Anda di halaman 1dari 20

INTEGRASI ILMU AGAMA ISLAM DAN SAINS

(Studi kasus dalam Pendidikan)

2200040049
Enjang Sukandi Setiawan
Fakultas Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
e-mail : enjangsukandisetiawan04@gmail.com

ABSTRAK

Mencari kebenaran adalah salah satu hal yang dilakukan manusia dalam hidupnya.
Standar kebenaran bergantung pada media, yang digunakan oleh manusia. Ada media
yang digunakan oleh manusia dalam mencari kebenaran diantaranya agama dan
pengetahuan atau sains. Kebenaran yang diberikan oleh agama cenderung
mengandalkan nilai-nilai kebenaran yang dirujuk kepada Tuhan. Sedangkan
kebenaran yang diberikan oleh ilmu pengetahuan terdiri dari nilai-nilai pengetahuan
yang tidak konsisten dan dapat berubah mengikuti perkembangan kehidupan
manusia.
Kata Kunci : Manusia, Ilmu (Sains) dan Agama

PENDAHULUAN

Pendidikan ilmu agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran Islam,


yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai
dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran
agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan
hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Pendidikan Islam diberikan dengan tujuan
untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk anak didik agar menjadi manusia

1
2

yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT, dan berakhlak mulia, serta mampu
menghasilkan manusia yang jujur, adil, disiplin, berbudi pekerti luhur, dan toleran.
Pendidikan Islam pada hakikatnya yakni proses perubahan menuju ke arah yang
positif (baik). Dalam konteks sejarah, perubahan yang positif ini adalah jalan tuhan
yang dilaksanakan sejak zaman dakwah nabi Muhammad SAW yang dipahami
sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat.

Dalam Islam, seseorang tidak hanya diperintahkan untuk belajar ilmu agama
saja, akan tetapi juga harus diimbangi dengan belajar tentang ilmu umum atau sains.
Sebab sains sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap individu untuk menghadapi
zaman sekarang yang sarat akan persaingan ini. Karena dengan sains, seseorang bisa
dihormati dan diakui keberadaannya. Selain itu, sains juga menjadi salah satu
indikator kemajuan suatu bangsa, karena pada dasarnya semua bidang kehidupan
memerlukan sains. Dari sinilah, untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman, setiap kaum muslim diharuskan agar berusaha mempelajari dan menguasai
sains. Tapi, disisi lain juga tidak diperbolehkan untuk melanggar ajaran Islam.
Karena pada dasarnya, semua yang ada di alam semesta ini akan kembali kepada
Allah SWT, bahkan sebenarnya sains dan berbagai ilmu lainnya telah terkandung di
dalam al-Quran. Ilmu agama Islam dan sains (ilmu pengetahuan) adalah dua
komponen yang sangat diperlukan dan tidak dapat dipisahkan dalam menjalani
kehidupan di dunia dan kehidupan nanti di akhirat.

Ilmu agama Islam digunakan untuk mencapai jalan kebahagian hidup di


akhirat, sedangkan sains berfungsi untuk dijadikan sebagai pegangan dalam
menghadapi tantangan dan memecahkan masalah (duniawi) yang ada dalam
kehidupan. Selain untuk mempermudah kehidupan dan pekerjaan manusia, sains dan
teknologi memiliki peran penting dalam Islam. Seperti masalah penentuan waktu
sholat, penentuan arah kiblat, hingga penentuan 1 ramadhan dan 1 syawal tidak luput
dari peranan sains dan teknologi. Maka dari itu antara Islam dan sains mempunyai
keterkaitan yang harus berjalan secara seimbang. Seperti pendapat Albert Einstein
yang mengatakan bahwa “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.

Namun, saat ini pendidikan Islam memiliki masalah yang sedang dihadapi.
Yakni persoalan tentang urgensi ilmu agama Islam dan sains (umum). Masih banyak
yang berpendapat bahwa ilmu agama bersifat harus dicari dan ilmu-ilmu sains
bersifat tidak terlalu harus untuk dicari bagi kaum muslim. Sehingga banyak orang
Islam yang lebih mementingkan untuk mencari dan belajar ilmu-ilmu agama daripada
ilmu-ilmu umum. Padahal sesungguhnya, dalam ajaran Islam tidak pernah
menyatakan tentang dikotomi ilmu pengetahuan dan agama. Ilmu pengetahuan dan
agama adalah satu keilmuan totalitas yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Manusia diberikan oleh Allah akal untuk menganalisis dan mengkaji apa saja
yang ada di alam ini sebagai pembelajaran untuk manusia.

