: Vol. 1, No.1, Januari.

Wulandari, K., Yuwono, S., Pratisti, W.D. 2006. Perilaku Seksual Ditinjau dari Kualitas
Komunikasi Orang Tua-Anak. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi:. Vol.8 No.2

www.liputan6.news.tv. (Diakses tanggal 4 Februari 2010 Pukul 20.30 WIB).

www.wikipedia.com. (Diakses tanggal 20 April 2009 Pukul 15.43 WIB).

Zanden, J.W.F. 1985. Human Development Third Edition. New York: Alfred A. Knopf.

Zubaidi, A. 2008. Khutbah Jumat Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI, PBNU, MUI, dan DMI.

136
HUBUNGAN LINGKUNGAN PERGAULAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKS BEBAS
PADA REMAJA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan

Oleh :

APRI SULISTIANINGSIH

R0106003

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA

2010

i
HALAMAN VALIDASI

HUBUNGAN LINGKUNGAN PERGAULAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN


TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKS BEBAS
PADA REMAJA

KARYA TULIS ILMIAH

APRI SULISTIANINGSIH

R0106003

Telah disetujui oleh Pembimbing untuk diujikan di Hadapan Tim Penguji

Pada Tanggal___________________

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Munawaroh, S.S.T, SKM, M.Kes )( S Bambang Widjokongko,dr,PHK,M.pd Ked)


NIP: 194812311976091001

Ketua Tim KTI

( Moch. Arief Tq, dr, MS, PHK )


NIP : 195009131980031002

ii
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN LINGKUNGAN PERGAULAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN


TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP SEKS BEBAS
PADA REMAJA

KARYA TULIS ILMIAH

APRI SULISTIANINGSIH

R0106003

Telah dipertahankan dan disetujui di hadapan Tim Validasi KTI


Mahasiswa D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS

Pada Hari Senin, 10 Mei 2010

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Munawaroh, S.S.T, SKM, M.Kes) (S Bambang Widjokongko,dr,PHK,M.pd Ked)


NIP: 194812311976091001
Penguji Ketua Tim KTI

(Muthmainah, dr, M.Kes) (Moch. Arief Tq, dr, MS, PHK )


NIP: 196607021998022001 NIP : 195009131980031002

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis ini saya persembahkan kepada :


 Mamak, Mamak dan Mamak tersayang yang selama ini selalu
mendengarkan cerrita tugas akhirku dengan penuh kesabaran dan
semangatmu telah mengukir semangat yang lebih dalam pada diriku
 Alm.Bapakku tersayang, aku tahu pasti bapak bahagia karena aku
memenuhi janjiku untuk terus sekolah hingga menamatkan di DI
Kebidanan UNS ini.
 Mbak Atik yang sabar bolak – balik buat ngurusin adikmu yang di
Solo ini, Mbak Aci, Mbak Ai’ dan adikku Ipan yang udah kasih
dukungan dan doanya
 Semua keluarga besar yang mendoakan yang terbaik buatku
 Teman – teman AAST (Anyak,Anges,Siwi dan Tia) yang udah bantu
banyak di penelitian, juga waktu ujian hasil rela membantu walau
sama – sama ujian mid.
 Teman – teman kos Raisa, Mb If, Mb Apri, Mb Dewi, Mb rina, Mb rini,
Atun, Dian,Mb Janah makasih yach, atas doa dan ijinya sering pulang
malam.
 Teman – teman seperjuangan di D IV Kebidanan FK UNS yang telah
membersamai hampir 4 tahun.
 Ikhwahfillah di PUSKOMDA yang langsung jarkom buat kirim doa gitu
tau aku pendadaran, saat tahu, aku langsung terharu
 Semua pihak yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu. Terimakasih

untuk semuanya.

iv
Motto

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri

sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi

yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan

kejinya itu, sedang mereka mengetahui (Ali Imran ; 132)

"Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan

di antaranya ada perkara yang samara-samar yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)

nya. Barang siapa yang menghindari perkara samara-samar, maka ia telah membersihkan agama dan

kehormatannya. Barang siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samara-samar maka ia telah jatuh

ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik

orang lain) dan dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki

larangan (undang-undang), ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya.

Ketahuilah bahwa di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula

seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal

daging itu adalah hati." (HR. Bukhori dan Muslim).

Selalu berusaha dalam setiap amanah yang dikerjakan dengan sungguh – sungguh kemudian

sabar dan ikhlas untuk mendapat keberkahan dari Allah SWT

v
ABSTRAK

Apri Sulistianingsih R0106003 Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat


Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas Pada
Remaja

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, dalam mempersiapkannya juga


sangat tergantung kepada kebudayaan masyarakat. Termasuk tentang pentingnya
memberikan filter terhadap hal – hal negatif pada remaja, salah satu diantaranya adalah
seks bebas. Pengetahuan remaja Indonesia yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
masih sangat sedikit. Masyarakat masih menganggap tabu segala sesuatu yang
berhubungan dengan seks dan penyuluhan dari pemerintah masih kurang. Sedangkan
lingkungan pergaulan remaja semakin sulit dikontrol.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dan
tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling
dengan subyek penelitian 50 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner.
Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi product moment dan regresi ganda dengan
menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 17.

Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi yang kuat (0,703) dan signifikan ((p)
0,000) antara lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan sikap seks bebas remaja. Hasil uji statistik regresi berganda diketahui persamaan
Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2 dengan nilai keberartian F 23,005 dan sumbangan
efektif sebesar 49,50%.

Kesimpulannya, terdapat hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan


kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas, semakin mendukung lingkungan
pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi, maka semakin tidak setuju
sikap seks bebas pada remaja.

Kata kunci: Lingkungan Pergaulan, Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, Sikap


Seks Bebas.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat

dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan Tentang

Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas Pada Remaja. Shalawat serta

salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para

sahabat dan orang-orang di jalannya.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak

lepas dari dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bimbingan, dorongan dan nasehat-

nasehat. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Bapak Dr. M. Syamsulhadi, dr, SpKJ (K) Selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

2. Bapak Prof.Dr. A.A. Subijanto, dr, MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret

3. Bapak H. Tri Budi W, dr, Sp.OG (K), Ketua Program Jurusan D-IV Kebidanan

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Bapak Mochammad Arief Tq,.dr,MS.,PHK selaku ketua TIM Karya Tulis Ilmiah

DIV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

5. Ibu Munawaroh, S.ST, S.KM, M.Kes, selaku pembimbing utama atas semua

bimbingan, kesabaran, pengarahan dan waktu yang telah diberikan untuk

membimbing penulis

vii
6. Bapak S. Bambang Widjokongko, dr, PHK, M.Pd Ked, pembimbing pendamping

atas semua bimbingan, pengarahan dan waktu yang telah diberikan untuk

membimbing penulis

7. Ibu Muthmainah, dr, M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dan

saran untuk kebaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah

8. Ibu Nurul, Spd selaku Waka I SMKN 4 atas ijin dan bantuan yang telah diberikan

dalam mengerjakan validitas kuesioner.

9. Ibu Dra Sri Supartini,MM selaku kepala sekolah SMKN 6 dan Bapak Hendri

Maryanto selaku Waka 1 SMKN 6 atas ijin dan bantuan yang telah diberikan dalam

mengerjakan penelitian

10. Seluruh dosen dan karyawan D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah

11. Teman – teman seperjuangan angkatan 2006 mahasiswa D IV Kebidanan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih

banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis berharap saran dan kritik dari

pembaca semua untuk kebaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga berharap

Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, 18 Mei 2010

Apri Sulistianingsih

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN VALIDASI ................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv

MOTTO........................................................................................................... v

ABSTRAK ....................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... x

DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................. 4

C. Tujuan ..................................................................................... 4

D. Manfaat ................................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP ............ 7

A. Tinjauan Pustaka .................................................................... 7

ix
1. Remaja ............................................................................. 7

2. Lingkungan Pergaulan ...................................................... 9

a. Pengertian lingkungan Pergaulan ................................ 9

b. Macam- macam lingkungan pergaulan ....................... 10

c. Aspek lingkungan pergaulan remaja ........................... 11

3. Pengetahuan..................................................................... 12

a. Pengertian ................................................................... 12

b. Tingkatan Pengetahuan .............................................. 13

4. Kesehatan Reproduksi ..................................................... 14

a. Pengertian ................................................................... 14

b. Alat reproduksi ........................................................... 15

c. Fisiologi alat reproduksi.............................................. 17

d. Faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi ....... 19

e. Hal - hal yang perlu diperhatikan ............................... 20

f. Bahaya kehamilan di luar nikah .................................. 21

g. Penyakit menular seksual ............................................ 21

5. Sikap ................................................................................ 22

a. Pengertian ................................................................... 22

b. Komponen Pokok Sikap .............................................. 23

c. Faktor – faktor yang mempengaruhi Sikap .................. 24

d. Ciri – ciri sikap ........................................................... 26

e. Sifat sikap ................................................................... 26

f. Cara pengukuran sikap ................................................ 27

x
6. Seks bebas ......................................................................... 27

a. Pengertian................................................................. 27

b. Pengaruh buruk akibat seks bebas ............................. 28

B. Kerangka Konsep ................................................................... 31

C. Hipotesis ................................................................................ 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 32

A. Desain Penelitian ...................................................................... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 32

C. Populasi Penelitian ................................................................... 33

D. Sampel dan Teknik Sampling ................................................... 34

E. Kriteria Retriksi ........................................................................ 34

F. Definisi Operasional Variabel ................................................... 35

G. Instrumentasi Penelitian ............................................................ 36

H. Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................................... 43

I. Analisis Data ............................................................................ 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN.............................................................................. 52

A. Hasil Validitas dan Reabilitas Kuesioner ..................................... 52

B. Deskripsi Data Penelitian .............................................................. 53

1. Analisis deskriptif karakteristik data................................... 53

2. Analisis deskriptif masing – masing variabel..................... 54

C. Uji Persyaratan Analisis .............................................................. 57

1. Uji Normalitas ...................................................................... 57

2. Uji Linearitas ........................................................................ 57

xi
D. Pengujian Hipotesis dan Analisis Data Hubungan

Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan Kesehatan

Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas. ...................................... 59

BAB V. PEMBAHASAN................................................................................... 67

A. Lingkungan Pergaulan Remaja ................................................. 67

B. Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ............................. 69

C. Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan

Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas Pada Remaja. 70

D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 72

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 74

A. Kesimpulan ................................................................................... 74

B. Saran ............................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
ABSTRAK

Apri Sulistianingsih R0106003 Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat


Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas Pada
Remaja

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, dalam mempersiapkannya juga


sangat tergantung kepada kebudayaan masyarakat. Termasuk tentang pentingnya
memberikan filter terhadap hal – hal negatif pada remaja, salah satu diantaranya adalah
seks bebas. Pengetahuan remaja Indonesia yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
masih sangat sedikit. Masyarakat masih menganggap tabu segala sesuatu yang
berhubungan dengan seks dan penyuluhan dari pemerintah masih kurang. Sedangkan
lingkungan pergaulan remaja semakin sulit dikontrol.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dan
tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling
dengan subyek penelitian 50 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner.
Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi product moment dan regresi ganda dengan
menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 17.

Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi yang kuat (0,703) dan signifikan ((p)
0,000) antara lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan sikap seks bebas remaja. Hasil uji statistik regresi berganda diketahui persamaan
Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2 dengan nilai keberartian F 23,005 dan sumbangan
efektif sebesar 49,50%.

