Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENANGANAN AWAL DAN KONTRAINDIKASI RUJUKAN ASFIKSIA

PADA BAYI BARU LAHIR


MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS BAYI DAN BALITA

Dosen Pengampu : Rubiati Hipni ,M.Keb

Disusun Oleh :
Kelompok 5 Semester III C
Aulia Fitriani P07124119008
Fitri Wulandari P07124119027
Frishelia Chanita Kumala P07124119029
Mira Nur Auliva P07124119050
Sri Melliyani P07124119094
Zoraya Defada Nawiswari P07124119103

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN DIPLOMA III KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahan kepada baginda tercinta kita yaitu, Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk memenuhi tugas praktik
mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita dengan judul “Penanganan Awal Dan
Kontraindikasi Rujukan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian, apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, kami ucapkan terima kasih dan kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah pengetahuan kepada para pembaca.

Banjarmasin, 3 Agustus 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................…..……….i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1
C. Tujuan .......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHSAN
A. Pengertian asfiksia pada bayi ……………………….………………………….….2
B. penanganan awal bayi baru lahir dengan asfiksia …………………………………3
C. kontraindiksi melakukan rujukan ……………..……………………………...……6
D. pelaksanaan rujukan ………………………………………………………..……...6
E. contoh kasus yang terjadi pada bayi ………….……………………………………6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………..………………………………………………..8
B. Saran………………………..………………………………………………………8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..…9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2013kuranglebih 146.000 bayi
usia 0–1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal setiap tahun di
Indonesia. AKB di Indonesia adalah sekitar 32 per 1000 Kelahiran Hidup (Kementerian
Kesehatan, 2013). Penyebab kematian perinatal (0-7 hari) yang terbanyak adalah
respiratory disorders (35,9%) dan premature (32,3%). Sedangkan untuk usia 7– 28 hari
penyebab kematian yang terbanyak adalah sepsis neonatorium (20,5%) dan congenital
malformation (18,1%). (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Djaja’ (2002), angka kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI
2002/2003 adalah 20/ 1000 kelahiran hidup, salah satu penyebab utama kematian bayi
baru lahir adalah asfiksia. Di Indonesia prevalensi asfiksia sekitar 3% kelahiran atau
setiap tahunnya sekitar 144/900 kelahiran dengan asfiksia sedang dan berat. Faktor yang
berkaitan dengan kejadian asfiksia yaitu faktor ibu, faktor bayi, dan faktor tali pusat
(Hartatik et al. Pengaruh Umur Kehamilan pada Bayi Baru Lahir dengan Kejadian
Asfiksia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.H.71).
Dalam dekade terakhir pelayanan persalinan sudah lebih baik namun bayi baru
lahir masih banyak menderita asfiksia dan pada kasus asfiksia berat menyebabkan
Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE) dan bisa menyebabkan kerusakan neurologis
permanen. Prevalensi asfiksia pada persalinan adalah 25 tahun, per 1000 kelahiran hidup
di antaranya 15% adalah sedang atau berat. Pada bayi prematur, 73 per 1000 kelahiran
hidup di antaranya 50% adalah sedang atau berat. Di negara berkembang, sekitar 3% bayi
lahir mengalami asfiksia derajat sedang dan berat. Bayi asfiksia yang mampu bertahan
hidup namun mengalami kerusakan otak, jumlahnya cukup banyak. Hal ini disebabkan
karena resusitasi tidak adekuat atau salah prosedur. Pemerintah melalui Kementrian
Kesehatan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial untuk menangani asfiksia
bayi baru lahir yang tercantum pada pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asfiksia pada bayi?
2. Bagaimana penanganan awal bayi baru lahir dengan asfiksia?
3. Apa kontraindiksi melakukan rujukan?
4. Bagaimana pelaksanaan rujukan?
5. Apa contoh kasus yang terjadi pada bayi?
C. Tujuan