Pengertian Agama

Kata agama kadangkala diidentikkan dengan kepercayaan, keyakinan dan


sesuatu yang menjadi anutan. Dalam konteks Islam, terdapat beberapa istilah yang
merupakan padanan kata agama yaitu: al-Din, al-Millah dan al-Syari’at. 1 Ahmad
Daudy menghubungkan makna al-Din dengan kata al-Huda (petunjuk). 2 Hal ini
menunjukkan bahwa agama merupakan seperangkat pedoman atau petunjuk bagi
setiap penganutnya. Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (din)
sebagai: “keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat –atau beberapa dzat-
ghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki wewenang
untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia.

Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk memuja dzat


itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan”.
Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga: bahwa agama adalah “keyakinan

1
Kata al-Din dapat dilihat pada beberapa ayat seperti dalam surat al-Kafirun:
(Bagiku agamaku dan bagimu agamamu) ‫لكم دينكم ولي دين‬
2
Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2017), hal. 12.
(keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan
ibadah (persembahan).3 Sedangkan Daniel Djuned mendevinisikan agama sebagai:
tuntutan dan tatanan ilahiyah yang diturunkan Allah melalui seorang rasul untuk umat
manusia yang berakal guna kemaslahatannya di dunia dan akhirat. Fungsi agama
salah satunya adalah sebagai penyelamat akal.4

Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pokok dan dasar dari agama
adalah keyakinan sekelompok manusia terhadap suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat
dimaknai dengan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung
dan berkuasa secara mutlak tanpa ada yang dapat membatasinya. Dari pengakuan
tentang eksistensi Tuhan tersebut, menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga
manusia mengekpresikan pemujaan (penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh suatu agama.

Makna lainnya dari agama bila dirujuk dalam bahasa Inggris Relegion (yang
diambil dari bahasa Latin: Religio). Ada yang berpendapat berasal dari kata Relegere
(kata kerja) yang berarti “membaca kembali” atau “membaca berulang- ulang”. 5
Sedangkan pendapat lainnya mengatakan berasal dari kata Religare yang berarti
mengikat dengan kencang.6 Dalam makna tersebut penekanannya ada dua, yaitu pada
adanya ikatan antara manusia dengan Tuhan, dan makna membaca, dalam arti adanya
ayat-ayat tertentu yang harus menjadi bacaan bagi penganut suatu agama.

Esensi agama adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan,


penindasan kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Islam, seperti juga
Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia (pemeluknya) agar dapat berdiri
bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang diaktualisasikan dengan formulasi taat

3
Yusuf al-Qaradhawy, Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis Komprehensif tentang Pilar-Pilar
Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, terj. Setiawan Budi Utomo, Lc, (Jakarta:
Al-Kautsar, 2000), hal. 15.
4
Daniel Djuned, “Konflik Keagamaan…, hal. 82.
5
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hal. 12
6
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 2015), hal. 10.
kepada hukum-Nya, saling menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga
diri dari perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar
penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral. Dalam
implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika agama sejatinya
menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman, ketidak-adilan, dan sebagainya.7

Dari ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa agama juga mengandung


pemahaman tentang adanya unsur agama yang memiliki peran penting untuk
mengharmoniskan kehidupan manusia. Dengan agama, suatu komunitas menjadi
saling menyayangi sesama manusia walaupun memeluk agama yang saling berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa agama tidak semata-mata interaksi manusia dengan
Tuhan, tetapi juga menuntut sikap yang saling menyayangi sesama manusia,
walaupun berbeda agama sekalipun. Untuk itu makna agama dapat dikatakan sangat
luas, termasuk juga sebagai wadah membina sikap saling sayang menyayangi sesama
manusia. Dengan kata lain, agama bukan hanya mengatur urusan penyembahan
manusia terhadap Tuhannya, tetapi juga mengatur pola hidup manusia yang lebih
baik melalui sikap saling kasih mengasihi sesama mereka.

