Anda di halaman 1dari 66

DRAFT MATERI TEKNIS

PEDOMAN PEMBANGUNAN GEDUNG


(BUILDING CODE)

KABUPATEN NIAS

BAGIAN I
TATA BANGUNAN
(PERSYARATAN)

1.1. PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN

Penentuan letak suatu daerah didasarkan tiga pertimbangan, yaitu ;


a. Elevasi muka tanah terhadap + 0,00 meter Low Water Sea (LWS) atau surut
terendah.
Elevasi (e) terbagi dengan dalam tiga kelompok yaitu elevasi 0,00 sampai dengan
kurang dari 5 meter LWS, elevasi 5 sampai dengan 15 meter LWS dan lebih dari 15
meter LWS.
b. Radius dari garis pantai
Berdasarkan radius ( r) yang diukur dari garis pantai, dapat dibagi atas tiga zone yaitu
Zone I kurang dari 5 km, Zone II antara 5-20 km dan Zone III lebih dari 20 km.
c. Zone gempa yang mungkin terjadi
Berdasarkan zone gempa (SNI 03-1726), untuk bangunan non rumah zone gempa
dapat terbagi dalam dua bagian yaitu Zone 5 dengan acceleration maksimum 0,25g dan
Zone 6 dengan acceleration maksimum 0,3g. Untuk rumah tinggal zone gempa yang
digunakan adalah Zone 6 dengan acceleration maksimum 0,3g. Nilai g sebesar 9,81
m2/detik.

1.1.1. Peruntukan, Fungsi dan Klasifikasi Bangunan


a. Fungsi Lahan
1) Zone 1
(1) Permukiman
a) Permukiman nelayan terbatas. Permukiman yang semula telah ada di zone
ini tidak boleh diperluas, namun boleh ditingkatkan kualitasnya.
b) Kepadatan bangunan sangat rendah didukung bangunan tahan gempa/
bangunan tradisional (panggung).
c) Permukiman pedesaan terbatas lainnya pada kawasan budidaya pertanian,
hutan produksi, pertambangan dan pariwisata (rural).
(2) Non Rumah Tinggal
Zone ini berfungsi untuk tambak, hutan bakau, rekreasi pantai, pertanian dan
kawasan lindung pantai (sub urban)
2) Zone 2
(1) Permukiman
a) Permukiman nelayan dan petani yang terbatas. Permukiman yang semula
telah ada di zone ini tidak boleh diperluas, namun boleh ditingkatkan
kualitasnya.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 1 dari 66
b) Kepadatan bangunan rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan
tradisional (panggung).
c)Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal) terutama pada daerah
yang mempunyai kemiringan ≤ 8%.
(2) Non Rumah Tinggal
a) Kepadatan bangunan rendah didukung bangunan tahan gempa/ sesuai
dengan Perencanaan Bangunan-bangunan Tahan Gempa Bumi.
b) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah
yang mempunyai elevasi <5M.
c) Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya
terutama untuk daerah yang mempunyai radius < 20 Km Lws.
d) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah
yang mempunyai kemiringan ≤ 8%.
3) Zone 3
(1) Permukiman
a) Permukiman dapat diperluas dengan persyaratan bangunan dan
lingkungan yang ketat dengan mempertahankan nilai-nilai heritage
(urban).
b) Kepadatan permukiman sedang didukung bangunan tahan gempa sesuai
dengan Perencanaan Bangunan-bangunan Tahan Gempa Bumi.
c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah
yang mempunyai elevasi <5M.
d) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah
yang mempunyai kemiringan ≤ 8%.
(2) Non Rumah Tinggal
a) Lahan untuk kawasan komersial dimungkinkan untuk dikembangkan
secara terbatas dengan mempertahankan nilai-nilai heritage (urban).
b) Kepadatan bangunan sedang didukung bangunan tahan gempa sesuai
dengan Perencanaan Bangunan-Bangunan Tahan Gempa Bumi.
c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah
yang mempunyai kemiringan ≤ 8%.
4) Zone 4
(1) Permukiman
a) Lahan untuk permukiman yang dapat diperluas dengan persyaratan
bangunan dan lingkungan yang ketat sesuai dengan perencanaan tata
ruang di tiap-tiap daerah.
b) Kepadatan permukiman tinggi didukung oleh bangunan tahan gempa
sesuai dengan Perencanaan Bangunan-Bangunan Tahan Gempa Bumi.
c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah
yang mempunyai kemiringan ≤ 8%.
(2) Non Rumah Tinggal
a) Lahan untuk fasilitas umum, sarana pemerintahan dan perdagangan skala
kecamatan dan kota (urban).
b) Kepadatan bangunan tahan gempa yang tinggi sesuai dengan
Perencanaan Bangunan-bangunan Tahan Gempa Bumi dengan bangunan
tahan gempa ,.
c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah
yang mempunyai kemiringan ≤ 8%.

b. Bangunan Pada Kawasan Lindung


1) Zone 1

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 2 dari 66
(1) Perumahan dan Permukiman
Pada kawasan ini tidak sesuai untuk lahan permukiman. Tidak boleh ada
bangunan rumah tinggal. Permukiman yang semula telah ada akan
direlokasi ke kawasan budidaya.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Untuk penelitian, keamanan, navigasi, pemeliharaan tambak dan perikanan,
bangunan arkeologi, fasilitas pelabuhan, pembangkit energi dan industri
pariwisata pantai.
2) Zone 2, Zona 3 dan Zona 4
(1) Perumahan dan Permukiman
Di kawasan lindung tidak diperbolehkan ada bangunan rumah tinggal.
Permukiman yang telah ada akan direlokasi ke kawasan budidaya.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Kawasan kepadatan sedang dipergunakan untuk bangunan arkeologi,
keamanan dan mitigasi.

c. Bangunan pada Kawasan Budidaya


1) Zone 1
(1) Perumahan dan Permukiman
Permukiman yang semula telah ada dengan kepadatan yang sangat rendah
pada kawasan budidaya ini tidak boleh dikembangkan atau diperluas atau
ditambah baru. Permukiman yang ada hanya boleh ditingkatkan kualitasnya.
Sedangakan bangunan tua/lama dapat direvitalisasi.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Bangunan non rumah tinggal yang berada di zone ini adalah bangunan yang
dirancang untuk tujuan penelitian, konservasi, fasilitas pelabuhan,
pembangkit energi, penjagaan dan pengawasan serta penyelamatan pantai.
2) Zone 2
(1) Perumahan dan Permukiman
Permukiman dengan kepadatan rendah, tidak boleh dikembangkan/
diperluas/ditambah baru, hanya boleh ditingkatkan kualitasnya dengan
persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Untuk bangunan komersil untuk skala rumah tangga, pendidikan, sosial dan
budaya terbatas untuk kebutuhan setempat. Untuk bangunan air, bangunan
pompa, gardu pembangkit energi dan navigasi tujuan keamanan,
pemeliharaan tambak dan perikanan
3) Zone 3
(1) Perumahan dan Permukiman
Permukiman dengan kepadatan sedang. Permukiman yang semula telah ada
ditingkatkan kualitasnya, tidak diperbolehkan diperluas/dikembangkan/
tambah baru hingga menjadi kepadatan tinggi.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Bangunan untuk fasilitas pendidikan, kesehatan, ibadah, perdagangan, sosial
dan pemerintahan skala lingkungan dan kecamatan.
4) Zone 4
(1) Perumahan dan Permukiman
Permukiman yang ada pada kawasan lindung di kawasan kepadatan tinggi
tidak boleh dikembangkan, diperluas, atau ditambah baru hingga kawasan
lindung. Permukiman yang ada hanya boleh ditingkatkan kualitasnya.
(2) Bangunan non rumah tinggal

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 3 dari 66
Bangunan untuk tujuan fasilitas pendidikan, kesehatan, ibadah,
perdagangan, sosial dan pemerintahan skala kecamatan dan kota.

d. Klasifikasi Bangunan
1) Zone 1
Klasifikasi bangunan yang diperbolehkan berada pada zone ini adalah
(1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang
merupakan :
a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa :
i. satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau
ii. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk
rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau
b) Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan
luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang
secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain
atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.
(2) Klas 9, Bangunan Umum adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk
melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari
bangunan tersebut yang berupa laboratorium;
b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau
sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan
peribadatan, bangunan budaya atau sejenis. Tetapi tidak termasuk setiap
bagian dari bangunan yang merupakan klas lain.
(3) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :
a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,
carport, atau sejenisnya;
b) Klas l0b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding
penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau
sejenisnya.
2) Zone 2
(1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang
merupakan :
a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa
a) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau
b) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk
rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau
b) Klas 1b : rumah asrama/ kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan
luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang
secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain
atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.
(2) Klas 2, Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-
masing merupakan tempat tinggal terpisah.
(3) Klas 6, Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang
dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau
pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:
a) ruang makan, kafe, restoran; atau
b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel
atau motel; atau

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 4 dari 66
c) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
d) pasar, ruang penjualan. ruang pamer, atau bengkel.
(4) Klas 8, Bangunan Laboratorium/ Industri/ Pabrik, adalah bangunan gedung
laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau
pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau
penjualan.
(5) Klas 9, Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk
melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari
bangunan tersebut yang berupa laboratorium;
b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau
sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan
peribadatan, bangunan budaya atau sejenis. Tetapi tidak termasuk setiap
bagian dari bangunan yang merupakan klas lain.
(6) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :
a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,
carport, atau sejenisnya;
b) Klas l0b : struktur yang berupa-pagar, tonggak, antena, dinding
penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau
sejenisnya.
3) Zone 3 dan Zone 4
(1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang
merupakan :
a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa :
i. satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau
ii. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk
rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau
b) Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan
luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang
secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain
atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.
(2) Klas 2, Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-
masing merupakan tempat tinggal terpisah.
(3) Klas 3, Bangunan hunian di luar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan
sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak
berhubungan, termasuk :
a) rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau
b) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
c) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
d) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau
e) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan
yang menampung karyawan-karyawannya.
(4) Klas 4, Bangunan Hunian Campuran, adalah tempat tinggal yang berada di
dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang
ada dalam bangunan tersebut.
(5) Klas 5, Bangunan kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk
tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha
komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8, atau 9.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 5 dari 66
(6) Klas 6, Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang
dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau
pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:
a) ruang makan, kafe, restoran; atau
b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel
atau motel; atau
c) tempat potong rambut/ salon, tempat cuci umum; atau
d) pasar, ruang penjualan. ruang pamer, atau bengkel.
(7) Klas 7, Bangunan Penyimpanan/ Gudang adalah bangunan gedung yang
dipergunakan penyimpanan, termasuk :
a) tempat parkir umum; atau
b) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau
cuci gudang.
(8) Klas 8, Bangunan Laboratorium/ Industri/ Pabrik, adalah bangunan gedung
laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau
pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau
penjualan.
(9) Klas 9, Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk
melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari
bangunan tersebut yang berupa laboratorium;
b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium
atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan
peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap
bagian dari bangunan yang merupakan klas lain.
(10) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :
a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,
carport, atau sejenisnya;
b) Klas l0b : struktur yang berupa-pagar, tonggak, antena, dinding
penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau
sejenisnya.

1.1.2. Intensitas Bangunan


a. Luas hunian untuk setiap orang
Luas hunian untuk setiap orang di setiap zone adalah sama. Kebutuhan ruang
perorang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah, meliputi
aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak
lainnya. Kebutuhan ruang per orang minimal adalah 9 m2.

b. Luas Lahan per Unit Bangunan


1) Permukiman
Luas lahan per unit bangunan untuk setiap zone adalah sama. Kebutuhan luas
kapling minimum untuk rumah yang dihuni oleh 3-4 orang adalah 90 m2; luas
lahan efektif = 72 m2–90 m2; luas lahan ideal = 200 m2. Kebutuhan luas kapling
didasarkan atas:
(1) kebutuhan luas hunian,
(2) keamanan,
(3) kebutuhan kesehatan dan kenyamanan yang meliputi aspek pencahayaan,
penghawaan, suhu udara dan kelembaban dalam ruangan serta pertimbangan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 6 dari 66
pada kondisi tertentu dimungkinkan memenuhi standar ruang internasional (12
m2 per orang).
2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Luas kavling minimum bangunan non-rumah tinggal menyesuaikan standar
kebutuhan masing-masing klas bangunan.

c. Luas lantai bawah bangunan terhadap luas kavling lahan (Koefisien Dasar
Bangunan KDB)
1) Zone 1
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/
kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu < 15%. Ketentuan ini berlaku
pada bangunan rumah tinggal dan bangunan non rumah tingal.

2) Zone 2
(1) Perumahan dan Permukiman
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas
persil/ kavling/ blok peruntukan adalah rendah yaitu 15%-30%.Koefisien ini
disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan
keserasian lingkungan.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas
persil/ kavling/ blok peruntukan adalah rendah yaitu 60%.Koefisien ini
disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan
keserasian lingkungan.
3) Zone 3
(1) Perumahan dan Permukiman
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas
persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sedang yaitu 30%-50%. Koefisien ini
disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan
keserasian lingkungan.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas
persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sedang yaitu 75%. Koefisien ini
disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan
keserasian lingkungan.
4) Zone 4
(1) Perumahan dan Permukiman
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas
persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu maksimal 60%.
Koefisien ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan
keserasian lingkungan.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas
persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu 75%. Koefisien
ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 7 dari 66
pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan
keserasian lingkungan.

d. Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling bangunan (KLB)


1) Zone 1
(1) Perumahan dan Permukiman
Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk zone ini
adalah rendah, yang disesuaikan dengan persyaratan building envelop lahan,
perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung
lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. Jumlah
lantai bangunan rumah tinggal tertinggi adalah 1-2 lantai, sedangkan untuk
bangunan non rumah tinggal menyesuaikan dengan standar yang telah
ditetapkan.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk
bangunan non rumah tinggal disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan
2) Zone 2
(1) Perumahan dan Permukiman
Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk zone ini
adalah rendah, yang disesuaikan dengan persyaratan building envelop lahan,
perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung
lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. Jumlah
lantai bangunan rumah tinggal tertinggi adalah 2 lantai.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk
bangunan non rumah tinggal disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan
3) Zone 3
(1) Perumahan dan Permukiman
Koefisien lantai bangunan untuk zone ini adalah sedang yang disesuaikan
dengan persyaratan selubung bangunan, perkembangan kota, kebijaksanaan
intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan
dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai bangunan rumah tinggal tertinggi
adalah 3 lantai.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Koefisien lantai bangunan untuk zone ini adalah sedang yang disesuaikan
dengan persyaratan selubung bangunan, perkembangan kota, kebijaksanaan
intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan
dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai bangunan rumah tinggal tertinggi
adalah ≤ 4 lantai.
4) Zone 4
(1) Perumahan dan Permukiman
Koefisien lantai bangunan untuk zone ini adalah tinggi, yang disesuaikan
dengan persyaratan selubung bangunan, perkembangan kota, kebijaksanaan
intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan
dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai bangunan ≥ 3 lantai.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Koefisien lantai bangunan untuk zone ini adalah tinggi, yang disesuaikan
dengan persyaratan selubung bangunan, perkembangan kota, kebijaksanaan
intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan
dan keserasian lingkungan. Jumlah lantai bangunan > 4 lantai.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 8 dari 66
e. Luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman terhadap luas
lahan satu cluster permukiman.
1) Zone 1
Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman
adalah sangat rendah.
2) Zone 2
Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman
adalah rendah.
3) Zone 3
Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman
adalah sangat rendah.
4) Zone 4
Kebutuhan luas seluruh bangunan dalam satu cluster lingkungan permukiman
adalah tinggi

f. Ketinggian maksimum bangunan


1) Terhadap Keamanan
Ketinggian bangunan harus disesuaikan dengan sistem struktur dan bahan
konstruksi yang digunakan, ketahanan terhadap bahaya gempa dan aman terhadap
jalur penerbangan sesuai ketentuan yang berlaku

2) Terhadap Keselamatan
Didasarkan atas kualitas konstruksi dan bahan bangunan yang dapat menjamin
keamanan penghuninya terhadap bahaya kebakaran (waktu untuk menyelamatkan
diri sebelum runtuh) sesuai ketentuan yang berlaku.
3) Terhadap Kesehatan
(1) Perumahan dan Permukiman
Ketinggian minimum bangunan terkait dengan perhitungan ketinggian rata-
rata langit-langit minimum = 2.40 m agar terjadi sirkulasi udara yang cukup
dan kontinyu, ruangan mendapat cukup cahaya langsung dan merata, struktur
atap, persyaratan kemiringan atap untuk bahan penutup atap dan model atap
(flat/ perisai/ pelana/ dsb), kecuali bangunan yang dindingnya terbuka
termasuk lantai panggung.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
Ketinggian minimum bangunan terkait dengan perhitungan ketinggian rata-
rata langit-langit minimum = 2.70 m agar terjadi sirkulasi udara yang cukup
dan kontinyu, ruangan mendapat cukup cahaya langsung dan merata, struktur
atap, persyaratan kemiringan atap untuk bahan penutup atap dan model atap
(flat/ perisai/ pelana/ dsb), kecuali bangunan yang dindingnya terbuka
termasuk lantai panggung.
4) Terhadap Daya Dukung Lingkungan
(1) Jumlah lantai bangunan dan koefisien lantai bangunan menyesuaikan
Peraturan Daerah Ijin Mendirikan Bangunan dan/atau RDTRK/ RTRK/ RTBL
setempat.
(2) Untuk bangunan peruntukan dan konstruksi khusus dengan tetap
memperhatikan keserasian dan kelestarian lingkungan serta disesuaikan
dengan jarak terhadap as jalan yang berdekatan dan selubung bangunan.
(3) Mempertimbangkan optimasi intensitas bangunan.
(4) Memenuhi persyaratan ekologis yang ditetapkan untuk luasan tertentu.

