Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN UNIT GAWAT DARURAT

TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RSUD CIAMIS TAHUN 2020

Proposal Tesis

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Guna memperoleh gelar Magister Manajemen
Pada Program Studi Magister Manajemen
Konsentrasi Rumah Sakit

Disusun Oleh :
Raudatul Jannah

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas


rahmat, taufik dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis yang
berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Terhadap
Kepuasan pasien peserta di RSUD Kabupaten Ciamis”

Penyusunan Proposal Tesis ini dimaksudkan sebagai syarat untuk


penelitian dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah pada Program Magister
Manajemen Fakultas Pasca Sarjana Konsentrasi Manajemen Rumah Sakit
Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya Bandung.

Penulis menyadari, bahwa naskah usulan penelitian ini masih banyak


kekurangan, oleh karenanya koreksi dan saran masukan yang konstruktif sangat
penulis harapkan. Penulis juga berharap, usulan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi RSUD Kabupaten Ciamis, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai kualitas pelayanan
yang diberikan oleh RSUD Kabupaten Ciamis.

Bandung, 11 Desember 2020

Penulis,
Raudatul Jannah

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................4

1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................4

1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................4

BAB II TEORI-TEORI PENDUKUNG.........................................................................5

2.1 Kualitas pelayanan.....................................................................................................5

2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat.................................................7

2.1.2 Klasifikasi Kegawat-daruratan Pasien di IGD..............................................7

2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat................................................8

2.2 Konsep IGD..............................................................................................................11

2.2.2 Pengertian Instalasi Gawat Darurat............................................................11

2.2.3 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat.............................................................11

2.2.4 Indikator Instalasi Gawat Darurat.............................................................13

2.3 Konsep Tingkat Kepuasan Pasien.........................................................................13

2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien..............................................................................13

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien...........................................14

2.3.3 Klasifikasi Kepuasan Pasien.........................................................................15

2.4 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan.................................................16

2.4.1 Pengaruh Antara Tangibles dengan Kepuasan Konsumen........................17


2.4.2 Pengaruh Antara Reliability dengan Kepuasan Konsumen .....................18

2.4.3 Pengaruh Antara Responsiveness dengan Kepuasan Konsumen..............18

2.4.5 Pengaruh antara Emphaty dengan Kepuasan Konsumen..........................20

2.4 Hipotesis Penelitian................................................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN................................................................................22

3.1 Metode Penelitian.....................................................................................................22

3.2 Variabel Penelitian.................................................................................................22

3.2.1 Variabel Bebas (Independent)......................................................................22

3.3 Analisis data penelitian..........................................................................................22

3.3.1 Pengolahan Data Dan Analisa Data............................................................22

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Rumah sakit sebagai institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan instalasi gawat darurat. Setiap rumah sakit memiliki
kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat, membuat, melaksanakan dan
menjaga standar pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien. Dalam lingkup pelayanan di rumah sakit, pelayanan di
instalasi gawat darurat menjadi hal yang sangat vital, karena Instalasi Gawat
Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya pasien gawat darurat.
Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di
rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita
sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. IGD rumah
sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan
asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi
pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat,
tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu
indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap. (Depkes RI, 2006).
Instalasi Gawat Darurat merupakan pelayanan yang ada di rumah sakit
yang dibutuhkan oleh pasien dalam rangka menyelamatkan jiwanya. Konsep
IGD ini didasarkan pada waktu pelayanannya. Waktu merupakan hal
terpenting pada IGD karena sangat berkaitan dengan penyelamatan jiwa
pasien. Kemampuan rumah sakit dalam menangani pasien dapat dilihat dari
bagaimana rumah sakit memberikan pelayanannya di IGD rumah sakit
tersebut (Kelly, 2005).
Pasien yang ditangani di Instalasi Gawat Darurat yaitu peserta Jaminan
Kesehatan Sosial dan Non Jaminan Kesehatan Sosial. Asuransi Kesehatan
merupakan lembaga sosial yang bergerak di bidang pengusahaan jaminan