Selanjutnya, agama juga didefinisikan sebagai suatu keyakinan (iman) kepada


sesuatu yang tidak terbatas (muthlak). Hal ini seperti dikatakan oleh Herbert Spencer
bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya kekuasaan tak terbatas,
atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas waktu atau tempatnya. 8 Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu unsur terpenting dalam pemahaman tentang agama
adalah adanya kekuasaan muthlak dari dzat yang dianggap pokok segala sesuatu,
yaitu Tuhan. Dalam konsep ini, agama identik dengan pemahaman bahwa manusia
memiliki keterbatasan dalam segala hal. Karena itu agama merupakan sebagai central
dari segala sesuatu tersebut untuk dikembalikan dan diserahkan segala urusan. Kadar

7
Musa Asy’arie. Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002),
hal. 13-14.
8
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 17
penyerahan segala urusan ini, memiliki tingkat yang berbeda bagi agama tertentu dan
aliran tertentu.

Pengertian Islam

Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri.
Menurut syariat (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian:
Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian
Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga
seluruh masalah aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian
ini, menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati
dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan
ditakdirkan. Menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, definisi
Islam adalah: “Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya,
tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik
dan para pelakunya"9

Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka
yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya
terjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Tidak diragukan lagi
bahwa prinsip agama Islam yang wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim
ada tiga, yaitu; (1) mengenal Allah Azza wa Jalla, (2) mengenal agama Islam beserta
dalil-dalilnya, dan (3) mengenal Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Mengenal agama Islam adalah landasan yang kedua dari prinsip agama ini dan
padanya terdapat tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan.

Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi
sejak Adam hingga Muhammad Saw, berupa ajaran yang berisi perintah, larangan,
dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Islam
merupakan agama yang sempurna dan menyeluruh yang diperuntukkan bagi seluruh

9
Deni Irawan, Islam dan Peace Building
umat manusia dan memberikan pedoman hidup bagi manusia dalam segala aspek
kehidupan jasmaniah dan ruhaniah, duniawi dan ukhrawi, perorangan dan
masyarakat, yang terdiri atas ajaran tentang akidah (keyakinan kepada Allah Yang
Maha Esa atau tauhid), ibadah (peribadatan secara ritual), akhlak (tata perilaku) dan
muamalah (hal-hal kemasyarakatan). Menurut Syaltut, Islam adalah agama Allah,
ajaran-ajaran-Nya berupa pokok-pokok akidah (kepercayaan)dan pokok-pokok dan
syari’at (peraturan) yang telah disampaikan kepada Nabi Muhammad untuk umat
manusia agar memeluknya dan menjalankannya secara semestinya.10

Pengertian Agama Islam

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya.
Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama
Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi
Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama
pun yang diterima selain Islam. Allah ta’ala berfirman,

N‫ع ِّليما‬
‫ولَ رسول َ وخاتَ َم النَّ ِّب و َكا َ ُ شي‬ ‫ِّل ُك ْم‬ ‫ َبا‬Nَ‫ أ‬Nٌ‫ما كا َن مح َّمد‬
‫كل ٍء‬ ‫يي َن َن‬ ‫ِّكن‬ ‫ َح ٍد م رجا‬Nَ‫أ‬
‫ل‬ ‫ا‬‫ل‬ ‫ن‬
‫ُا‬ ّ

“Muhammad itu bukanlah seorang ayah dari salah seorang lelaki diantara kalian,
akan tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)11
Allah ta’ala juga berfirman"

‫َ دينا‬
‫و ت َل ُك ُم سال‬ ‫وَأْت َم عَل ْي ُك ْم ِّن‬ ‫ا ْل َي ْو َم أَْك َم ت ل دي َن‬
‫اإل َم‬ ‫َ رض ي‬ ‫ْع َم ِّتي‬ ‫ْم ت‬ ‫ْل ُك ْم ُك ْم‬

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah
cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi
kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3)12