1
Untuk mengetahui pengertian, identitas dari asfiksia pada bayi. Penanganan awal
sebelum melakukan rujukan, kontradiksi melakukan rujukan dan pelaksanaan rujukan
pada asfiksia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Istilah asfiksia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang berhenti
(stopping of the pulse). Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan pertukaran gas di
organ, definisi asfiksia sendiri menurut WHO adalah kegagalan bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia perinatal adalah kondisi bayi yang ditandai
dengan hipoksia dan hipercapnia disertai asidosis metabolik. Menurut American College
of Obstetrics and Gynecology. diagnosis asfiksia didasarkan 4 kriteria utama dan 5
kriteria tambahan. Kriteria utama tersebut adalah
1. Asidosis metabolik (pH < 7.0 dan base deficit ≥ 12 mmol/L) pada arteri
umbilical
2. ensefalopati sedang atau berat,
3. cerebral palsy tipe spastik quadriplegia atau dyskinetic
4. bukan penyebab lain
kriteria tambahan adalah
1. Sentinel event
2. perubahan mendadak detak jantung janin
3. Apgar score ≤ 3 kurang dari 5 menit
4. kegagalan sistem organ dalam 72 jam kehidupan
5. early imaging evidence
Terdapat lima hal yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada saat persalinan.
1. Interupsi aliran darah umbilicus.
2. Kegagalan pertukaran darah melalui plasenta (misalnya solutio plasenta)
3. Perfungsi plasenta sisi maternal yang inadekuat (misalnya hipotensi maternal
yang berat)
4. Kondisi janin yang tidak dapat mentoleransi hipoksia intermiten dan transien
yang terjadi pada pada persalinan normal (misalnya pada janin yang anemia atau
IUGR).

2
5. Gagal mengembangkan paru dan memulai ventilasi dan perfusi paru yang
seharusnya terjadi saat proses kelahiran

B. Penanganan awal bayi baru lahir dengan asfiksia

PENILAIAN:
Sebelum bayi lahir
1. Apakah kehamilan cukup bulan?
2. Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir
1. Apakah bayi menangis atau bernapas / tidak megap-
megap?
2. Apakah tonus otot bayi baik / bayi bergerak aktif?

Jika bayi tidak cukup bulan dan Jika air ketuban tercampur mekonium
atau tidak bernapas atau
megapmegap dan atau lemas
NILAI NAFAS

POTONG TALI PUSAT


Jika bayi menangis atau Jika bayi tidak bernapas
bernapas normal atau megap-megap
LANGKAH AWAL
1. Jaga bayi tetap hangat
2. Atur posisi bayi
3. Isap lendir Buka mulut lebar, usap dan
Potong tali pusat
4. Keringkan dan rangsang taktil isap lendir dari mulut
5. Reposisi
NILAI NAFAS

Jika Bayi Bernapas Normal Jika Bayi Tidak Bernapas/Bernapas Megap-


Megap
ASUHAN PASCA RESUSITASI
1. Pemantauan tanda bahaya VENTILASI
Perawatan tali pusat 1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
2. Inisiasi menyusu dini 2. Ventilasi 2 x dengan tekanan 30 cm air
3. Pencegahan hipotermi 3. Jika dada mengembang lakukan ventilasi
4. Pemberian vitamin K1 20 x dengan tekanan 20 cm air selama
5. Pemberian salep/tetes mata 30 detik
6. Pemeriksaan fisis
NILAI NAFAS

3
Jika Bayi Dirujuk Jika Tidak Mau Dirujuk Dan Tidak Berhasil
1. Konseling 1. Sesudah 10 menit bayi tidak bernapas
2. Lanjutkan Resusitasi spontan dan tidak terdengar denyut
1. Penatalaksanaan Menurut Vidia dan Pongki (2016:365),
Penatalaksanaan Asfiksia meliputi :
a. Tindakan Umum
1) Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achilles.
3) Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan Khusus
1) Asfiksia Berat
Berikan o2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa endotrakeal.
Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan o2. o2 yang
diberikan tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-100
x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan
Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila
gagal lakukan pernafasan kodok (Frog Breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi
ekstensi maksimal beri o2 1-21/menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup
mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atasbawah secara teratur 20 x/menit
3) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
2. Cara resusitasi
a. Dua faktor utama yang perlu dilakukan agar tindakan resusitasi dapat dilaksanakan
dengan cepat dan efektif menurut Vidia dan Pongki (366:2016) adalah:
1) Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirnya bayi dengan depresi dapat
terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau
asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.