Kesimpulannya, terdapat hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan


kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas, semakin mendukung lingkungan
pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi, maka semakin tidak setuju
sikap seks bebas pada remaja.

Kata kunci: Lingkungan Pergaulan, Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, Sikap


Seks Bebas.

xiii
ABSTRACT

Apri Sulistianingsih. R0106003. Association of Environmental and Reproductive


Health Awareness Level with Attitude Free Sex for Young People.

Young people are the backbone of the nation, it is also highly dependent on the culture
of the community. Including the importance of providing a filter against it - the negative
things on teenagers, one of them is free sex. Indonesian adolescent knowledge related to
reproductive health is still very limited. The community is still considered taboo all
things related to sex and extension of the government is still lacking. While the teen
social circle more and more difficult to control.

The purpose of this study is to determine the relationship of environmental and the level
of knowledge of reproductive health with free sex attitudes in adolescence. This study
uses an analytic observational study design with cross sectional approach. The sampling
technique used was simple random sampling with 50 student subjects. Data was
collected using questionnaires. Test hypothesis using product moment correlation
analysis and multiple regression using SPSS version 17.

Results of data analysis showed a strong correlation (0.703) and significantly ((p)
0.000) between social environment and reproductive health knowledge and level of free
sex with teen attitude. Results of multiple regression equation Y = 10.237 unknown +
0.593 X1 + 1.165 X2 significance F value 23.005 and effective contribution amounting
to 49.50%.

In conclusion, there are socially and environmentally related reproductive health


knowledge level with free sex attitudes, more supportive social environment and level
of reproductive health knowledge, attitudes disagree hence more free sex in adolescents.

Keywords: Environmental intercourse, level of Reproductive Health Knowledge,


Attitude Free Sex.

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di

masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar

lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada

kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk

didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku

yang negatif, yang antara lain : minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang,

seks bebas dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit

HIV/AIDS (Rauf, 2008).

Masa remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa yang pada masa

ini individu mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis.

Perubahan yang terjadi pada saat remaja diantaranya timbulnya proses

perkembangan dan pematangan dari alat serta fungsi reproduksi (Munawaroh,

2001).

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi penting khususnya bagi

remaja, agar remaja mengetahui fungsi – fungsi reproduksi secara benar dan

sehat serta bertanggung jawab ( Munawaroh, 2001).

Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional

tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami risiko seks bebas serta

alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya

(Yuliadi, 2010).
xv
Remaja Indonesia mencakup 37% dari penduduk, tetapi informasi

berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang ditujukan pada mereka dan yang

mereka miliki sangat sedikit. Masyarakat masih menganggap tabu segala sesuatu

yang berhubungan dengan seks, antara lain pembicaraan, pemberian informasi

dan pendidikan seks. Oleh karena itu remaja mencari berbagai sumber informasi

yang mungkin dapat diperoleh, misalnya membahasnya dengan teman

sebayanya, bisa saja penjelasan yang kurang lengkap dari orang tua, membaca

buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan masturbasi,

bercumbu, atau bersanggama (Sarwanto, 2004).

Menurut Masri dalam Yahdilah (2008), direktur BKKBN (Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), hasil survey terakhir di 33 provinsi

di Indonesia tahun 2008 menunjukkan adanya peningkatan jumlah remaja yang

mengaku berhubungan seks diluar nikah yaitu 63 %. Padahal di tahun 2005-

2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya

dan Makassar, masih berkisar 47,54 %.

Laporan dari jurnal kependudukan dan pembangunan dalam tahun 2005

menunjukkan tentang penelitian terhadap 164 orang terdiri atas 139 subjek laki –

laki dan 29 subjek wanita pada siswa – siswi kelas III SMA di kota Surakarta

dengan hasil 43,17 % subjek laki – laki kadang – kadang melakukan onani, 36%

subjek wanita tidak pernah melakukan masturbasi, 41,73% subjek laki – laki

melakukan hubungan seks pada usia 15 – 17 tahun dan 60% subjek wanita pada

usia 15 tahun, 42,45% laki – laki melakukan hubungan seks pada usia 18- 19

tahun dan 28% subjek wanita. Terdapat 2,88% subjek laki – laki dan 11,5%

xvi
subjek wanita melakukan hubungan seks pada usia 12-14 tahun. Sebagian besar

alasan subjek laki – laki adalah bukti rasa cinta sebanyak 47,73%. Sedangkan

44% subjek wanita melakukanan hubungan seks pertama kali didasari keinginan

untuk mencoba (Kasturi, 2005).

Menurut Paniani dalam Syarif (2008) Ketua Jaringan Epidemologi

Nasional (JEN), beberapa kalangan remaja sudah masuk dalam sosialisasi

kesehatan reproduksi dari BKKBN, tetapi belum menjangkau keseluruhan.

Padahal potensi terjadinya seks bebas di kalangan remaja sengat besar. Hal ini

diungkapkan dalam Temu Nasional Kesehatan Seksual Remaja di Universitas

Katolik Soegijapranata Semarang.

Menurut Purnawan dalam Yuliadi (2010), ada beberapa faktor yang

mendorong remaja melakukan seks bebas yaitu dari faktor internal dan

eksternal. Faktor internal diantaranya adalah tingkat perkembangan seksual,

pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan motivasi. Sedangkan faktor

eksternal adalah keluarga, pergaulan dan media massa.

SMK Negeri 6 merupakan sekolah menengah berstandar nasional yang

terletak di Jl L.U Adisucipto No 38 Manahan Surakarta. Letak SMKN 6

Surakarta yang strategis dengan pusat kota, sehingga lingkungan pergaulan pada

siswa lebih heterogen. Pengetahuan kesehatan reproduksi di SMK N 6 Surakarta

didapatkan dari penyuluhan yang dilakukan oleh BKKBN setiap satu tahun

sekali. Sekarang penyuluhan tersebut di dapatkan dari pemerintah kota melalui

Puskesmas Manahan bidang PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) dan

xvii
frekuensinya maksimal satu tahun sekali. Hal tersebut dapat meningkatkan

resiko terjadinya sikap mendukung terhadap seks bebas.

Bertolak dari permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian yang

mengarah pada pengkajian lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran diatas dapat dirumuskan suatu uraian permasalahan

sebagai berikut:

Apakah ada hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang

kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas

pada remaja.

b. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

dengan sikap seks bebas pada remaja

c. Mengetahui hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

xviii
Memberikan sumbangan teoritis tentang hubungan lingkungan pergaulan

dan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks

bebas pada remaja.

2. Manfaat praktis

a. Institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk memperkokoh teori atau ilmu

pengetahuan tentang hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada

remaja.

b. Institusi sekolah

Sebagai bahan masukan bagi sekolah bahwa lingkungan pergaulan dan

kesehatan reproduksi bagi remaja sangatlah penting. Sehingga

diperlukan upaya preventif kepada remaja agar sikap mendukung seks

bebas tidak terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan hasil

penelitian pada sekolah, dan memberikan masukan untuk

menambahakan materi kesehatan reproduksi pada kurikulum sekolah.

c. Subjek penelitian

Untuk meningkatkan pengetahuan tentang lingkungan pergaulan dan

kesehatan reproduksi sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku yang

lebih bertanggung jawab.

xix
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Remaja

xx
Menurut definisi yang dirumuskan WHO, remaja adalah suatu masa

pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dari saat pertama kali

menunjukkan tanda – tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan

seksual, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari

kanak – kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial

ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Fatimah, 2006).

Menurut ciri perkembangannya masa remaja dibagi tiga tahap yaitu masa

remaja awal 10 -12 tahun, masa remaja tengah 13 – 15 tahun dan masa remaja

akhir 16 – 19 tahun. Ciri – ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar

penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat

dilakukan lebih baik (Depkes RI, 2001).

Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas,

lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak. Ciri

khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan

mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir

abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu

pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya,

mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir

abstrak (Depkes RI, 2001).

Perubahan psikis yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan keinginan

untuk menyendiri, keengganan untuk bekerja, merasa bosan, kegelisahan yang

menguasai diri, emosional, kurang percaya diri, mengkhayal dan berfantasi,

mengalami rasa malu yang berlebihan, keinginan untuk mencoba hal yang belum

xxi
diketahui, keinginan untuk menjelajah dan suka akan aktivitas kelompok

(Fatimah, 2006).

Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ – organ

genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki – laki ditandai dengan mulai

keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai

dengan menarche atau haid pertama kali (Soetjiningsih, 2004)

Perubahan organ kelamin sekunder pada laki – laki ditandai dengan

perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada

organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan

(Soetjiningsih, 2004).

Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit

muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara

membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar

dan mulai berfungsi (Soetjiningsih, 2004).

Berbagai perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan kadar

gonadotropin yatau Folikel stimulating hormon (FSH) dan Leuteanezing hormon

(LH) yang akan mematangkan sel leidig dan mengeluarkan hormon testosteron

serta hormon estrogen pada wanita sebelum menstruasi. Selama pubertas pada

anak laki – laki kadar hormon testosteron meingkat melebihi 20 ng/dl, yang

sebelumnya selama anak – anak lebih kecil dari 10 ng/dl (Soetjiningsih, 2004).

2. Lingkungan Pergaulan

a. Pengertian lingkungan pergaulan

xxii
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita dan

mempengaruhi perkembangan manusia, seperti : iklim, alam sekitar, situasi

ekonomi, perumahan, makanan, pakaian, manusia lain dan lain – lain.

Menurut Zoer’aini (2003): Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang

berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

organisme, Ngalim (2004), menyatakan lingkungan sosial adalah semua

orang/manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial

tersebut ada yang kita terima secara langsung dan tidak langsung.

Pergaulan adalah kontak langsung antara satu individu dengan individu

lain (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001).

Lingkungan pergaulan adalah tempat berkembanganya perilaku

terhadap kebiasaan yang ada di lingkungan. Lingkungan pergaulan yang

kurang baik akan berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang. Hal-hal

yang tidak baik yang diterimanya dalam interaksi menjadi hal yang biasa

baginya. Lingkungan dan pergaulan yang tidak baik dapat mempengaruhi

seseorang untuk melanggar norma-norma yang ada di dalam masyarakat

(Yunita,2009).

b. Macam – macam lingkungan pergaulan

Masa remaja memang masa yang penuh dengan bergaul. Remaja

biasanya lebih suka dengan pergaulan yang bebas dengan teman sebaya,

karena teman sebaya dapat dijadikan teman akrab dan teman curhat (curahan

hati). Walaupun orang tua dapat dijadikan teman untuk bicara, tetapi remaja

xxiii
lebih suka bercerita dan bergaul dengan teman – temannya, sehingga para

remaja harus lebih berhati – hati dalam memilih teman (Putera, 2008).

Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2001) pergaulan dapat dibedakan dalam

berbagai dasar :

1) Menurut siapa yang terlibat dalam pergaulan itu, maka pergaulan dapat

dibedakan menjadi :

a) Pergaulan anak dengan anak

b) Pergaulan anak dengan orang dewasa

c) Pergaulan orang dewasa dengan orang dewasa

2) Dipandang dari bidangnya, maka pergaulan dapat dibedakan

a) Pergaulan yang bersifat ekonomis

b) Pergaulan yang bersifat seni

c) Pergaulan yang bersifat paedagogis

3) Ditinjau dari pergaulan itu, dapat digunakan rentangan – rentangan untuk

membedakan meliputi :

a) Pergaulan ekonomis dan tidak ekonomis

b) Pergaulan seni dan bukan seni

c) Pergaulan paedagogis dan tidak paedagogis

c. Aspek lingkungan pergaulan remaja

Aspek lingkungan pergaulan remaja menurut Hadi (2005) yaitu meliputi :

1) Lingkungan keluarga

xxiv
Dalam keadaan normal, maka lingkungan pertama yang berhubungan

dengan anak adalah orang tuanya, saudaranya, atau mungkin kerabat dekat

yang tinggal serumah. Lingkungan keluarga merupakan miniatur dari

masyarakat dan kehidupannya, sehingga pola keluarga akan memberi

pandangan anak terhadap hidup di masyarakat. Hal - hal yang perlu

diperhatikan dalam lingkungan keluarga adalah status sosial ekonomi,

suasana keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan keluarga (Hadi,

2005).

2) Lingkungan sekolah

Sekolah merupakan tempat dimana anak melakukan kegiatan belajar

secara terarah dan terprogram dengan baik. Pergaulan sekolah berarti

segala kegiatan antara guru dengan siswa yang meliputi : kegiatan

pembelajaran, interaksi sosial, serta komunikasi sosial antara warga

sekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pergaulan sekolah adalah

lingkungan dimana guru dan siswa melakukan aktivitas belajar mengajar

serta interaksi sosial dan komunikasi personal antar warga sekolah (Hadi,

2005).

3) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang berada di

sekitar individu yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan remaja. Remaja yang tinggal bersama orang tua maupun di

kos - kosan tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan masyarakat.

Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi remaja :

xxv
a) Pola kehidupan masyarakat

b) Teman bergaul

c) Media massa (Hadi,2005)

3. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan

pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, yang termasuk disini antara lain mengingat kembali suatu

materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (comprehension)

xxvi
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

materi secara benar.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen – komponen tetapi masih dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau obyek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur

dapat disesuaikan dengan tingkatan – tingkatan di atas (Notoadmodjo,

2003).

xxvii
Dari adanya pengetahuan dari objek tertentu seseorang dapat mengolah

menjadi sebuah informasi kemudian akan terbentuk persepsi. Informasi adalah

pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi.

Sedangkan persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas

suatu informasi terhadap stimulus. Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin

banyak informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang

dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan

bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Wapedia,

2009).

4. Kesehatan Reproduksi

a. Pengertian

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental

dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam

segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta

prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan

seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara

sehat dan aman (Fatimah, 2006).

b. Alat reproduksi

1) Alat reproduksi wanita

Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar (dapat dilihat karena

di permukaan tubuh) dan bagian dalam (tidak terlihat karena di dalam

panggul). Alat reproduksi wanita bagian luar terdiri dari : 1) bibir

xxviii
kemaluan/labia mayora, 2) bibir dalam kemaluan/labia minora, 3)

kelentit/clitoris dan 4) vulva. Sedangkan alat reproduksi wanita bagian

dalam terdiri atas : 1) vagina, 2) leher rahim/cervik, 3) rahim/uterus, 4)

saluran telur/tuba falopii, dan 5) dua buah indung telur/ ovarium.

Gambar 2.1 Alat rerpoduksi wanita bagian luar


Sumber: Manuaba, 2009

Gambar 2.2 Alat reproduksi wanita bagian dalam


Sumber : Diana, 2008

xxix
2) Alat reproduksi laki – laki

Sedangkan alat reproduksi laki – laki terdiri dari penis dan kantung zakar,

urethtra, kelenjar prostat dan saluran vas deference (Depkes RI dan

WHO, 2003).

Gambar 2.3 Alat reproduksi laki – laki


Sumber: Graw, 2009

c. Fisiologi alat reproduksi.

Fungsi alat reproduksi menurut Manuaba (2009):

1) Alat reproduksi wanita

a) Labia mayora

Labiya mayora berbentuk lonjong menjurus ke bawah dan bersatu di

bagian bawah. Fungsi labia mayora untuk menutupi lubang vagina.

b) Labia minora

xxx
Labia minora merupakan lipatan kecil di bagian dalam labia mayora.

Labia ini analog dari kulit skrotum pria.

c) Klitoris

Merupakan bagain yang erektil, mengandung banyak pembuluh darah

dan sangat sensitif.

d) Himen (Selaput dara)

Merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina. Pada

umumnya himen berlubang sehingga menjadi saluran aliran darah

menstruasi. Pada hubungan seks pertama himen akan robek dan

mengeluarkan darah.

e) Vagina

Merupakan saluran yang menghubungkan rahim dengan dunia luar.

f) Rahim

Bentuk rahim seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram. Rahim

merupakan tempat berkembangnya janin.

g) Tuba fallopii

Merupakan saluran lurus, yang ujungnya berbentuk seperti rumbai –

rumbai. Disini tempat terjadinya pembuahan sperma dan ovum.

h) Ovarium

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama,

sehingga mempunyai dampak pengatur proses menstruasi. Ovarium

xxxi
mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan. Pada saat telur dikeluarkan

wanita mengalami masa subur.

2) Alat reproduksi laki – laki

a) Penis

Penis merupakan jaringan erektil yang berfungsi untuk deposit sperma

dalam hubungan seksual sehingga dapat ditampung dalam liang

senggama.

b) Testis

Testis disebut juga buah zakar. Testis berada di luar yang dibungkus

dengan skrotum yang longgar. Testis merupakan alat penting yang

untuk membentuk hormon pria yaitu testosteron dan membentuk

spermatozoa. Spermatozoa yang telah dibentuk disimpan pada saluran

testis. Spermatozoa tidak tahan panas dan tidak tahan suhu dingan.

Kulit skrotum yang lingggar berguna untuk mengatur suhu sehingga

panasnya relatif tetap.

c) Epididimis

Epididimis merupakan saluran dengan panjang 45-50 cm, tempat

bertumbuh dan berkembangnya spermatozoa, sehingga siap untuk

melakukan pembuahan

d) Kelenjar prostat

Kelenjar prostat merupakan pembentuk cairan yang akan bersama –

sama keluar saat ejakulasi dalam hubungan seksual.

e) Vas deferens

xxxii
Vas deferens merupakan kelanjutan dari saluran epididimis yang dapat

diraba dari luar.

d. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi

Merurut Harahap (2008) faktor - faktor yang mempengaruhi kesehatan

reproduksi adalah :

1) Faktor sosial ekonomi

Kemiskinan, tingkat pengetahuan yang rendah, ketidaktahuan

tentang kesehatan reproduksi dan lokasi tempat tinggal yang terpencil.

2) Faktor budaya dan lingkungan

Informasi tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh.

3) Faktor Psikologis

Remaja dengan kondisi Broken home (keretakan pada orang tua,

depresi karena ketidak seimbangan hormon dan lain-lain).

4) Faktor Biologis

Cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit

seksual, dan lain – lain.

e. Hal – hal yang perlu diperhatikan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada remaja menurut Depkes dan

WHO (2003) antara lain :

1) Selaput dara/ hymen

xxxiii
2) Tanda – tanda kematangan alat- alat reproduksi wanita. Seperti

membesarnya payudara, tekstur kulit yang halus, dan bentuk tubuh

menjadi indah

3) Haid/ menstruasi hal – hal lain yang perlu diperhatikan saat haid. Seperti

haid pertama (menarche), lamanya menstruasi, siklus menstruasi,

keluhan menstruasi dan jumlah darah yang dikeluarkan

4) Ereksi

Ereksi merupakan membesarnya ukuran penis karena vaskularisasi

daerah penis yang disebabkan adanya rangsangan

5) Onani

Onani adalah aktivitas menyentuh/ meraba bagian tubuh dengan tujuan

untuk merangsang secara seksual dirinya sendiri (Manuaba,2009)

6) Mimpi basah

Mimpi basah (emisi noktural) adalah pengeluaran cairan semen pada laki

– laki saat tidur. Mimpi basah biasa dialami oleh remaja laki – laki,

sekaligus menandakan bahwa telah memasuki masa pubertas ( Manuaba,

2009)

f. Bahaya kehamilan di luar nikah

Dampak paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah

meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada

sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan

remaja (Syarif, 2008).

g. Penyakit menular seksual (PMS)

xxxiv
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya melalui

hubungan seksual. Penularan tersebut dapat terjadi pada perilaku seks bebas

(seks pra-nikah, berganti – ganti pasangan atau dengan penjaja seks, serta

hubungan seksual berisiko). Jenis PMS diantaranya adalah gonorrhea, sifilis

(raja singa), herpes genetalis, trikomoniasis vaginalis, klamidia, dan

sebagainya. Adapun cara pencegahannya adalah dengan tidak melakukan

hubungan seksual sebelum menikah, bagi remaja yang sudah menikah harus

saling setia. Wanita perlu diketahui bahwa risiko tertular PMS lebih besar

dari laki- laki, sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan (Depkes RI dan

WHO, 2003).

Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja sebagai

dasar penentuan sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang positif.

Pengetahuan yang tepat, benar dan terarah akan membantu siswa memiliki

sikap dan perilaku positif (Rauf, 2008).

5. Sikap

a. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak

langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003).

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Tingkatan sikap terdiri dari :

xxxv
1) Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

2) Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala

risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005).

b. Komponen pokok sikap

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang

saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif

(Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan

representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen

afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan

komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang ( Azwar, 2005).

1) Interaksi komponen – komponen sikap

Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang

beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten,

xxxvi
dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka

ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan

apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive, affective,

conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi

ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap

sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini

banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk

sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan

informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan

inkonsistensi antara komponen – komponen sikap pada diri seseorang.

c. Faktor yang mempengaruhi sikap

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap

Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu

bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis

yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan

sikap antara lain:

1) Pengalaman pribadi

Hal – hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang

memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar,

2005).

2) Pengaruh lingkungan sosial

xxxvii
Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang

yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan

untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap

penting (Azwar, 2005).

3) Pengaruh kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005).

4) Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar

dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang

disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat

akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara

psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006).

5) Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan

konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,

garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan,

diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran – ajarannya

(Azwar, 2005).

6) Jenis kelamin

Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi

dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh.

xxxviii
Kadar hormon testosteron laki – laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi

wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma,

2006).

7) Pengetahuan

Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan

orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003).

8) Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005).

d. Ciri – ciri sikap meliputi :

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari.

2) Sikap dapat berubah – rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap

dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek.

4) Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan suatu hal.

5) Sikap mempunyai segi –segi motivasi dan segi – segi perasaan.

(Azwar, 2005).

e. Sifat sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar,

2005):

xxxix
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan obyek tertentu.

2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

f. Cara pengukuran sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan

pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pernyataan – pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan

pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).

6. Seks Bebas

a. Pengertian

Seks Bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh laki – laki dan

wanita tanpa adanya ikatan pernikahan (Sundari, 2008). Menurut Wijayanto

dalam Alfiyatun (2005), fenomena pergaulan bebas, khususnya yang berkaitan

dengan istilah premarrietal intercouse (hubungan seks pranikah) pada

lazimnya merupakan sesuatu yang sudah sangat lazim, terjadi ditengah -

tengah konstruksi masyarakat Indonesia.

Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20

hingga 30 % remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya,

seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan.

xl
Ancaman pola hidup seks bebas secara umum baik di pondokan atau kos-kosan

tampaknya berkembang semakin serius (Rauf,2008).