1.1.3. Garis Sempadan Bangunan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 9 dari 66
a. Garis sempadan bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan kavling besar,
kavling sedang dan kavling kecil.
1) Garis Sempadan Bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan kavling besar,
luas perpetakan minimum 450 m2 dengan lebar minimum 15 meter.
(1) Garis sempadan muka dari bangunan minimum 8 meter.
(2) Garis sempadan samping dari bangunan minimum 4 meter.
(3) Garis sempadan belakang dari bangunan minimum 5 meter.
2) Garis Sempadan Bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan kavling sedang,
luas perpetakan minimum 200 m2 dengan lebar minimum 10 meter.
(1) Garis sempadan muka dari bangunan minimum 5 meter
(2) Garis sempadan samping dari bangunan minimum 3 meter
(3) Garis sempadan belakang dari bangunan minimum 3 meter.
3) Garis Sempadan Bangunan pada klas jalan lingkungan perumahan kavling kecil,
luas perpetakan minimum 90 m2 dengan lebar minimal 6 meter.
(1) Garis sempadan muka dari bangunan minimum 3 meter.
(2) Garis sempadan samping dari bangunan minimum 2 meter.

b. Garis sempadan bangunan terhadap batas-batas persil/kavling sendiri dan


lingkungannya.
1) Perumahan dan Permukiman
(1) Bangunan rumah tinggal dengan persil/kavling kecil mempunyai garis
sempadan bangunan terhadap batas-batas persil/kavling dan lingkungan
sejauh minimal 1 m jika atap samping tanpa teritisan. Jika bangunan rumah
tinggal mempunyai atap samping menggunakan teritisan, maka garis
sempadan bangunan terhadap batas-batas persil/kavling dan lingkungan
adalah 1,5 m
(2) Untuk bangunan rumah tinggal dengan persil/kavling sedang dan besar,
mempunyai garis sempadan bangunan terhadap batas-batas persil/kavling
dang lingkungan minimal 2 m.
(3) Jarak massa/blok bangunan satu lantai minimum 4 m
2) Bangunan Non rumah tinggal
(1) Untuk bangunan non rumah tinggal, jarak massa/blok bangunan dengan
bangunan sekitarnya minimum 6 m dan 3 m dengan batas kapling
(2) Untuk bangunan non rumah tinggal, garis sempadan bangunan terhadap
persil/kavling minimum 4 m.
(3) Ketentuan besarnya jarak antar bangunan dalam satu persil (y) untuk semua
klasifikasi bangunan yang tingginya maksimum 8 meter ditetapkan sekurang-
kurangnya 3 meter dengan ketentuan air curahan tidak jatuh di atas tembok
atau melewati tembok batas persil.
(4) Jarak antar bangunan suatu persil (y) yang sama tingginya untuk semua
klasifikasi bangunan menurut kualitas konstruksi bangunan sementara di
mana tinggi bangunan tersebut minimal 8 meter ditetapkan sekurang-
kurangnya ½ tinggi bangunan (H) dikurangi 1 meter dengan ketentuan air
curahan tidak jatuh di atas tembok atau melewati tembok batas persil.
(5) Bila bangunan yang berdampingan itu tidak sama tingginya, jarak antar
bangunan tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya ½ tinggi bangunan A
ditambah ½ tinggi bangunan B dibagi 2 dikurangi 1 meter.

c. Garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalannya (arteri, kolektor, lokal)


Garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalannya berlaku untuk bangunan rumah
tinggal dan bangunan non rumah tinggal di semua zone. Garis sempadan bangunan
terhadap jalan adalah jarak as jalan dengan rumah maupun dengan pagar halaman.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 10 dari 66
(1) Ketentuan garis sempadan bangunan berdasarkan klas jalan harus sesuai Perda
tentang Syarat Konstruksi Bangunan masing-masing Kota/Kabupaten.
(2) Garis pondasi pagar terluar yang berbatasan dengan jalan sama dengan batas
terluar rencana jalan.
(3) Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan oleh keputusan Bupati
(4) Garis lengkung pagar di sudut persimpangan jalan = ukuran radius/ serongan/
lengkungan sesuai kelas persimpangan jalan
(5) Bagi jalan yang lebarnya > 20 m, titik sudut garis lengkung pagar = 10 meter dari
garis sempadan pagar ke tengah jalan.
(6) Garis sempadan denah teras terluar, yang sejajar dengan arah jalan di sekeliling
bangunan = ½ lebar rencana jalan dikurangi maksimum 2 m dan tidak melewati
garis pondasi pagar terluar

d. Garis sempadan bangunan terhadap jalan rel, jaringan listrik tegangan tinggi.
Garis sempadan bangunan terhadap jalan rel, jaringan listrik tegangan tinggi berlaku
untuk bangunan rumah tinggal dan bangunan non rumah rumah tinggal di semua
zone.
1) Garis sempadan bangunan terhadap jalan rel harus berdasarkan SK Menteri
Perhubungan yang disesuaikan dengan kondisi Kabupaten Nias.
2) Garis sempadan bangunan terhadap tegangan tinggi harsu berdasarkan PUIL 2000
(jarak ke kiri dan kanan dari tegangan tinggi (70KV ke atas) sejauh 25 m.
3) Antara halaman belakang dan jalur-jalur jaringan umum kota harus diadakan
pemagaran. Pada pemagaran ini tidak boleh diadakan pintu-pintu masuk, kecuali
jika jalur-jalur jaringan umum kota direncanakan sebagai jalur jalan belakang untuk
umum.
4) Sesuai dengan ketentuan yang berkaitan dengan perencanaan penyediaan listrik,
mengacu pada :
(1) SNI 04-6267.601-2002 tentang Istilah Kelistrikan-Bab 601: Pembangkitan,
Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik-Umum
(2) SNI 04-8287.602-2002 tentang Istilah Kelistrikan-Bab 602: Pembangkitan
(3) SNI 04-8287.603-2002 tentang Istilah Kelistrikan-bab603: Pembangkitan
Penyaluran dan Pendistribusian Tenaga Listrik-Perencanaan dan Manajemen
Sistem Tenaga Listrik

e. Garis sempadan bangunan pada kawasan pinggir sungai berdasarkan klas (lebar)
sungainya.
Garis sempadan bangunan pada kawasan pinggir sungai berdasarkan klas (lebar)
sungainya adalah sama untuk semua zone yaitu:
1) Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.
(1) Sungai yang bertangggul di luar kawasan perkotaan mempunyai garis
sempadan sungai sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul.
(2) Untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan
ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.
(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk
peningkatan fungsi tanggul harus dibebaskan.
2) Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
(1) Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan mempunyai garis sempadan
sungai sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
(2) Untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan
ditinggikan, yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 11 dari 66
(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk
peningkatan fungsi tanggul harus dibebaskan.
3) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.
Macam sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah sebagai berikut :
(1) Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500
(lima ratus) Km2 atau lebih. Penetapan garis sempadan untuk sungai ini
dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran
sungai pada ruas yang bersangkutan.
(2) Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas
kurang dari 500 (lima ratus) Km2. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul
di luar kawasan perkotaan ini sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
4) Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
(1) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
(2) Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter sampai
dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-
kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
(3) Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh)
meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter
dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.

5) Sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan


(1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah
tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan kontruksi dan
penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta
bangunan sungai.
(2) Segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai
menjadi tanggung jawab pengelola jalan.

f. Garis sempadan bangunan pada kawasan pesisir, lahan peresapan air, dan kawasan
lindung lainnya.
Garis sempadan bangunan pada kawasan pesisir, lahan peresapan air dan kawasan
lindung dibawah ini berlaku untuk bangunan rumah tinggal dan bangunan non rumah
tinggal.
1) Zone 1
(1) Minimal jarak dari bibir pantai 1.000 m, kecuali bangunan non-rumah tinggal
sesuai dengan standar dan Peraturan Daerah setempat.
(2) Garis sempadan pondasi bangunan terluar minimum 100 m dari garis pasang
air laut tertinggi.
2) Zone 2, Zone 3 dan Zone 4
Tidak menggusur RTH dan di luar kawasan lindung yang ditetapkan masing-
masing daerah.

g. Garis sempadan bangunan pada tepi danau, waduk, mata air dan sungai yang
terpengaruh pasang-surut air laut
Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air dan sungai yang terpengaruh
pasang surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam keputusan
Presiden R.I. Nomor : 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai
berikut :

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 12 dari 66
1) Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
2) Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 meter di
sekitar mata air.
3) Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai
jalur hijau.

h. Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota.


1) Zone 1 dan Zone 2
Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota ditetapkan sekurang-kurangnya 3
meter. Jaringan drainase mengacu pada ketentuan dan persyaratan teknis yang
berlaku.
2) Zone 3 dan Zone 4
Jarak bebas bangunan terhadap utilitas kota pada zone 3 dan zone 4, sekurang-
kurangnya (minimal) = jarak sempadan bangunan terhadap pagar kavling

1.2. ARSITEKTUR
1.2.1. Arsitektur Bangunan
a. Kebutuhan Jumlah Minimal Ruang
1) Kebutuhan jumlah minimal ruang untuk satu bangunan rumah tinggal
(1) 1 ruang privat (kamar tidur)
(2) 1 ruang serbaguna (ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan), dimana ruang
ini sifatnya fleksibel dalam arti dapat dipakai untuk berbagai kegiatan tanpa
harus mengubah-ubah penataan perabot di dalamnya, atau lebih tergantung
dengan kebutuhan mengingat arsitektur rumah Nias sangat memperhatikan
privasi untuk golongan tertentu (misalnya kaum wanita, pasangan pengantin
baru)
(3) 1 ruang servis (KM/WC

Gambar 1.1. Denah Contoh Kebutuhan Ruang Minimal

Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di


dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk,
mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan
ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata Iangit-Iangit
adalah 2.80 m.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 13 dari 66
Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat, dan
menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruangan
pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1) Kebutuhan luas per jiwa
2) Kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
3) Kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK)
4) Kebutuhan luas lahan per unit bangunan

Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1. 1
Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan untuk Rumah Sederhana Sehat
Standar per Jiwa Luas untuk 3 (m2) jiwa Luas untuk 4 (m2) jiwa
(m2) Unit Lahan (L) Unit Lahan (L)
rumah Minim Efektif Ideal rumah Minim Efektif Ideal
(Ambang batas) 21,6 60,0 72-90 200 28,8 60,0 72-90 200
7,2
(Indonesia) 27,0 60,0 72-90 200 36,0 60,0 72-90 200
9,0
(International) 36,0 60,0 - - 48,0 60,0 - -
12,0

Berdasarkan KEPMENKIMPRASWIL No 403/2002, rumah standar sederhana adalah


tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya terjangkau oleh masyarakat
berpenghasilan rendah dan sedang. Luas kapling ideal, dalam arti memenuhi kebutuhan
luas lahan untuk bangunan sederhana sehat baik sebelum maupun setelah
dikembangkan. Secara garis besar perhitungan luas bangunan tempat tinggal dan luas
kapling ideal yang memenuhi persyaratan kesehatan,keamanan dan kenyamanan
bangunan seperti berikut; Kebutuhan ruang minimal menurut perhitungan dengan
ukuran Standar Minimal adalah 9 m2, atau standar ambang dengan angka 7,2 m2 per
orang .

Gambar 1.2. Luas Bangunan Rumah Sederhana Sehat dan Luas Lahan Efektif

Diperhitungkan terhadap Kebutuhan Ruang Minimal dan Koordinasi Modular


sehingga dicapai luas lahan efektif antara 72 m2 sampai dengan 90 m2 dengan variasi
lebar dan muka lahan yang berbeda.

2) Kebutuhan jumlah minimal ruang untuk bangunan gedung.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 14 dari 66
(1) Standar jumlah ruang pada Bangunan Gedung sangat tergantung pada fungsi
bangunan. Standar untuk setiap fungsi bangunan telah ditetapkan di berbagai
dokumen.
(2) Bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk dan
karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, termasuk di
dalamnya rancangan ruang harus memperhatikan kebutuhan dan hirarkhi
berdasarkan fungsi bangunan

b. Kebutuhan Jumlah Minimal Pengembangan Ruang untuk Satu Bangunan Rumah


Tinggal dan Bangunan Gedung
1) Kebutuhan Jumlah Minimal Pengembangan Ruang untuk Satu bangunan Rumah
Tinggal
(1) 1 ruang privat (kamar tidur)
(2) 1 ruang serbaguna (penegasan batas ruang keluarga, ruang makan)
(3) 1 ruang servis (dapur)

Berikut ini kriteria standar kebutuhan minimal rumah mengacu dari konsepsi Rumah
Sederhana Sehat :
1) Memiliki ruang paling sederhana yaitu sebuah ruang tertutup dan sebuah ruang
terbuka beratap dan fasilitas MCK.
2) Memiliki bentuk atap dengan mengantisipasi adanya perubahan yang akan
dilakukan yaitu dengan memberi atap pada ruang terbuka yang berfungsi
sebagai ruang serba guna.
3) Bentuk generik atap selain pelana, dapat berbentuk lain (limasan, kerucut, dll)
sesuai dengan tuntutan daerah bila itu ada.
4) Penghawaan dan pencahayaan alami pada rumah menggunakan bukaan yang
memungkinkan sirkulasi silang udara dan masuknya sinar matahari.
5) Kebutuhan standar minimal ruang tersebut memberi peluang pada penghuni
untuk dapat mengembangkan ruang sesuai dengan kebutuhannya, tanpa perlu
melakukan pembongkaran bagian-bagian bangunan secara besar-besaran.

Ruang -ruang yang perlu disediakan untuk satu rumah inti sekurang-kurangnya terdiri
dari :
1) 1 ruang tidur yang memenuhi persyaratan keamanan dengan bagian-bagiannya
tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki pencahayaan yang cukup dan
terlindung dari cuaca. Bagian ini merupakan ruang yang utuh sesuai dengan
fungsi utamanya.
2) 1 ruang serbaguna merupakan kelengkapan rumah dimana di dalamnya
dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat melakukan aktivitas-aktivitas
lainnya. Ruang ini terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga
merupakan ruang terbuka namun masih memenuhi persyaratan minimal untuk
menjalankan fungsi awal dalam sebuah rumah sebelum dikembangkan.
3) 1 kamar mandi/ kakus/ cuci merupakan bagian dari ruang servis yang sangat
menentukan apakah rumah tersebut dapat berfungsi atau tidak, khususnya untuk
kegiatan mandi cuci dan kakus.

Ketiga ruang tersebut diatas merupakan ruang-ruang minimal yang harus


dipenuhi sebagai standar minimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar, selain itu sebagai
cikal bakal rumah sederhana sehat. Konsepsi cikal bakal dalam hal ini diwujudkan
sebagai suatu Rumah Inti yang dapat tumbuh menjadi rumah sempurna yang memenuhi

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 15 dari 66
standar kenyamanan, keamanan, serta kesehatan penghuni, sehingga menjadi rumah
sederhana sehat.

Ukuran pembagian ruang dalam rumah tersebut berdasarkan pada satuan ukuran
modular dan standar internasional untuk ruang gerak/kegiatan manusia. Sehingga
diperoleh ukuran ruang-ruang dalam RIT-1 adalah sebagai berikut:
ƒ Ruang Tidur : 3,00 m x 3,00 m
ƒ Serbaguna : 3,00 m x 3,00 m
ƒ Kamar mandi/kakus/cuci : 1,20 m x 1,50 m

2) Kebutuhan Jumlah Minimal Pengembangan Ruang untuk Satu Bangunan Gedung


(1) Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan, perbaikan,
perluasan, penambahan, tidak boleh menyebabkan berubahnya
fungsi/penggunaan utama, karakter arsitektur bangunan dan bagian-bagian
bangunan serta tidak boleh mengurangi atau mengganggu fungsi sarana jalan
keluar/masuk.
(2) Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan atau bagian
bangunan dapat diijinkan apabila masih memenuhi ketentuan penggunaan
jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan keselamatan bangunan
serta penghuninya
(3) Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan
kegiatan bangunan, sepanjang tidak menyimpang dari penggunaan utama
bangunan
(4) Jenis dan jumlah kebutuhan fasilitas penunjang yang harus disediakan pada
setiap penggunaan jenis bangunan ditetapkan oleh Bupati
(5) Tata ruang dalam untuk bangunan tempat ibadah, bangunan
monumental,gedung serbaguna, gedung pertemuan, gedung
pertunjukan,gedung sekolah, gedung olahraga serta gedung sejenis lainnya
diatur secara khusus
(6) Bangunan kantor sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang fungsi utama
yang mewadahi kegiatan kerja, ruang umum dan ruang pelayanan.
(7) Bangunan toko sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang fungsi utama yang
mewadahi kegiatan toko, kegiatan umum dan pelayanan
(8) Suatu bangunan gudang, sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan
fasilitas kamar mandi dan kakus serta ruang kebutuhan karyawan
(9) Suatu bangunan pabrik sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan fasilitas
kamar mandi dan kakus, ruang ganti pakaian karyawan, ruang makan, ruang
istirahat serta ruang pelayanan kesehatan yang memadai
(10) Penempatan fasilitas kamar mandi dan kakus untuk pria dan wanita harus
terpisah

c. Tampilan Arsitektur pada Tampang Bangunan yang Mencirikan Lokalitas dan


Tradisi Setempat.
1) Pemakaian ornamentasi budaya lokal Nias misalnya ragam hias tumbuhan ataupun
pola geometri ragam hias arsitektur Islam.
2) Pola struktur rumah panggung khas arsitektur Nias terutama pada daerah pesisir,
dan bangunan rumah di atas tanah
3) Bentuk atap pelana atau variannya.
4) Arah hadap bangunan disesuaikan dengan budaya lokal.
5) Pola bukaan pintu disesuaikan dengan kaidah Islam (langkah kaki pada saat masuk
atau keluar rumah)

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 16 dari 66
6) WC sedapat mungkin tidak menghadap barat – timur (menghadap – membelakangi
kiblat)
7) Penyelesaian pada setiap bagian bangunan diupayakan agar mudah dalam
perawatan dan pembersihan sebagai cerminan pola hidup bersih dan sehat rakyat
Nias.
8) Pemakaian warna untuk seluruh bagian bangunan disesuaikan dengan adat
setempat yang sangat dipengaruhi kaidah Islam. Warna yang umum dipakai antara
lain adalah warna alami bahan bangunan (kayu, batu) dan juga warna buatan (cat)
seperti hijau, coklat, putih dan warna pastel lainnya.

Tampilan arsitektur tampang bangunan salah satunya dengan adanya ragam hias
ornamen bermotif flora. Gambar 1.4 dibawah ini menunjukkan tampang rumah Nias
yang sarat ornamen.

Gambar 1.4 Perspektif Exterior Rumah Adat Tradisional Nias (Omo Sebua)

Rumah Nias tradisional merupakan bangunan yang didirikan di atas tiang-tiang


bundar yang terbuat dari kayu yang kuat, dengan bentuk bangun denah persegi panjang.
Jumlah tiang ada yang 20 dan 24 batang dengan diameter lebih kurang 33 cm, jarak
antara tiang dengan tiang dalam satu deret lebih kurang dua setengah meter. Tinggi
bangunan sampai batas lantai lebih kurang dua setengah meter, sedangkan tinggi
keseluruhan bangunan lebih kurang lima meter. Tiang-tiang itu tidak ditanam ke dalam
tanah, tetapi didirikan di atas pondasi batu kali, batu inipun tidak ditanam dalam tanah
tapi diletakkan di atas tanah. Pada bagian tengah masing-masing tiang dibuat dua
lubang. Tiang–tiang itu dihubungkan antara satu dengan lainnya dengan kayu-kayu
balok yang dimasukkan ke dalam lubang-lubang tiang tersebut.

d. Tampilan Arsitektur pada Rehabilitasi Bangunan dan Terhadap Bangunan di


Sekitarnya.
1) Rehabilitasi tampilan arsitektur pada rumah tinggal dan bangunan gedung sedapat
mungkin diselaraskan dengan tampilan arsitektur di sekitarnya untuk keserasian
lingkungan.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 17 dari 66
2) Rehabilitasi tampilan bangunan tidak diperbolehkan sampai melanggar garis
sempadan bangunan.

Upaya untuk merehabilitasi bangunan diarahkan dengan tetap memperhatikan


tampilan arsitektural bangunan yang berada di sekitar lokasi. Upaya tersebut juga
diarahkan dengan sedapat mungkin menyelaraskan tampilan arsitektur rumah tinggal
dengan tampilan arsitektur di sekitarnya. Hal ini ditujukan untuk menjaga keserasian
lingkungan. Upaya untuk merehabilitasi tampilan bangunan diarahkan dalam kerangka
pemahahaman bahwa rehabilitasi tersebut tidak diperbolehkan sampai melanggar garis
sempadan bangunan. Rehabilitasi bangunan diarahkan pula menuju pada upaya untuk
mendapatkan pemahaman tentang keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan
dan lingkungan, melalui integrasi terhadap bentuk dan karakteristik arsitektur dan
lingkungan sekitarnya. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan dengan
lingkungan sekitarnya diupayakan pula untuk menciptakan ruang luar bangunan,
berupa ruang terbuka hijau yang juga seimbang, serasi dan selaras dengan
lingkungannya.

