Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
penyakit kusta secara nasional sudah dapat dikendalikan dengan angka prevalensi kurang
dari 1 per 10.000 penduduk, bahkan di beberapa provinsi penyakit ini tidak ditemukan
dalam tiga tahun terakhir. Namun demikian penyakit frambusia belum hilang sama sekali
dari wilayah Indonesia karena masih di temukan penderita khususnya di wilayah Indonesia
bagian timur seperti : nusa tenggara timur, Sulawesi tenggara, Maluku, papua dan papua
barat.
Pada tahun 2005 penderita kusta yang tercatat sebanyak 5500 kasus. Penyakit ini lebih
banyak menyerang usia muda dan wanita terutama kelompok social ekonomi rendah
dengan kebersihan individu yang kurang baik di daerah yang sulit di jangkau ( pedalaman )
Belum tercapai nya eradikasi frambusia di sebabkan oleh berbagai factor antara lain; upaya
pemberantasan tidak adekuat dan eradikasi frambusia bukan merupakan program prioritas.
Kebijakan desentralisasi menempatkan daerah untuk bertanggung jawab dalam
pelaksanaan program namun beberapa kabupaten/kota bahkan tidak mengalokasikan dana
untuk pemberantasan frambusia yang mengakibatkan pelaksanaan pemberantasan
penyakit frambusia tidak berjalan dengan optimal. Padahal yang dapat di eradikasi karena
pengobatan nya yang mudah dengan sekali suntik dengan benzathine peniciline, tidak
ditemukan resistence obat dan kuman hanya dapat hidup dalam tubuh manusia.
Untuk mencapai eradikasi frambusia di Indonesia di butuhkan dukungan politis, keterlibatan
masyarakat dan metode penemuan dan pengobatan kasus yang cost effevtive melalui focus
survey yang tepat di daerah kantong, surveilans yang intensif, peningkatan kapasitas
sumber daya manusia, dan serosurveillance di daerah post endemic di samping distribusi
logistic dan biaya operasional.
B. Tujuan
Umum :
Mengendalikan penyebaran kasus kusta pada kondisi eliminasi sehingga kusta bukan
merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Khusus :
1. Mempertahankan angka kesakitan kusta < 1 per 10.000 penduduk
2. Mengupayakan keterampilan petugas disemua puskesmas dalam mendeteksi
suspek kusta
3. Mempertahankan keterampilan petugas kesehatan di unit pelayanan rujukan dalam
tatalaksana penderita kusta.
4. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi dini kusta.
5. Mengupayakan kecukupan logistic dan dana operasional
6. Advokasi kepada para pengambil kebijakan

C. Sasaran
1. Sasaran dalam kegiatan pemeriksaan kontak di tujukan pada semua anggota
keluarga yang tinggal serumah dengan penderita dan tetangga di sekitarnya.
2. Sasaran dalam kegiatan pemeriksaan anak sekolah SD/TK/SEDERAJAT di tujukan
pada anak-anak SD dan sederajat dan taman kanak-kanak.
3. Sasaran dalam kegiatan RVS dan Chase survey di tujukan pada masyarakat
desa/kelurahan atau unit yang lebih kecil yaitu dusun.
4. Meningkatkan prosentasi provinsi dengan keberhasilan pengobatan diatas 85% dari
80% menjadi 88%.

D. Ruang Lingkup Pedoman


Tindakan mulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
penegakan diagnose sampai dengan pemberian therapy pada penderita kusta.

E. Batasan Operasional
a. penemuan kasus ( case finding )
penemuan kasus dilaksanakan secara fasif, di ikuti dengan penanganan daerah focus
yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila diperlukan dapat dilakukan
kegiatan penemuan aktif lain nya.
b. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan oleh PRK/RSUD/Wasor. Bila puskesmas non PRK menemukan
suspek, harus dirujuk ke PRK/RSUD/Wasor untuk konfirmasi diagnosis. Rujukan dapat
ke atas atau ke bawah tergantung dari kondisi setempat. Konfirmasi diagnosis terhadap
suspek yang dilaporkan, bila positif langsung diadakan On The Job Training.
c. Pengobatan
Regimen pengobatan diberikan oleh puskesmas non PRK.
d. Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan di lakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan pasien
harus mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobatan. Bila penderita
mangkir lebih dari 1 bulan perlu dilakukan pelacakan penderita mangkir.
e. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh PRK/RSUD/Wasor, bila di pandang mampu petugas
non PRK dapat melaksanakan POD dengan bimbingan.
f. Penanganan penderita reaksi
Penanganan penderita reaksi oleh PRK/RSUD/Wasor. Jika puskesmas non PRK
menemukan penderita reaksi harus di rujuk ke PRK/RSUD/Wasor, pengobatan reaksi
akan diberikan oleh PRK/RSUD/Wasor, selanjut nya pemantauan pengobatan reaksi
dilakukan oleh puskesmas non PRK.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kualifikasi petugas kesehatan kusta :
- Pendidikan minimal D3 keperawatan
- Sudah mengikuti pelatihan kusta
2. Distribusi ketenagaan
Ketenagaan dalam program kusta memiliki standar-standar yang menyangkut kebutuhan
minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan program kusta.