1
pelayanan kesehatan dan mengatur hak dan kewajiban peserta. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu jenis asuransi.
BPJS merupakan lembaga penyelenggara jaminan sosial yang
mencakup seluruh penduduk Indonesia dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang komprehensif dengan prinsip asuransi sosial, dimana
peserta yang mampu membayar iuran, yang miskin dan tidak mampu
dibayar iurannya oleh pemerintah.
Pada Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan yang dikeluarkan oleh
BPJS Kesehatan tahun 2014 menyatakan bahwa dalam keadaan darurat, maka
peserta BPJS Kesehatan dapat dilayani di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Pelayanan harus
segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan. Jika keadaan gawat
daruratnya sudah teratasi dan pasien BPJS Kesehatan dalam kondisi dapat
dipindahkan, maka pasien mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
Pada buku Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan
bahwa pada tahun 2014, pemerintah menargetkan sebanyak 121,6 juta
oenduduk akan diberikan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan. Jumlah
dimaksud diasumsikan berasal dari program Jamkesmas )96,4 juta jiwa),
peserta yang dikelola oleh PT Akses (Persero) (17,2 juta jiwa), peserta
Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) Jamsostek (5,5 juta jiwa) dan peserta
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU) dari pemerintah
daerah (2,5 juta jiwa). Berdasarkan data dari BPJS pada tanggal 04 November
2016 jumlah pengguna BPJS di Indonesia mencapai 170.235.178 jiwa
(71,63%) dari total penduduk Indonesia pada tahun 2010 yaitu 237.641.334
jiwa. Selanjutnya pada tahun 2019, pemerintah menargetkan seluruh
masyarakat yaitu sebanyak 275,5 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Berdasarkan rilis hasil survey yang disampaikab oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) yang mencatat jumlah laporan komplain
masyarakat terhadap layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
kesehatan sangat banyak. Laporan itu menunjukan bahwa layanan yang

2
diberikan BPJS tidak maksimal. Menurut YLKI, program jaminan kesehatan
nasional yang dikelola BPJS sesunnguhnya baik akan tetapi secara aplikatif
program itu tidak sesuai harapan (Fajarudin,2015).
Ketidakmaksimalan dari program BPJS adalah banyaknya jumlah peserta
yang berbanding terbalik dengan jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia.
Sebagian besar fasilitas kesehatan terutama rumah sakut yaitu 1.720 dari 2.302
tergabung dalam jaminan kesehatan. Kendala lain yaiut pada pencairan klaim
banyak tertunda sehingga menyebabkan banyak Rumah Sakit swasta yang
tidak tertarik bergabung dalam BPJS (Fajarudin, 2915). Hal ini menyebabkan
penumpukan peserta BPJS di Rumah Sakit negri, sehingga peserta BPJS
kesehatan memerlukan perawatan secara cepat harus menunggu antrean yang
lama (Fajarudin, 2015).
Pasien merupakan sumber pendapatan rumah sakit baik secara langsung
(out of pocket) maupun melalui asuransi misalkan pasien BPJS. Oleh sebab itu
rumah sakit perlu untuk mempertahankan dan meningkatkan kunjungan pasien
dengan menampilkan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Putri Asmita,
2011).
Tingkat kepuasan pelanggan sangat ditentukan oleh komponen kualitas
pelayanan yang ada. Strategi usaha yang ditetapkan pada komponen kualitas
pelayanan secara otomatis akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam
menarik dan mempertahankan pelanggan dalam hal ini pasien yang
mendapatkan di IGD. Konsekuensinya bagi penyedia layanan jasa termasuk
pelayanan jasa kesehatan gawat darurat rumah sakit harus memberikan suatu
prioritas perbaikan dalam kinerja usaha melalui peningkatan kualitas
pelayanan.
Pemerintah menuntut setiap rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
pasien sebagai strategi utama yang berorientasi kepada pasien (Riskesdas,
2013)
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk mengathui pengaruh
kualitas pelayanan instalasi gawat darurat terhadap pasien peserta BPJS di
RSUD Ciamis.

3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh kualitas pelayanan di instalasi gawat darurat
terhadap tingkat kepuasan pasien peserta BPJS di RSUD Ciamis?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kualitas pelayanan gawat darurat dengan tingkat kepuasan pasien pengguna
BPJS Kesehatan di IGD RSUD Ciamis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kualitas pelayanan gawat darurat terhadap pengguna BPJS
Kesehatan di IGD RSUD Ciamis
2. Mengidentifikasi tingkat kepuasan klien pengguna BPJS Kesehatan di IGD
RSUD Ciamis
3. Menganalisa hubungan antara kualitas pelayanan gawat darurat dengan
tingkat kepuasan antara pengguna BPJS Kesehatan di IGD RSUD Ciamis

4
BAB II
TEORI-TEORI PENDUKUNG
2.1 Kualitas pelayanan
Menurut Kotler (2009:428) definisi pelayanan (service) adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak mengakibatkan
kempemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada
suatu produk fisik.