Gambar 1.5 Contoh Rumah untuk Kawasan Rawan Tsunami

e. Tampilan Arsitektur pada Rekonstruksi Bangunan, dan Terhadap Bangunan di


Sekitarnya.
1) Tampilan bangunan rekonstruksi diarahkan sedapat mungkin didasarkan atas
kaidah arsitektur Islami yang telah disesuaikan dengan budaya Nias.
2) Namun demikian, bukan berarti masyarakat dilarang untuk membuat inovasi
tampilan bangunan, melainkan diarahkan untuk memperkaya ragam hias pada
tampilan.

Merekonstruksi yang berarti membangun kembali bangunan yang rusak akibat


gempa tsunami dilakukan dengan kaidah-kaidah sesuai budaya lokal . Gambar di bawah
ini merupakan salah satu ilustrasi dari bangunan untuk rekonstruksi.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 18 dari 66
Gambar 1.6 Ilustrasi Bangunan untuk Rekonstruksi

f. Tampilan Arsitektur Bangunan terhadap Keserasian Lingkungannya.


1) Orientasi bangunan terhadap pergerakan matahari dan angin pantai serta arah
hadap kiblat
2) Untuk bangunan rumah tinggal, bujur bangunan sedapat mungkin ke arah timur-
barat
3) Arah bujur bangunan rumah tinggal dan meunasah perlu dibedakan untuk
membedakan fungsi bangunan dan penanda kawasan banua.
4) Pada bagian depan rumah (yang berbatasan dengan jalan), disediakan lahan yang
cukup sebagai ruang terbuka hijau. Jenis tanaman yang ditanam dapat berupa
tanaman hias, peneduh maupun tanaman produktif.

Gambar 1.7 Contoh rumah tinggal yang dirancang dengan mengantisipasi terjadinya
gempa

g. Penerapan Tampilan Arsitektur Tradisional/Lokal terhadap Bangunan Modern.


1) Pemakaian ragam hias tradisional pada bagian-bagian tertentu dari bangunan, seperti
kolom, pintu dan jendela, sebagian dinding dan sebagainya yang sifatnya
ornamentasi tempelan, namun demikian harus memperhatikan makna setiap
ornamentasi yang diambil agar sesuai dengan penempatannya.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 19 dari 66
2) Bangunan tradisional Nias dapat juga dibuat dengan teknologi konstruksi, bahan dan
material yang lebih modern. Jadi sifatnya pemutakhiran material dan struktur tanpa
meninggalkan kaidah tata ruang di dalamnya.

Gambar 1.8 berikut menunjukkan bangunan-bangunan modern di Nias yang


menerapkan konsep arsitektur tradisonal.

Gambar 1.8 Pendopo Bupati Nias: upaya mengangkat arsitektur tradisional dalam
bangunan pemerintah

Menurut Hamid Shirvani non measurable criteria dalam rancang kota terdiri dari
access, compability, view, identity, sense dan livability. Di antara kriteria tersebut yang
berkaitan dengan wujud bangunan adalah :
1) Compability; yaitu kesesuaian bangunan ditinjau dari karakter fasade, bentuk dan tata
letak massa.
2) View; adalah kejelasan struktur fisik sebagai orientasi
3) Identity; adalah ciri khas bangunan berdasarkan nilai arsitektural yang menjadikan
bangunan bisa dipahami secara visual

Ciri khas bangunan berdasarkan nilai arsitektural yang menjadikan bangunan bisa
dipahami secara visual (identity), kesesuaian bangunan ditinjau dari karakter fasade,
bentuk dan tata letak massa (compatibility) serta kejelasan struktur fisik sebagai orientasi
(view) diterapkan melalui pemakaian ragam hias tradisional pada bagian-bagian tertentu
dari bangunan, seperti kolom, pintu dan jendela sebagian dinding dan sebagainya yang
bersifat ornamentasi, diarahkan untuk dapat menampillkan makna setiap ornamentasi
yang diambil agar sesuai dengan penempatannya. Bangunan rumah tinggal dengan
konsep tradisional budaya Nias dapat dibuat dengan teknologi konstruksi bahan dan
material yang lebih modern.

h. Tata Urutan Ruang-Ruang Berdasarkan Kedekatan Fungsi Ruang.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 20 dari 66
1) Untuk Rumah Tinggal
(1) Teras depan sebagai perwujudan serambi depan, berhubungan langsung dengan
ruang serbaguna
(2) Ruang privat (kamar tidur) diletakkan berdampingan dengan ruang serbaguna.
(3) Ruang servis diletakkan pada bagian belakang bangunan, bisa sebagai bagian
dari rumah induk maupun dibangun terpisah secara struktural.
(4) Jika rumah induk akan dikembangkan, sedapat mungkin diupayakan untuk
menambah ruang privat (kamar tidur) yang mampu mewadahi privasi angggota
keluarga khusus (orang tua, kaum wanita, pengantin baru)

Gambar 1.9 Ilustrasi Tata Ruang Rumah Tinggal Rekonstruksi

Gambar 1.10 Ilustrasi Potongan Ruang Rumah Tinggal Rekonstruksi

Ilustrasi pada gambar diatas memberikan gambaran tentang perancangan ruang


dalam bangunan rumah tinggal yang didasarkan atas kedekatan fungsi ruang. Teras
depan sebagai perwujudan serambi depan berhubungan langsung dengan ruang
serbaguna. Ruang tidur diletakkan berdampingan dengan ruang serbaguna. Ruang
servis diletakkan pada bagian belakang bangunan, yang dapat dinyatakan dalam konsep
yang terpadu dan bagian dari rumah induk, namun dapat pula dibangun terpisah secara
struktural. Pengembangan rumah induk diupayakan untuk memberikan penambahan
pada ruang tidur (ruang privat) yang mampu mewadahi privasi anggota keluarga
khusus seperti orang tua, kaum wanita dan pengantin baru. Konsep rancangan ruang
dalam didasarkan pada konsep budaya Nias yang berlandaskan agama Islam. Semua
ruangan berorientasi ke arah kiblat dan terdapat pemisah antara ruang yang digunakan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 21 dari 66
untuk aktivitas bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Teras sebagai perwujudan
konsep serambi pada rumah tradisional Nias, dirancang pada bagian depan dan
belakang bangunan rumah tinggal. Teras bagian depan digunakan untuk menerima
tamu asing, tamu laki-laki dan kegiatan adat sedangkan teras di bagian belakang
digunakan untuk menerima tamu perempuan dan kegiatan servis.

2) Untuk Bangunan Gedung


(1) Bagian depan bangunan sebagai perwujudan serambi depan, biasanya
digunakan sebagai ruang publik.
(2) Ruang-ruang inti dan ruang pendukung lainnya disesuaikan dengan fungsi
bangunan

i. Tata Letak Ruang-Ruang pada Bangunan yang Bercirikan Budaya Lokal.


1) Pada Rumah Tinggal
(1) Terdapat pemisah yang jelas dan tegas antara ruang serbaguna dengan ruang
privat (kamar) untuk orang tua atau kaum wanita
(2) Terdapat ruang serbaguna yang sifatnya semi privat yang dapat dipakai untuk
berbagai aktifitas bersama seperti ruang santai keluarga, sholat berjamaah, acara
adat.
(3) Terdapat ruang serbaguna yang sifatnya semi publik yang dapat dipakai untuk
berbagai aktifitas seperti menerima tamu, ruang tidur tamu.

Ditinjau dari aspek kultural maka ruang-ruang yang ada dari rumah tradisional
Nias adalah sebagai berikut:
Bangunan tempat tinggal dinamakan omo niha.

Gambar 1.15 Pola Dasar Ruang Rumah Tradisional Nias

Terdapat pemisahan yang jelas dan tegas antara ruang serbaguna dengan ruang
privat (ruang tidur) untuk orang tua dan kaum wanita. Ruang serbaguna yang bersifat
semi privat digunakan sebagai ruang tempat beraktivitas bersama, seperti bersantai,
shalat dan berjamaah dan acara-acara adat. Ruang serbaguna yang bersifat semi publik
dapat pula dipakai untuk berbagai aktivitas seperti menerima tamu dan pula sebagai
ruang tidur tamu. Gambar 1.16 dan 1.17 merupakan contoh serambi belakang dan dapur.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 22 dari 66
Gambar 1.16 Serambi Belakang Rumah Tradisional

2) Pada Bangunan Gedung


(1) Tata letak ruang sangat tergantung dari fungsi bangunan dimana untuk setiap
fungsi bangunan memilki hirarki yang khas.
(2) Untuk memberikan nuansa budaya lokal (Nias), maka perlu diperhatikan pola
pemisahan antar ruang sehingga tidak menimbulkan kecenderungan terjadinya
hubungan yang dilarang antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
(3) Batas-batas ruang yang masif dan personal dibutuhkan untuk ruang-ruang yang
memerlukan privasi tinggi seperti ruang kepala, runag pertemuan dan
sejenisnya.
(4) Sedapat mungkin tata ruang disusun berdasarkan pada kaidah agama Islam

j. Tata Letak dan Jarak Ruang-Ruang pada Bangunan Utama terhadap Bangunan-
Bangunan Penunjangnya (Termasuk Bangunan Utilitas, Sanitasi (MCK), dll.), pada
Arsitektur Lokal dan Lingkungan Bangunan Lainnya.
1) Pada Rumah Tinggal
(1) Bangunan induk rumah terpisah dari fasilitas KM/WC dan sumur jika bangunan
utama rumah berstruktur panggung dan terbuat dari bahan kayu, tetapi dapat
dibuat menyatu dalam rumah jika bangunan utama rumah terbuat dari dari
beton dan bata.
(2) KM/WC terletak di belakang rumah induk dengan jarak yang cukup aman dari
sumur
(3) Dapur dapat dibuat di dalam rumah induk, tetapi juga bisa dibangun terpisah
secara struktural, melihat dari tipe struktur dan tingkat bahayanya terhadap
kebakaran.
(4) Perluasan bangunan rumah induk, jika sifatnya semi permanen maka sebaiknya
terpisah secara struktural, untuk mencegah kerusakan parah pada saat gempa
akibat sambungan struktur lama dan struktur baru yang tidak rigid.
(5) Untuk mengantisipasi keamanan struktur, maka pada saat awal pembuatan
rumah induk, sudah dipikirkan bentuk perluasan yang memungkinkan di masa
mendatang, terutama terhadap jarak bangunan dengan batas lahan dan
bangunan tetangga.

2) Pada Bangunan Gedung


(1) Bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang,
termasuk di dalamnya bangunan utilitas, yang dibutuhkan untuk menjaga dan
menjamin keamanan, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan pengguna
bangunan gedung
(2) Bangunan-bangunan penunjang bangunan, termasuk di dalamnya prasarana-
prasarana pendukung bangunan harus direncanakan secara terintegrasi
dengan sistem prasarana lingkungan sekitar

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 23 dari 66
(3) Sarana dan prasarana pendukung harus menjamin bahwa pemanfaatan
bangunan tersebut tidak mengganggu bangunan gedung lain dan lingkungan
sekitarnya
(4) Bangunan gedung harus direncanakan dan dirancang sebaik-baiknya sehingga
dapat menjamin fungsi bangunan juga dapat dimanfaatkan secara maksimal
oleh semua orang, termasuk penyandang cacat dan warga usia lanjut.
(5) Perluasan bangunan induk, jika sifatnya semi permanen maka sebaiknya
terpisah secara struktural, untuk mencegah kerusakan parah pada saat gempa
akibat sambungan struktur lama dan struktur baru yang tidak rigid.
(6) Untuk mengantisipasi keamanan struktur, maka pada saat awal pembuatan
bangunan, sudah dipikirkan bentuk perluasan yang memungkinkan di masa
mendatang, terutama terhadap jarak bangunan dengan batas lahan dan
bangunan tetangga.

k. Tatanan Ruang Dalam dan Pengembangannya terhadap Struktur Bangunan yang


Ada.
1) Secara umum struktur bangunan utama (yang merupakan wadah kegiatan utama
dalam rumah) harus mempunyai daya tahan terhadap gempa.
2) Jika akan merubah tatanan ruang, maka yang dapat dimodifikasi adalah bagian yang
bukan merupakan struktur utama, melainkan bagian pengisi (non struktural)
misalnya partisi di dalam bangunan.
3) Jika bangunan rumah akan diperluas, maka struktur perluasan rumah dapat terpisah
(tidak rigid dengan bangunan lama) atapun menyatu (rigid) dengan bangunan lama.
Yang harus diperhatikan adalah metoda sambungan antar bagian struktur
bangunan lama dan baru.
4) Jika bangunan akan diperluas dengan bahan dan sistem struktur yang berbeda,
maka struktur banguan baru harus dipisah dari struktur bangunan yang lama.
5) Jika bangunan akan diperluas dengan bahan dan pola struktur yang sama dengan
bangunan lama, maka dapat dibuat menyatu dengan metoda sambungan yang
tepat.

Secara umum struktur bangunan utama harus mempunyai daya tahan terhadap
gempa. Jika akan merubah tatanan ruang, maka yang dapat dimodifikasi adalah bagian
yang bukan merupakan struktur utama, melainkan bagian pengisi (non struktural)
misalnya partisi di dalam bangunan. Persyaratan kemampuan struktur bangunan
gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan sebagaimana dimaksud
dalam merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh
sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan
hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk
mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam. Jika bangunan rumah akan
diperluas, maka struktur perluasan rumah dapat terpisah (tidak rigid dengan bangunan
lama) atapun menyatu (rigid) dengan bangunan lama.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 24 dari 66
Gambar 1.20 Kerangka Rumah untuk Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nias

l. Pengaturan Tata Letak Ruang-Ruang Dalam Satu Bangunan Terhadap


Pekarangan/Halaman Bangunan dengan Mempertimbangkan Keselarasan,
Keserasian, Keseimbangan dengan Lingkungannya
2) Untuk kapling yang luas, bangunan dibangun tidak berhimpit dengan batas lahan,
melainkan pada tengah lahan sehingga masih memungkinkan untuk
dikembangkan.
3) Untuk kapling kecil, ditentukan garis sempadan bangunan depan dan belakang,
sedangkan samping bangunan diijinkan berimpit dengan bangunan tetangga tetapi
terpisah secara struktural.
4) Batas depan dan belakang bangunan harus mengikuti aturan garis sempadan yang
berlaku dimana sangat bergantung pada lebar jalan yang ada di depannya.
5) Bagian lahan yang tidak terdapat bangunan harus disisakan untuk ruang terbuka
hijau dan areal limpasan air hujan.
6) Ruang-ruang di dalam bangunan harus cukup mendapat penerangan dan
penghawaan alami, sehingga posisi ruang dalam selalu berhubungan dengan
ruang luar di sekitarnya dalam jarak yang cukup untuk menjamin kecukupan
pencahayaan dan penghawaan alami.

Untuk kapling yang luas, bangunan dibangun tidak berhimpit dengan batas
lahan, melainkan pada tengah lahan sehingga masih memungkinkan untuk
dikembangkan. Batas depan dan belakang bangunan harus mengikuti aturan garis
sempadan yang berlaku dimana sangat bergantung pada lebar jalan yang ada di
depannya. Sedangkan bagian lahan yang tidak terdapat bangunan harus disisakan untuk
ruang terbuka hijau dan areal limpasan air hujan. Gambar 1.22 menunjukkan contoh
rumah yang memenuhi aturan sempadan.

m. Penggunaan Jenis-Jenis Material Bangunan Berdasarkan Klasifikasi Bangunannya.


1) Pada bangunan rumah induk, struktur utama harus tahan gempa dengan variasi
bahan berupa beton bertulang atau kayu kelas kuat yang memadai. Disarankan
untuk menghindari pemakaian bahan logam yang mudah berkarat (corosive
material) pada daerah pantai yang dekat dengan laut.
2) Pemakaian bahan konstruksi baja dan besi diperkenankan dengan syarat
memenuhi satandar konstruksi tahan gempa.
3) Sedangkan untuk bagian pengisi non struktural (dinding luar, penyekat ruang)
dapat memakai bahan lainnya seperti papan, batu bata, batako, sesek dan
sebagainya.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 25 dari 66
4) Khusus untuk bahan fibercement, asbes, calsiboard, disaranakan untuk tidak
dipakai pada dinding luar bangunan.
5) Fungsi bangunan juga menentukan material yang akan dipakai. Bangunan rumah
lebih ditekankan pada aspek struktural dan estetika, sedangkan bangunan untuk
servis (dapur dan KM/WC) lebih ditekankan pada aspek kualitas sanitasi
lingkungan.
6) Sesederhana apapun bahan bangunannya, maka yang tidak boleh diabaikan adalah
faktor kekuatan struktur, keamanan bangunan dan kenyamanan ruang dalam
batas tertentu.

Pada bangunan rumah induk, struktur utama harus tahan gempa dengan variasi
bahan berupa beton bertulang atau kayu kelas kuat yang memadai. Sedangkan untuk
bagian pengisi non struktural (dinding luar, penyekat ruang) dapat memakai bahan
lainnya seperti papan, batu bata, batako, fibercement, sesek dan sebagainya.
Fungsi bangunan juga menentukan material yang akan dipakai. Bangunan rumah
lebih ditekankan pada aspek struktural dan estetika, sedangkan bangunan untuk servis
(dapur dan KM/WC) lebih ditekankan pada aspek kualitas sanitasi lingkungan.

Gambar 1.22 Rumah RISHA-Balitbang PU


Sumber: Pameran Teknologi Rumah Instan PU Jakarta.

o. Penggunaan kombinasi material bangunan dalam satu bangunan dengan


memperhatikan keserasian, keamanan, keselamatan dan keawetan bangunan.
1) Penggunaan material diprioritaskan pada aspek struktur utama dimana telah
dipersyaratkan harus tahan gempa.
2) Untuk bagian non struktural utama, pemakaian bahan diarahkan pada bahan yang
mudah didapat, mudah perawatan dan cukup ketersediaannya di pasaran sebagai
stock cadangan untuk perbaikan bila terjadi kerusakan.
3) Bahan bangunan yang dipakai sedapat mungkin menjamin keselamatan penghuni
dari bahaya bencana alam, petir dan akibat kesalahan teknik pemanfaatan dan
pemasangan bahan.
4) Bahan bangunan yang dipakai sedapat mungkin juga dihindari dari bahan-bahan
yang membayakan kesehatan penghuni dari pengaruh kimiawi.
5) Pemakain material yang berbeda harus memperhatikan teknik penyambungan
antar bahan jika menyangkut sistem struktur bangunan, untuk menghindari
pengurangan kekuatan struktur utama bangunan.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 26 dari 66
Berdasarkan studi dari Rumah Tradisional Nias maka bahan bangunan yang biasa
digunakan terdiri dari:
1) Atap, bahan penutup atap menggunakan daun rumbia
2) Kuda-kuda atap menggunakan bahan kayu
3) Tiang dan balok menggunakan kayu yang kuat
4) lantai dan dinding menggunakan papan kayu
5) Ijuk digunakan sebagai bahan pengikat, pada bagian atap
6) Pondasi menggunakan batu kali.

Penggunaan material diprioritaskan pada aspek struktur utama dengan


persyaratan harus tahan gempa. Sedangkan untuk bagian non struktural utama,
pemakaian bahan diarahkan pada bahan yang mudah didapat, mudah perawatan dan
cukup ketersediaannya di pasaran sebagai cadangan untuk perbaikan bila terjadi
kerusakan.