Menurut Dian dalam Rauf (2008), di Jakarta dari tahun ke tahun data

remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar

5 % pada tahun 1980-an, menjadi 20 % pada tahun 2000. Kisaran angka

tersebut dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di

Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau

Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah

melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 %.

Dari sisi kesehatan, seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan.

Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya

kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya

anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan

pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak

menghendaki. Seks bebas juga dapat meningkatkan risiko kanker mulut rahim.

Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena

penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat (Rauf, 2008).

b. Pengaruh buruk akibat terjadinya seks bebas bagi remaja :

1) Bagi remaja

a) Remaja pria menjadi tidak perjaka dan remaja wanita menjadi tidak

perawan.

b) Menambah risiko tertularnya penyakit menular seksual.

xli
c) Remaja putri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran

kandungan yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, anemia,

kemandulan dan kematian karena perdarahan atau keracunan

kehamilan.

d) Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa berdosa, hilang harapan

masa depan).

e) Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan

kesempatan kerja.

f) Melahirkan bayi yang tidak sehat.

2) Bagi keluarga

a) Menimbulkan aib keluarga.

b) Menimbulkan beban ekonomi keluarga.

c) Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat

di lingkungannya (ejekan).

3) Bagi masyarakat

a) Meningkatkan remaja putus sekolah sehingga kualitas masyarakat

menurun.

b) Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.

c) Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga derajat

kesejahteraan masyarakat menurun. (Depkes RI , 2001)

Menurut para ahli, hubungan seksual yang pertama dialami remaja

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu waktu atau saat mengalami pubertas, kontrol

sosial yang kurang tepat, frekuensi pertemuan dengan pacar, hubungan antar

xlii
mereka makin romantis, kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk

mendidik anak memasuki masa remaja dengan baik, kurangnya kontrol dari orang

tua, status ekonomi, korban pelecehan seksual dan tekanan dari teman sebaya.

Penggunaan obat - obat terlarang, dan alkohol, kehilangan kontrol sebab tidak tahu

batas – batas yang boleh dan yang tidak boleh, adanya kebutuhan badaniah, adanya

keinginan menunjukkan rasa cinta pada pacarnya, penerimaan aktivitas seksual

pacarnya, sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisik, terjadi

peningkatan kadar hormon reproduksi/ seksual (Soetjinigsih, 2004).

xliii
B. Kerangka Konsep

Lingkungan Pergaulan: Tingkat Pengetahuan


a. Lingkungan Keluarga Reproduksi :
b. Lingkungan Sekolah a. Anatomi sistem
c. Lingkungan reproduksi
Masyarakat b. Menarche
c. Onani
d. Mimpi basah
e. Kehamilan

Informasi

Persepsi
Variabel Luar:
a. Pengalaman pribadi
b. Kebudayaan Sikap Seks Bebas
c. Media Massa
d. Lembaga Agama
e. Jenis kelamin

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

C. Hipotesis

xliv
Ada hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan reproduksi dengan

sikap seks bebas pada remaja.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan survei atau pengukuran

terhadap variabel bebas dan variabel terikat yang pengumpulan datanya dilakukan

pada satu periode tertentu dan pengamatan hanya dilakukan satu kali selama

penelitian (Notoatmodjo, 2005).

Metode penelitian ini digunakan untuk memecahkan dan menjawab

permasalahan yang ada sekarang dan untuk menguji hubungan suatu variabel

dengan variabel yang lain dengan ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien

korelasi.

X1
1

3 Y

X2 2

Bagan 3.1. Paradigma Penelitian

Keterangan:

xlv
X1 : Lingkungan pergaulan

X2 : Tingkat pengetahuan reproduksi

Y : Sikap seks bebas pada remaja

: Garis hubungan (Sugiyono,2007)

1 : Ada hubungan lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas

2 : Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan sikap

seks bebas

3 : Ada hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan tentang

kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pada sebuah penelitian memerlukan suatu tempat dan waktu yang akan

dijadikan subyek dalam memperoleh data penelitian.

1. Tempat penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini tempat yang digunakan adalah

SMKN 6 Surakarta.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 7 (tujuh) minggu dimulai bulan April

sampai Mei 2010

C. Populasi Penelitian

1. Populasi target

Populasi target pada penelitian ini adalah remaja akhir

xlvi
2. Populasi aktual

Populasi aktual pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMKN 6 Surakarta

tahun akademik 2009/2010.

D. Sampel dan Teknik Sampling

Dengan jumlah populasi atau kelompok subyek penelitian yang besar, maka

tidak memungkinkan bagi seorang peneliti untuk meneliti seluruh populasi yang

ada. Untuk itu, diperlukan sampel dan cara pengambilan sampel yang benar

sehingga dapat mewakili keseluruhan populasi yang akan diteliti.

1. Sampel

Menurut Arikunto (2006), penentuan besar sampel yang subyek

populasinya kurang dari 100, maka semua populasi digunakan untuk

penelitian, jadi merupakan penelitian populasi. Apabila subyek populasinya

besar maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.

Dari kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan diperoleh sampel 50

siswa dari 475 siswa.

2. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan Simple Random Sampling.

E. Kriteria Restriksi

Kriteria yang harus diperhatikan dalam pengambilan subyek penelitian yaitu:

1. Kriteria Inklusi
xlvii
a. Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah seluruh siswa

kelas 11 SMKN 6 Surakarta.

b. Siswa yang berada di sekolah saat penelitian dilakukan.

c. Siswa yang menjawab ‘Ya’ ≥ 5 pada test LMPPI

2. Kriteria Eksklusi

Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria eksklusi adalah siswa kelas 11

yang menolak untuk dijadikan subyek penelitian

F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas :

Dalam penelitian ini ada 2 (dua) variabel bebas yaitu:

a. Lingkungan pergaulan .

DO : Adalah kondisi di luar individu yang dapat mempengaruhi

sampel. Seperti, kondisi keluarga, suasana keluarga, pola asuh,

suasana sekolah, media, kondisi lingkungan masyarakat dan

teman sebaya.

Skala : Interval

b. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

DO : Adalah tingkatan kemampuan kognitif sampel memahami

tentang kesehatan reproduksi. Seperti, pertumbuhan dan

perkembangan, anatomi dan fisiologi alat reproduksi,

kehamilan, pengetahuan seksual dan penyakit menular seksual.

Skala : Interval.

xlviii
2. Variabel terikat :

Sikap seks bebas

DO : Sikap seks bebas yang di tunjukkan pada remaja. Seperti,

sikap terhadap konsep berpacaran, sikap terhadap seksual, sikap

terhadap seks bebas.

Skala : Interval.

G. Instrumentasi

Instrumen penelitian adalah alat di dalam pengumpulan data (Notoadmojo,

2005). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner. Data yang diperlukan

yaitu:

1. Data untuk mengetahui lingkungan pergaulan remaja.

Untuk memperoleh data mengenai lingkungan pergaulan siswa digunakan

metode dan instrumen kuesioner. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

jenis angket tertutup dengan bentuk rating-scale yaitu kuesioner yang telah

tersedia jawabannya sehingga responden dapat memilih jawaban yang ada.

Bentuk rating-scale yang dimaksud adalah dengan memberi tanda centang ()

pada kolom-kolom yang telah disediakan. Dalam memberikan penilaian

terhadap angket digunakan skala likert. Pada skala likert persetujuan responden

dalam statement diklasifikasikan sebagai berikut:

xlix
Tabel 3.1. Skor jawaban lingkungan pergaulan.
Alternatif Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju ( S ) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Tabel 3.2: Hasil pengukuran lingkungan pergaulan.


Kategori Interval nilai
Sangat Mendukung : 120-136
Mendukung : 103-119
Cukup mendukung : 86-102
Tidak mendukung 69-85
Sangat Tdk Mendukung ≤68
Sumber : Machfoedz, 2007

2. Data untuk mengetahui tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi.

Untuk memperoleh data tentang tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi digunakan metode dan instrumen kuesioner. Tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi ini disusun dengan menggunakan bentuk pertanyaan

tertutup dengan dua alternatif jawaban, kemudian responden diminta untuk

memilih salah satu dari dua alternatif jawaban yaitu B untuk Benar dan S untuk

Salah berupa pertanyaan favorable dan pertanyaan unfavorable. Skor yang

diberikan untuk pertanyaan favorable yaitu B : 1 dan S : 0, sedangkan untuk

pertanyaan unfavorable yaitu B : 0 dan S : 1.

l
Tabel 3.3 : Hasil pengukuran tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
Kategori Interval nilai
Sangat Baik : 30-33
Baik : 26-29
Cukup Baik : 22-25
Tidak Baik : 17-21
Sangat Tidak Baik : ≤16

Sumber : Machfoedz, 2007

3. Data untuk mengetahui sikap seks bebas siswa

Untuk memperoleh data mengenai sikap seks bebas siswa digunakan

metode dan instrumen kuesioner. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

jenis angket tertutup dengan bentuk rating-scale yaitu kuesioner yang telah

tersedia jawabannya sehingga responden dapat memilih jawaban yang ada.

Bentuk rating-scale yang dimaksud adalah dengan memberi tanda centang ()

pada kolom-kolom yang telah disediakan. Dalam memberikan penilaian

terhadap angket digunakan skala likert. Pada skala likert persetujuan responden

dalam statement diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 3.4. Skor jawaban sikap seks bebas.


Alternatif Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju ( S ) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
.

Tabel 3.5 : Hasil pengukuran sikap seks bebas.


Kategori Interval nilai

li
Sangat Tidak Setuju : 106-120
Tidak Setuju : 91-105
Kurang Setuju : 76-90
Setuju 61-75
Sangat Setuju ≤60
Sumber : Machfoedz, 2007

4. Langkah-langkah penyusunan angket atau kuesioner

Langkah-langkah penyusunan angket atau kuesioner dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan penyusunan kuesioner yaitu untuk memperoleh data

tentang lingkungan pergaulan siswa, tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi dan sikap seks bebas.

b. Menyusun kisi-kisi pertanyaan kuesioner, yaitu untuk memperjelas

permasalahan yang dituangkan dalam angket. Kisi-kisi ini berisi variabel,

indikator, nomor soal dan jumlah soal.

c. Menyusun pertanyaan yang mengacu pada variabel penelitian

d. Menyusun petunjuk pengisian angket, membuat surat pengantar

e. Melakukan try out atau uji coba angket

Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data dari subyek

penelitian, maka angket harus diuji coba terlebih dahulu. Uji coba angket

dilakukan kepada sejumlah individu di luar sampel yang akan diteliti. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut telah memenuhi

kriteria validitas dan reliabilitas, sebab instrumen yang baik harus memenuhi

kedua persyaratan tersebut (Arikunto, 2006). Try out dilakukan pada siswa

lii
SMK lain di lingkungan yang dekat SMKN 6 Surakarta yang tidak digunakan

untuk penelitian sebanyak 30 orang yaitu SMKN 4 Surakarta. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Notoadmodjo (2005), yaitu agar diperoleh distribusi nilai

hasil mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba

paling sedikit 20 orang. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner

pada penelitian ini, maka peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas.

1) Uji validitas angket

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian ini teknik

yang digunakan untuk mencari validitas kuesioner adalah dengan

rumus korelasi Pearson Product Moment yaitu:

(Arikunto, 2006)

Keterangan:

r xy : Koefisien korelasi antara variabel x dan y

X : Skor masing-masing item

Y : Skor total

XY : Jumlah perkalian

X2 : Jumlah kuadrat X

Y2 : Jumlah kuadrat Y

N : Jumlah subyek

liii
n : Jumlah responden

Sebuah item pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung > r tabel pada

taraf signifikansi 5 %.