Dalam bidang apapun khususnya bidang pelayanan, sangat diperlukan


sebuah kualitas agar apa yang ditawarkan dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan konsumen atau satisfying human needs and wants (Gronroos, 2007:27).

Menurut Kotler (2009:49), kualitas (quality) adalah keseluruhan ciri serta


sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.

Menurut Gronroos (2007:84) terdapat lima dimensi atau determinan yang


digunakan dalam menilai kualitas jasa termasuk jasa pelayanan kesehatan di
rumah sakit:

(1) Wujud fisik (Tangibles) adalah faktor yang dapat dilihat, didengar dan
disentuh.
Tergambar dalam:

a. Lingkungan fisik seperti bangunan (kebersihan, kenyamanan dan


kerapihan)
b. Fasilitas seperti kelengkapan, kebersihan alat-alat yang dipakai
c. Penampilan karyawan seperti kerapihan dan kebersihan petugas
(2) Kehandalan (Reliability) adalah kemampuan melakukan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara tepat.
Tergambar dalam:

a. Penerapan standar prosedur pelayanan yang cepat dan tepat


b. Ketersediaan tenaga ahli yang handal memberikan pelayanan

5
c. Kemampuan petugas memberikan pelayanan
d. Ketepatan petugas dalam memenuhi jadwal pelayanan.
(3) Ketanggapan (Responsiveness) adalah kemampuan karyawan membantu
dan melaksanakan tugas dengan segera.
Tergambar dalam:

a. Kemampuan petugas dalam melakukan pelayanan dengan cepat


b. Kemampuan petugas dalam melaksanakan tindakan dengan cepat
saat pasien membutuhkan
c. Kemampuan petugas dalam menangani keluhan dengan cepat
d. Kemampuan petugas dalam memberikan informasi yang jelas dan
mudah dimengerti
(4) Jaminan (Assurance) adalah pengetahuan dan kemampuan
menimbulkan keyakinan pasien.
Tergambar dalam :
a. Kemampuan dokter dalam menentukan diagnosis, terapi serta
tindakan yang tepat
b. Kemampuan dokter dalam keterampilan dan pengalaman
c. Kemampuan dokter dalam melaksanakan tindakan yang dibutuhkan
pasien
d. Jaminan petugas dalam memberikan pelayanan dengan sopan dan
ramah

(5) Empati (Empathy) adalah keterlibatan karyawan dalam memahami


kondisi pasien.
Tergambar dalam:

a. Kemampuan petugas dalam memberikan perhatian khusus kepada


pasien
b. Kemampuan petugas dalam memberikan perhatian kepada seluruh
keluhan pasien dan keluarga
c. Kemampuan petugas dalam memberikan solusi atau pemecahan
terhadap masalah atau keluhan pasien dan keluarganya.

6
Berdasarkan komponen-komponen di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
output jasa serta cara penyampaiannya (pelayanannya) adalah faktor yang
dipergunakan dalam menilai kualitas jasa.

Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan


dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling
menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Bagi seorang penyedia
jasa memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, sedangkan sebuah perusahaan
yang hampir selalu memuaskan kebanyakan kebutuhan pelanggannya disebut
perusahaan berkualitas

2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat


Kondisi gawat darurat adalah kondisi dimana pasien mengalami penyakit
akut atau serangan secara tiba-tiba selama 48 jam dan pasien kronik yang
mengalami kekambuhan (ekserbasi) akut selama 48 jam, pasien yang tidak stabil
dalam tanda-tanda vital, tidak sadar dan gangguan metabolik (Taye et al, 2014).

Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan professional


keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berada dalam kondisi urgent dan
kritis (Musliha, 2010). Pelayanan keperawatan gawat darurat diberikan kepada
pasien serta memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pada
pasien atau keluarga (Ratna, 2015).

Menurut Sutawijaya (2009) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan


gawat darurat merupakan suatu bentuk pelayanan yang berorientasi kepada pasien
dan keluarga, dimana perawat memiliki peran penting dalam pemberian asuhan
keperawatan gawat darurat serta dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas
dan keterampilan yang baik seperti mampu menentukan tingkat kegawat-
daruratan pasien (triase).