Gambar 1. Rumah dengan material pengisi dinding batako di Nias

p. Sistem Konstruksi Bangunan dan Tipe-Tipenya Berdasarkan Periode/Gaya


Arsitekturnya.
1) Secara umum struktur rumah panggung dengan berbagai variasi ketinggian lantai,
dan bangunan di atas tanah
2) Pondasi struktur utama berupa plat beton setempat atau menerus, pondasi batu
keras, kombinasi dengan bor pile.
3) Struktur kolom dan balok menggunakan material beton bertulang ataupun kayu
kelas kuat yang memadai.
4) Struktur atap memakai sistem rangka dengan bahan utama kayu dan penutup atap
seng gelombang, atau bahan lain yang sejenis seperti metal sheet, folding plat dan
sejenisnya.
5) Dinding luar dan dalam dapat memakai bahan pengisi, mulai dari yang masif
seperti batu-bata, batako sampai dengan bahan yang ringan seperti papan kayu,
sesek bambu, fibercement.
6) Untuk lantai bangunan dapat berupa plat lantai beton ataupun dengan lantai papan
rangka kayu.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 27 dari 66
7) Karakter struktur utama pada bangunan tradisional lebih didominasi oleh
pemakaian balok kayu dengan sistem struktur rangka portal sederhana.
8) Karakter struktur utama pada bangunan modern lebih variatif karena didukung
oleh teknologi bahan yang telah berkembang seperti beton bertulang, rangka baja
anti karat, aluminium dan sejenisnya.

Sistem konstruksi bangunan secara umum adalah sistem struktur rumah


panggung dengan berbagai variasi ketinggian lantai. Ditinjau dari sistem tersebut maka
pilihan terhadap pondasi struktur utama dapat berupa plat beton setempat atau plat
beton menerus dan pondasi batu keras. Struktur kolom dan balok pada bangunan
menggunakan material beton bertuulang atau kayu kelas kuat yang dinyatakan
memadai. Struktur atap memakai sistem rangka dengan bahan utama kayu dan penutup
atap seng gelombang. Dinding luar dan dalam dapat memakai bahan pengisi, mulai dari
yang masif seperti batu-bata, batako sampai dengan bahan yang ringan seperti papan
kayu, sesek bambu maupun fibercement.Untuk lantai bangunan dapat berupa plat lantai
beton atau dengan lantai papan rangka kayu. Karakter struktur utama pada bangunan
tradisional lebih didominasi oleh pemakaian balok kayu dengan sistem struktur rangka
portal sederhana. Karakter struktur utama pada bangunan modern lebih variatif karena
didukung oleh teknologi bahan yang telah berkembang seperti beton bertulang dan
rangka baja

1.2.2. Ruang Terbuka Hijau


a. Fungsi-fungsi ruang terbuka hijau dalam satu lingkungan permukiman/ banua.
1) Zone 1
(1) Ruang Terbuka Hijau di Zone ini adalah ruang yang diperuntukkan sebagai
daerah penanaman di kawasan pantai yang berfungsi untuk kepentingan
ekologis, keamanan, ekonomi maupun estetika.
(2) Kawasan ini harus disertai dengan buffer sebagai perlindungan dari tsunami
yaitu hutan mangrove kawasan sempadan pantai, kawasan pemanfaatan
terbatas, dan jalan lingkar pulau yang memiliki ketinggian > 3 meter.
2) Zone 2
(1) Ruang Terbuka Hijau di Zone ini adalah ruang yang diperuntukkan sebagai
lokasi penanaman vegetasi penyangga berfungsi untuk kepentingan
ekologis, ekonomi maupun estetika.
(2) Kawasan permukiman yang berada di zone ini perlu menyediakan ruang
terbuka hijau taman dan ruang terbuka hijau pekarangan, hutan produksi,
ruang budidaya.
3) Zone 3 dan Zone 4
(1) Bangunan Rumah Tinggal
a) Ruang Terbuka Hijau Kawasan di Zone ini adalah ruang yang
diperuntukkan sebagai daerah penanaman di lingkungan pemukiman/
halaman yang berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi,
ameniti maupun estetika.
b) Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan
rumah tinggal dan terletak pada persil yang sama disebut Ruang Terbuka
Hijau Pekarangan (RTHP), berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman,
peresapan air, sirkulasi, unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan
dan maupun sebagai ruang amenity.
c) Syarat-syarat Ruang Terbuka Hijau Pekarangan ditetapkan dalam rencana
tata ruang dan tata bangunan baik langsung maupun tidak langsung

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 28 dari 66
dalam bentuk ketetapan GSB, KDB, KDH. KLB, Parkir dan ketetapan
lainnya. Syarat-syarat ini dapat dipertimbangkan dan disesuaikan untuk
bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan
keserasian dan arsitektur lingkungan.

(2) Bangunan Non Rumah Tinggal


a) Ruang Terbuka Hijau di Zone ini adalah ruang yang diperuntukkan
sebagai daerah penanaman di kota/ wilayah/ halaman yang berfungsi
untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi, ameniti maupun estetika.
b) Kawasan permukiman ini perlu menyediakan ruang terbuka hijau taman,
pekarangan, sarana olah raga, rekreasi, dengan memperhatikan
perencanaan kota yang telah ada.
c) Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan
gedung dan terletak pada persil yang sama disebut Ruang Terbuka Hijau
Pekarangan (RTHP), berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman,
peresapan air, sirkulasi, unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan
dan maupun sebagai ruang amenity.
d) Sebagai ruang transisi, RTHP merupakan bagian integral dari penataan
bangunan gedung dan sub-sistem dari penataan lansekap kota.
a. Syarat-syarat Ruang Terbuka Hijau Pekarangan ditetapkan dalam rencana
tata ruang dan tata bangunan baik langsung maupun tidak langsung
dalam bentuk ketetapan GSB, KDB, KDH. KLB, Parkir dan ketetapan
lainnya.
b. Syarat-syarat ruang terbuka hijau pekarangan dalam setiap perencanaan
bangunan baru harus memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada
dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah dan
permukaan tanah. .

b. Jenis-jenis ruang terbuka hijau yang perlu disediakan dalam satu lingkungan
permukiman/banua.
1) Ruang Sempadan Bangunan
(1) Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan
keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan
rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. Keserasian tersebut antara lain
mencakup : pagar dan gerbang, vegetasi besar/ pohon, bangunan penunjang
seperti pos jaga, tiang bendera, bak sampah dan papan nama bangunan.
(2) Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan
dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan, ruang
sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan jalur
hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang
telepon di kedua sisi jalan/ ruas jalan yang dimaksud.
(3) Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukkan dalam
rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10 pada
daerah sangat padat/ padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya
ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah.
(4) Ruang terbuka hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi
penghijauan/ penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan
lantai perkerasan masih tergolong RTHP sejauh ditanami pohon peneduh yang
ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/ container yang kedap air.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 29 dari 66
(5) KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam
kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan
kawasan campuran.
2) Tapak Basement
(1) Kebutuhan basement dan besaran koefisien tapak basement (KTB) ditetapkan
berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan
daerah setempat.
(2) Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai basement pertama
(B-1) tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap
basement kedua (B-2) yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman
sekurangnya 2 (dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman.
3) Hijau Pada Bangunan
(1) Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden) maupun
penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara
perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan.
(2) DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk
menyediakan RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun
tidak lebih dari 25 luas RTHP.
4) Tata Tanaman
(1) Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter
tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang
mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang
sistem perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar
serta bagian-bagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
(2) Penempatan tanaman harus memperhitungkan pengaruh angin, air, kestabilan
tanah/ wadah sehingga memenuhi syarat-syarat keselamatan pemakai.
(3) Untuk memenuhi fungsi ekologis khususnya di perkotaan, tanaman dengan
struktur daun yang rapat besar seperti pohon menahun harus lebih
diutamakan.
(4) Untuk pelaksanaan kepentingan tersebut diatas, Bupati dapat membentuk tim
penasehat untuk mengkaji rencana pemanfaatan jenis-jenis tanaman yang layak
tanam di Ruang Terbuka Hijau Pekarangan berikut standar perlakuannya yang
memenuhi syarat keselamatan pemakai.

Untuk setiap Zone, jenis-jenis ruang terbuka hijau yang perlu disediakan dalam
satu lingkungan permukiman/ banua adalah sebagai berikut :
1) Zone 1
(1) Ruang Sempadan Bangunan
(2) Tata tanaman, termasuk hutan mangrove, taman dan rekreasi
2) Zone 2
(1) Ruang Sempadan Bangunan , termasuk pekarangan, taman permukiman
terbatas
(2) Tata tanaman
3) Zone 3 dan Zone 4
(1) Ruang Sempadan Bangunan termasuk pekarangan, taman
(2) Tapak Basement
(3) Hijau pada Bangunan
(4) Tata tanaman, termasuk lapangan olah raga, taman bermain anak, hutan
lingkungan, makam, kolam peresapan air hujan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 30 dari 66
b. Luas maksimum dan minimum dari jenis-jenis ruang terbuka hijau yang perlu
disediakan dalam satu lingkungan permukiman/banua.
1) Zone 1
(1) Perumahan dan Permukiman
a) Hutan mangrove ditanam di sepanjang pesisir pantai sebagai penyangga
(buffer zone) dengan kedalaman lebih kurang 100 meter ke arah daratan.
b) Ruang terbuka hijau taman dibuat pada setiap satu lingkungan lorong.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
a) Hutan mangrove ditanam di sepanjang pesisir pantai sebagai penyangga
(buffer zone) dengan kedalaman lebih kurang 100 meter ke arah daratan.
b) Bangunan harus mempunyai Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum 30%.
2) Zone 2
(1) Perumahan dan Permukiman
a) Ruang terbuka hijau dibuat pada setiap persil bangunan rumah pada satu
luasan permukiman/ banua.
b) Perumahan dan Permukiman dikelilingi oleh ruang terbuka budidaya
pertambakan/ pertanian.
c) Ruang terbuka hijau taman dibuat pada setiap satu lingkungan lorong.
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
a) Ruang terbuka hijau pekarangan dibuat pada setiap persil bangunan
b) Bangunan non rumah tinggal harus memiliki Koefisien Daerah Hijau
minimum 30%.
3) Zone 3 dan Zone 4
(1) Perumahan dan Permukiman
a) Ruang terbuka hijau ditempatkan di sekitar lokasi yang memiliki aktivitas
tinggi dengan luas ruang terbuka terhadap luas banua lebih kurang 30% - 50%
b) RTH taman dibuat dalam satu lingkungan lorong dan di sekitar meunasah,
(2) Bangunan Non Rumah Tinggal
a) Ruang terbuka hijau pekarangan dibuat pada setiap persil bangunan.
b) Bangunan non rumah tinggal harus memiliki Koefisien Daerah Hijau
minimum 30%
c) Standar luasan RTH berdasarkan jumlah penduduk (250 jiwa, 2500 jiwa,
30.000 jiwa dan 120.000 jiwa).

1.2.3. Sirkulasi, Pertandaan, dan Pencahayaan Ruang Luar Bangunan


a. Lokasi pintu masuk dan keluar bangunan, dan jumlahnya, serta arahnya terhadap
sirkulasi lingkungan.
1) Pintu masuk dan keluar bangunan tidak terhalang oleh ruang lain, berada di
bagian depan dan belakang bangunan dan mudah dijangkau.
2) Akses masuk dan keluar bangunan tidak terhalang oleh ruang lain, berada di
bagian depan dan belakang bangunan dan lokasinya mudah dijangkau.

b. Lokasi pintu masuk dan keluar lingkungan permukiman dan jumlahnya, dan
arahnya terhadap sirkulasi jalan kota/luar lingkungan yang menghubungkannya.
1) Terdapat Zone 1
(1) Terdapat sekurangnya 1 pintu keluar-masuk lingkungan ke arah daratan.
(2) Lokasi pintu masuk dan keluar lingkungan permukiman harus mudah
dijangkau dari segala penjuru.
2) Zone 2, Zone 3, Zone 4
(1) Terdapat sekurangnya 2 jalan pintu keluar-masuk lingkungan ke arah zone
lingkungan tetangganya.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 31 dari 66
(2) Lokasi pintu masuk dan keluar lingkungan mudah dicapai dari semua sisi
lingkungan.

c. Pola Sirkulasi Jalan


1) Zone 1 dan Zone 2
(1) Pola sirkulasi jalan berbentuk pita, dari jalan lingkungan terhubung langsung ke
jalan lokal, kolektor, dan/atau primer ke arah dataran lebih tinggi.
(2) Pola cluster dan cul-de-sac terhubung dengan jalur jalan penyelamatan (utama
lingkungan, kolektor, lokal) ke arah dataran lebih tinggi.
2) Zone 3 dan Zone 4
(1) Pola sirkulasi jalan berbentuk pita, dari jalan lingkungan terhubung langsung ke
jalan lokal, kolektor, dan/atau primer.
(2) Pola cluster dan cul-de-sac terhubung dengan jalur jalan penyelamatan (utama
lingkungan, kolektor, lokal)

d. Fasilitas Parkir
1) Permukiman
(1) Parkir kendaraan pada bangunan rumah tinggal tidak boleh mengganggu
kelancaran lalu lintas tetangga dan lingkungannya.
(2) Parkir kendaraan pada bangunan rumah tinggal tidak diperboleh berada pada
badan jalan dan pedestrian pejalan kaki.
2) Bangunan Non Rumah Tinggal
(1) Bangunan non-rumah tinggal wajib menyediakan area parkir kendaraan yang
proporsional terhadap luas lantai bangunan (sesuai standar teknis parkir yang
berlaku)
(2) Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki,
memudahkan aksesibilitas, dan tidak terganggu oleh sirkulasi kendaraan.
(3) Luas, distribusi dan perletakan fasilitas parkir diupayakan tidak mengganggu
kegiatan bangunan dan lingkungannya, serta disesuaikan dengan daya tampung
lahan.
(4) Penataan parkir tidak terpisahkan dengan penataan lainnya seperti untuk jalan,
pedestrian dan penghijauan.

e. Pemisahan Jalan
1) Jalur jalan kendaraan harus terpisah dengan jalur pedestrian pejalan kaki.
2) Jalur jalan kendaraan harus dilengkapi dengan jalur hijau :
(1) Untuk jalan masuk utama lingkungan kendaraan dua arah dipisahkan
dengan median jalur hijau di tengahnya.
(2) Untuk setiap jalan gang/ lingkungan dilengkapi jalur hijau pada sisi kiri dan
kanan bahu jalan.
3) Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar bangunan yang
tidak hanya terbatas dalam Damija, dan termasuk untuk penataan elemen
lingkungan, penghijauan, dll.

f. Perletakan Sarana Keamanan dan Keselamatan Lingkungan


Perletakan sarana keamanan dan keselamatan lingkungan berada pada bagian
pintu masuk keluar lingkungan. Sarana tersebut dapat berbentuk gardu/ pos.

g. Perletakan Tanda dan Rambu-rambu Lalu Lintas serta Rambu Keselamatan


Perletakan tanda dan rambu-rambu lalu lintas serta rambu keselamatan diletakkan
pada titik bebas pandang sebelum masuk daerah peringatan.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 32 dari 66
h. Perletakan pencahayaan buatan pada sempadan jalan, ruang terbuka hijau dan
sarana umum lainnya.
Perletakan pencahayaan buatan pada sempadan jalan, ruang terbuka hijau, sarana
umum lainnya di tiap zone mempunyai persyaratan yang sama yaitu sebagai berikut :
1) Sempadan Jalan
(1) Pencahayaan buatan harus ada di sepanjang sempadan jalan dengan jarak
setiap titik lampu sekurang-kurangnya 50 meter.
(2) Bentuk pencahayaan buatan harus memperhatikan karakter lingkungan,
fungsi dan arsitektur bangunan dan estetika amenity.
(3) Perletakkan pencahayaan buatan harus dapat memberikan penerangan pada
badan jalan dan sempadan jalan dengan baik dengan menghindari
penerangan yang berlebihan dan silau visual yang tidak menarik.
(4) Dalam perletakan pencahayaan buatan harus memperhatikan aspek
pengoperasiaan dan pemeliharaan, sehingga mudah dioperasikan dan mudah
diperbaiki bila terjadi kerusakan.
(5) Pencahayaan buatan harus ada di setiap persimpangan jalan yang dapat
memberikan penerangan badan jalan dan sempadan jalan dengan baik
dengan menghindari penerangan yang berlebihan dan silau visual yang tidak
menarik.
2) Ruang Terbuka Hijau
(1) Perletakan pencahayaan buatan harus mempunyai jarak setiap titik lampu
sekurang-kurangnya 50 meter, sesuai kebutuhan standar jenis ruang terbuka
hijau.
(2) Pencahayaan buatan di ruang terbuka hijau harus memperhatikan karakter
lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan, estetika amenity dan komponen
promosi.
(3) Dalam ruang terbuka hijau, pencahayaan buatan harus memenuhi keserasian
dengan pencahayaan dari dalam bangunan dan pencahayaan dari jalan
umum.
3) Sarana Umum Lainnya
(1) Dapat memberikan penerangan ruang luar dengan menghindari penerangan
ruang luar yang berlebihan, silau visual yang tidak menarik dan telah
memperhatikan aspek operasi dan pemeliharaan.
(2) Harus memperhatikan karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan
dan estetika amenity.
(3) Harus memenuhi keserasian dengan pencahayaan dari dalam bangunan dan
pencahayaan dari jalan umum.

h. Bangunan dan Jalur Penyelamat.


1) Bangunan Penyelamat
(1) Bangunan ibadah dan bangunan tinggi lainnya dengan konstruksi yang
kokoh dan dapat menampung orang banyak dipergunakan sebagai bangunan
penyelamat.
(2) Pada Zone 1, bangunan penyelamat mempunyai lantai tinggi lebih dari 1,5
meter atau bangunan berkolong/ panggung.
2) Jalur Penyelamat
(1) Zone 1 dan Zone 2
Untuk kawasan pesisir, jalan lingkungan (sejajar dengan pantai) sebagai
penghubung tidak boleh lebih panjang dari jalan kolektor (tegak lurus
dengan pantai) untuk mempercepat evakuasi penduduk menjauhi pantai.
(2) Zone 3 dan Zone 4

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 33 dari 66
Semua bangunan harus mempunyai sedikitnya 1 jalan keluar dari setiap
lantainya. Akses ke jalan keluar: tanpa harus melalui hunian tunggal lainnya,
setiap penghuni pada lapis lantai.
3) Sirkulasi
(1) Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan
bagi aksesibilitas pejalan kaki.
(2) Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan
lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam
kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya.
(3) Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, rambu-
rambu, papan informasi sirkulasi. elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa
elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistim sirkulasi
yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika.

i. Pertandaan, dan Pencahayaan Ruang Luar Bangunan


Perletakan sarana keamanan dan keselamatan lingkungan. Perletakan tanda dan rambu
lalu-lintas dan rambu keselamatan lingkungan.
(1) Penempatan signage, termasuk papan ikian/ reklame, harus membantu
orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin
diciptakan/ dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan,
kaveling, pagar, atau ruang publik.
(2) Untuk penataan bangunan dan lingkungan yang baik untuk lingkungan/
kawasan tertentu, Bupati dapat mengatur pembatasan-pembatasan ukuran,
bahan, motif, dan lokasi dari signage.