10
Haedar Nashir, Gerakan Islam Syariat, Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Jakarta
Pusat: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, 2007), 87- 88.
11
Al-Qur'an dan Terjemah
12
ibid
Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang
diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih
istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa
diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun. Allah ta’ala
berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ْي َن م َن ا ب و ُم َه ْي ِّمن ا‬
‫قا ِّل‬ ‫ن َز ْل ْ ك ا ْل ب ا م‬Nَ‫وأ‬
‫ا‬Nَ‫ْل ِّكت‬ ‫ ْي ِّه‬Nَ‫َما َيد‬ ‫ْلح‬ ‫ا‬Nَ‫ِّكت‬ ‫نَ ا ي‬
‫ّق‬ َ ‫ل‬
‫صِّد‬

“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab dengan benar sebagai pembenar
kitab-kitab yang terdahulu serta batu ujian atasnya.” (QS. Al Maa’idah: 48)

Maksud dari pernyataan Islam itu cocok diterapkan di setiap masa, tempat dan
masyarakat adalah dengan berpegang teguh dengannya tidak akan pernah
bertentangan dengan kebaikan umat tersebut di masa kapan pun dan di tempat
manapun. Bahkan dengan Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Akan tetapi
bukanlah yang dimaksud dengan pernyataan Islam itu cocok bagi setiap masa, tempat
dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan
masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang. Agama Islam adalah
agama yang benar. Sebuah agama yang telah mendapatkan jaminan pertolongan dan
kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa saja yang berpegang teguh dengannya
dengan sebenar-benarnya.13 Allah ta’ala berfirman,

‫ال ِّد ي ِّ ه ولَ ِّرهَ ا ش ِّر ُكو َن‬ ‫ا ْل و ِّدي ِّن ِليُ ِّه‬ ‫ ْرسل رسول‬Nَ‫ه َو اَّل ِّذي أ‬
‫ِّن عَلى ك ْو ْل ُم ك‬ ‫ره‬
ُ َ ّ ‫ا ْلح‬ ‫ُهدَى‬ ‫ه‬
‫ق ظ‬
‫ّل‬

“Dia lah Zat yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Petunjuk dan Agama
yang benar untuk dimenangkan di atas seluruh agama-agama yang ada, meskipun
orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS. Ash Shaff: 9)
13
Abu Muslih, Syarh Ushul Iman, (Darul Qasim) hal 5-8
Pengertian Ilmu (Sains)
J. Arthur Thompson dalam bukunya ”An Introduction to Science” menuliskan
bahwa ilmu adalah deskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiris yang
dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah-istilah yang sederhana
mungkin.14 Secara bahasa, Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman
yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar.
Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari
kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa
Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang itu.15
Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah pengetahuan yang bersifat
positif dan sistematis. Paul Freedman, dalam The Principles of Scientific Research
mendefinisikan ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya
umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan
cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu
kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah
lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.16
S.Ornby mengartikan ilmu sebagai susunan atau kumpulan pengetahuan yang
diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta. Poincare, menyebutkan
bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam proses untuk memperoleh suatu ilmu adalah dengan melalui
pendekatan filsafat.17

14
www.sejarahdunia/hubungan ilmu dan filsafat
15
Tim Penulis, Kamus Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: 2018), hal. 340.
16
Marsiyem, Kumpulan Materi Filsafat Ilmu, disampaikan dalam kuliah pada Fakultas Hukum
Program Magister Ilmu Hukum Unissula, Tanggal 28 Januari 2012.
17
www.sejarahdunia/hubungan ilmu dan filsafat
Menurut . Slamet Ibrahim. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi,
batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof
(ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berpikir
manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh
perkembangan ilmu yang didukung oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi
lebih sempit dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan
filsafat tidak dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih
bermanfaat dan lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang
komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam
ilmu. Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia
tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.18