B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan di Puskesmas Gebang untuk program kusta tahun 2016 dapat di lihat
pada table di bawah ini:

No Ketenagaan SDM Pelatihan TB Sumber Tenaga


1 Dokter Belum pelatihan kusta 2 orang
2 Perawat/petugas kusta Sudah pelatihan kusta 1 orang
3 Petugas laboratorium Belum pelatihan kusta 1 orang

C. Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan pelaksanaan pelayanan kusta di adakan setiap hari selasa dan kamis
untuk setiap minggu nya, untuk kasus baru dan suspek setiap hari pelayanan jam kerja.
Untuk kegiatan kunjungan rumah pasien kusta di lakukan setiap hari jumat dan sabtu.

Table kegiatan utama ( tatalaksana penderita ) kusta


No KEGIATAN
Pelayanan penderita
1 Penemuan suspek
2 Diagnosis
3 Penentuan regimen dan mulai pengobatan
4 Pemantauan pengobatan
5 Pemeriksaan kontak
6 Konfirmasi kontak
7 Diagnosis & pengobatan reaksi
8 Penentuan dan penanganan reaksi
9 Pemantauan pengobatan reaksi
10 POD & perawatan diri
11 Penyuluhan perorangan
Pendukung pelayanan
12 Stok MDT
13 Pengisian kartu penderita
14 Register monitoring penderita
15 Pelaporan
16 Penanggung jawab program

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Pendaftaran
Konseling: Individu dan
Keluarga
BP Umum dan BP Pemeriksaan POD
Apabila hasil positif di obati
anak sesuai tipe kusta
Ada masalah

Pengambilan Obat

Pasien Pulang

B. Standar Fasilitas

Keadaan Barang
No Nama Barang/Jenis Barang Kurang Rusak Jumlah
Baik
Baik Berat
1 Tensi Meter  1

2 Stetoskop  1

3 Buku Kohort  1

4 Kartu penderita  10

5 Meja Program  1

6 Sarung  1

7 Batu apung  1

8 Kapas  -

9 Kartu pengambilan obat  1

10 Timbangan  1

BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi upaya kesehatan
perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Pelayanan kesehatan yang diberikan lebih di fokuskan pada promotif dan preventif tanpa
mengabaikan kuratif dan rehabilitative.
Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention), Pencegahan
tingkat kedua (Secondary prevention) maupun pencegahan tingkat ketiga (Tertiary
prevention).
Upaya promotif (peningkatan kesehatan)
 penyuluhan kes.masy
 pemeliharaan kesehatan perseorangan dan link

UpayaPreventif (pencegahan)

 mendeteksi dini
 pemeriksaan kesehatan secara berkala di puskesmas
 menjaga kebersihan diri

Upaya Kuratif (merawat dan mengobati)


 home nursing
 melakukan pengobatan kasus kusta
Upaya Rehabilitatif.(pemulihan kesehatan)
 pola hidup sehat seperti : PHBS dan rumah sehat
 makan makanan yang bergizi dan seimbang
 olahraga ringan seperti : jalan santai
 mengkonsumsi multivitamin setiap harinya