1.2.4. Tata Letak Bangunan


a. Bentuk tatanan bangunan dalam satu lingkungan pada arsitektur tradisional NIAS,
dan arsitektur lainnya yang ada.
1) Zone 1 dan Zone 2
(1) Bangunan gedung yang dibangun di atas (panggung), dan/atau pada
perairan tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung
kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
(2) Tidak diperkenankan menambah ruang maupun membangun rumah baru
termasuk bagi anak perempuan yang telah menikah/ untuk perempuan yang
merupakan keturunan dari wanita yang sama.
(3) Deretan bangunan tidak boleh bergandengan semua dalam satu lorong,
harus dipisahkan dengan jalan darurat diantaranya sebagai akses
penyelamatan bagi semua rumah.
2) Zone 3 dan Zone 4
(1) Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau pada lahan tidak boleh
mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau
fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
(2) Bangunan boleh ditambah/ diperluas ke arah horisontal dan vertikal hingga
mencapai KDB dan KLB yang dipersyaratkan masing-masing daerah.
(3) Deretan bangunan tidak boleh bergandengan semua dalam satu lorong,
harus dipisahkan dengan jalan darurat diantaranya sebagai akses
penyelamatan bagi semua rumah.

b. Orientasi tatanan permukiman terhadap kaidah agama, tradisi, topografi, orientasi


matahari, arah angin, bentuk jalan, sungai dan elemen-elemen alam dan buatan lain
yang membentuknya.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 34 dari 66
1) Posisi jalan utama lurus memanjang dari Utara ke Selatan, diikuti dengan gang-
gang kecil (lorong).
2) Satu lingkungan perumahan perlu dilengkapi meunasah, sebagai tempat
bersosialisasi warga.
3) Posisi jalan utama lurus memanjang dari Utara ke Selatan, diikuti dengan gang-
gang kecil (lorong). Bangunan rumah berbanjar dalam arah yang sama Timur-Barat
untuk menghindari angin kencang Timur-Barat dan agar rumah menghadap kiblat.
4) Pembangunan sebaiknya dimulai pada hari baik bulan Kamariah (Arab); pada
tanggal tengak dari bulan naik (tanggal 1-15) dengan upacara pernyejuk (peusijuk)
oleh imam (teungku meunasah).
5) Sumur dapat digunakan bersama; sumur/ KM di bagian belakang rumah dan
sumur untuk minum dibagian depan rumah

c. Kelengkapan Desa/Banua
Dalam satu banua harus mempunyai minimum sebuah meunasah dan kelengkapan
sarana lingkungan minimum sesuai dengan Kepmen Kimpraswil No.
534/KPTS/M/2001.

d. Pengaman terhadap Bencana


1) Bencana Tsunami dan Gempa
(1) Jalur Penyelamatan
a) Zone 1 dan Zone 2
i. Untuk mempercepat evakuasi penduduk pada saat terjadi bencana tsunami,
maka untuk menjauhi pantai pada kawasan pesisir harus disediakan jalan
utama lingkungan (sejajar dengan pantai) sebagai penghubung, tidak boleh
lebih panjang dari jalan lokal dan kolektor (tegak lurus dengan pantai).
ii. Jalan utama lingkungan terhubung baik dengan jalan lokal, kolektor
maupun arteri, dengan lebar badan jalan bebas hambatan dua jalur
minimum 12 meter.
iii. Jalan darurat merupakan jalan terpendek keluar lingkungan ke arah jalan
lokal dan kolektor yang bebas hambatan, dengan lebar badan jalan
minimum 6 meter.
b) Zone 3 dan Zone 4
i. Jalur penyelamatan pada zone ini berupa jalan utama lingkungan
terhubung baik dengan jalan lokal, kolektor maupun arteri, dengan lebar
badan jalan bebas hambatan dua jalur minimum 12 meter.
ii. Terdapat jalan darurat yang merupakan jalan terpendek keluar lingkungan
ke arah jalan lokal dan kolektor yang bebas hambatan, dengan lebar badan
jalan minimum 6 meter.
iii. Terdapat jalan keluar dari setiap kavling bangunan harus langsung ke jalan
lingkungan dan jalan darurat minimum ada 1 buah, tidak boleh melewati
bangunan tetangganya.
(2) Bangunan Penyelamat
a) Zone 1
i. Bangunan penyelamat pada zone ini dapat berupa bangunan panggung
yang mempunyai tinggi lantai > 1,5 meter.
ii. Bangunan ibadah dapat dijadikan sebagai bangunan penyelamat.
iii. Bangunan tinggi lain yang dapat dicapai dalam waktu paling lam 15 menit,
dengan radius pelayanan maksimum 2Km.
b) Zone 2, Zone 3 dan Zone 4

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 35 dari 66
Bangunan ibadah, sekolah, balai pertemuan, perkantoran dan bangunan
i.
tinggi lainnya dengan struktur yang kokoh dan dapat menampung orang
banyak .
ii. Bangunan penyelamat harus dapat dicapai dalam waktu paling lama 15
menit, dengan radius pelayanan maksimum 2 Km.
2) Bencana Kebakaran
(1) Jalur Penyelamatan
a) Bangunan Rumah Tinggal
i. Lebar perkerasan jalan lingkungan minimum 4 meter, akses jalan
minimum sejauh 45 meter masuk kedalam lingkungan dari jalan
masuk.
ii. Jarak-jarak dari dinding ruang yang dibuat bahan yang mudah
terbakar harus sekurang-kurangnya :
(a) Minimum 2,5 meter sampai batas persil.
(b) Minimum 5 meter sampai bangunan lainnya.

b) Bangunan Non Rumah Tinggal


Jalur penyelamatan dari bencana kebakaran berupa jalan lingkungan
i.
dengan perkerasan dan dengan dimensi lebar dapat dilalui kendaraan
pemadam kebakaran dan sirkulasi petudas pemadam
ii. Jarak ruang akses minimal antar gedung:
(a) Tinggi bangunan > 8-14 lantai, jarak antar bangunan minimum > 3-
6 meter
(b) Tinggi bangunan < 14 lantai, jarak antar bangunan minimum > 6
meter
iii. setiap bangunan selain klas 2,3 lebar perkerasan jalan minimum 6
meter, panjang jalan minimum 15 meter masuk ke dalam kavling tiap-
tiap bangunan. Ketentuan terinci mengacu pada Kepmen PU
10/KPTS/2000.Tinggi bangunan ≤ 8 lantai, jarak antar bangunan
minimum 3 meter
(2) Hidran
Rumah tinggal dan non rumah tinggal untuk hidran halaman:
a) Disediakan di dalam halaman bila tidak tersedia hidran kota.
b) Jarak bebas hambatan kemdaraan pemadam kebakaran dari hidran kota ke
dalam halaman sejauh 50 meter.
(3) Bangunan Pos Pemadam Kebakaran dalam Wilayah Manajemen Kebakaran
Satu Pos Pemadam Kebakaran berlokasi terjauh dengan radius layanan
maksimum 15 menit sejak dimulainya waktu tanggap, atau maksimum
melayani 3 wilayah kelurahan. Ketentuan terinci mengacu pada Kepmen PU
11/KPTS/2000

3) Bencana Banjir dan Longsor


(1) Jalur Penyelamat
a) Untuk mempercepat evakuasi penduduk menjauhi daerah banjir atau
longsor , dibuat jalan lingkungan/jalan darurat melintang atau tegak lurus
terhadap kemiringan lahan ataupun daerah aliran air.
b) Jalan utama lingkungan terhubung baik dengan jalan lokal, kolektor
maupun arteri, dengan lebar badan jalan bebas hambatan dua jalur
minimum 12 meter.

(2) Bangunan Penyelamat

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 36 dari 66
a) Bangunan penyelamat untuk bencana banjir dan longsor, bangunan
ibadah, sekolah, balai pertemuan, perkantoran dan bangunan tinggi
lainnya dengan struktur yang kokoh dan dapat menampung orang
banyak .
b) Pada zona I tinggi lantai > 1,5 meter atau bangunan berkolong/panggung
c) Dapat dicapai dalam waktu paling lama 15 menit, dengan radius
pelayanan maksimum 2 Km.

1.3. PENGELOLAAN DAMPAK LINGKUNGAN


1.3.1. Ketentuan Pengelolaan Dampak Lingkungan
a Setiap kegiatan dalam pembangunan permukiman yang diperkirakan menimbulkan
dampak besar dan penting harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) berdasarkan Keputusan MENLH no.17 Tahun 2001.
b Kewajiban melaksanakan kajian AMDAL tergantung masing-masing tipologi kota
yang diperhitungkan berdasarkan tingkat pembebasan lahan, daya dukung lahan
meliputi daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat bangunan per hektar,
dan lain-lain, tingkat kebutuhan air sehari-hari, limbah yang dihasilkan sebagai akibat
hasil kegiatan perumahan dan pemukiman, efek pembangunan terhadap lingkungan
sekitar (mobilisasi material dan manusia), serta koefisien dasar bangunan (KDB) dan
koefisien luas bangunan (KLB).
c Setiap kegiatan dalam bangunan dan atau lingkungannya yang menimbulkan
dampak tidak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola
dampak pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan
melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
d Kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak besar dan penting terhadap
lingkungan adalah bila rencana kegiatan tersebut akan berpengaruh pada :
1) Jumlah manusia terkena dampak.
2) Luas wilayah persebaran dampak.
3) Intensitas dan lamanya dampak berlansung.
4) Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak.
5) Sifat kumulatif dampak.
6) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible-nya) dampak.

1.3.2. Ketentuan UPL dan UKL


a Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan oleh
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup no. 86 Tahun 2002.
b Dalam UKL dan UPL harus diuraikan informasi mengenai identitas pemrakarsa
rencana usaha atau kegiatan; rencana usaha atau kegiatan meliputi nama, lokasi, skala
usaha atau kegiatan, garis besar rencana usaha dan atau kegiatan; dampak lingkungan
yang akan terjadi meliputi kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis dan besaran
dampak serta hal lain yang perlu disampaikan untuk menjelaskan dampak yang akan
terjadi; program pengelolaan dan pemantauan lingkungan meliputi langkah-langkah
untuk mencegah dan mengelola dampak termasuk upaya menangani kedaan darurat,
kegiatan pemantauan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengelolaan dan
ketaatan terhadap peraturan di bidang lingkungan hidup dan tolok ukur yang

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 37 dari 66
digunakan untuk mengetahui efektifitas pengelolaan; serta tanda tangan dan cap usaha
dari penanggung jawab usaha atau kegiatan.

1.3.3. Persyaratan Teknis Pengelolaan Dampak Lingkungan


a. Persyaratan bangunan
1) Untuk mendirikan bangunan yang menurut fungsinya menggunakan, menyimpan
memproduksi, mengolah bahan mudah meledak dan mudah terbakar, korosif,
toksik (beracun), reaktif, dan infeksius dapat diberikan ijin apabila :
(1) Merupakan daerah bebas banjir, dan
(2) Jarak antara lokasi bangunan dan lokasi fasilitas umum minimal 50 meter.
(3) Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/ jalan tol dan 50 meter
untuk jalan lainnya;
(4) Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan,
rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran,
fasilitas keagamaan dan pendidikan;
(5) Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah
pasang surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk;
(6) Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam,
hutan lindung dan lain-lainnya).
2) Pada bangunan yang menggunakan kaca pantul pada tampak bangunan, sinar
yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% dan dengan memperhatikan tata letak
serta orientasi bangunan terhadap matahari.
3) Bangunan yang menurut fungsinya memerlukan pasokan air bersih dengan debit >
5 L/detik atau > 500 m3/hari dan akan mengambil sumber air tanah dangkal dan
atau air tanah dalam (deep well) harus mendapatkan ijin dari dinas terkait yang
bertanggung jawab serta menggunakan hanya untuk keperluan darurat atau
alternatif dari sumber utama PDAM.
4) Guna mengurangi limpasan air, maka setiap tapak bangunan gedung harus
dilengkapi dengan saluran drainase tersier dan sekunder yang akan dihubungkan
dengan saluran drainase primer untuk dibung ke badan air.
5) Jika muka air tanah rendah maka dapat digunakan sumur resapan yang berfungsi
untuk menampung limpasan air hujan guna menambah cadangan air tanah.
6) Apabila bangunan yang menurut fungsinya akan membangkitkan LHR ≥ 60 SMP
per 1000 feet2 luas lantai, maka rencana teknis sistem jalan akses keluar masuk
bangunan gedung harus mendapat ijin dari dinas teknis yang berwenang.

b. Persyaratan Pelaksanaan Konstruksi


1) Setiap kegiatan konstruksi yang menimbulkan genangan baru sekitar tapak
bangunan harus dilengkapi dengan saluran drainase yang nantinya dapat dibuat
permanen dan menjadi bagian sistem drainase yang ada.
2) Setiap kegiatan pelaksanaan konstruksi yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap lalu lintas umum harus dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas yang
dioperasikan dan dikendalikan oleh tim pengatur lampu lalu lintas.
3) Penggunaan hammer pile untuk pemancangan pondasi hanya diijinkan bila tidak
ada bangunan rumah yang rawan keretakan dan tidak meimbulkan kebisingan
yang menggangu masyarakat sekitar.
4) Penggunaan peralatan konstruksi yang diperkirakan menimbulkan keretakan
bangunan sekelilingnya harus dilengkapi dengan kolam peredam getaran.
5) Setiap kegiatan pengeringan (dewatering) yang menimbulkan kekeringan sumur
penduduk harus memperhitungkan pemberian kompensasi berupa penyediaan air

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 38 dari 66
bersih kepada masyarakat selama pelaksanaan kegiatan, atau sampai sumur
penduduk pulih seperti semula.
6) Kegiatan konstruksi yang berpotensi menghasilkan debu harus melakukan
penyiraman pada waktu tertentu untuk menghindari penyebaran debu yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut.

c. Pengelolaan Daerah Bencana


1) Suatu daerah dapat ditetapkan sebagai daerah bencana, daerah banjir, dan yang
sejenisnya.
2) Pada daerah bencana sebagaimana dimaksud pada butir 4.a dapat ditetapkan
larangan membangun atau menetapkan tata cara dan persyaratan khusus di dalam
membangun, dengan memperhatikan keamanan, keselamatan dan kesehatan
lingkungan.
3) Lingkungan bangunan yang mengalami kebakaran dapat ditetapkan sebagai
daerah tertutup dalam jangka waktu tertentu, dibatasi, atau dilarang membangun
bangunan.
4) Bangunan-bangunan pada lingkungan bangunan yang mengalami bencana,
dengan memperhatikan keamanan, keselamatan dan kesehatan, dapat
diperkenankan mengadakan perbaikan darurat, bagi bangunan yang rusak atau
membangun bangunan sementara untuk kebutuhan darurat dalam batas waktu
penggunaan tertentu dan dapat dibebaskan dari izin.

BAGIAN II
KEANDALAN

2.1. KESELAMATAN

2.1.1. Persyaratan Umum


Persyaratan struktur bangunan gedung (BG) dan Rumah Tinggal (RT) yang
dibangun di Kabupaten Nias bertujuan untuk memperkecil resiko kehilangan nyawa
apabila keruntuhan struktur akibat pembebanan maksimum yang direncanakan benar-
benar terjadi, misalnya terjadinya suatu gempa. Persyaratan struktur ini memberikan
kriteria minimal untuk perlindungan jiwa dengan memperkecil kemungkinan terjadinya
keruntuhan. Perencanaan struktur BG dan RT berdasarkan ketentuan ini tidak berarti
mencegah sama sekali terjadinya kerusakan struktur maupun non-struktur apabila suatu
gempa terjadi.

Yang dimaksud dengan Bangunan rumah tinggal adalah bangunan yang di dalam
proses pembangunannya tidak memerlukan perhitungan struktur (Bangunan non teknis
/ non engineering structures). Sedangkan yang dimaksud Bangunan gedung adalah
bangunan yang didalam proses pembangunannya memerlukan perhitungan struktur
(Bangunan teknis / engineering structures).

Bangunan rumah tinggal di dalam pelaksanaan pembangunannya bisa dilakukan


oleh pemilik dan dianjurkan didampingi oleh orang teknik yang mempunyai keahlian di
bidang bangunan. Bangunan rumah tinggal lebih dari 1 lantai dikategorikan sebagai
bangunan gedung.

a. Persyaratan Perencanaan Struktur

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 39 dari 66
1) Struktur BG dan RT harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi
persyaratan keamanan (safety), kelayanan (serviceability), keawetan (durability) dan
ketahanan terhadap kebakaran (fire resistance).
2) Struktur BG dan RT harus direncanakan dan dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga apabila kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan benar-benar
tercapai, keruntuhan yang terjadi menimbulkan kondisi struktur yang masih dapat
mengamankan penghuni, harta benda dan masih dapat diperbaiki. Untuk itu
struktur BG dan RT beserta elemen-elemen strukturnya harus direncanakan
mempunyai kekenyalan (daktilitas) yang memadai untuk menjamin tercapainya
pola keruntuhan yang diharapkan.
3) Struktur BG dan RT harus direncanakan mampu memikul semua beban dan atau
pengaruh luar yang mungkin bekerja selama kurun waktu umur layan struktur,
termasuk kombinasi pembebanan yang kritis (antara lain : beban gempa yang
mungkin terjadi sesuai dengan zona gempanya), dan beban-beban lainnya yang
secara logis dapat terjadi pada struktur

b. Persyaratan Bahan
1) Bahan struktur yang digunakan, diusahakan semaksimal mungkin menggunakan
dan menyesuaikan bahan baku dengan memanfaatkan kandungan lokal.
2) Bahan struktur yang dipakai harus sudah memenuhi semua persyaratan
keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan,
serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait.
3) Dalam hal bilamana bahan struktur bangunan belum mempunyai SNI, maka bahan
struktur bangunan tersebut harus memenuhi ketentuan teknis yang sepadan dari
negara/ produsen yang bersangkutan.
4) Terpenuhinya persyaratan keamanan ini harus dibuktikan dengan melakukan
pengetesan bahan yang bersangkutan di lembaga pengetesan yang berwenang.
5) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan
standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.
6) Bahan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang baik
dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan, serta
mampu bertahan terhadap gaya-gaya yang mungkin terjadi pada saat
pemasangan/ pelaksanaan dan gaya-gaya yang mungkin bekerja selama masa
layan struktur.

2.1.2. Persyaratan Detail Struktur Bangunan Gedung dan Rumah Tahan Gempa
a. Persyaratan Lay-Out Bangunan
1) Untuk menjamin perilaku struktur yang menguntungkan selama terjadinya suatu
gempa, lay-out bangunan diusahakan sejauh memungkinkan agar sederhana dan
simetris. Ketidakteraturan struktur baik dalam arah vertikal maupun horisontal
(misalnya loncatan bidang muka dan perubahan kakuan tingkat) yang berlebihan
sejauh memungkinkan harus dihindari.
2) Ketentuan tersebut diatas harus diperhatikan terutama sekali untuk perencanaan
bangunan yang diharapkan tetap berfungsi secara baik sesudah terjadinya suatu
gempa, misalnya rumah sakit, pusat penyelamatan keadaan darurat, pusat
pembangkit tenaga, pusat pemadam kebakaran, bangunan air minum, fasilitas
radio dan televisi dan bangunan sejenis lainnya.
3) Untuk bangunan yang tidak beraturan, pengaruh gempa terhadapnya harus
dianalisa secara dinamik. Kemungkinan terjadinya efek puntir pada bangunan
yang tidak beraturan yang dapat menimbulkan gaya geser tambahan pada unsur-

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 40 dari 66
unsur vertikal akibat gempa harus diperhitungkan pada perencanaan struktur
tersebut.
4) Untuk memperkecil pengaruh gaya yang ditimbulkan oleh gelombang tsunami
setelah suatu gempa terjadi, lay-out bangunan harus dibuat sedemikian rupa agar
efek gelombang tsunami terhadap bangunan sangat minimal. Bangunan yang
memiliki bentuk massa memanjang diarahkan tegak lurus terhadap garis pantai
atau dan dengan gubahan massa yang tidak menentang potensi bahaya gelombang
tsunami.

b. Persyaratan Pendetailan Struktur


1) Untuk menjamin tercapainya pola keruntuhan yang diharapkan apabila suatu
gempa terjadi, maka struktur BG dan RT dan semua elemennya harus
direncanakan dan diberi pendetailan sedemikian rupa, sehingga berperilaku
daktail.
2) Lokasi terbentuknya sendi plastis yang disyaratkan untuk keperluan pemencaran
energi harus dipilih dan diberi pendetailan sedemikian rupa, sehingga elemen
struktur tersebut berperilaku daktail. Sedangkan unsur-unsur lainnya harus diberi
kekuatan cadangan yang memadai untuk menjamin agar mekanisme pemencaran
energi yang telah direncanakan benar-benar terjadi.
3) Semua bagian dari struktur harus diikat bersama, baik dalam bidang vertikal
maupun horisontal, sehingga gaya-gaya dari semua elemen struktur, termasuk
elemen struktur dan non-struktur, yang diakibatkan adanya gempa dapat
diteruskan sampai struktur pondasi.
4) Setiap unsur sekunder, arsitektur dan instalasi mesin dan listrik harus ditambat
erat kepada struktur BG dan RT dengan alat penambat yang daktail dan
mempunyai kekuatan tambat yang memadai.

c. Persyaratan Monumen dan Bangunan Monumental


1) Semua monumen dan bangunan monumental di Kabupaten Nias akan difungsikan
juga sebagai tempat evakuasi apabila suatu gempa terjadi.
2) Perencanaan bangunan sejenis ini harus mempertimbangkan berbagai faktor akibat
penggunaannya sebagai tempat evakuasi, misalnya pengaturan ruangan dan
fasilitas penunjang lainnya serta kemungkinan adanya beban-beban tambahan
akibat fungsinya sebagai tempat evakuasi.