Urgensi Ilmu Agama Islam dan Sains


Rasulullah SAW pernah bersabda untuk mengajak ummatnya menuntut ilmu
meskipun sampai ke negeri Cina. Ini merupakan pertanda bahwa pentingnya
pendidikan dalam Islam. Dan hal ini cukup untuk memahami bahwa pendidikan itu
penting, khususnya bagi umat Islam.19
Menurut Gulen, mengapa seseorang perlu belajar ilmu agama Islam adalah
karena ketika seseorang berbuat baik (beramal) atau beribadah tanpa ilmu bisa
mengarahkannya kepada amal atau ibadah yang salah. Meskipun amal tersebut
sekilas terlihat baik dan bermanfaat bagi orang lain, tetapi amal dan ibadah tersebut
tidak akan diterima oleh Allah SWT.20 Karena ternyata amal dan ibadah yang ikhlas
itu tidak sesuai dengan syariat dan menentang syariat Allah, sebab kebodohan dan
keengganan kita untuk belajar lebih banyak ilmu agama Islam. Padahal ilmu agama
Islam, kita akan dapat lebih menikmati dan menghayati amal dan ibadah kita. Dengan
ilmu agama Islam dan pemahaman yang benar maka seseorang akan menjadi pribadi

18
Slamet Ibrahim, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Bandung: ITB, 2008).
19
Muhammad Irwana, Integrasi Ilmu Agama Islam dan Sains
20
Muhammad Fethullah Gulen, Memadukan Akal dan Qalbu dalam Beriman., 120.
yang baik, santun, dan membawanya pada kebahagiaan yang sesungguhnya di dunia
dan akhirat. Oleh karena itu, Islam yang teraplikasikan atau teramalkan adalah ajaran
Islam yang sesuai dengan tuntunannya.
Gulen juga menganjurkan seseorang untuk belajar ilmu pengetahuan (sains)
karena menurutnya kita semua berada di zaman modern dan dituntut untuk mengikuti
perkembangannya. Jika tidak, maka kita akan tertinggal jauh dibelakang. Di sisi lain,
al-Quran juga menganjurkan manusia untuk mencari ilmu pengetahuan (sains).
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah SWT di dalam al-Quran surat az-
Zumar ayat 9:
‫ْعل ُم والَّ ِّذ ْي‬
َ ‫ْ سَت وى اَّل ِّذ ي‬
ِّ ‫ر‬ ‫رح‬ ْ ‫حَذ ُر ا ْ ْٰل َي‬ ‫وَق ۤا‬ ‫سا‬ ‫ه َو ت ا َن ۤا َء‬ ‫َا َّم ْن‬
‫َن ْل‬ ‫ْو َن‬ ‫ْي َن‬ ‫ل‬ َ‫َمة‬ ‫ِّخ َرة ْر وا‬ ‫ِّجد ا‬ ‫َقا ِّن‬
‫الَّ ْي ل‬
‫ّب‬ ‫و ج‬ ‫ٕى ما‬
‫ه‬
‫ٖه قُ ْل‬
ࣖ ‫وُلوا ا َْْل ْل َباب‬Nُ‫ َّك ُر ا‬Nَ‫ذ‬Nَ‫ٖۗ ِّاَّن َما ت‬Nٖ ۗ‫ْعلَ ُم ْو َن‬
"(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah
pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang
yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran."21

Adapun arah dan tujuan ilmu pengetahuan sebenarnya adalah bahwa ayat al-
Quran begitu banyak yang membicarakan tujuan ilmu seperti untuk mengenal tanda-
tanda kekuasaan-Nya, menyaksikan kehadiran-Nya diberbagai fenomena yang kita
amati, mengagungkan Allah serta bersyukur kepada-Nya. 22 Di samping itu, al-Quran
menyebutkan pula tiga hal lainnya dalam mengembangkan ilmu. Pertama, ilmu
pengetahuan harus menemukan keteraturan (sistem), hubungan sebab akibat dan
tujuan di alam semesta. Kedua, ilmu harus dikembangkan untuk mengambil manfaat
dalam rangka mengabdi kepada Allah, sebab Allah telah menundukkan segala apa