2.1.2 Klasifikasi Kegawat-daruratan Pasien di IGD


Triage mempunyai arti menyortir atau memilih yang dirancang untuk
menempatkan pasien yang tepat, diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan
yang tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat darurat dan

7
transportasi serta proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan
(Kathleen, 2008).

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam instalasi gawat


darurat berdasarkan Prioritas Perawatannya, antara lain (Wijaya,
2010):

a. Gawat Darurat (P1)


Keadaaan yang mengancam nyawa atau akan menjadi cacat bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya atau adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor
dengan perdarahan hebat (Wijaya, 2010).

b. Gawat Tidak Darurat (P2)


Keadaan mengangancam nyawa tetepi tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya pasien kanker stadium lanjut, sickle cell (Wijaya, 2010).

c. Darurat Tidak Gawat (P3)


Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi
definitif. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor/tertutup, sistitis, otitis media (Wijaya, 2010).

d. Tidak Gawat Tidak Darurat

Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan


gawat. Gejala dan tanda klinis ringan/asimptomatis. Misalnya ulcus tropicum,
TBC kulit, batuk, flu (Wijaya, 2010).

2.1.3 Dimensi Kualitas Pelayanan Gawat Darurat


Konsep dimensi kualitas pelayanan yang paling popular adalah konsep
Service Quality (ServQual) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan
Zeithaml sejak 15 tahun yang lalu. Ketika pertama konsep dari dimensi kualitas
pelayanan ini dibagi menjadi 10 dimensi, kemudian disederhanalan menjadi 5
dimensi yaitu (Irwan, 2009):

8
1. Tangible (bukti fisik)
Suatu service tidak dapat dilihat, dicium dan diraba, maka aspek tangible
atau bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan
akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.
Contoh tampilan fisik fasilitas seperti kebersihan, penerangan dan kebisingan;
tampilan fisik tenaga seperti kerapian pakaian; dan tampilan fisik alat. Pasien
akan mempunyai persepsi bahwa rumah sakit mempunyai pelayanan kesehatan
yang baik apabila bangunan terlihat mewah. Bukti fisik yang baik akan
mempengaruhi presepsi pasien (Irwan, 2009).

Identifikasi kualitas fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi


lingkungan kerja seperti kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan
dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif,
kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data
dan perkembangan dunia kerja yang dihadapi, kemampuan menunjukkan
integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja (Nursalam, 2015).

2. Reliability (kehandalan)
Dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari
perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada 2 aspek
dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh perusahaan
mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak error. Sebuah rumah
sakit misalnya dikatakan tidak “reliable” ketika perawat melakukan kesalahan
dalam memberikan perawatan (Irwan, 2009).

Identifikasi kualitas kehandalan (reliability) dapat tercermin dari aplikasi


seperti kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan, keterampilan kerja, dan pengalaman kerja (Nursalam, 2015).

3. Responsiveness (daya tanggap)


Daya tanggap merupakan kemauan untuk menyediakan pelayanan dengan
cepat dan mau membantu pasien. Indikatornya antara lain waktu tunggu di

9
loket, mendapat pelayanan medis, apotik atau laboratorium (Irwan, 2009).
Aplikasi dari kualitas daya tanggap adalah memberikan penjelasan secara
bijaksana, mendetail, dan mengarahkan terkait pelayanan yang dihadapi serta
membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan
(Nursalam, 2015).

4. Assurance (jaminan)
Penyampaian pelayanan harus disertai rasa hormat dan sopan sehingga
dapat menimbulkan rasa percaya dan yakin akan jaminan kesembuhan.
Terdapat 4 aspek dari dimensi ini yaitu (Irwan, 2009):

a. Keramahan. Keramahan adalah salah satu aspek kualitas pelayanan


yang paling mudah diukur dan program kepuasan yang paling murah.
Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan (Irwan, 2009).
b. Kompetensi. Apabila pelanggan mengajukan beberapa pertanyaan
terkait dengan pelayanan atau produk yang di berikan dan kemudian
tidak dapat memberikan jawaban yang baik, pelanggan akan mulai
kehilangan kepercayaannya. Hal ini akan dapat mempengaruhi
kepercayaan terhadap kualitas pelayanan (Irwan, 2009).
c. Kredibilitas. Keyakinan pelanggan terhadap perusahaan akan banyak
dipengaruhi oleh kredibilitas atau reputasi dari perusahaan tersebut
(Irwan, 2009).
d. Keamanan. Pelanggan harus mempunyai rasa aman dalam mendapatkan
pelayanan (Irwan, 2009).
5. Emphaty
Empati merupakan kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan dan
adanya perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien.
Bentuk kualitas layanan dari empati dapat diwujudkan dengan mampu
memberikan perhatian, keseriusan, rasa simpatik, pengertian, dan keterlibatan
atas pelayanan yang diberikan (Nursalam, 2015).