2.1.3. Persyaratan Pembebanan


a. Analisa Struktur
Analisa Struktur harus dilakukan, yang bertujuan untuk memeriksa tanggap struktur
terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layan struktur, termasuk
beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.

b. Standar Teknis
Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekejanya beban harus sesuai dengan
standar teknis yang berlaku, seperti
1) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SNI 1726;
2) Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, SNI 1727.

2.1.4. Konstruksi Struktur Bangunan Atas


a. Konstruksi Beton
Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar-standar teknis yang
berlaku, seperti
1) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 2847;

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 41 dari 66
2) Tata Cara Perencanaan binding Struktur Pasangan Blok Beton Berongga Bertulang
untuk Bangunan Rumah dan Gedung, SNI-3430.
3) Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung, SNI-1728.
4) Tata Cara Perencanaan Beton dan Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah dan
Gedung, SNI-1734.
5) Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, SNI-2834.
6) Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton, SNI-3976.
7) Tata Cara Rencana Pembuatan Campuran Beton Ringan dengan Agregat Ringan,
SNI-3449.

b. Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar-standar yang berlaku
seperti
1) Tata Cara Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung, SNI-1729
2) Tata Cara/pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi baja
3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja
4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.

c. Konstruksi Kayu
Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar-standar teknis yang
berlaku, seperti:
1) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung.
2) Tata Cara/ Pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi kayu.
3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu.
4) Tata Cara Pengecatan Kayu untuk Rumah dan Gedung, SNI-2407.4.

d. Konstruksi Dengan Bahan dan Teknologi Khusus


1) Perencanaan Konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus harus dilaksanakan
oleh ahli sturktur yang terkait dalam bidang bahan dan teknologi khusus tersebut.
2) Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar-standar teknis padanan
untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji bahan dan teknologi khusus
tersebut.

e. Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi


Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi, standar
teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan suatu bangunan yang harus dipenuhi,
antara lain
1) Tata Cara Perencanaan Bangunan dan Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, SNI-1735.
2) Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung, SNI-1736.
3) Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Rumah dan Gedung, SNI-1745.
4) Tata Cara Dasar Koordinasi Modular untuk Perancanaan Bangunan Rumah dan
Gedung, SNI-1963.
5) Tata Cara Perencanaan dan Perancangan Bangunan Radiologi di Rumah Sakit, SNI-
2395
6) Tata Cara Perancaangan Bangunan Sederhana Tahan Angin, SNI-239'7
7) Tata Cara Pencegahan Rayap pada pembuatan Bangunan Rumah dan Gedung,
SNI-2404.
8) Tata Cara Penanggulangan Rayap pada Bangunan Rumah dan Gedung dengan
Termitisida, SNI-2405.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 42 dari 66
2.1.5. Konstruksi Struktur Bangunan Bawah
a. Perencanan Umum
1) Definisi
(1) Jenis Pondasi :
a) Pondasi dangkal , jika D/B < 4 .
Dikatakan setempat bila L/B < 10 dan menerus bila L/B > 10
b) Pondasi semi dalam , jika 4 < D/B < 10
c) Pondasi dalam., jika D/B > 10
(2) Jenis Tanah :
a) Lempung (clay) : ∅ < 0.002 mm
b) Lanau (silt) : 0.002 mm < ∅ < 0.075mm
c) Pasir (sand) : 0.075 mm < ∅ < 2 mm
d) Kerikil (gravel) : 2 mm < ∅ < 76.2 mm
Lempung (clay) dan Lanau (silt) termasuk cohesive soil, sedangkan pasir
(sand) dan kerikil (gravel) termasuk cohesionless soil.
Sumber : American Association of state Hihgway and Transportation
(AASHTO) & Massachusetts Institute of Technology (MIT) B

D D

D
B B

Gambar 2.1. Jenis Pondasi dan Ukurannya

δ
Gambar 2.2. Differential Settlement

Keterangan :
L = panjang dasar pondasi dangkal
B = lebar atau diameter pondasi
D = kedalaman dasar pondasi dari muka tanah
∅ = diameter butiran solid tanah
δ = differential settlement
s = bentang antar pondasi/ kolom
Zonifikasi Gempa :

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 43 dari 66
- Zona Gempa 3, dengan perecepatan maksimum di batuan 0.15g
- Zona Gempa 4, dengan perecepatan maksimum di batuan 0.20g
- Zona Gempa 5, dengan perecepatan maksimum di batuan 0.25g
- Zona Gempa 6, dengan perecepatan maksimum di batuan 0.30g
2) Dimensi dan Material Pondasi
Dimensi dan material pondasi tergantung pada :
(1) Beban kerja ( Sesuai Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung –
PPIUG Tahun 1981 dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 )
(2) Jenis dan kepadatan tanah yang dituangkan dalam bentuk bearing capacity.
Dihitung berdasarkan metode-metode standart tingkat nasional dan/atau
internasional
(3) Safety factor terhadap bearing capacity > 5

Kedalaman dan lebar dasar pondasi dangkal minimum untuk kategori rumah
tinggal dengan N SPT < 15 ( tanah lunak) :
a) Pada tanah kohesif : D = 1.50 m dan B = 1 m, untuk medium ke atas.Untuk
kondisi very soft dan soft clay (NSPT = 0 s/d 6), kedalaman dan lebar dasar
pondasi harus diperhitungkan terhadap kondisi tanah asli yang sudah
diperbaiki atau telah dilakukan soil improvement.
b) Pada tanah non kohesif : D = 0.70 m dan B = 0.70 m
3) Persyaratan Pondasi
(1) Persyaratan penting pada pondasi dangkal :
a) Antar kolom dan atau antar pondasi harus diberi balok beton sloof.
b) Harus ada interkoneksi antara sloof dan pondasi dengan pemberian
sejumlah anchor.
c) Sekeliling pondasi harus diberi lapisan pasir padat yang bergradasi baik
dan berbutir kasar dengan ketebalan pasir dibawah pondasi minimum 30
cm.
d) Dimensi pondasi harus diperhitungkan terhadap aspek bearing capacity
dan kekuatan material pondasi.
(2) Persyaratan penting pada pondasi semi dalam dan dalam :
a) Tiang harus diperhitungkan sebagai extension and compression pile.
b) Tiang harus mampu menerima gaya vertikal dan horisontal.
c) Dimensi dan kedalaman pondasi harus dihitung berdasarkan ketentuan
yang berlaku
Khusus untuk pemancangan tiang pondasi pada batuan harus menggunakan
hydraulic hammer dengan kapasitas > 12 ton atau yang setara.
4) Settlement
Penurunan pondasi yang terjadi baik immediate maupun consolidation settlement
harus tidak mengakibatkan keruntuhan dari struktur bangunan itu sendiri
maupun struktur bangunan yang sudah ada disekitarnya.
Differential settlement antar pondasi tidak boleh terjadi. Bila tetap terjadi differential
settlement maka besar amplitudo yang diijinkan untuk jenis struktur rumah tinggal
sebesar 0,002 – 0,003 setengah bentang bangunan (s).

b. Penentuan Jenis Pondasi :


Lihat Tabel Jenis Pondasi Berdasarkan Zoning Gempa dan Karakteristik Tanah/
Batuan dan Tabel Jenis Pondasi.
1) Tanah Berkohesi
a. Untuk Bangunan Gedung < Rumah Tinggal

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 44 dari 66
Zona Gempa 3 dan 4
a)
Jenis Pondasi : A.1.a. (Pondasi menerus batu kali)
A.2.a.( Pondasi setempat batu kali)
b) Zona Gempa 6
Jenis Pondasi :
A.1.b ( Pondasi menerus beton )
A.2.b. (Pondasi setempat beton
b. Untuk Bangunan Gedung Bertingkat Lebih dari 3 lantai
a) Zona Gempa 3 dan 4
Jenis Pondasi :
B.1. Mikropile/minipile
B.2. (Tiang Bor Beton)
B.3. (Sumuran/ Caisson)
C.1.c (Tiang pancang beton tanpa mandrel)
b) Zona Gempa 6
Jenis Pondasi :
C.1.b (Tiang Pancang Beton)
C.2.a. (Tiang Bor Beton)
2) Tanah Tak Berkohesi
(1) Untuk Bangunan Gedung < 2 lantai termasuk Rumah Tinggal
a) Zona Gempa 3 dan 4
Jenis Pondasi :
A.1.a. (Pondasi menerus batu kali)
A.2.a.( Pondasi setempat batu kali)
b) Zona Gempa 6
Jenis Pondasi :
A.1 .b( Pondasi menerus beton )
A.2.b. (Pondasi setempat beton)

(2) Untuk Bangunan Gedung Bertingkat Lebih dari 3 lantai


a) Zona Gempa 3 dan 4
Jenis Pondasi:
B.1. (Mikropile/minipile) atau
B.2.a. (Tiang Bor Beton)
b) Zona Gempa 5 dan 6
Jenis Pondasi C.1.e. ( Tiang Pancang Baja Profil dgn Beton)
3) Batuan
(1) Untuk Bangunan Gedung < 2 lantai termasuk Rumah Tinggal
a) Zona Gempa 3 dan 4
Jenis Pondasi :
A.1.a. (Pondasi menerus batu kali)
A.2.a.( Pondasi setempat batu kali)
b) Zona Gempa 6 , dengan percepatan maksimum di batuan 0,30g
Jenis Pondasi :
A.1.b ( Pondasi menerus beton)
A.2.b. (Pondasi setempat beton)
(2) Untuk Bangunan Gedung Bertingkat Lebih dari 3 lantai
a) Zona Gempa 3 dan 4
Jenis Pondasi C.1.a (Tiang Pancang Baja)
b) Zona Gempa 5 dan 6

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 45 dari 66
Jenis Pondasi :
C.1.d. (Tiang Pancang Pipa Baja)
C.2.b.( Tiang Baja/ Beton dipancang pada lapisan batu yang sudah dibor
kemudian digrouting)

c. Metode Perbaikan Tanah


Lihat Tabel Metode Perbaikan Tanah.
Metode perbaikan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
- Jenis Tanah
- Kualifikasi Kontraktor
- Waktu pelaksanaan dan berfungsinya metode terkait
- Dampak Terhadap Lingkungan
- Biaya Relatif

Perbaikan tanah perlu dilakukan apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat
ditinjau dari aspek daya dukung dan stabilitasnya.
1) Tanah Cohesive
Beberapa alternatif perbaikan tanah yang tepat untuk jenis tanah cohesive (silt, clay)
:
(1). Preloading dan surcharge.
(2). Preloading yang dikombinasikan dengan vertical drain.
(3). Preloading yang dikombinasikan dengan metode electro osmose.
(4). Stone Column, Cement column, Lime Column.
(5). Pembekuan air tanah (freezing).
(6). Dynamic compaction dengan atau tanpa drainase horisontal.
(7). Substitution yaitu mengganti tanah yang jelek dengan yang lebih memenuhi
syarat Ketebalan tanah yang diganti harus mengacu pada zona aktif. Untuk
tanah swelling yang diganti setebal zona kembang susut, untuk peat lapisan
tanah yang diganti setebal lapisan tanah yang mengalami σ = 0.
(8). Metode lainnya yang sesuai, dengan tidak menutup kemungkinan adanya
metode yang lebih baru.
2) Tanah Non Cohesive
Beberapa alternatif perbaikan tanah yang tepat untuk jenis tanah non cohesive (sand,
gravel):
(1) Preloading dan surcharge.
(2) Preloading dikombinasikan dengan electro osmose.
(3) Electro consolidation
(4) Stone Column
(5) Freezing.
(6) Dynamic Compaction.
(7) Pemadatan dengan cara peledakan (explosive).
(8) Metode pemadatan getar (vibroflotation)
(9) Displacement by explosives
(10) Metoda injeksi atau mempenetrasikan sesuatu zat/ material kedalam tanah
(impregnation)
(11) Metode lainnya yang sesuai, dengan tidak menutup kemungkinan adanya
metode yang lebih baru.
3) Batuan
Beberapa alternatif perbaikan tanah yang tepat untuk jenis tanah batuan :
(1) Shotcrete yaitu menyemprotkan beton sebagai lapisan perlindungan pada
bahan pondasi yang sensitive. Ketebalan shotcrete normalnya 2-3 in.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 46 dari 66
(2) Lean concrete atau slush grouting
a) Slush grouting digunakan untuk melapisi dan melindungi permukaan
batuan. Bahan untuk grouting adalah campuran cemen dan pasir.
Campuran ini dimasukkan dalam retak-retak batuan.
b) Perlindungan dengan menggunakan slush grouting dan lean concrete
dibatasi pada permukaan horinsontal dan kemiringan kurang dari 450.
(3) Plastic Sheeting.
Lembaran plastik seperti polyethylene, diletakkan di atas permukaan pondasi
untuk mencegah aliran air permukaan ke dalam batuan. Lembaran-
lembaran plastik diterapkan pada lereng dengan sudut kemiringan yang
redah, dan tidak diterapkan lereng yang curam.
(4) Bituminous Coating
Bituminous atau semprotan aspal yang digunakan terdiri dari campuran
aspal dan minyak tanah yang didestilasi. Bituminous coating ( = pelapisan
bituminous) tidak tahan lama dan biasanya tidak efektif lagi bila sudah
lebih dari 2 – 3 hari.
(5) Resin Coating
Jenis resin sintetis dibuat untuk digunakan sebagai lapisan pelindung untuk
batuan, beton atau bangunn dari batu. Bentuknya berupa selaput /
membrane dengan permeabilitas rendah jika disemprotkan pada permukaan.
Membrane yang terbentuk melindungi batuan dari udara dan air
permukaan.
(6) Perkuatan Batuan ( = Reinforcement Rock)
Digunakan untuk menahan stabilitas struktur yang didirikan di atas
batuan.Perkuatan batuan dengan menggunakan rock bolts, rock anchor rock
tendon). Perkuatan batuan dapat mengurangi pergerakan struktur atau
translasi.
(7) Consolidation grouting
Consoildation grouting adalah penyuntikkan semen ke dalam masa batuan
untuk meningkatkan modulus deformasi dan atau kekuatan geser.
Consolidation grouting diterapkan pada masa batuan yang memiliki fraktur
(retak) yang banyak dengan jumlah open joint yang dominan.
(8) Slope Geometry.
Mengurangi ketinggian lereng dan atau sudut kemiringan dapat
mengurangi gaya-gaya yang bekerja.
(9) Dewatering
a) Internal drain : Pemasangan internal drain dapat mengurangi tinggi muka
air tanah dalam lereng.
b) External Drain : saluran drainase permukaan atau eksternal direncanakan
untuk mengumpulkan aliran air permukaan dan membuangnya dari
lereng sebelum meresap kedalam masa batuan.
(10) Rock Anchor
(11) Perlindungan Terhadap Erosi
Metode ini untuk mencegah kehilangan masa batuan yang disebabkan proses
pelapukan, caranya dengan shotcrete.
(12) Toe Berms
Toe berms membuktikan tahanan pasif dapat meningkatkan stabilitas lereng
yang mempunyai potensi bidang runtuh.
(13) Metode lainnya yang sesuai, dengan tidak tutup kemungkinan ada metode
baru.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 47 dari 66
2.1.6. Keandalan Struktur
Bangunan Gedung (BG) dan Rumah Tinggal (RT) yang dibangun di Kabupaten
Nias harus mempunyai keandalan struktur dengan pertimbangan Keselamatan Struktur
dan Kemungkinan Keruntuhan Struktur.
a. Keselamatan Struktur
1) Keselamatan struktur tergantung kepada keandalan struktur tersebut terhadap
gaya-gaya yang dipikulnya akibat berat sendiri, beban perilaku manusia, maupun
beban yang diakibatkan perilaku alam
2) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan
pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam
Pedoman/ Petunjuk Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan.
3) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai
rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sehingga bangunan
gedung selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur
4) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala sesuai
klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang
memiliki sertifikasi sesuai. Adanya pengaruh dari lingkungan yang bersifat
merugikan (misalnya korosi) dimana struktur BG dan RT berada perlu
diperhitungkan dalam analisa keandalan.

b. Keruntuhan Struktur
1) Keruntuhan struktur adalah diakibatkan oleh ketidakandalan suatu sistem atau
komponen struktur untuk memikul beban sendiri, beban yang didukungnya akibat
perilaku manusia, dan atau beban yang diakibatkan perilaku alam.
2) Ketidakandalan struktur akibat beban sendiri dan atau beban yang didukungnya
disebabkan oleh karena umur bangunan yang secara teknis telah melebihi umur
yang direncanakan, atau karena dilampauinya beban yang harus dipikulnya sesuai
rencana sebagai akibat berubahnya fungsi bangunan atau kesalahan
pemanfaatannya, atau adanya pengaruh lingkungan yang bersifat merugikan,
seperti lingkungan yang korosif.
3) Ketidakandalan akibat beban perilaku alam dan atau manusia dapat diakibatkan
oleh adanya kebakaran, gempa, maupun bencana lainnya.
4) Untuk mencegah terjadinya keruntuhan yang tidak diharapkan, pemeriksaan
keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/
petunjuk teknis yang berlaku.