21
DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemah (Semarang: CV Toha Putra, 2007), 737.
22
Mubaidi Sulaiman, Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Muhammad Fethulah Gulen
vol. 4 No. 2 (Surabaya: Didaktika Religia, 2016), 83.
yang ada di langit dan di bumi untuk kepentingan manusia. Ketiga, ilmu harus
dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan di bumi.23
Apabila kita memperhatikan ayat al-Quran mengenai pentingnya menuntut
ilmu kita akan temukan bahwa perintah itu bersifat umum, tidak terkecuali pada ilmu
agama ataupun ilmu umum, yang ditekankan dalam al- Quran adalah apakah ilmu itu
bermanfaat atau tidak.
Allah SWT berfirman dalam surah adz-dzariat ayat 56
‫ ۡو ِّن‬Nُ‫س اِ ل َي ۡعُبد‬
‫و َما خ ا ۡل ِّج وا‬
َ‫ل‬
‫ِّْل ۡن‬
‫ّْل‬ ‫ۡق ّن ت‬
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada- Ku."24
Dengan demikian menyembah Allah, tidak hanya sekedar melaksanakan
ibadah-ibadah ritual dan individual seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya,
tetapi menolong orang lewat perantaraan ilmu juga termasuk perbuatan yang bernilai
ibadah di sisi Allah, dan sebagai seorang yang beriman wajib meyakini hal tersebut.
Ilmu yang dimiliki tidak untuk disombongkan, tetapi seharusnya ilmu yang membuat
kita menjadi rendah hati. Karena ilmu itu sangat luas, bahkan mungkin hampir tak
terbatas. Semakin banyak kita mempelajarinya, semakin terlihatlah kekurangan dan
ketidaktahuan kita.
Islam sebagai agama dengan berlandaskan pada al-Quran dan hadits sebagai
sumber ajaranya banyak berbicara tentang ilmu pengetahuan dan menempatkan orang
yang mempunyai ilmu pengetahuan pada derajat terhormat. Semua ilmu pengetahuan
agama ataupun ilmu pengetahuan semuanya bersumber dari Allah, sehingga tidak
perlu ada dikotomi antara keduanya.
Seorang Muslim tidak hanya cukup pada perintah menuntut ilmu, tetapi
menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan belajar, karena manusia

23
Baso Hasyim, Islam dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains terhadap Perubahan
Islam) vol. 14 no. 1 (Paolopo: Dakwah Tabligh), 134.
24
DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemah.., 852.
hidup di dunia ini perlu untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan alam dan
perkembangan zaman.25
Jika manusia berhenti belajar sementara zaman terus saja berkembang maka
manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan
tuntutan zaman tersebut, terutama pada zaman sekarang ini, yaitu zaman yang di
sebut dengan era globalisasi, pada zaman saat ini orang di tuntut untuk memiliki
bekal yang cukup banyak yang berupa ilmu pengetahuan. Bahkan jika perlu menuntut
ilmu di lakukan tidak hanya di tempat yang dekat tetapi juga di tempat yang jauh.
Karena dalam setiap kesempatan kita akan dituntut untuk memiliki pengetahuan. Baik
pengetahuan yang sederhana hingga pengetahuan yang rumit.
Dengan ilmu manusia akan menjadi makhluk yang terbaik di antara makhluk
makhluk Allah SWT yang lainnya. Tetapi apabila kita tidak berilmu, maka kita akan
menjadi bodoh, tidak mengetahui apa-apa di dunia ini dan pada akhirnya kita menjadi
makhluk yang paling rendah.
Dengan demikian ilmu pengetahuan sangat penting dalam hidup ini, karena
dengan ilmu pengetahuan kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat. Oleh karena itu barang siapa yang menginginkan bahagia di dunia, maka
harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki bahagia di akhirat, juga
harus memiliki ilmu. Dengan ilmu, manusia akan tinggi derajatnya di sisi Allah, dan
Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu ke beberapa tingkat.

Integrasi Ilmu Agama Islam dan Sains


Ilmu agama Islam dan Ilmu Pengetahuan bukanlah dua hal yang berlainan dan
harus dipisahkan tetapi dua hal yang esensial dan saling melengkapi satu sama lain.
Belajar sains dan ilmu agama Islam harus sama-sama dipandang sebagai kegiatan
ibadah. Gulen berpikir, seandainya tidak ada serangan bangsa Mongol dan tidak
terjadi perang salib (Crusade), maka dunia Islam pasti tidak akan mengalami