10
2.2 Konsep IGD
2.2.2 Pengertian Instalasi Gawat Darurat
Menurut keputusan menteri kesehatan RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009,
instalasi gawat darurat (IGD) adalah salah satu bagian dirumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang
dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah
mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna
meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah
untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak
ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit
setelah pasien sampai di IGD. Di IGD dapat ditemukan dokter dari berbagai
spesialisasi bersama sejumlah perawat. Pelayanan gawat darurat adalah bagian
dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera
untuk menyelamatkan hidupnya. Pelayanan instalasi gawat darurat adalah salah
satu unjuk tombak pelayanan kesehatan sebuah rumah sakit. Setiap rumah sakit
pasti memiliki IGD yang melayani pelayanan media 24 jam (Günthardt et al.,
2018)

2.2.3 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan
medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat,
bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu
pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006).

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat
jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam
suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau

11
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab
(Depkes RI, 2006).

Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk
ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,
sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar.
Disisi lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta
siap mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk
itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya
pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan
tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu
membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi
acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di
Instalasi Gawat Darurat RS.

Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit adalah : Depkes RI (2010)

1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan
melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).

2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan


pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit


diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat
darurat.

12
5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah
sampai di IGD.

6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan


terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur pelaksana)

7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat


daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

2.2.4 Indikator Instalasi Gawat Darurat


Menurut Apriyani (2008) adapun yang menjadi Indikator Instalasi
Gawat Darurat adalah :

1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa, standar 100%;


2. Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.
3. Pemberi pelayanan ke gawat daruratan yang bersertifikat yang
masih berlaku, standar 100%.
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5. Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%.
6. Kematian pasien ≤ 24 jam, standar≤ 2 per 1000 (pindah ke
pelayanan rawat inap setelah 8 jam).
7. Khusus untuk rumah sakit jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam
waktu ≤ 48 jam, standar 100%.
8. Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan pelayanan gawat
darurat.
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka
standar 100%.
2.3 Konsep Tingkat Kepuasan Pasien
2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien
Menurut Munijaya (2011), kepuasan pelanggan adalah tanggapan
pelanggan terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi)
pelanggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan
yang mereka terima.

13
Rama (2011) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan terpenuhi apabila
proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan kepada konsumen sudah sesuai
dengan yang mereka harapkan atau dipersepsikan. Terpenuhinya kebutuhan
pasien akan mampu memberikan gambaran terhadap kepuasan pasien, oleh karena
itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada persepsi atau harapan mereka
pada pemberi jasa pelayanan.

Rashid dan Amina (2014) menyatakan bahwa kepuasan dapat dibagi


menjadi dua macam, yaitu kepuasanyang berwujud merupakan kepuasan yang
dapat dirasakan dan dilihat oleh pelanggan serta telah dimanfaatkan, dan kepuasan
psikologis yang bersifat tidak terwujud dari pelayanan kesehatan tetapi dapat
dirasakan oleh pasien.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan


adalah perasaan senang atau kecewa terhadap pelayanan yang diharapan
dibandingkan dengan pelayanan yang diterima oleh pasien.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Menurut Yarris et al (2012) faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan
pasien di IGD adalah komunikasi antara perawat dan pasien, waktu tunggu
pasien, dan ketepatan dalam menentukan triase klien.

Menurut Nursalam (2015) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang


mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu kualitas produk atau jasa, harga,
emosional, kinerja, estetika, kharakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas,
komunikasi, suasana, dan desain visual. Hal ini disederhanakan lagi oleh
Tjiptono (2008) sebagai berikut:

1. Aspek kenyaman, meliputi lokasi tempat pelayanan kesehatan yaitu,


kebersihan, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan
yang dimakan, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan. Kenyamanan
tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang
terpenting adalah menyangkut sikap serta tindakan perawat ketika
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
2. Aspek hubungan pasien dengan perawat, meliputi keramahan petugas