B. Metode
Penyelenggaraan Keperawatan Kesehatan masyarakat di Puskesmas, dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang di miliki oleh Puskesmas. Metode
yang di tetapkan adalah :
a. penemuan kasus ( case finding )
b. penemuan kasus dilaksanakan secara fasif, di ikuti dengan penanganan daerah
focus yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila diperlukan dapat
dilakukan kegiatan penemuan aktif lain nya.
c. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan oleh PRK/RSUD/Wasor. Bila puskesmas non PRK
menemukan suspek, harus dirujuk ke PRK/RSUD/Wasor untuk konfirmasi
diagnosis. Rujukan dapat ke atas atau ke bawah tergantung dari kondisi
setempat. Konfirmasi diagnosis terhadap suspek yang dilaporkan, bila positif
langsung diadakan On The Job Training.
d. Pengobatan
Regimen pengobatan diberikan oleh puskesmas non PRK.
e. Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan di lakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan
pasien harus mendapatkan informasi penting berkaitan dengan pengobatan. Bila
penderita mangkir lebih dari 1 bulan perlu dilakukan pelacakan penderita
mangkir dan apabila penderita mangkir lebih dari 3 bulan penderita di anggap
DO dan pada prinsip nya semua kegiatan harus di monitor dan di evaluasi baik
dari aspek masukan, proses dan keluaran. Monitoring dan evaluasi merupakan
kegiatan untuk melihat penampilan program.
f. POD
Pemeriksaan POD dilakukan oleh PRK/RSUD/Wasor, bila di pandang mampu
petugas non PRK dapat melaksanakan POD dengan bimbingan.
g. Penanganan penderita reaksi
Penanganan penderita reaksi oleh PRK/RSUD/Wasor. Jika puskesmas non PRK
menemukan penderita reaksi harus di rujuk ke PRK/RSUD/Wasor, pengobatan
reaksi akan diberikan oleh PRK/RSUD/Wasor, selanjut nya pemantauan
pengobatan reaksi dilakukan oleh puskesmas non PRK.

C. Langkah kegiatan
Penemuan penderita secara aktif
a. Membawa kartu penderita dari penderita yang sudah tercatat dan kartu penderita
kosong. Alat-alat untuk pemeriksaan serta obat MDT.
b. Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota keluarga penderita
yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu penderita.
c. Mendatangi rumah tetangga dan memeriksa tetangga yang sering kontak
dengan penderita.
d. Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu, maka di buatkan kartu baru
dan di catat sebagai penderita baru, kemudian di berikan obat MDT dosis
pertama.
e. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota keluarga.

Pengobatan

Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang di


rekomendasikan oleh WHO regimen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penderita pauci baciler ( PB )
Untuk pengobatan dewasa ( pengobatan bulanan ) : hari pertama ( dosis yang di
minum di depan petugas )
 2 kapsul Rifampisin : 300 mg ( 600 mg )
 1 tablet Dapsone/ DDS 100 mg

Pengobatan harian : hari ke 2-28

 1 tablet dapsone/DDS 100 mg

1 blister untuk 1 bulan dan lama pengobatan : 6 blister di minum selama 6-9 bulan

2. Penderita Multi-Basiler ( MB )
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama ( dosis yang di minum di depan petugas )
 2 kapsul Rifampisin : 300 mg ( 600 mg )
 3 tablet Lampren : 100 mg ( 300 mg )
 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28

 1 tablet Lamprene 50 mg
 1 tablet dapsone/DDS 100 mg

1 blister untuk 1 bulan dan lama pengobatan : 12 blister di minum selama 12-18
bulan

3. Dosis MDT menurut umur


Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister.
Dosis anak di sesuaikan dengan berat badan.
o Rifampisin : 10 mg / kg BB
o DDS : 2 mg / kg BB
o Clofazimin : 1 mg / kg BB
Alur Diagnosa & Klasifikasi Kusta

Cardinal Sign

Ada Ragu Tidak Ada

Kusta Tersangka Bukan Kusta

jumlah bercak
penebalan saraf & Atau
ggn. Fx. BTA Observasi 3-6
BTA bulan

Bercak < 5 Bercak >


saraf 1 BTA 5 saraf > Cardinal Sign
1 BTA (-)

PB MB Ada Tidak ragu Rujuk


System Skoring (Scoring Sistem) gejala dan pemeriksaan penunjang TB

Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak Jelas Laporan BTA positif
Keluarga, BTA
negative atau
tidak tahu,
BTA tidak
Jelas.
Uji tuberculin Negatif Positif (>10mm,
atau> 5mm pada
keadaan
imunosupresi

Berat Bawah garis Klinis Gizi


badan/Keadaan merah (KMS) buruk (BB/U <
Gizi atau BB/U < 60%)
80%
Demam Tanpa >2 minggu
sebab Jelas
Batuk >3 minggu
Pembesaran >1 cm, jumlah
kelenjar limfekoli, >1, tidak nyeri
aksila, inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi Pembengkak
panggul, lutut, an
falang
Foto thoraks Normal/Tidak Kesan TB
jelas
Jumlah

BAB V

LOGISTIK
Tujuan utama dari pengelolaan MDT ini untuk memastikan ketersediaan obat bagi penderita
kusta tepat waktu di UPK.