2) Uji reabilitas angket

Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan suatu instrumen.

Dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas

instrumen adalah rumus Alpha Cronbach sebagai berikut (Arikunto,

2006):

r11 =  k  1 -   b
2

( k - 1) 2 t
Keterangan:

r11 : Reliabilitas instrumen yang dicari

k : Banyaknya butir pertanyaan

b2 : Jumlah varian butir soal

2 t : Varians total

Menurut Riwidikdo (2009), kuesioner atau angket dikatakan

reliabel jika memiliki nilai Alpha Cronbach minimal 0,7.

Klasisfikasi reliabilitas angket dengan ketetapan Arikunto

(2006 ) :

0,800 – 1,000 = tinggi

0,600 – 0,800 = cukup

0,400 – 0,600 = agak rendah

0,200 – 0,400 = rendah

0,000 – 0,200 = sangat rendah ( tidak berkolerasi)


liv
Berdasarkan koefisien korelasi maka dapat diketahui koefisien

reabilitas angket yang digunakan. Hasil di atas digunakan untuk

mengetahui alat ukur yang digunakan telah memenuhi persyaratan

sebagai alat ukur yang valid dan reliabel.

Tabel 3.6: kisi – kisi kuesioner.


Nomor Soal
No Variabel Indikator
() (-)

1 Lingkungan a. Kondisi ekonomi keluarga 1,2,

pergulan siswa b. Suasana keluarga 5,6,7,15, 8

c. Pola asuh orang tua 3,11,12,16,3 4,9,13,14

d. Dukungan keluarga 10,18, 17,

e. Suasana sekolah 19, 20,

f. Fasilitas / media 21, 31,32 22,33

g. Kondisi lingkungan 23,24, 25,26,

masyarakat.

h. Teman sebaya 27,28, 29,30,

Jumlah 21 13

2 Tingkat a. Pertumbuhan dan 1,2,5,13,

pengetahuan perkembangan seksual.

reproduksi b. Fisiologi alat reproduksi 4,6,10 7,12,14,

c. Pemahaman kehamilan 21, 22,23

d. Siklus pada wanita 11, 3,8,9,24

e. Pemahaman seksual 16, 15,17,20

f. Pemahaman perilaku sosial 18 19

lv
remaja

g. Penyakit menular seksual 26,29,30,32, 25,27,28,31,

33

Jumlah: 16 17

2 Sikap seks bebas h. Sikap terhadap Konsep 1,2 3,4

berpacaran

i. Sikap terhadap seksual 8,15,16,21,2 7,28,

3,

j. Sikap terhadap seks bebas 5,10,11,22, 6,9,12,13,14

24, ,17,18,19,20

,25,26,27,29

,30

Jumlah: 12 17

H. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian secara langsung (data primer).

Data langsung diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan –

pertanyaan dalam kuesioner yang telah diberikan.

2. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, data tersebut diolah secara manual dan

disajikan dalam bentuk tabel dengan langkah – langkah sebagai berikut:

lvi
a. Editing

Memeriksa data, memeriksa jawaban, memperjelas serta melakukan

pengolahan terhadap data yang dikumpulkan dan memeriksa

kelengkapan serta kesalahan data.

b. Coding

Memberi kode jawaban responden sesuai indikator pada kuesioner.

c. Tabulating

Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan

pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat

dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

I. Analisis Data

Setelah data diolah, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data

tersebut untuk mengetahui kebenaran dari hipotesis dan menarik kesimpulan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Teknik analisis univariat deskriptif yaitu dengan melihat distribusi frekuensi

setiap variabel (Sugiyono, 2007)

2. Teknik analisis multivariat regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus yang

digunakan untuk mencari atau mengetahui hubungan dari masing-masing

prediktor variabel bebas terhadap variabel terikat. Selain itu teknik tidak hanya

mengetahui kuatnya hubungan tetapi juga dapat memperdiksikan seberapa

besar perubahan variabel terikat bila variabel – variabel bebas dinaikkan

maupun diturunkan (Sugiyono, 2007). Teknik ini dapat dilakukan dengan

bantuan program komputer SPSS versi 17. Menurut Sudjana (2003), dalam
lvii
penggunaan analisis regresi ganda harus memenuhi beberapa persyaratan

antara lain:

a. Data variebel yang ada berbentuk sebaran normal atau berdistribusi

normal.

b. Bentuk regresi menunjukkan kelinearan

c. Terdapat keberartian mengenai koefien arah regresi.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang

dianalisis berbentuk normal atau tidak. Dalam penelitian ini variabel

penelitian tersebut dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan

uji one sampel Kolmogorov Smirnov Test terlebih dahulu melalui

program SPSS versi 17 (Riwidikdo, 2009). Bila data normal dapat

menggunakan statistik parametrik.

Bila data tidak normal maka teknik analisis parametrik tidak dapat

digunakan. Sebagai gantinya digunakan teknik statistik lain yang tidak

harus berasumsi data distribusi normal yaitu statistik non parametrik.Bila

harga signifikansi (Asymp.Sig) pada data, dibandingkan dengan α = 0,05

didapat p>0,05 maka data berdistribusi normal (Sugiyono,2007).

2) Uji linearitas dan keberartian regresi

Menurut Sugiyono (2006), jika data itu normal maka antara

variabel dependen (sikap seks bebas) dan variabel independen

lviii
(lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi)

akan membentuk garis lurus (linear).

Uji ini untuk melihat apakah model regresi juga linier, yang di uji

keberartian dan liniearitas adalah model regresi X1 terhadap Y dan model

X2 terhadap Y dengan jalan melakukan ulangan.

Untuk menghitung uji keberartian dan linieritas data digunakan

rumus sebagai berikut.

Tabel 3.7 : Analisis varians untuk uji kelinieran regresi.


Sumber dk JK KT F

Variasi

Total n -

Regresi ( a) 1

Regresi ( b/a) 1
JKReg= JK (b/a) S2Reg = JK (b/a)

Residu n-2

Tuna Cocok k-2 JK (TC)

lix
Kekeliruan n-k JK (E)

F1 =

F2 =

Keterangan :

F1 = Harga Keberartian

F2 = Harga Linearitas

= Varians kuadrat regresi

= Varians kuadrat residu

= Varians kuadrat tuna cocok

= Varians kuadrat galat/ kekeliruan

Kriteria :

F1 > F tab = Arah regresi berarti

F1 <F tab = Arah regresi tidak berarti

F2 > F tab = Regresi tidak linier

F2 < F tab = Regresi linier (Sugiyono,2007)

3) Melakukan uji hipotesis penelitian

lx
1) Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X1 terhadap Y dan

X2 terhadap Y. maka menggunakan rumus koefisien korelasi

Product Moment.

a) Koefisien korelasi sederhana X1 terhadap Y

b) Koefisien korelasi sederhana X2 terhadap Y

(Sugiyono, 2007)

2) Menghitung koefisien korelasi ganda antara kriterim Y dengan

prediktor X1 dan X2 dengan rumus (Hadi, 2002):

Keterangan:

Ry (1,2) : Koefisien korelasi antara Y dengan X1 dan X2

a1 : Koefien prediktor X1

a2 : Koefien prediktor X2

X1Y : Jumlah produk antara X1 dengan Y

X2Y : Jumlah produk antara X2 dengan Y

Y2 : Jumlah kuadrat kriterium Y


lxi
Untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan setiap variabel,

maka dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien korelasi dalam tabel

koefisien korelasi.

3) Menghitung persamaan regresi ganda untuk variabel lingkungan

pergaulan (X 1) dan tingkat pengetahuan reproduksi (X 2) dengan sikap

seks bebas (Y). Rumus yang digunakan adalah:

Ŷ = a 0 + a 1X 1 + a 2 X 2

a0 = Y – a1 X1 – a2 X2

(Sudjana, 2003)

Keterangan:

Ŷ : Regresi Y atas X1 dan X2

a0 : Konstanta a

4) Uji keberartian ini untuk

menguji koefisien arah regresi antara kriterium dengan prediktor-

prediktornya. Apabila Fhitung > Ftabel, untuk taraf kesalahan 5%, maka

kesimpulannya koefisien itu berarti. Dalam penelitian ini uji signifikasi

digunakan rumus: .

(Sugiyono, 2007)

Keterangan :

Freg = harga F garis regresi

lxii
N = cacah kasus (banyaknya sampel)

M = cacah prediktor (banyaknya prediktor)

R = koefisien korelasi antara kriterium dan prediktor – prediktor

5) Mencari sumbangan efektif

X 1 dan X 2 terhadap Y

Sumbangan efektif yaitu untuk mengetahui seberapa besar

sumbangan yang diberikan masing-masing prediktor terhadap kriterium Y,

terlebih dahulu dicari efektif garis regresi dengan rumus:

R2 = JK (Reg) x 100%

JK (T)

R2 = efektifitas garis regresi

Mencari sumbangan efektif X1 terhadap Y dengan rumus:

SE% X1 = SR% X1 x R2

Mencari sumbangan efektif X2 terhadap Y dengan rumus:

SE% X2 = SR% X2 x R2

(Hadi, 2002)

Keterangan:

SE = Sumbangan Efektif

6) Mencari sumbangan relatif

Untuk mengetahui berapa besar rata – rata sumbangan masing-masing

prediktor terhadap kriterium Y, maka dicari dengan rumus:


lxiii
Prediktor X1 : SR% = α1 ∑ X1Y . x100%

JK (reg)

Prediktor X2 : SR% = α 2 ∑ X2Y . x100%

JK (reg)

Keterangan:

SR = Sumbangan Relatif

(Hadi, 2002).

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Validitas dan Reabilitas Kuesioner


lxiv
Setelah dilakukan validasi proposal penelitian, kemudian penelitian dilanjutkan

dengan validitas kuesioner penelitian di SMKN 4 Surakarta pada tanggal 28 Maret

2010, dan didapatkan hasil :

1. Kuesioner untuk variabel lingkungan pergaulan

Kuesioner lingkungan pergaulan yang disebar kepada 30 siswa kelas 11

sebanyak 33 item, didapatkan hasil kuesioner yang valid dan reliabel sebanyak

33 item.

2. Kuesioner untuk variabel tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi

Kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang disebar kepada 30

siswa kelas 11 sebanyak 34 item, didapatkan hasil kuesioner yang valid dan

reliabel sebanyak 34 item.

3. Kuesioner untuk variabel sikap seks bebas

Kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang disebar kepada 30

siswa kelas 11 sebanyak 30 item, didapatkan hasil kuesioner yang valid dan

reliabel sebanyak 30 item.

Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, seluruh kuesioner yang valid dan

reliabel kemudian disebarkan untuk penelitian

B. Deskripsi Data Penelitian

Dalam menganalisis data pada penelitian ini menggunakan bantuan komputer

program serial statistic SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17.

lxv
1. Analisis deskriptif karakteristik data

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif masing-masing variabel

penelitian, maka dapat diketahui karakteristiknya sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin

Tabel.4.1 Distribusi jenis kelamin sampel


Persentase
Jenis Kelamin Sampel Jumlah
(%)
Laki –laki 21 42
Perempuan 29 58
Total 50 100
Sumber: Data primer, April 2010

b. Umur

Tabel 4.2. Distribusi umur responden


Persentase
Umur Sampel Jumlah
(%)
18 Tahun 2 4
17 Tahun 17 34
16 Tahun 31 62
Total 50 100
Sumber: Data primer, April 2010

Data diperoleh dari penyebaran kuesioner pada 50 responden. Berdasarkan

Tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa 56% responden berusia 16 tahun,

sedangkan 4% responden berusia 18 tahun

c. Sumber informasi kesehatan reproduksi

Tabel 4.3. Sumber informasi kesehatan reproduksi


Sumber informasi kesehatan Persentase
Jumlah
reproduksi (%)

lxvi
Teman 0 0
Pacar 0 0
Orang Tua 10 20
Guru 14 28
Majalah 5 10
Petugas Kesehatan 14 28
Internet 7 14
Total 50 100
Sumber: Data primer, April 2010

Data sumber informasi kesehatan reproduksi diperoleh dari penyebaran

kuesioner pada 50 responden. Berdasarkan Tabel 4.3 diatas, dapat diketahui

bahwa 28% responden mendapatkan informasi kesehatan reproduksi dari guru

dan petugas kesehatan, sedangkan 10% dari majalah.

2. Analisis deskriptif masing – masing variabel

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif masing-masing variabel

penelitian, maka dapat diketahui karakteristiknya sebagai berikut:

1. Skor lingkungan pergaulan remaja

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Skor Lingkungan Pergaulan Remaja


Skor Lingkungan Pergaulan Persentase
Jumlah
Remaja (%)

lxvii
120-136 (Sangat Mendukung) 6 12
103-119 (Mendukung) 35 70
86-102 (Cukup mendukung) 9 18
69-85 (Tidak mendukung) 0 0
≤68 (Sangat Tdk Mendukung) 0 0
Total 50 100
Sumber: Data Primer, April 2010

Data lingkungan pergaulan remaja diperoleh dari penyebaran kuesioner

pada 50 responden. Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa 70%

responden menunjukkan lingkungan pergaulan remaja mendukung, sedangkan

12% berpendapat bahwa lingkungan pergaulan sangat mendukung.

2. Skor Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Skor Tingkat Pengetahuan Kesehatan


Reproduksi
Skor Tingkat Pengetahuan Persentase
Jumlah
Kesehatan Reproduksi (%)
30-33 (Sangat Baik) 16 32
26-29 (Baik ) 11 22
22-25 (Cukup Baik) 24 48
17-21 (Tidak Baik) 4 8
≤ 16 (Sangat Tidak Baik) 0 0
Total 50 100
Sumber: Data Primer, April 2010

Data tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diperoleh dari penyebaran

kuesioner pada 50 responden. Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat diketahui

bahwa 48% responden didapatkan bahwa tingkat pengetahuan kesehatan

lxviii
reproduksi cukup baik. Berdasarkan hasil sebaran diskripsi diatas dapat

digambarkan dalam histogram sebagai berikut:

3. Skor Sikap Seks bebas

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Sikap Seks Bebas Pada Remaja


Skor Sikap Seks Bebas Jumlah Persentase
(%)
106-120 (Sangat Tidak Setuju) 31 62
91-105 ( Tidak Setuju ) 11 22
76-90 (Kurang Setuju) 8 16
61-75 (Setuju) 0 0
≤60 (Sangat Setuju) 0 0
Total 50 100
Sumber: Data Primer, April 2010

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas data dapat diketahui bahwa 62% remaja

memilih sikap sangat tidak setuju terhadap seks bebas.

B. Uji Persyaratan Analisis

1. Uji Normalitas

lxix
Sebelum dilakukan analisis data, maka variabel penelitian tersebut dilakukan

uji normalitas data dengan menggunakan uji one sampel Kolmogorov Smirnov

Test terlebih dahulu melalui program SPSS versi 12 (Riwidikdo, 2009).

Berdasarkan perhitungan uji normalitas pada lampiran 12, dapat diketahui

bahwa:

a. Harga signifikansi (Asymp.Sig) pada lingkungan pergaulan adalah 0,791

kemudian harga ini dibandingkan dengan α = 0,05, sehingga signifikansi p >

0,05 dengan demikian berarti data berdistribusi normal.

b. Harga signifikansi (Asymp.Sig) pada tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi adalah 0,333, kemudian harga ini dibandingkan dengan α = 0,05,

sehingga signifikansi p > 0,05 dengan demikian data berdistribusi normal.

c. Harga signifikansi (Asymp.Sig) pada data sikap seks bebas adalah 0,062,

yaitu harga ini dibandingkan dengan α = 0,05, sehingga signifikansi p >

0,05 dengan demikian berarti data berdistribusi normal.

2. Uji Linieritas

Menurut Sugiyono (2007), jika data itu normal maka antara variabel

dependen (Sikap Seks Bebas) dan variabel independen (lingkungan pergaulan

dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi) akan membentuk garis lurus

(linear). Garis linier (lurus) dapat dilihat dari grafik dibawah ini:

Grafik 4.1. Linieritas Regresi Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan


Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas

lxx
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa penyebaran plot (titik)

terdapat pada sumbu diagonal dari grafik. Plot (titik) menyebar disekitar garis

diagonal atau mengikuti arah garis diagonal yang menunjukkan garis lurus

(linier). Dengan menunjukkan hasil grafik tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa uji normalitas dan linieritas telah terpenuhi sehingga dapat dilakukan uji

statistik regresi ganda. Selain itu, dikatakan linear jika F hitung dengan

signifikansi > 0.05 (α) pada lampiran 13. Didapatkan hasil perhitungan antara

X1 dengan Y didapatkan nilai F hitung signifikansi = 0,174 > 0,05 yang berarti

variabel X1 linear. Sedangkan nilai signifikansi F hitung antara X2 dengan Y

sebesar 0,629 > 0,05 yang berarti variabel X2 linear.

C. Pengujian Hipotesis dan Analisis Data Hubungan Lingkungan Pergaulan

dan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas.

1. Hubungan antara lingkungan pergaulan (X1) dengan sikap seks bebas (Y)

a. Perhitungan koefisien korelasi

Hasil perhitungan penelitian tabel Model Summary pada lampiran

14, menyatakan ada hubungan antara lingkungan pergaulan dengan sikap


lxxi
seks bebas remaja. Hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya koefisien

korelasi yaitu sebesar 0,611 berdasarkan perhitungan di atas. Jadi dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan antara lingkungan pergaulan dengan

sikap seks bebas remaja.

b. Perhitungan koefisien regresi

Hasil perhitungan analisis regresi tabel Coefficient pada lampiran 14,

data variabel lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas remaja

menghasilkan arah regresi b sebesar 0,834 dan konstanta a sebesar 15.421

yang dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hasil tersebut, maka bentuk

hubungannya dapat digambarkan oleh persamaan Y = a + b.X1, jadi Y=

15, 421 + 0,834 X1. Dengan demikian, hasil uji koefisien regresi pada

penelitian ini adalah apabila lingkungan pergaulan remaja semakin

mendukung, maka sikapnya terhadap seks bebas semakin tidak setuju.

Untuk mengetahui apakah variasi nilai variabel bebas (lingkungan

pergaulan) dapat menjelaskan variasi nilai terikat (sikap seks bebas) dapat

dilihat pada uji F dalam tabel ANOVA pada lampiran 14. Jika nilai F

hitung > dari F tabel dengan melihat besar df, maka variabel bebas dapat

menjelaskan variasi nilai variabel terikat. Dengan melihat tabel ANOVA

pada lampiran 14, maka dapat diketahui bahwa F hitung (28,570) > F tabel

dengan df (1,48) sebesar 4,04 (p = 0,05) dan 7,24 (p = 0,01), sehingga

dapat disimpulkan bahwa variasi nilai lingkungan pergaulan dapat

menjelaskan variasi nilai sikap seks bebas.

lxxii
Untuk menguji hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak yaitu

dengan melihat signifikansi. Apabila signifikansi pada tabel ANOVA

dalam uji regresi di bawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima dan

Ho ditolak (Riwidikdo, 2009). Dari tabel ANOVA pada uji regresi antara

lingkungan pergaulan dengan sikap seks bebas remaja diperoleh

signifikansi 0,000 dengan demikian p < 0,05, yang berarti hubungannya

sangat signifikan.

Selain itu, signifikansi dapat diketahui dengan melihat besarnya uji t

pada tabel Coefficient. Untuk menggunakan koefisien uji t sebagai dasar

menetapkan signifikansi, maka harus dibandingkan dengan t tabel

(Hartono, 2009). Jika t hitung > t tabel, maka koefisien korelasinya

signifikan. Dari tabel Coefficient, dapat diketahui besar nilai t hitung

(5,349), sedangkan t tabel (2,01). Dengan demikian, t hitung > dari t tabel,

yang berarti koefisien hubungan lingkungan pergaulan dengan sikap seks

bebas sangat signifikan.

c. Perhitungan sumbangan efektif X1 terhadap Y

Untuk mengetahui besarnya pengaruh lingkungan pergaulan (X1)

terhadap sikap seks bebas (Y) dapat dilihat dari nilai koefisien determinan.

Berdasarkan tabel Model Summary pada lampiran 14, maka besarnya R

determinan (R Square) yaitu sebesar 0,373, hal ini menunjukkan besarnya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 37.30%. Dengan

demikian, dapat dijelaskan bahwa varian sikap seks bebas yang ditentukan

lxxiii
oleh lingkungan pergaulan adalah 37,30% sedangkan 62,70% ditentukan

oleh faktor lain.

2. Hubungan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (X2) dengan sikap seks

bebas (Y)

a. Perhitungan koefisien korelasi

Dalam penelitian menyatakan ada hubungan yang cukup kuat antara

tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas. Hal ini

dapat ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi yaitu sebesar 0,586

pada tabel Model Summary di lampiran 15. Hal ini dapat dikatakan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi

dengan sikap seks bebas remaja.

b. Perhitungan koefisien regresi

Perhitungan analisis regresi sederhana pada data variabel tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas remaja

menghasilkan arah regresi b sebesar 1,750 dan konstanta a sebesar 58,831.

Dengan demikian bentuk hubungan tersebut dapat digambarkan oleh

persamaan: Y = a + b.X2 Jadi Y = 58,831 + 1,750 X2, hal ini dapat

ditunjukkan pada tabel Coefficient di lampiran 15. Jadi hasil uji koefisien

regresi pada penelitian ini adalah apabila tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi semakin baik, maka akan semakin tidak setuju terhadap sikap

seks bebasnya.

lxxiv
Untuk mengetahui apakah variasi nilai variabel bebas dapat

menjelaskan variasi nilai variabel terikat, maka dapat dilihat pada uji F

dalam tabel ANOVA di lampiran 15. Jika nilai F hitung > dari F tabel

dengan melihat besar df, maka variabel bebas dapat menjelaskan variasi nilai

variabel terikat. Dengan melihat tabel ANOVA pada lampiran 15, maka

dapat diketahui bahwa F hitung (25,168) > F tabel dengan df (1,48) sebesar

4,04 (p = 0,05) dan 7,24 (p = 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa

variasi nilai tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dapat menjelaskan

variasi nilai sikap seks bebas.

Untuk menguji hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak yaitu

dengan melihat signifikansi. Apabila signifikansi pada tabel ANOVA di

lampiran 15 dalam uji regresi di bawah atau sama dengan 0,05 maka Ha

diterima dan Ho ditolak (Riwidikdo, 2009). Dari tabel ANOVA pada uji

regresi antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks

bebas remaja diperoleh signifikansi 0,000 dengan demikian p < 0,05, yang

berarti hubungannya sangat signifikan.