14
terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas, komunikatif,
responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien. Terbinanya
hubungan perawat dengan pasien yang baik adalah salah satu dari
kewajiban etik yang sangat diharapkan setiap pasiennya secara pribadi
seperti menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab
dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal ingin
diketahui oleh pasien.
3. Aspek kompetensi, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan
terkenal. Secara umum disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan dan
kompetensi teknik tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan
kesehatan.
4. Aspek biaya, meliputi keterjangkauan biaya pelayanan oleh pasien dan ada
tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien. Harga merupakan
aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna
mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi
pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga
perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
2.3.3 Klasifikasi Kepuasan Pasien
Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun
kualitatif. Dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan sehingga dapat
diketahui sejauh mana dimensi mutu pelayanan kesehatan yang telah
diselenggarakan dapat memenuhi harapan pasien. Jika belum sesuai dengan
harapan pasien, maka hal tersebut akan menjadi suatu masukan bagi organisasi
pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya (Pohan, 2007).

Berpedoman pada skala Likert, untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan


dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:

15
5. Sangat puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai
kebutuhan atau keinginan pasien dengan bobotnya 5 (Sugioyono, 2007).

6. Puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai
dengan kebutuhan atau keinginan pasien dengan bobotnya 4 (Sugioyono, 2007).

7. Cukup puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai
dengan kebutuhan atau keinginan pasien atau dianggap biasa saja oleh pasien
dengan bobotnya 3.

8. Tidak puas
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan pasien dengan bobotnya 2.

9. Sangat tidak puas


Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambatkan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan pasien dengan bobotnya 1 (Sugioyono, 2007).

2.4 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan


Seperti telah diketahui sebelumnya jasa atau layanan tidaklah nyata
dimana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, dilihat ataupun diraba sebelum
membeli. Dengan demikian, pelanggan atau dalam penelitian ini adalah pasien
akan mencari tanda bukti dari kualitas jasa melalui orang lain. Sudah menjadi
tugas para penyedia jasa untuk membuktikan atau menyatakan yang tidak nyata
dari produk yang ditawarkan. Melalui evaluasi pelanggan dapat merasakan

16
layanan yang telah diberikan, evaluasi yang dilakukan adalah membandingkan
antara harapan dan yang dirasakan (kenyataan).

Menurut Kotler (2005), salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan
adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak
mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan
terdapat hubungan yang erat antara kualitas dengan kepuasan pasien.

2.4.1 Pengaruh Antara Tangibles dengan Kepuasan Konsumen

Karena suatu bentuk jasa tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa
diraba maka aspek bukti fisik menjadi penting sebagai ukuran dari pelayanan.
Pelanggan akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kulitas
pelayanan.

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988), (Fandy dan Gregorius


Chandra, 2005) bukti fisik (tangibles) adalah dimensi yang berkenaan dengan daya
tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta
penampilan karyawan. Sedangkan Kotler (2001:617) mendefinisikan bukti fisik
(tangibles) sebagai kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak luar. Penampilan dan kemampuan sarana serta
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Fasilitas fisik tersebut meliputi
gedung, perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya. Variabel bukti fisik dapat ditampilkan dengan indikator-
indikator sebagai berikut ( Parasuraman, Berry, & Zeithaml)

FL : Fasilitas yang lengkap

KR : Karyawan selaluberpakaian rapi. KL : Keamanan lingkungan

KL : Kenyamanan lingkungan

Hubungan bukti fisik dengan kepuasan konsumen adalah bukti fisik mempunyai
pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi konsumen
terhadap bukti fisik maka kepuasan konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika

17
persepsi konsumen terhadap bukti fisik buruk maka kepuasan konsumen juga akan
semakin rendah.

2.4.2 Pengaruh Antara Reliability dengan Kepuasan Konsumen .


Menurut Parasuraman. et al. 1998 (Rambat dan A. Hamdani, 2006:182)
kehandalan (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan apa yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan
akurasi yang tinggi. Pemenuhan janji dalam pelayanan akan mencerminkan
kredibilitas berusahaan. Variabel kehandalan dapat ditampilkan dengan indikator-
indikator sebagai berikut :

PB : Pelayanan yang baik

CK : Cara kerja karyawan yang profesional KA : Kemudahan


dalam sistem administrasi

Hubungan kehandalan dengan kepuasan konsumen adalah kehandalan


mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap kehandalan perusahaan maka kepuasan konsumen juga akan
semakin tinggi. . Dan jika persepsi konsumen terhadap kehandalan buruk maka
kepuasan konsumen juga akan semakin rendah.