MDT yang di berikan secara grafis oleh WHO di sediakan dalam kemasan blister. Perkiraan
kebutuhan MDT suatu Negara di hitung berdasarkan data terakhir yang di kumpulkan melalui
suatu standar format tahunan.

Pengelolaan logistic yang efisien memerlukan pelaporan tepat waktu untuk menghitung
kebutuhan MDT. Berbagai kesulitan geografi dan operasional serta endemisitas suatu daerah
harus di pertimbangkan ketika menghitung kebutuhan dan persediaan.

Agar ada keseragaman dan kesesuaian dalam perhitungan kebutuhan MDT maka di perlukan
standarisasi dalam pengelolaan MDT di Indonesia.

a. Pengelolaan logistic MDT


Pengelolaan MDT adalah satu rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan serta
monitoring dan evaluasi.
b. Formulir – formulir
o Kartu register stok MDT
o Formulir permintaan MDT ke unit provinsi
o Formulir permintaan MDT ke unit kabupaten
o Formulir permintaan MDT ke unit pelayanan kesehatan ( puskesmas / Rumah sakit )
o Formulir permintaan ke unit pelayanan kesehatan ( kabupaten / puskesmas )
o Formulir monitoring MDT ke unit pusat
o Formulir untuk menghitung kebutuhan prednisone untuk kasus reaksi berat dan lampren
untuk kasus reaksi tipe 2 berat berulang.

BAB VI
KESELAMATAN KERJA
keselamatan kerja merupakan salah satu factor yang harus dilakukan selama kerja. Tidak ada
seorang pun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat
bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.

Tenaga kesehatan yang setiap hari melaksanakan pelayanan yang beresiko besar terhadap
paparan penyakit akibat kerja maka dalam setiap pelayanan seharusnya kita menggunakan alat
pelindung diri guna mengantisipasi dampak negative yang mungkin terjadi di lingkungan kerja
akibat bahaya factor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis.

1. Sarung tangan
Sarung tangan merupakan solusi untuk melindungi tangan dari bahaya terpapar cairan
tubuh seperti darah.
2. Masker atau penutup mulut
Merupakan solusi untuk menjaga kesehatan tubuh akibat kuman yang masuk melalui udara
yang terhirup melalui pernafasan.
3. Barakshort
Selain untuk menghindari dari percikan air juga berfungsi sebagai pelindung diri paparan
cairan tubuh.
4. Tersedia nya tempat sampah medis dan non medis
Merupakan salah satu solusi untuk memisahkan sampah yang bisa mengakibatkan pajanan
penyakit, seperti jarum suntik, bahan habis pakai yang terkontaminasi cairan tubuh.

BAB VII
PENUTUP

Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah, atas segala rahmat dan karuniaNya, serta
nikmat yang kita dapatkan bersama, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyusun pedomam internal upaya kusta.

Segala puji bagi Allah, semoga pedoman ini berguna bagi kita semua.
BAB IV
JADWAL KEGIATAN

BUTIR KEGIATAN 1 1 1
SASARAN TARGET 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2
Kunjungan Rumah KK miskin 225
masing - Maternal, bayi,
masing Penanggung Balita, TB paru,
Jawab Kusta, Usila

Daerah Binaan 2 kk baru x 4kk
PJ Darbin Ade lama x 2 kali
PJ Darbin Teguh Rusellakunj √
PJ Darbin Murnianatun
PJ Darbin Cunita √
PJ Darbin Nurlatifah

PJ Darbin Titin
PJ Darbin Lisdiana √
PJ Darbin Dian Laela √
PJ Darbin Kuripahsari √
PJ Darbin Kanti Rahayu √
PJ Darbin Witono
PJ Darbin Abidin
Membuat Askep Individu √
Membuat Askep √
Kelompok √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √

Anda mungkin juga menyukai