Selain itu, signifikansi dapat diketahui dengan melihat besarnya uji t

pada tabel Coefficient di lampiran 15. Untuk menggunakan koefisien uji t

sebagai dasar menetapkan signifikansi, maka harus dibandingkan dengan t

tabel (Hartono, 2009). Jika t hitung > t tabel, maka koefisien korelasinya

signifikan. Berdasarkan perhitungan pada lampiran, dapat diketahui besar

nilai t hitung (5,017), sedangkan t tabel (2,01). Dengan demikian, t hitung

lebih besar dari t tabel, yang berarti koefisien hubungan tingkat pengetahuan

lxxv
kesehatan reproduksi dan sikap seks bebas signifikan. Jadi hal ini

menyatakan ada hubungan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan

sikap seks bebas dapat diterima.

c. Perhitungan sumbangan efektif X2 terhadap Y

Berdasarkan perhitungan yang terdapat pada tabel Model Summary di

lampiran 15, maka besarnya R determinan (R Square) yaitu sebesar 0,344,

hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat adalah adalah 34,40%. Dengan demikian, dapat disimpulkankan

bahwa varian sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi adalah 34,40% sedangkan 65,60%

ditentukan oleh faktor lain.

3. Hubungan lingkungan pergaulan (X1) dan tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi (X2) dengan sikap seks bebas pada remaja (Y)

a. Perhitungan koefisien korelasi ganda

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian menyatakan ada hubungan

antara lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi dengan sikap seks bebas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan

besarnya koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,703 berdasarkan

perhitungan dalam tabel Model Summary di lampiran 16.

b. Perhitungan koefisien regresi ganda

Perhitungan analisis regresi ganda pada data variabel lingkungan

pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap

seks bebas menghasilkan arah regresi b1 sebesar 0,593 dan b 2 sebesar


lxxvi
1.165 sedangkan konstanta a sebesar 10,237, dapat dilihat dalam

perhitungan pada tabel Coefficient di lampiran 16. Dengan demikian

bentuk hubungan tersebut dapat digambarkan oleh persamaan: Y = a +

b1.X1 + b2.X2, jadi Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2. Sehingga hasil uji

koefisien regresi pada penelitian ini adalah apabila lingkungan pergaulan

dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi semakin mendukung, maka

semakin tidak setuju sikap seks bebas pada remaja.

Untuk mengetahui apakah variasi nilai variabel bebas (lingkungan

pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi) dapat

menjelaskan variasi nilai variabel terikat (sikap seks bebas) dapat dilihat

pada uji F dalam tabel ANOVA di lampiran 16. Jika nilai F hitung > dari F

tabel dengan melihat besar df, maka variabel bebas dapat menjelaskan

variasi nilai variabel terikat. Dengan melihat tabel ANOVA pada lampiran

16, dapat diketahui bahwa F hitung (23,005) > F tabel dengan df (2,47)

sebesar 3,20 (p = 0,05) dan 7,21 (p = 0,01), maka dapat disimpulkan

bahwa variasi nilai lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi dapat menjelaskan variasi nilai sikap seks bebas

remaja.

Untuk menguji hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak yaitu

dengan melihat signifikansi. Apabila signifikansi pada tabel ANOVA

dalam uji regresi di bawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima dan

Ho ditolak (Riwidikdo, 2009). Dari tabel ANOVA pada uji regresi antara

lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi


lxxvii
dengan sikap seks bebas diperoleh signifikansi 0,000 dengan demikian p <

0,05, yang berarti hubungannya sangat signifikan.

Selain itu, signifikansi dapat diketahui dengan melihat besarnya uji t

pada tabel Coefficient pada lampiran 16. Untuk menggunakan koefisien uji

t sebagai dasar menetapkan signifikansi, maka harus dibandingkan dengan

t tabel (Hartono, 2009). Jika t hitung > t tabel, maka koefisien korelasinya

signifikan. Dari perhitungan pada tabel Coefficient di lampiran 16, maka

dapat diketahui besar nilai t hitung (3,744), sedangkan t tabel (3,367).

Dengan demikian, t hitung lebih besar dari t tabel, yang berarti koefisien

hubungan lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi dengan sikap seks bebas signifikan. Jadi, hipotesis yang

menyatakan ada hubungan antara lingkungan pergaulan dan tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas dapat diterima.

c. Perhitungan sumbangan efektif X1 dan X2 terhadap Y

Untuk mengetahui besarnya pengaruh lingkungan pergaulan (X1) dan

tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (X2) terhadap sikap seks bebas

(Y) dapat dilihat dari nilai koefisien determinan. Berdasarkan perhitungan

pada tabel Model Summary, maka besarnya R determinan (R Square) yaitu

sebesar 0,495. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat adalah sebesar 49,50%. Dengan demikian, dapat

dijelaskan bahwa varian sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh

lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi

adalah 49,50 % sedangkan 51,50 % ditentukan oleh faktor lain.


lxxviii
d. Perhitungan Sumbangan Relatif (SR) X1 dan X2 terhadap Y

Hasil perhitungan pada lampiran didapatkan hasil:

1) Variabel X1 dengan Y = 37.30 %

2) Variabel X1 dengan Y = 33.00 %

3) Variabel X1 dan X2 dengan Y = 47,3%

lxxix
BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, yang menjadi subtyek penelitian adalah remaja SMK Negeri

6 Surakarta. Keseluruhan responden merupakan siswa kelas XI. Subyek penelitian ini

telah memenuhi kriteria yang ditentukan, yaitu siswa kelas XI SMK N 6 Surakarta yang

berada di sekolah saat penelitian. Pengumpulan data lingkungan pergaulan, tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi dan sikap seks bebas dilakukan dengan

menggunakan kuesioner.

A. Lingkungan Pergaulan Remaja

Berdasarkan hasil analisis data pada lingkungan pergaulan dengan sikap seks

bebas remaja dapat diketahui bahwa terdapat hubungan lingkungan pergaulan

dengan sikap seks bebas yang ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi

sebesar 0,611. Hal ini memberikan makna bahwa lingkungan pergaulan dapat

mempengaruhi sikap seks bebas pada remaja.

Hubungan ini dapat didasari dengan pengertian lingkungan pergaulan, yang

menyebutkan bahwa, lingkungan pergaulan adalah tempat berkembanganya perilaku

terhadap kebiasaan yang ada di lingkungan. Lingkungan pergaulan yang kurang

baik akan berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang. Hal-hal yang tidak baik

yang diterimanya dalam interaksi menjadi hal yang biasa baginya. Lingkungan dan

pergaulan yang tidak baik dapat mempengaruhi seseorang untuk melanggar norma-

norma yang ada di dalam masyarakat. Hal ini berlaku pada kondisi sebaliknya.

(Yunita,2009).
lxxx
Di dalam lingkungan pergaulan remaja terdapat beberapa lingkungan seperti

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Remaja yang

tinggal bersama orang tua maupun di kos - kosan tidak lepas dari interaksi dengan

lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi sikap remaja

contohnya pola kehidupan masyarakat, teman bergaul, media massa. Salah satu

sikap yang terbentuk adalah sikap seks bebas pada remaja.

Dari perhitungan analisis regresi pada data variabel lingkungan pergaulan

dengan sikap seks bebas remaja menghasilkan arah regresi b sebesar 0,834 dan

konstanta a sebesar 15.421. Dengan demikian bentuk hubungan tersebut dapat

digambarkan oleh persamaan: Y = a + b.X1, jadi Y = 0,834 + 15.421 X1. Dari

persamaan regresi tersebut dapat diartikan bahwa bila skor lingkungan pergaulan

bertambah, maka sikap seks bebas remaja juga akan bertambah dengan konstanta

0,834. Sehingga hasil uji koefisien regresi pada penelitian ini adalah, apabila

lingkungan pergaulan semakin mendukung, maka semakin tidak setuju sikap seks

bebas pada remaja.

Sumbangan efektif dapat dilihat dari besarnya R determinan (R Square)

yaitu sebesar 0,373, hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat adalah 37.30%. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa variasi

sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh lingkungan pergaulan adalah 37.30%.

sedangkan 62,70% ditentukan oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Azwar (2005), yang menyatakan bahwa sikap seks bebas dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang salah satunya adalah lingkungan pergaulan.

B. Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi


lxxxi
Berdasarkan hasil analisis data pada tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi dengan sikap seks bebas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan

tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas yang

ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi sebesar 0,5868. Hal ini

memberikan makna bahwa tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dapat

mempengaruhi sikap seks bebas pada remaja.

Dari perhitungan analisis regresi pada data variabel tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas menghasilkan arah regresi b sebesar

1,750 dan konstanta a sebesar 58,831. Dengan demikian bentuk hubungan tersebut

digambarkan dengan persamaan Y = 58,831 + 1,750 X2.

Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa bila skor tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi bertambah maka skor sikap seks bebas juga

bertambah dengan konstanta 58,831. Sehingga hasil uji koefisien regresi pada

penelitian ini adalah apabila tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi semakin

baik maka semakin tidak setuju sikap seks bebas pada remaja.

Hubungan ini sesuai dengan pernyataan Wapedia (2009), dari adanya

pengetahuan dari objek tertentu seseorang dapat mengolah menjadi sebuah

informasi kemudian akan terbentuk persepsi.. Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa

semakin banyak informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan

seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya

seseorang akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang

dimilikinya

lxxxii
Sumbangan efektif dapat diketahui dari besarnya R determinan (R Square)

yaitu sebesar 0,344, hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat adalah adalah 34,40%. Dengan demikian, dapat dijelaskan

bahwa variasi sikap seks bebas remaja yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi adalah 34,40%. sedangkan 65,60% ditentukan oleh faktor

lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2005), yang menyatakan bahwa

sikap seks bebas dipengaruhi oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah

pengetahuan

C. Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan Kesehatan

Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas Pada Remaja.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan ada hubungan

antara lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan

sikap seks bebas pada remaja. Pernyataan ini dapat ditunjukkan dengan besarnya

koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,703 yang dapat memberikan makna bahwa

lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dapat

mempengaruhi sikap seks bebas pada remaja.

Perhitungan analisis regresi ganda pada data variabel lingkungan pergaulan

dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja

menghasilkan arah regresi b 1 sebesar 0,593 dan b 2 sebesar 1.165 sedangkan

konstanta a sebesar 10,237. Dengan demikian bentuk hubungan tersebut dapat

digambarkan oleh persamaan Y = a + b1.X1 + b 2.X2, jadi Y = 10,237 + 0,593 X1 +

1,165 X2. Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa bila skor lingkungan

pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi masing-masing bertambah


lxxxiii
maka skor sikap seks bebas juga akan bertambah dengan konstanta 10,237.

Sehingga hasil uji koefisien regresi ganda pada penelitian ini adalah apabila

lingkungan pergaulan remaja semakin mendukung dan tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi semakin baik , maka semakin tidak setuju sikap remaja

terhadap seks bebas.

Hal ini sesuai dengan pernyataan tim peneliti dari Azwar (2005), apabila

lingkungan tempat tinggal yang baik, maka remaja lebih cenderung memposisikan

diri untuk bersikap baik. Tetapi apabila lingkungan tidak baik, maka persepsi remja

cenderung menurun pada norma sehingga mengakibatkan terbentuknya sikap yang

negatif. Dan menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat

mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan

menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan bersikap sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya. Jadi, baik lingkungan pergaulan dan tingkat

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dapat mempengaruhi sikap seks bebas

pada remaja, maka lingkungan yang mendukung dan pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi yang baik dapat menunjang terciptanya sikap menjauhi seks bebas.