2.4.3 Pengaruh Antara Responsiveness dengan Kepuasan Konsumen


Dimensi ini adalah dimensi yang paling dinamis. Harapan konsumen
hampir dapat dipastikan akan berubah seiring dengan kecepatan daya tanggap dari
pemberi jasa.

Menurut Parasuraman. Dkk. 1998 (Lupiyoadi & Hamdani, 2006:182) daya


tanggap (responsiveness) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Dan membiarkan konsumen menunggu
merupakan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.

18
Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Barry (1988), (Fandy dan Gregorius
Chandra, 2005) daya tanggap (responsiveness) berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu para konsumen dan merespons
permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan
kemudian memberikan jasa secara cepat. Tingkat kesediaan atau kepedulian ini
akan dilihat sampai sejauh mana pihak perusahaan berusaha dalam membantu
konsumennya. Adapun bentuknya bisa dilakukan dengan penyampaian informasi
yang jelas, tindakan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh pelanggan. Sedangkan
Kotler (2001:616) mendefinisikan daya tanggap sebagai kemauan untuk
membantu konsumen dan memberikan jasa dengan cepat.

Variabel daya tanggap dapat ditampilkan dengan indikator-indikator sebagai


berikut:

PC: Pelayanan yang cepat

PK: Penanganan terhadap keluhan

PI: Penyampaian informasi

Hubungan daya tanggap dengan kepuasan konsumen adalah daya tanggap


mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap daya tanggap perusahaan maka kepuasan konsumen juga akan
semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap daya tanggap buruk maka
kepuasan konsumen juga akan semakin rendah.

2.4.4 Pengaruh Antara Assurance dengan Kepuasan Konsumen


Kotler (2001:617) mendefinisikan keyakinan (assurance) adalah
pengetahuan terhadap produk secara tepat, kesopansantunan karyawan dalam
memberi pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan
dalam memberikan keamanan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan
dan keyakinan pelanggan terhadap perusahaan.

Menurut Parasuraman. et al. 1998 (Rambat L dan A. Hamdani, 2006:182)


yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan
untuk menumbuhkan rasa percaya para konsumen kepada perusahaan. Hal ini

19
meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan
sopan santun (courtesy). Variabel jaminan dan kepastian dapat ditampilkan
dengan indikator-indikator sebagai berikut:

JK: Jaminan terhadap kesalahan kinerja

KP: Kualitas pelayanan yang baik

PK: Pengetahuan karyawan

Hubungan jaminan dengan kepuasan konsumen adalah jaminan


mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi
konsumen terhadap jaminan yang diberikan oleh perusahaan maka kepuasan
konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap
jaminan yang diberikan oleh perusahaan buruk maka kepuasan konsumen juga
akan semakin rendah.

2.4.5 Pengaruh antara Emphaty dengan Kepuasan Konsumen


Menurut Parasuraman dkk. 1998 dalam Lupiyoadi dan Hamdani
(2006:182), empati (emphaty) yaitu perhatian dengan memberikan sikap yang
tulus dan berifat individual atau pribadi yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. Dimana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan. Kotler (2001:617) mendefinisikan empati sebagai syarat
untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi konsumen. Dimensi empati ini
adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan. Secara umum dimensi ini memang
dipersepsikan kurang penting dibandingkan dengan dimensi kehandalan dan daya
tanggap bagi konsumen, study yang dilakukan Frontier selama beberapa tahun
terakhir untuk berbagai industri mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi
untuk kelompok konsumen kelas atas, dimensi ini bisa menjadi dimensi yang

20
paling penting. Variabel empati dapat ditampilkan dengan indikator- indikator
sebagai berikut :

PR : Pelayanan yang ramah

PI : Perhatian secara individual

KH : Karyawan yang menghormati konsumennya

Hubungan kepedulian dengan kepuasan konsumen adalah kepedulian mempunyai


pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik persepsi

konsumen terhadap kepedulian yang diberikan oleh perusahaan maka kepuasan


konsumen juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi konsumen terhadap
kepedulian yang diberikan oleh perusahaan buruk maka kepuasan konsumen juga
akan semakin rendah.