2.1.7. Pemeriksaan dan Perkuatan Bangunan Setelah Adanya Gempa


1) Setelah terjadinya suatu gempa semua struktur BG dan RT yang masih berdiri
harus diperiksa dan dievaluasi secara visual yang meliputi materialnya,
kondisinya, sambungan-sambungannya dan besarnya pergeseran serta kesatuan
struktur elemen-elemen struktur pemikul bebannya. Apabila hasil pemeriksaan
visual dirasakan belum memadai, maka perlu dilakukan pengetesan lebih lanjut
(misalnya non-destructive testing) untuk mendapatkan data kerusakan akibat gempa
yang lebih akurat.
2) Khusus untuk keperluan pemeriksaan kerusakan bangunan beton bertulang setelah
terjadinya gempa dapat mengacu kepada pedoman teknis pemeriksaan awal
kerusakan bangunan beton bertulang akibat gempa, Pd T-11-2004-C.
3) Dari hasil pemeriksaan dilanjutkan dengan evaluasi kekuatan struktur BG dan RT
dengan memakai kapasitas elemen yang ada. Apabila hasil evaluasi struktur BG
dan RT menunjukkan kekuatan struktur BG dan RT yang ada masih mampu
memikul beban akibat berat sendiri, beban akibat perilaku manusia, dan atau beban
yang diakibatkan perilaku alam (termasuk gempa), maka struktur BG dan RT

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 48 dari 66
dinyatakan memenuhi persyaratan keamanan tanpa perlu adanya perkuatan
struktur.
4) Sebaliknya apabila dari hasil evaluasi struktur BG dan RT menunjukkan bahwa
kekuatan struktur BG dan RT yang ada, tidak mencukupi untuk memikul beban
akibat berat sendiri, beban akibat perilaku manusia, dan atau beban yang
diakibatkan perilaku alam (termasuk gempa), maka perlu diadakan perkuatan
struktur.
5) Perkuatan struktur BG dan RT dapat dilakukan dengan menghubungkan elemen-
elemen struktur yang ada dan atau dengan menambah elemen-elemen struktur
baru untuk memperbaiki aliran beban (load path) dan meningkatkan kekuatan
struktur BG dan RT sampai ketingkat yang disyaratkan

2.1.8. Demolisi Struktur


a Kriteria Demolisi
Demolisi struktur dilakukan apabila :
1) Struktur banguan sudah tidak andal, dan kerusakan struktur sudah tidak
memungkinkan lagi untuk diperbaiki karena alasan teknis dan atau ekonomis,
serta dapat membahayakan pengguna bangunan, masyarakat dan lingkungan
2) Adanya perubahan peruntukan lokasi/ fungsi bangunan, dan secara teknis
struktur bangunan tidak dapat dimanfaatkan lagi
b Prosedur dan Metoda Demolisi
1) Prosedur, metoda dan rencana demolisi struktur harus memenuhi persyaratan
teknis untuk pencegahan korban manusia dan untuk mencegah kerusakan serta
dampak lingkungan.
2) Penyusunan prosedur, metoda dan rencana demolisi struktur harus dilakukan atau
didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikat yang sesuai.

2.1.9. Acuan yang Dipakai


1) Pemeriksaan awal kerusakan bangunan beton bertulang akibat gempa No : Pd T-
11-2004-C, Kategori : Pedoman Teknik
Petunjuk teknis ini digunakan untuk memeriksa dan mengevaluasi kerusakan
bangunan beton bertulang atau bangunan dinding pemikul yang mengalami
kerusakan akibat gempa.
2) Perancangan komponen arsitektural, mekanikal dan elektrikal terhadap beban
gempa. No : Pd T-12-2004-C, Kategori : Pedoman Teknik
Pedoman ini meliputi persyaratan pada perancangan komponen arsitektural,
mekanikal, dan elektrikal dengan batasan sebagai berikut : i. berat komponen
sekunder dibatasi di bawah 20 persen dari berat mati total lantai yang dibebani; ii.
berat komponen sekunder dibatasi di bawah 10 persen dari berat mati total
strukturnya. Untuk komponen sekunder yang beratnya melebihi tersebut di atas
harus dihitung secara tersendiri, dan tidak termasuk yang diatur dalam petunjuk
teknis ini.
3) Perbaikan kerusakan bangunan sederhana berbasis dinding pasangan pasca
kebakaran. No : Pd T-13-2004-C, Kategori : Pedoman Teknik.
Petunjuk teknis ini memberikan penjelasan cara perbaikan bangunan sederhana
berbasis dinding pasangan yang mengalami kerusakan ringan hingga kerusakan
berat akibat peristiwa gempa atau mengalami kerusakan sejenis akibat peristiwa
selain gempa.
4) Pendetailan konstruksi rumah tinggal sederhana tahan gempa berbasis pasangan.
No : Pd T-14-2004-C, Kategori : Pedoman Teknik.
Petunjuk teknis ini berisi pendetailan konstruksi rumah tinggal sederhana tidak
bertingkat tahan gempa dengan pemikul beton bertulang atau pasangan.

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 49 dari 66
5) Tata Cara Perencanaan Rumah Sederhana Tahan Gempa No : Pt-T-02-2000-C,
Kategori : Petunjuk Teknik.
Tata cara ini merupakan salah satu langkah yang diperlukan dalam rangka
mengurangi resiko kerusakan.
6) Tata Cara Perbaikan Kerusakan Bangunan Perumahan Rakyat Akibat Gempa Bumi
No : Pt-T-04-2000-C, Kategori : Petunjuk Teknik
Tata cara ini digunakan mengembalikan bentuk arsitektur bangunan agar semua
peralatan / perlengkapan dapat berfungsi kembali.
7) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung. No : SNI 03-
1726-2002, Kategori : SNI.
Tata cara ini digunakan untuk menentukan syarat-syarat perencanaan struktur
gedung secara umum dan untuk penentuan pengaruh gempa rencana untuk
struktur-struktur bangunan rumah dan gedung
8) Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung No : SNI 03-1727-
1989, Kategori : SNI.
Tata cara ini digunakan untuk memberikan beban yang diijinkan untuk rumah dan
gedung, termasuk beban-beban hidup untuk atap miring, gedung parkir bertingkat
dan landasan helikopter pada atap gedung tinggi dimana parameter-parameter
pesawat helikopter yang dimuat praktis sudah mencakup semua jenis pesawat
yang biasa dioperasikan. Termasuk juga reduksi beban hidup untuk perencanaan
balok induk dan portal serta peninjauan gempa, yang pemakaiannya optional,
bukan keharusan, terlebih bila reduksi tersebut membahayakan konstruksi atau
unsur konstruksi yang ditinjau.
9) Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur Dinding Bertulang Untuk
Rumah dan Gedung No : SNI 03-1734-1989, Kategori : SNI.
Tata cara ini digunakan untuk mempersingkat waktu perencanaan berbagai bentuk
struktur yang umum dan menjamin syarat-syarat perencanaan tahan gempa untuk
rumah dan gedung yang berlaku.
10) Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung No : SNI 03-2847-
1992, Kategori : SNI.
11) Tata Cara Teknik Perencanaan Dinding Struktur Pasangan Balok Beton Berongga
Bertulang untuk Bangunan Rumah dan Gedung No : SNI 03-3430-1994, Kategori :
SNI.
12) Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Bangunan Gedung No : SNI 03-1729-2002,
Kategori : SNI.

BAGIAN III
TATA PELAKSANAAN

3.1 PEMBANGUNAN
• Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan
dan pelaksanaan serta pengawasannya
• Pembangunan bengunan gedung dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri
maupun di tanah milik pihak lain

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 50 dari 66
• Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain dilakukan
berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik bangunan
gedung
• Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis
bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk Iain
Mendirikan Bangunan (IMB), kecuali bangunan gedung dengan fungsi khusus
• Tata cara pengesahan rencana teknis bangunan gedung akan diatur lebih lanjut
dalam Perda.

3.1.1 PENYELENGGARAAN
• Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran
• Penyelenggara bangunan gedung berkewajiban mememuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan
gedung
a. Persyaratan administratif meliputi :
• Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah
• Status kepemilikan bangunan gedung
• Izin mendirikan bangunan gedung
b. Persyaratan teknis meliputi :
• Persyaratan tata bangunan
• Persyaratan keandalan bangunan
• Penyelenggara bangunan gedung terdiri dari atas pemilik bangunan
gedung, penyedia jasa konstruksi dan pengguna bangunan gedung
• Pemilik bangunan gedung yang belum dapat memenuhi persyaratan
administratif dan teknis, tetap harus memenuhi ketentuan tersebut
secara bertahap
• Pelaksanaan pentahapan pemenuhan ketentuan tersebut diatas
disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat

1. Pemilik Bangunan Gedung


adalah orang, badan hukum, kelompok orang atau perkumpulan yang
menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung

2. Pengguna Bangunan Gedung


adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan
gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung
yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau
menggunakan bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang
ditetapkan

3. Penyedia Jasa Konstruksi


adalah orang perseorangan atau badan usaha yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa konstruksi

3.1.2 PERENCANAAN
• Perencanaan adalah kegiatan penyusunan rencana teknis bangunan
gedung sesuai dengan fungsinya dan persyaratan teknis yang
ditetapkan, dipakai sebagai pedoman pelaksanaan dan pengawasan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 51 dari 66
• Setiap perencanaan bangunan gedung selain harus memenuhi
persyaratan teknis yang berlaku, juga harus mempertimbangkan segi
keamanan, keselamatan, keserasian bangunan dan lingkungan baik dari
segi arsitektur, konstruksi, instalasi dan perlengkapan bangunan
termasuk keamanan dalam pencegahan penanggulangan kebakaran
• Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata
bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung
• Persyaratan tata bangunan dalam perencanaan bangunan gedung
meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
arsitektur bangunan gedung dan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan
• Persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan
• Perencanaan bangunan gedung harus dilakukan dan
dipertanggungjawabkan oleh para ahli yang memiliki surat izin bekerja
yang ditetapkan oleh Bupati, sesuai bidangnya masing-masing terdiri
dari :
a. Perancang arsitektur bangunan gedung
b. Perencana struktur bangunan gedung
c. Perencana instalasi dan perlengkapan bangunan gedung

3.1.3 PELAKSANAAN
1. Pendirian
• Pelaksanaan kegiatan membangun harus sesuai dengan persyaratan
yang tercantum dalam izin membangun
• Setiap kegiatan membangun harus menjaga keamanan, keselamatan
bangunan dan lingkungan serta tidak boleh mengganggu ketentraman
dan keselamatan masyarakat sekitarnya
• Setiap bangunan yang berdiri harus memenuhi persyaratan teknis,
keamanan, keselamatan, keserasian bangunan, lingkungan, baik dari
segi arsitektur, konstruksi, instalasi dan perlengkapan bangunan serta
memudahkan pengamanan dan pemeliharaan bangunan
2. Perbaikan
• Kegiatan memperbaiki dalam rangka pemeliharaan bangunan yang
tidak merubah ukuran, bentuk dan/atau penggunaannya, maka
pemilik harus mengajukan surat pemberitahuan secara tertulis kepada
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, dilengkapi dengan surat-surat
lainnya sesuai ketentuan
• Untuk kegiatan perbaikan bangunan yang mengakibatkan perubahan
ukuran, bentuk atau penggunaannya dari izin semula, maka pemilik
bangunan harus mengajukan permohonan izin perubahan bangunan
sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku
3. Penambahan
• Untuk kegiatan penambahan bangunan yang mengakibatkan
perubahan ukuran, bentuk atau penggunaannya dari izin semula,
maka pemilik bangunan harus mengajukan permohonan izin
perubahan bangunan sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku
4. Perubahan
• Untuk kegiatan perubahan bangunan yang mengakibatkan perubahan
ukuran, bentuk atau penggunaannya dari izin semula, maka pemilik

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 52 dari 66
bangunan harus mengajukan permohonan izin perubahan bangunan
sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku
5. Pemugaran Konstruksi
a. Bangunan Gedung
• Kegiatan pemugaran konstruksi dalam rangka pemeliharaan
bangunan gedung yang tidak merubah ukuran, bentuk dan/atau
penggunaannya, maka pemilik harus mengajukan surat
pemberitahuan secara tertulis kepada Bupati atau

Pejabat yang ditunjuk, dilengkapi dengan surat-surat lainnya sesuai


ketentuan
• Untuk kegiatan pemugaran bangunan gedung yang mengakibatkan
perubahan ukuran, bentuk atau penggunaannya dari izin semula,
maka pemilik bangunan harus mengajukan permohonan izin
perubahan bangunan sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku
b. Instalasi
• Instalasi bangunan gedung meliputi instalasi listrik, penangkal
petir, instalasi tata udara gedung, instalasi transportasi dalam
gedung, instalasi plambing dan air buangan, instalasi kominikasi
dalam gedung, instalasi gas, instalasi lain
• Pengkajian teknis instalasi bangunan gedung merupakan
kegiatan pendataan, pengukuran, pengamatan dan penelitian
teknis dan/atau pengetesan dan/atau penelitian laboratories
untuk memberikan penilaian terhadap :
a. beban yang bekerja pada sistem instalasi
b. sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
serta penyelamatan-evakuasi terhadap penghuni bangunan
c. sistem pencegahan dan penanggulangan pencemaran
lingkungan bila diperlukan
d. kemampuan pelayanan sistem instalasi bangunan gedung
e. pengoperasian sistem instalasi secara teratur
• Terhadap bangunan yang terdapat kelainan dan/atau kegagalan
sistem instalasi, pengkajian teknis harus dilengkapi dengan :
a. evaluasi terhadap kelayakan instalasi bangunan gedung
b. rencana perbaikan instalasi bila diperlukan

c. Perlengkapan Bangunan
• Pengkajian teknis perlengkapan bangunan gedung merupakan
kegiatan pendataan, pengukuran, pengamatan dan penelitian
teknis dan/atau pengetesan dan/atau penelitian laboratories
untuk memberikan penilaian terhadap :
a. beban yang bekerja pada perlengkapan bangunan
b. sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
serta penyelamatan-evakuasi terhadap penghuni bangunan
c. sistem pencegahan dan penanggulangan pencemaran
lingkungan bila diperlukan
d. kemampuan pelayanan sistem perlengkapan bangunan
e. pengoperasian sistem perlengkapan bangunan secara
teratur

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 53 dari 66
• Terhadap bangunan yang terdapat kelainan dan/atau kegagalan
perlengkapan bangunan, pengkajian teknis harus dilengkapi
dengan :
a. evaluasi terhadap kelayakan perlengkapan bangunan
b. rencana perbaikan perlengkapan bangunan bila diperlukan

3.1.4 PENGAWASAN
Adalah kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung
mulai dari penyiapan lapangan sampai penyerahan hasil akhir pekerjaan atau
kegiatan manajemen konstruksi pembangunan gedung
1. Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
• Petugas Pemerintah Daerah berwenang :
a. Memasuki dan memeriksa tempat pelaksanaan pekerjaan
mendirikan bangunan setiap saat pada jam kerja
b. Memeriksa apakah bahan bangunan yang digunakan sesuai
dengan peraturan atau standar yang berlaku
c. Memerintahkan menyingkirkan bahan bangunan yang ditolak
setelah pemeriksaan, demikian pula alat-alat yang dianggap
berbahaya serta merugikan kesehatan/keselamatan untuk
peerjaan tersebut
• Pelaksanaan kegiatan membangun harus sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam izin mendirikan bangunan (IMB)
• Setiap pelaksanaan kegiatan membangun harus menjaga dan
memperhatikan keselamatan, kebersihan, keamanan bangunan dan
lingkungan serta mencegah dan penanggulangan bahaya kebakaran,
antara lain menyediakan alat pemadam api ringan (APAR)
• Kegiatan membangun yang menimbulkan polusi udara atau suara
serta menghasilkan limbah padat ataupun cair tidak boleh
mengganggu lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• Pemilik IMB wajib memberitahukan kepada Pemerintah Daerah saat
selesai seluruh pekerjaan mendirikan bangunan
• Bila pekerjaan mendirikan bangunan telah selesai dilaksanakan
sesuai IMB, Pemerintah Daerah memberikan surat keterangan
tentang selesainya pekerjaan mendirikan bangunan kepada pemilik
IMB
2. Manajemen Konstruksi Pembangunan
• Setiap pelaksanaan kegiatan membangun harus terlebih dahulu
memiliki izin mendirikan bangunan (IMB)
• Pelaksanaan kegiatan membangun non rumah tinggal harus
dilakukan oleh oleh pemborong dan diawasi oleh pengawas
pelaksana
• Pengawas pelaksana pekerjaan mendirikan bangunan adalah
perorangan atau badan hukum
• Apabila pengawas pelaksana pekerjaan mendirikan bangunan
adalah perorangan, kepadanya diwajibkan memiliki izin berkerja
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
• Pengawas pelaksana pekerjaan mendirikan bangunan melaksanakan
perintah dan bertanggungjawab kepada perencana bangunan dan
pemilik IMB

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 54 dari 66
• Tugas dan tanggungjawab pengawas pekerjaan mendirikan
bangunan tidak dapat dipindah alihkan kepada pihak lain dengan
bentuk atau cara apapun tanpa persetujuan dari pihak penerima IMB
• Dilokasi proyek harus selalu tersedia fotocopi dokumen yang
menyangkut pelaksanaan kegiatan membangun meliputi :
a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
b. Lampiran IMB berupa gambar arsitektur, gambar struktur,
gambar instalasi bangunan serta surat keterangan rencana tata
ruang
c. Penunjukan pemborong dan petugas pengawas untuk
bangunan non rumah tinggal
d. Jadwal pelaksanaan kegiatan membangun
e. Buku monitoring pelaksanaan bagi petugas pengawas untuk
bangunan non rumah tinggal
• Setiap tenaga kerja pada kegiatan pelaksanaan pembangunan
diwajibkan untuk menggunakan perlengkapan keselamatan kerja
sesuai ketentuan yang berlaku

3.2 PEMANFAATAN
Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung
sesuai fungsinya yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan,
perawatan dan pemeriksaan secara berkala

3.2.1 PERSYARATAN LAIK FUNGSI


• Laik fungsi adalah berfungsinya seluruh bangunan gedung yang dapat
menjamin dipenuhinya persyaratan tata bangunan, persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan
gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan
• Suatu bangunan gedung dinyatakan laik fungsi apabila telah dilakukan
pengkajian teknis terhadap pemenuhan seluruh persyaratan teknis
bangunan gedung dan Pemerintah Daerah mengesahkannya dalam
bentuk Sertifikat Lain Fungsi (SLF)

3.2.2 PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS


• Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrasi
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan
• Persyaratan administrasi meliputi status hak atas tanah dan/atau izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, status kepemilikan
bangunan gedung dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
• Persyaratan teknis yaitu persyaratan mengenai ketentuan planologis,
struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan
dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun termasuk
perlengkapan prasarana dan sarana lingkungannya
• Persyaratan administrasi dan teknis untuk bangunan gedung adat,
bangunan gedung semi permanent, bangunan gedung darurat dan
bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kondisi social dan
budaya setempat

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 55 dari 66
3.2.3 PEMELIHARAAN, PERAWATAN DAN PEMERIKSAAN
• Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung
beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi
• Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana
dan sarananya agar bangunan gedung tetap laik fungsi
• Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh
atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan
dan/atau prasarana dan sarana dalam tenggang waktu tertentu guna
menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung
• Pemilik, penghuni dan atau pemakai bangunan berkewajiban
melakukan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, halaman
dan pagar halaman secara berkala agar kebersihan dan keindahan
lingkungan tetap terjamin
• Khusus bangunan umum selain kewajiban tersebut diatas juga
dilakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kelaikan fungsinya
• Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh tenaga/konsultan ahli yang
telah diakreditasi setiap 5 (lima) tahun sekali
• Pemeliharaan dan perawatan bangunan-bangunan cagar budaya diatur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• Pemerintah Daerah mengadakan penelitian atas hasil pemeriksaan
berkala tersebut meliputi persyaratan administrasi maupun teknis
• Pemerintah Daerah memberikan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) apabila
bangunan diperiksa telah memenuhi persyaratan administrasi dan
teknis
• Dalam rangka pengawasan pemanfaatan bangunan, petugas
Pemerintah Daerah dapat meminta kepada pemilik bangunan untuk
memperlihatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
• Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan bangunan
apabila pemanfaatannya tidak sesuai dengan Sertifikat Laik Fungsi
(SLF)
• Dalam hal terjadi pada ketentuan diatas, maka setelah diberikan
peringatan tertulis serta apabila dalam waktu yang ditetapkan
penghuni tetap tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Bupati akan mencabut Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang telah diterbitkan