25
Iltiqoul Jannati, Kewajiban Menuntut Ilmu Menurut Al-Quran dan Hadits (Lampung: Metro Press,
2009), 23.
kemunduran. Tentunya, jika pengandaian ini benar, polaritas antara sains dan ilmu
agama bisa dihindari. Dengan demikian, sains hanyalah sesuatu yang berusaha
mengamati dan mempelajari ayat-ayat Allah SWT. Karenanya, Agama akan
memandu agar sains tetap dijalan yang seharusnya.
Gulen juga memaparkan peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW,
yang dikenal dengan zaman jahiliyah. Pada zaman ini masyarakat sebenarnya sudah
memiliki peradaban yang baik, mengenal jual beli, tata kota, hingga kemampuan baca
tulis yang tergambar melalui sastra dan bahasa pada masa itu. Namun, kecerdasan
keilmuan ini tidak diikuti dengan kesalehan spiritual sehingga ketidak stabilan sosial
terjadi. Pembunuhan, perselingkuhan, perzinahan, dan wanita dipandang rendah
menjadi sesuatu yang dianggap wajar dalam kehidupan badui. Begitu pula dengan
ketuhanan, masyarakat jahiliyah kehilangan pengetahuan mengenai Tuhan. Mereka
membuat berhala dari batu, kayu, dan roti sebagai perantara kepada Tuhan.
Ini terjadi karena tidak adanya integrasi keilmuan yang menurut Gulen sangat
penting untuk dilakukan dalam kehidupan modern saat ini agar umat Islam dapat
bersaing dengan masyarakat Barat. Oleh sebab itu, melakukan integrasi keilmuan
akan sangat sulit dilakukan secara individu, maka Gulen menyarankan kepada para
pengikutnya untuk berada pada suatu komunitas dan menghindari individualitas
melalui pembentukan institusi-institusi pendidikan formal maupun non-formal.
Gulen memandang ilmu agama islam dan ilmu pengetahuan tidak hanya
bersesuaian tetapi saling melengkapi. Oleh karena itu, Gulen mendorong
pengembangan teknologi, penelitian ilmiah, dan pengembangan pendidikan demi
kebaikan umat manusia. Satu hal yang selalu ditekankan oleh Gulen adalah seorang
Muslin harus saleh, sekaligus menguasai bidang ilmu pengetahuan. Gulen sangat
menyesalkan karena dalam masyarakat Islam masih meyakini dan menganggap
bahwa ilmu pengetahuan modern adalah milik orang-orang Barat. Melaui gerakan
(hizmet) yang diprakarsai Gulen, ia ingin menciptakan generasi Islam yang lebih baik
di masa yang akan datang dengan melakukan simbiosis antara ilmu agama Islam
dengan ilmu pengetahuan modern. Bahkan baginya pendidikan sesungguhnya adalah
fitrah penciptaan manusia.
Gulen menegaskan untuk memadukan tiga elemen penting ilmu pengetahuan,
yakni ilmu alam, agama, dan sosial. Manusia yang sempurna dan yang diharapkan
dalam Islam akan terwujud dengan penyatuan ketiga elemen ini dalam pendidikan. Ia
juga menambahkan pentingnya proses pengajaran untuk menyisipkan penanaman
nilai-nilai etika. Dengan cara ini, sesungguhnya Gulen ingin memadukan antara
moral Islam dengan pendidikan modern. Ia mengakui sistem pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan sudah berkembang dengan baik di masyarakat
Barat. Namun ia mengatakan sistem tersebut sudah kehilangan dimensi penting
dalam diri manusia yakni spiritualitas. Hal ini terjadi sejak era pencerahan, di mana
agama dinilai tidak terkait dengan ilmu pengetahuan bahkan justru menjadi
penghalang ilmu pengetahuan. Dalam konteks inilah Gulen menegaskan bahwa
agama dan ilmu pengetahuan harus berjalan beriringan. Selanjutnya Gulen
memandang iman dan ilmu pengetahuan bukan hanya sejalan, namun saling
melengkapi. ia melihat perlunya mendamaikan iman dan akal daripada meremehkan
salah satunya seperti yang kerap terjadi di dunia Islam.
Gulen melihat pendidikan umum dan pendidikan Islam sebagai sesuatu yang
saling melengkapi. Meskipun latar belakang pendidikan Gulen berasal dari lembaga
Islam tradisional, ia justru lebih menganjurkan pengikutnya untuk membuka sekolah
modern daripada lembaga pendidikan tradisional. Bahkan ia lebih menyarankan
untuk banyak mendirikan sekolah dibandingkan mendirikan masjid. Usahanya
mendidik generasi muda dalam pengetahuan agama lebih banyak dilakukan melalui
publikasi informal, khutbah, dan melalui institusi keluarga dibandingkan melalui
kurikulum formal dalam lembaga pendidikan. Menurut Gulen sekolah harus
menghindar dari gerakan politisasi. Meskipun berbagai lembaga pendidikannya
didekati oleh banyak pemimpin partai politik untuk mendapatkan dukungan, ia selalu
mempertahankan sikap non- partisipan dan sangat mendorong para pengikutnya
untuk tetap keluar dari keterlibatan langsung dalam politik. Karena ia mengacu pada
pandangannya terhadap Turki yang sudah menderita dari berbagai bentuk perpecahan
politik dan pendidikan.26
Skema : Integralisasi ilmu dalam Islam