2.4 Hipotesis Penelitian

Seperti telah diketahui sebelumnya jasa atau layanan tidaklah nyata


dimana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, dilihat ataupun diraba sebelum
membeli. Dengan demikian, pelanggan atau dalam penelitian ini adalah pasien
akan mencari tanda bukti dari kualitas jasa melalui orang lain. Sudah menjadi
tugas para penyedia jasa untuk membuktikan atau menyatakan yang tidak
nyata dari produk yang ditawarkan. Melalui evaluasi pelanggan dapat
merasakan layanan yang telah diberikan, evaluasi yang dilakukan adalah
membandingkan antara harapan dan yang dirasakan (kenyataan).

Menurut Kotler (2005), salah satu dari nilai utama yang diharapkan oleh
pelanggan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan
tidak mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian
akan terdapat hubungan yang erat antara kualitas dengan kepuasan pasien.

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif.
Sedangkan metode yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
menenkankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saat (point time approach). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas pelayanan gawat darurat dengan
tingkat kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ciamis

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel Bebas (Independent)


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan gawat darurat di
IGD.

3.2.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variable terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien pengguna BPJS
Kesehatan di IGD.

3.3 Analisis data penelitian


3.3.1 Pengolahan Data Dan Analisa Data
3.3.1.1 Pengolahan data

a. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu
dengan tujuan untuk mengkoreksi data yang meliputi
kelengkapan pengisian jawaban, konsisten atas jawaban,
kesalahan jawaban, dan jumlah kuesioner yang telah diisi
sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan masih ada kesalahan
dan keraguan data.

22
b. Pengkodean (Coding)
Memberikan kode pada jawaban yang ada untuk mempermudah
dalam proses pengelompokan dan pengolahan data dengan
memberi angka pada setiap jawaban.

c. Penilaian (Skoring)
Dilakukan dengan pedoman nilai yang telah ditentukan
sebelumnya.

d. Entry Data
Memasukan data yang diperoleh dengan menggunakan
komputer.

e. Tabulation
Data kemudian dimasukan ke dalam tabel yang sesuai dengan
kriteria, dalam hal ini juga menggunakan fasilitas komputer.

f. Prosentase
Menurut Istijanto (2009), prosentase memberikan gambaran
yang mudah dalam membandingkan atau untuk mengetahui data
yang terbanyak. Setelah seluruh data yang dibutuhkan
terkumpul, kemudian masing-masing data responden tersebut
akan diukur kemudian diberikan pembobotan dengan cara
dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi lalu
dikalikan 100%.

3.1.1.2 Analisa Data


Tahap analisa penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisis univariat berfungsi untuk mengikuti kumpulan data hasil


pengukuran sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi

23
informasi yang berguna. Analisa univariat digunakan untuk
menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan
proporsi masing-masing variabel bebas maupun variabel terikat dalam
penelitian ini, yaitu berupa distribusi frekuensi dan persentase dari
karakteristik responden, mutu pelayanan BPJS Kesehatan berdasarkan
5 dimensi mutu pelayanan, dan kepuasan pasien.

b. Analisa Bivariat

Analisis data dilakukan untuk mengetahui perbedaan masing- masing


variable independen terhadap variable dependen. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara bivariat
menggunakan bantuan software program pengelola data yaitu SPSS
17 for windows. Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variable
yang diduga berhubungan atau korelasi. Teknik analisis data pada
penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman. Uji ini digunakan
untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara dua variabel
yang berskala ordinal. Kesimpulann yang dapat diambil apabila nilai p
value lebih kecil dari nilai alpha (=0,05) maka terdapat hubungan
diantara dua variabel tersebut, begitupun sebaliknya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. (2013). Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Sinurat, S., Perangin-angin, I. H., & Sepuh, J. C. L. (2019). Hubungan Response


Time Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Bpjs Di Instalasi Gawat
Darurat. Jurnal Penelitian Keperawatan, 5(1).

Villela, lucia maria aversa. (2013). Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.w

Sumedang, D. I. R. (2015). PESERTA BPJS PADA UNIT RAWAT JALAN.

Utara, U. S. (2012). Berasal Dari Kata Bahasa Latin. 2009, 10–47.


Bpjs Kesehatan. 2014. Panduan Layanan Bagi Peserta Bpjs Kesehatan. Jakarta.
Kemenkes RI. 2009. Standarisasi Pelayanan Gawat Darurat Di Rumah
Sakit No. 856/Menkes/Sk/Ix/2009. Jakarta: Biro Hukum Departemen
Kesehatan Ri.

25

Anda mungkin juga menyukai