3.3 PELESTARIAN
3.3.1 PERLINDUNGAN
• Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus
dilindungi
• Penetapan bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi,
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan
memperhatikan ketentuan perundang-undangan
• Bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dapat berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang
berumur paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 56 dari 66
nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, termasuk
nilai arsitektur dan teknologinya
• Pelaksanaan perbaikan, pemugaran serta pemeliharaan atas bangunan
gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak
mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya
• Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan
lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi
dan/atau karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
• Ketentuan mengenai pelindungan serta teknis pelaksanaan perbaikan,
pemugaran dan pemanfaatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Daerah

3.3.2 PELESTARIAN
• Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran serta pemeliharaan
bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan
keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan
keadaan menurut periode yang dikehendaki
• Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus
dilestarikan
• Penetapan bangunan gedung dan lingkungan yang dilestarikan,
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan
memperhatikan ketentuan perundang-undangan
• Bangunan gedung dan lingkungan yang dilestarikan dapat berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang
berumur paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai
nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, termasuk
nilai arsitektur dan teknologinya
• Pelaksanaan perbaikan, pemugaran serta pemeliharaan atas bangunan
gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak
mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya
• Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan
lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi
dan/atau karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
• Ketentuan mengenai pelestarian serta teknis pelaksanaan perbaikan,
pemugaran dan pemanfaatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Daerah

3.3.3 PELAKSANAAN PERBAIKAN


• Pelaksanaan perbaikan atas bangunan gedung dan lingkungannya
hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau
karakter cagar budaya yang dikandungnya
• Perbaikan bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang
dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar
budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 57 dari 66
• Ketentuan serta teknis pelaksanaan perbaikan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Daerah

3.3.4 PEMUGARAN
• Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran serta pemeliharaan
bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan
keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan
keadaan menurut periode yang dikehendaki
• Pelaksanaan pemugaran atas bangunan gedung dan lingkungannya
hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau
karakter cagar budaya yang dikandungnya
• Pemugaran bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang
dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar
budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
• Ketentuan serta teknis pelaksanaan pemugaran diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Daerah

3.3.5 PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN CAGAR


BUDAYA
• Ketentuan mengenai pemanfaatan bangunan gedung dan
lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah
• Pemanfaatan bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan harus
dilakukan dengan memperhatikan nilai sejarah dan keaslian bentuk
serta pengamanannya sehingga sesuai dengan fungsi semula atau
dapat dimanfaatkan sesuai potensi pengembangan lain yang lebih tepat
berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Pemerintah
• Pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang
dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar
budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan

3.4 PEMBONGKARAN
Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau
sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana dan
sarananya

3.4.1 PERSYARATAN PEMBONGKARAN


• Bangunan gedung dapat dibongkar apabila :
a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki
b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung
dan/atau lingkungannya
c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan
• Bangunan gedung yang dapat dibongkar ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah berdasarkan hasil kajian teknis yang dilaksanakan secara
professional, independent dan objektif
• Pengkajian teknis bangunan gedung untuk rumah tinggal dilakukan
oleh pengkaji teknis dan pengadaannya menjadi kewajiban pemilik
bangunan gedung

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 58 dari 66
• Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas
terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan
berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang telah disetujui oleh
Pemerintah Daerah

3.4.2 TATA CARA PEMBONGKARAN


• Apabila pemilik bangunan akan membongkar atau merobohkan
bangunan, harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk
• Pemilik bangunan gedung pengajukan permohonan secara tertulis
untuk membongkar bangunannya, dengan menyebutkan tujuan dan
alasan serta melampirkan rencana teknis pembongkaran bangunan
gedung
• Rencana teknis pembongkaran bangunan gedung meliputi :
a. gambar-gambar rencana
b. gambar detail
c. rencana kerja dan syarat-syarat pelaksanaan pembongkaran
d. jadwal pelaksanaan
e. rencana pengamanan lingkungan
• Pelaksanaan pembongkaran yang memakai peralatan berat dan/atau
bahan peledak harus dilaksanakan oleh penyedia jasa pembongkaran
bangunan gedung yang telah mendapatkan sertifikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan

3.5 HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENGGUNA BANGUNAN GEDUNG


3.5.1 HAK PEMILIK DAN PENGGUNA
• Mengetahui tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung
• Mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas
bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan
dibangun
• Mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan
bangunan gedung
• Mendapatkan keterangan tentang ketentuan bangunan gedung yang
laik fungsi
• Mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau
lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan
• Mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis
bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan
• Melaksanakan pembangunan gedung sesuai dengan perizinan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
• Mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan
yang dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah
• Mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dari Pemerintah Daerah karena bangunannya ditetapkan sebagai
bangunan yang dilindungi dan dilestarikan
• Mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari
Pemerintah Daerah
• Mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak
lain yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 59 dari 66
3.5.2 KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENGGUNA
• Menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya
• Memiliki izin mendirikan bangunan (IMB)
• Melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan rencana
teknis yang telah disahkan dan dilakukan dalam batas waktu berlaku
izin mendirikan bangunan
• Meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan rencana
teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap pelaksanaan
bangunan
• Memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya
• Memelihara dan/atau merawat bangunan gedung secara berkala
• Melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan
pemeliharaan bangunan gedung
• Melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi
bangunan gedung
• Memperbaiki bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi
• Membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi
dan tidak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya dalam
pemanfaatannya, atau tidak memiliki izin mendirikan bangunan,
dengan tidak mengganggu keselamatan dan ketertiban umum

3.6 PERAN MASYARAKAT


• Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung
• Peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, karena akhirnya hasil
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung adalah untuk kepentingan
seluruh lapisan masyarakat
• Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat
berbentuk :

3.6.1 MEMANTAU DAN MENJAGA KETERTIBAN PENYELENGGARAAN


• Apabila terjadi ketidaktertiban dalam pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung, masyarakat dapat
menyampaikan laporan, masukan dan usulan kepada Pemerintah
Daerah
• Setiap orang juga berperan dalam menjaga ketertiban dan memenuhi
ketentuan yang berlaku, seperti dalam memanfaatkan fungsi bangunan
gedung sebagai pengunjung pertokoan, bioskop, mal, pasar dan
pemanfaat tempat umum lain

3.6.2 MEMBERIKAN MASUKAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH


• Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman dan standar teknis di bidang
bangunan gedung
• Menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah
Daerah terhadap penyusunan rencana tata bangunan, rencana teknis

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 60 dari 66
bangunan gedung tertentu dan kegiatan penyelenggaraan yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
• Penyampaian pendapat dan pertimbangan dapat melalui tim ahli
bangunan gedung yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah atau melalui
forum dialog dan dengar pendapat publik
• Penyampaian pendapat tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang
bersangkutan ikut memiliki dan bertanggung jawab dalam penataan
bangunan dan lingkungannya

3.6.3 MELAKSANAKAN GUGATAN


• Melaksanakan gugutan perwakilan terhadap bangunan gedung yang
mengganggu, merugikan dan/atau membahayakan kepentingan
umum
• Gugatan perwakilan dapat dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan oleh perorangan atau kelompok orang yang
mewakili para pihak yang dirugikan akibat adanya penyelenggaraan
bangunan gedung yang mengganggu, merugikan atau membahayakan

3.7 PEMBINAAN
• Pembinaan dilakukan dalam rangka tata pemerintahan yang baik melalui
kegiatan pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan sehingga setiap
penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai
kendalan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya serta terwujudnya
kepastian hukum
• Pengaturan dilakukan dengan pelembagaan peraturan perundang-undangan,
pedoman, petunjuk dan standar teknis bangunan gedung sampai dengan di
daerah dan dioperasionalisasikan di masyarakat
• Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan yang terkait dengan
bangunan gedung dilakukan bersama-sama dengan masyarakat

3.7.1 PEMBINAAN BANGUNAN GEDUNG


• Pemerintah menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung secara
nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung
• Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan penyelenggaraan
bangunan gedung di daerah

3.7.2 PEMBINAAN PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG


• Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan penyelenggaran
bangunan gedung di daerah
• Pelaksanaan pembinaan oleh Pemerintah Daerah berpedoman pada
peraturan perundang-undangan tentang pembinaan dan pengawasan
atas Pemerintahan Daerah

3.7.3 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
• Pemberdayaan dilakukan terhadap para penyelenggara bangunan
gedung dan aparat Pemerintah Daerah untuk menumbuhkembangkan
kesadaran akan hak, kewajiban dan perannya dalam penyelenggaraan
bangunan gedung
• Pemberdayaan masyarakat yang belum mampu dimaksudkan untuk
menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 61 dari 66
bangunan gedung melalui upaya internalisasi, sosialisasi dan
pelembagaan di tingkat masyarakat
• Masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung
adalah masyarakat ahli, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan,
masyarakat pemilik dan pengguna bangunan gedung dan aparat
Pemerintah Daerah
3.8 SANKSI
• Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban
pemenuhan fungsi, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana
• Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan pemilik dan/atau pengguna
bangunan gedung dari kewajibannya memenuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan

3.8.1 BENTUK SANKSI


1. Sanksi administratif
• Sanksi administratif adalah sanksi yang diberikan oleh administrator
(Pemerintah Daerah) kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan
gedung tanpa melalui proses peradilan karena tidak terpenuhinya
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Sanksi administratif meliputi beberapa jenis, yang pengenaannya
bergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung

• Sanksi administratif dapat berupa :


a. peringatan tertulis
b. pembatasan kegiatan pembangunan
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan
gedung
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung, atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung

2. Sanksi pidana penyelenggaran bangunan gedung dapat berupa :


• Ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda
paling banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika
karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain
• Ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak 15 % (lima belas per seratus) dari nilai
bangunan, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain
sehingga cacat seumur hidup
• Ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak 20 % (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan, jika
karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain
• Dalam proses atas tindakan sanksi pidana tersebut diatas, hakim
memperhatikan pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 62 dari 66
3. Sanksi pidana bangunan gedung tidak laik fungsi dapat berupa :
• Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar
ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan, sehingga mengakibatkan bangunan tidak laik fungsi
dapat dipidana kurungan dan/atau pindana denda
• Pidana kurungan dan/atau denda meliputi :
a. Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak 1 % (satu per seratus) dari nilai bangunan
jika karena mengakibatkan kerugian harta orang lain
b. Pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak 2 % (dua per seratus) dari nilai bangunan
gedung jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang
lain sehingga menimbulkan cacat seumur hidup
c. Pidana kurungan paling lama 3 (dua) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak 3 % (tiga per seratus) dari nilai bangunan
gedung jika karenanya hilanya nyawa orang lain

3.8.2 TATA CARA PENGENAAN SANKSI


• Pengenaan sanksi tidak berarti membebaskan pemilik dan/atau
pengguna bangunan gedung dari kewjibannya memenuhi ketentuan
yang ditetapkan
• Selain pengenaan sanksi administratif, dapat dikenai sanksi denda
paling banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang
sedang atau telah dibangun
• Nilai bangunan dalam ketentuan sanksi adalah nilai keseluruhan suatu
bangunan pada saat sedang dibangun bagi yang sedang dalam proses
pelaksanaan konstruksi, atau nilai keseluruhan suatu bangunan gedung
yang ditetapkan pada saat sanksi dikenakan bagi bangunan gedung
yang telah berdiri
• Jenis pengenaan sanksi ditentukan oleh berat dan ringannya
pelanggaran yang dilakukan

3.9 PERIJINAN
3.9.1 PEMBERIAN IZIN BANGUNAN
• Izin bangunan diberikan atas keputusan Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk
• Pemerintah Daerah dapat memberikan izin untuk :
a. Mendirikan bangunan-bangunan yang sesuai dengan Peraturan
Daerah
b. Mendirikan bangunan-bangunan permanent
c. Mendirikan bangunan-bangunan sementara yang diperlukan
dalam pelaksanaan suatu pembangunan selama kegiatan pekerjaan
itu dilaksanakan

3.9.2 TIDAK DIPERLUKAN IZIN BANGUNAN


Izin Bangunan tidak diperlukan dalam hal :
• Bangunan bedeng atau direksi keet
• Pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan bangunan

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 63 dari 66
• Membuat lubang ventilasi, penerangan dan lain sebagainya yang
luasnya tidak lebih 1 meter persegi dengan sisi terpanjang mendatar
tidak lebih dari 2 meter
• Pendirian bangunan-bangunan yang tidak permanent untuk
pemeliharaan binatang-binatang jinak atau tanaman-tanaman,
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah yang ada serta
dengan syarat-syarat :
a. Ditempatkan di halaman belakang
b. Luas tidak melebihi 10 (sepuluh) meter persegi dan tingginya tidak
lebih dari 2 (dua) meter
• Membuat kolam hias, taman dan patung, tiang bendera di halaman/
pekarangan rumah
• Membongkar bagian-bagian bangunan yang menurut pertimbangan
Kepada Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak membahayakan
• Membongkar bangunan yang termasuk dalam kelas tidak permanent
• Mendirikan bangunan sementara yang pendiriannya telah memperoleh
izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk

3.9.3 LARANGAN MENDIRIKAN/MENGUBAH BANGUNAN


• Dilarang mendirikan bangunan :
a. Tidak mempunyai izin tertulis dari Pemerintah Daerah (IMB)
b. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat lebih
lanjut dari surat izin mendirikan bangunan
c. Menyimpang dari rencana pembangunan yang menjadi dasar
pemberian izin bangunan
• Menyimpang dari peraturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan
dalam peraturan tentang bangunan gedung
• Mendirikan bangunan-bangunan diatas tanah orang lain tanpa izin
pemiliknya atau kuasanya yang sah

3.9.4 PERMOHONAN IZIN BANGUNAN


• Setiap kegiatan membangun bangunan harus memiliki IMB terlebih
dahulu dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
• Permohonan izin membangun dan/atau kelaikan fungsi bangunan
diajukan secara tertulis oleh Pemohon kepada Bupati, dengan mengisi
formulir yang tersedia dan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. Untuk bangunan Rumah Tinggal :
1. Fotocopi Kartu Tanda Penduduk ( … lembar)
2. Fotocopi surat-surat tanah (…. set)
3. Keterangan peta rencana tata ruang/advis planning (….
set)
4. Gambar rancangan arsitektur bangunan (…. set)
5. Fotocopy surat izin bekerja sebagai penanggungjawab
arsitektur, kecuali untuk bangunan rumah sederhana/kecil
dan rumah sedang (… lembar)
6. Perhitungan dan gambar struktur bangunan (…. set)
7. Fotocopy surat izin bekerja Perencana Struktur , bagi yang
disyaratkan (… lembar)
b. Untuk bangunan non Rumah Tinggal :

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 64 dari 66
1. Fotocopi Kartu Tanda Penduduk ( … lembar)
2. Fotocopi surat-surat tanah (…. set)
3. Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPT) dari
Bupati, bagi yang disyaratkan
4. Keterangan peta rencana tata ruang/advis planning (….
set)
5. Gambar rancangan arsitektur bangunan (…. set)
6. Fotocopy surat izin bekerja sebagai penanggungjawab
arsitektur, kecuali untuk bangunan rumah sederhana/kecil
dan rumah sedang (… lembar)
7. Perhitungan dan gambar struktur bangunan (…. set)
8. Fotocopy surat izin bekerja Perencana Struktur , bagi yang
disyaratkan (… lembar)
9. Perhitungan dan gambar instalasi dan perlengkapannya
10. Fotocopy surat izin bekerja Perencana Instalasi dan
perlengkapanya, bagi yang disyaratkan (… lembar)
• Jumlah lampiran setiap persyaratan tersebut diatas akan ditetapkan
dalam Peraturan Daerah
• Permohonan IMB untuk bangunan tambahan dan/atau perubahan dari
bangunan lama yang telah memiliki IMB, persyaratan sebagaimana
diatas dapat menggunakan dokumen yang lama

3.9.5 PUTUSAN SUATU PERMOHONAN IZIN BANGUNAN


• Waktu pernyelesaian permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
akan ditetapkan dalam Peraturan Daerah atau paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah permohonan dinyatakan lengkap dan diterima
• Surat Izin Mendirikan Bangunan ditandatangani oleh Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk
• Izin Mendirikan Bangunan hanya berlaku kepada nama yang
tercantum dalam Surat Izin Mendirikan Bangunan
• Perubahan nama pada Surat Izin Bangunan dikenakan Bea Balik Nama
sesuai dengan peraturan yang berlaku
• Izin Mendirikan Bangunan dapat bersifat sementara kalau dipandang
perlu oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dan diberikan jangka
waktu selama-lamanya 1 (satu) tahun

3.9.6 PENOLAKAN SUATU IZIN BANGUNAN


• Bangunan yang akan didirikan pada lokasi yang penggunaannya tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan
• Bangunan yang akan didirkan tidak memenuhi persyaratan
administratif dan teknis bangunan
• Berdasarkan ketentuan yang berlaku kegiatan mendirikan dan/atau
menggunakan bangunan akan melanggar ketertiban umum atau
merugikan kepentingan umum
• Kepentingan permukiman masyarakat setempat akan dirugikan atau
penggunaannya dapat membahayakan kepentingan umum, kesehatan
dan keserasian lingkungan
• Bangunan akan mengganggu lalu lintas, aliran air, cahaya atau
bangunan-bangunan yang telah ada
• Adanya keberatan yang diajukan dan dibenarkan oleh Pemerintah
Daerah

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 65 dari 66
• Apabila pada lokasi tersebut sudah ada rencana kegiatan pembangunan
oleh Pemerintah
• Bertentangan dengan Undang-undang, Perda Kabupaten atau
peraturan lainnya yang setingkat dengan Perda tersebut

3.9.7 PENCABUTAN IZIN BANGUNAN


• Dalam waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal penetapan izin belum
dimulai pelaksanaan pembangunannya
• Pekerjaan yang telah dilaksanakan tidak diteruskan dan dianggap
hanya berupa perkerjaan persiapan
• Dalam waktu 6 (enam bulan) berturut-turut pelaksanaan pembangunan
terhenti sebagian atau seluruhnya sehingga bangunan tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya
• Dikemudian hari ternyata keterangan atau lampiran persyaratan
permohonan izin yang diajukan palsu atau dipalsukan baik sebagian
maupun seluruhnya
• Pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak sesuai dengan izin
serta ketentuan lainnya yang berlaku
• Pencabutan izin bangunan ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk
• Terhadap bangunan yang telah dicabut izin bangunannya, 6 (enam)
bulan terhitung sejak pencabutannya dan tidak ada penyelesaian
lanjutan, maka bangunan harus dibongkar sendiri atau dibongkar
paksa oleh Petugas dengan biaya pemilik bangunan

3.9.8 PERMOHONAN BANDING KEPADA BUPATI


a. Permohonan banding dikenakan terhadap :
ƒ Keputusan penolakan atau pencabutan surat izin oleh Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk
ƒ Keputusan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk mengenai penetapan
ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat lebih lanjut atau penetapan
larangan
b. Permohonan banding oleh yang berkepentingan dilakukan secara tertulis
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya keputusan
c. Dalam keadaan luar biasa, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat
memperpanjang jangka waktu itu selama-lamanya 1 (satu) bulan
d. Permohonan banding harus memuat :
ƒ Nama dan tempat tinggal yang berkepentingan atau kuasanya
ƒ Tanggal dan nomor keputusan yang dimohon banding
ƒ Alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan banding
ƒ Pernyataan keputusan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
e. Bupati atau Pejabat yang ditunjuk membentuk Panitia untuk
mempersiapkan penyelesaian permohonan banding
f. Jika pencabutan surat izin bangunan dinyatakan tidak beralasan oleh dan
dengan suatu keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum, maka
izin itu berlaku kembali

Draft Materi Teknis Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung (Building Code) Nias Halaman 66 dari 66

Anda mungkin juga menyukai