Untuk mengetahui besarnya sumbangan efektif lingkungan pergaulan (X1)

dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (X2) terhadap sikap seks bebas

remaja (Y) dapat dilihat dari besarnya R determinan (R Square) yaitu sebesar 0,495.

Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

adalah 49,50%. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa varian sikap seks bebas

remaja yang ditentukan oleh lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi adalah 49,50 % sedangkan 51,50 % ditentukan oleh faktor

lxxxiv
lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2005), yang menyatakan bahwa

sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: lingkungan pergaulan, tingkat

pengetahuan, pengalaman pribadi, media massa, institusi/lembaga pendidikan,

lembaga agama, jenis kelamin dan faktor emosi dalam individu.

D. Keterbatasan penelitian

Beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini antara lain:

1. Faktor-faktor yang berpengaruh pada sikap seks bebas sangat banyak,

seperti lingkungan pergaulan, tingkat pengetahuan, pengalaman pribadi,

media massa, institusi/lembaga pendidikan, lembaga agama, jenis kelamin

dan faktor emosi dalam individu. Akan tetapi, pada penelitian ini hanya

membahas mengenai dua faktor yang diteliti yaitu lingkungan pergaulan dan

tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi. Hal ini mengingat keterbatasan

waktu dan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian.

2. Populasi dan sampel yang kecil, yaitu 50 orang remaja kelas XI. Selain itu,

penelitian ini hanya pada lingkup SMK Negeri 6 Surakarta.

3. Sulitnya meminimalkan bias hasil pada variabel tingkat pengetahuan

kesehatan reproduksi karena siswa cenderung bertanya pada temannya.

Sehingga peneliti harus selalu mengingatkan siswa agar siswa tidak

bertanya pada temannya.

Keterbatasan variabel penelitian ini memungkinkan bagi peneliti lainnya dapat

melakukan penelitian yang lebih komplek dan lingkup yang lebih luas mengenai sikap

seks bebas pada remaja. Dengan demikian bisa diketahui dengan jelas faktor – faktor

lxxxv
lain yang mempengaruhi sikap seks bebas pada remaja, dan upaya preventif

penanggulangannya.

lxxxvi
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan terhadap

remaja siswa SMK N 6 Surakarta sebanyak 50 siswa, maka dapat disimpulkan: Ada

hubungan yang sangat signifikan antara lingkungan pergaulan dan tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks bebas pada remaja . Hal ini

ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi R adalah 0,703 dan persamaan

regresi ganda: Y = 10,237 + 0,593 X1 + 1,165 X2. Variasi nilai sikap seks bebas pada

remaja dapat dijelaskan oleh variasi nilai lingkungan pergaulan dan tingkat

pengetahuan kesehatan reproduksi dengan melihat nilai F hitung (23,005) > F tabel

dengan df (2,47) sebesar 3,20 (p = 0,05) dan 7,21 (p = 0,01). Hubungan tersebut

sangat signifikan dengan nilai P = 0,000. Sumbangan efektif yang bisa diberikan

oleh lingkungan pergaulan dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi adalah

49,50%.

B. SARAN

1. Bagi Institusi Pendidikan

a. Penelitian ini untuk digunakan sebagi acuan penelitian selanjutnya

b. Sebagai acuan pembelajaran mengenai hubungan lingkungan pergaulan

remaja dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap seks

bebas pada remaja


lxxxvii
2. Bagi Institusi sekolah SMKN 6 Surakarta

Untuk tetap menjaga dan meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang

kesehatan reproduksi pada siswa dan memberikan penyuluhan lingkungan

pergaulan yang baik bagi remaja sehingga diharapkan sikap mendukung seks

bebas pada remaja tidak terjadi

3. Bagi masyarakat/orang tua siswa

Diharapkan dapat terus menciptakan suasana dan kondisi lingkungan

yang baik dan memberikan pendidikan seks secara dini pada anaknya (remaja)

sehingga dapat mencegah sikap positif seks bebas pada remaja.

4. Bagi siswa (remaja)

Diharapkan dapat memilih tempat/lingkungan berteman yang baik

dengan kondisi dan suasana yang dapat mendukung serta mencari informasi

tentang kesehatan reproduksi dan seks dari sumber yang terpercaya sehingga

sikap seks bebas pada remaja tidak terjadi.

lxxxviii
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Offset

Ahmadi,A dan Uhbiyati, N .2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

Alfiyatun,F. 2005. Hubungan Antara Sikap Mahasiswa Peserta Mata Kuliah


Bimbingan Dan Konseling Keluarga Dengan Tingkat Kesiapan
Perkawinan Pada Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling Angkatan
2001/2002. Digilib
.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0144/.../doc.pdf diakses tanggal
20 Februari 2010

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI).
Jakarta: PT Rineka Cipta

Depkes RI 2001. Yang Perlu diketahui Petugas Kesehtan Tentang kesehatan


Reproduksi. Depkes . Jakarta

Depkes RI dan WHO, 2003. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Jakarta

Diana,A, 2008. Sistem Reproduksi Manusia. http://gurungeblog


.wordpress.com/2008/10/31/ diakses tanggal 23 Maret 2010

Eddy, P. 2000. 2,4 Juta Wanita Tiap Tahun Lakukan Aborsi, Jakarta

Fatimah, E . 2006. Psikologi Perkembangan ( Perkembangan Peserta didik) CV.


Pustaka Setia Bandung

Fatimah. 2008. Etika Sosial. http://fatimah.org/artikel/etikasosial.htm di akses tanggal


20 Februari 2010

Graw,M. 2009. http://iceteazegeg.wordpress.com/2009/02/18/alat-reproduksi-manusia/


diakses tanggal 23 Maret 2010

Hadi, S. 2002. Metodologi Research Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan
Disertasi. Yogyakarta: Andi

Hadi, S. 2005. Pendidikan Suatu Pengantar.Surakarta. UNS Press

Harahap, J. 2008. Kesehatan Reproduksi. www.usudigilab.ac.id di akses tanggal 28


Januari 2010

lxxxix
Jamal, G. 2008. Seks Bebas di Kalangan Remaja http://jamalgrah.
blogspot.com/2008/02/seks-bebas-dikalangan-remaja -sudah.html di akses
tanggal 2 Februari 2010

Kasturi, T. 2005 . Hubungan Seks Pranikah Remaja Surakarta. Jurnal penduduk dan
pembangunan Volume 5

Manuaba, I. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta. EGC

Munawaroh, N. 2001. Kesehatan Reproduksi Penting Bagi Remaja dalam Bernas,


Semarang

Ngalim, P. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosda Karya

Notoadmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip – Prinsip Dasar. Jakarta:


Rineka Cipta

Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta

Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: PT


Rineka Cipta

PRB, 2000. The World Youth 1996. Journal The US Agency For International
Development

Putera, D, P. 2008 Hubungan Kepribadian dan Lingkungan Pergaulan dengan Prestasi


Belajar Siswa, FKIP UNS Surakarta, Skripsi

Rauf, A. 2008. Dampak Pergaulan Bebas Remaja. http/abdul_rauf.blogspot.com/


03/dampak-pergaulan-bebas.html diakses tanggal 15 Februari 2010

Riwidikdo, H. 2006. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam
Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Mitra
Cendikia Jogjakarta

Sarwanto, S 2004. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Remaja terhadap


Penyakit Menular Seksual (PMS) serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Hubungan Seksual Pranikah.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_14SeksPranikah.pdf/145_14SeksPran
ikah.html diakses tanggal 20 Februari 2010

Sakti, H dan Kusuma, G, 2006. Antara Dua Sisi Sebuah Kajian Psikologi Tentang
Budaya Free Sex dan Video Porno. Sahabat Setia. Yogyakarta

xc
Soettjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. CV. Sagung

Seto, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Offset

Ahmadi,A dan Uhbiyati, N .2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta

Alfiyatun,F. 2005. Hubungan Antara Sikap Mahasiswa Peserta Mata Kuliah


Bimbingan Dan Konseling Keluarga Dengan Tingkat Kesiapan
Perkawinan Pada Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling Angkatan
2001/2002. Digilib
.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0144/.../doc.pdf diakses tanggal
20 Februari 2010

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI).
Jakarta: PT Rineka Cipta

Depkes RI 2001. Yang Perlu diketahui Petugas Kesehtan Tentang kesehatan


Reproduksi. Depkes . Jakarta

Depkes RI dan WHO, 2003. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Jakarta

Diana,A, 2008. Sistem Reproduksi Manusia. http://gurungeblog


.wordpress.com/2008/10/31/ diakses tanggal 23 Maret 2010

Eddy, P. 2000. 2,4 Juta Wanita Tiap Tahun Lakukan Aborsi, Jakarta

Fatimah, E . 2006. Psikologi Perkembangan ( Perkembangan Peserta didik) CV.


Pustaka Setia Bandung

Fatimah. 2008. Etika Sosial. http://fatimah.org/artikel/etikasosial.htm di akses tanggal


20 Februari 2010

Graw,M. 2009. http://iceteazegeg.wordpress.com/2009/02/18/alat-reproduksi-manusia/


diakses tanggal 23 Maret 2010

Hadi, S. 2002. Metodologi Research Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan
Disertasi. Yogyakarta: Andi

Hadi, S. 2005. Pendidikan Suatu Pengantar.Surakarta. UNS Press


xci
Harahap, J. 2008. Kesehatan Reproduksi. www.usudigilab.ac.id di akses tanggal 28
Januari 2010

Jamal, G. 2008. Seks Bebas di Kalangan Remaja http://jamalgrah.


blogspot.com/2008/02/seks-bebas-dikalangan-remaja -sudah.html di akses
tanggal 2 Februari 2010

Kasturi, T. 2005 . Hubungan Seks Pranikah Remaja Surakarta. Jurnal penduduk dan
pembangunan Volume 5

Manuaba, I. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta. EGC

Munawaroh, N. 2001. Kesehatan Reproduksi Penting Bagi Remaja dalam Bernas,


Semarang

Ngalim, P. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosda Karya

Notoadmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip – Prinsip Dasar. Jakarta:


Rineka Cipta

Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta

Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: PT


Rineka Cipta

PRB, 2000. The World Youth 1996. Journal The US Agency For International
Development

Putera, D, P. 2008 Hubungan Kepribadian dan Lingkungan Pergaulan dengan Prestasi


Belajar Siswa, FKIP UNS Surakarta, Skripsi

Rauf, A. 2008. Dampak Pergaulan Bebas Remaja. http/abdul_rauf.blogspot.com/


03/dampak-pergaulan-bebas.html diakses tanggal 15 Februari 2010

Riwidikdo, H. 2006. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam
Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Mitra
Cendikia Jogjakarta

Sarwanto, S 2004. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Remaja terhadap


Penyakit Menular Seksual (PMS) serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Hubungan Seksual Pranikah.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_14SeksPranikah.pdf/145_14SeksPran
ikah.html diakses tanggal 20 Februari 2010

xcii
Sakti, H dan Kusuma, G, 2006. Antara Dua Sisi Sebuah Kajian Psikologi Tentang
Budaya Free Sex dan Video Porno. Sahabat Setia. Yogyakarta

Soettjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. CV. Sagung

Seto, Jakarta

xciii

Anda mungkin juga menyukai