Keterangan :

A = Integrasi ilmu agama dan sains, B = Spesialisasi ilmu

26
A. Rizqon Khamami, Islam Kosmopolitan dalam Ajaran-ajaran Fethullah Gulen Vol. 15 No.
2.(Surabaya: Al-Fikr, 2011), 109.
Kesimpulan

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula
Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai
agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang
diterima selain Islam.

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan alam manusia. Sedangkan
Pengertian Pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan diorganisasikan
untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran dan pengalaman yang terakumulasi
sehingga bisa diaplikasikan ke dalam masalah/proses bisnis tertentu. Dan ilmu juga
adalah suatu sistem berbagai pengetahuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan-
pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode
tertentu. Secara etimologi, ilmu berasal dari bahasa arab dari kata ilm yang berarti
memahami, mengerti, atau mengetahuai. Jadi dapat artikan bahwa ilmu pengethuan
adalah memahami suatu pengetahuan.

Dalam pengintegrasian ilmu agama dan sains dalam pendidikan lebih menekankan
pada pentingnya pengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah dibarengi
dengan iman sempurna, akhlak, moral, kebersihan hati dalam mencari ilmu. Tujuan
dari pencarian ilmu sendiri adalah dengan menuntut ilmu hendaklah ia mengenal
Tuhan- nya. Untuk itu maka diperlukan adanya integrasi antara ilmu agam dan sains.
Daftar Pustaka

Al-Qaradhawy, Yusuf, Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis Komprehensif


tentang Pilar-Pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan
Islam, terj.
Setiawan Budi Utomo, Lc, (Jakarta: Al-Kautsar, 2000).

Asy’arie, Musa, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI,


2002)

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat.

Daudy, Ahmad, Kuliah Aqidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2015).

DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemah.

Djuned, Daniel, Konflik Keagamaan.

Fethullah Gulen, Muhammad, Memadukan Akal dan Qalbu dalam Beriman.

Hasyim, Baso, Islam dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains terhadap
Perubahan Islam) vol. 14 no. 1 (Paolopo: Dakwah Tabligh).

Ibrahim, Slamet, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Bandung: ITB, 2008).

Iltiqoul Jannati, Kewajiban Menuntut Ilmu Menurut Al-Quran dan Hadits (Lampung:
Metro Press, 2009).

Irawan, Deni, Islam dan Peace Building

Irwana, Muhammad, Integrasi Ilmu Agama Islam dan Sains

Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000).

Khamami, A. Rizqon, Islam Kosmopolitan dalam Ajaran-ajaran Fethullah

Gulen
Vol. 15 No. 2.(Surabaya: Al-Fikr, 2011).

Muslih, Abu, Syarh Ushul Iman, (Darul Qasim)


Nashir, Haedar, Gerakan Islam Syariat, Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia
(Jakarta Pusat: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah,
2007).

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas


Indonesia Press, 2016).

Sulaiman, Mubaidi, Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Muhammad


Fethulah Gulen

Tim Penulis, Kamus Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: 2018).

www.sejarahdunia/hubungan ilmu dan filsafat

www.sejarahdunia/hubungan ilmu dan filsafat

Anda mungkin juga menyukai