4
2) Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan trampil. Persiapan
minimum antara lain: alat pemanas api siap pakai, alat penghisap, alat sungkup
atau balon resusitasi, oksigen, alat intubasi dan obat-obatan.
b. Langkah-langkah resusitasi
Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang diaplikasikan untuk neonatus
yang gagal bernafas secara spontan :
1) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2) Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi telentang pada alas yang datar.
3) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4) Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah
bersih kemudian lanjutkan ke hidung
5) Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi
6) Nilai pernafasan jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6
detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung >100x/menit, nilai warna kulit jika
merah/sianosis perifer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut
jantung <100x/menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a) Jika pernafasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif
b) Ventilasi tekanan positif/PPV dengan memberikan o2 100% melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi
mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulut ke mulut, kecepatan
PPV 40-60 x/menit.
c) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10.
d) Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
e) Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai
denyut jantung >100x/menit dan bayi dapat nafas spontan.
f) Jika denyut jantung 0 atau < 10x/menit, lakukan pemberian epinefrin 1:10.000
dosis 0,2 – 0,3 mL/kg BB secara IV
g) Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika >100x/menit hentikan obat.
h) Jika denyut jantung <80x/menit ulangi pemberian epineperin sesuai dosis
diatas tiap 3-5 menit.

5
i) Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap/tidak respons
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2
MEQ/kg BB secara IV selam 2 menit.

C. Kontraindiksi melakukan rujukan


Setelah melakukan penganan awal asfiksia selanjutnya nilai nafas bayi, apabila
bayi bernafas dengan normal dan menangis kencang maka tidak memerlukan rujukan.
Bidan melaksanakan asuhan pasca resusitasi dengan:
1. Pemantauan tanda bahaya Perawatan tali pusat
2. Inisiasi menyusu dini
3. Pencegahan hipotermi
4. Pemberian vitamin K1
5. Pemberian salep/tetes mata
6. Pemeriksaan fisis
7. Pencatatan & Pelaporan

D. Pelaksanaan rujukan
1. Indikasi rujukan asfiksia adalah
a) Tidak bernafas atau nafas mega-megap
b) Warna kulit kebiruan
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran
e) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
f) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
2. Keputusan merujuk yang ditentukan oleh keluarga besar yang mengakibatkan rujukan
yang sering terlambat. Untuk itu, bidan harus lebih intensif memberikan penyuluhan
kepada ibu hamil maupun keluarganya untuk menyiapkan rujukan, khususnya kepada
ibu hamil yang memiliki komplikasi kehamilan. bidan harus menekankan kepada ibu
hamil dan keluarganya kecepatan waktu memutuskan dan menyiapkan rujukan yang
penting, sehingga keterlambatan penanganan yang berakibat pada kematian dapat
dihindari. Kasus asfiksia BBL dapat langsung dirujuk ke RS dengan bidan langsung
mendampingi.

6
E. Contoh kasus asfiksia pada bayi
By. Ny. R PIIA0 lahir dirumah sakit, lahir spontan pukul 09.00 WIB, bayi tidak
menangis kuat, warna kulit kebiruan, tonus otot lemah dan nafas megap-megap. BB :
2800 gram, PB : 45 cm, RR : 25x/menit, suhu : 35,7 C dengan umur kehamilan saat lahir
37 minggu.
Perencanaan :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2. Letakkan bayi pada posisi ekstensi (± 1 cm).
3. Bersihkan jalan nafas menggunakan slym sucker.
4. Pemasangan o2.
5. Lakukan rangsangan taktil pada bayi.
6. Keringkan tubuh dan kepala bayi dengan handuk/kain kering.
7. Jelaskan pada keluarga keadaan bayi saat ini.
8. Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak.
9. Lakukan observasi TTV tiap 1 jam

7
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan pertukaran gas di organ. Penanganan
awal asfiksia dapat dilakukan dengan Jaga bayi tetap hangat, mengatur posisi bayi
,mengisap lendir, mengeeringkan dan rangsang taktil, dan mereposisi. Segera lakukan
rujukan apabila bayi tidak bernafas atau nafas mega-megap< warna kulit kebiruan,
kejang, penurunan kesadaran, DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit
tidak teratur, dan mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala. Pada saat
melakukan rujukan beri konseling pada ibu keluarga bahwa asfiksia harus ditangani
dengan cepat agar bayi dapat selamat dan bidan harus mendampingi ibu dan bayi selama
melakukan rujukan.

B. Saran
Disarankan kepada seluruh ibu hamil untuk lebih rutin memeriksakan
kehamilannya, rutin minimal 4 kali selama kehamilan. Serta membaca dan memahami
buku KIA yang diberikan oleh petugas kesehatan saat pertama kali terdeteksi hamil. Serta
menanyakan segala sesuatu yang kurang dipahami kepada tenaga kesehatan mengenai isi
dari buku KIA, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi saat hamil dan bersalin
Apabila ditemui gejala asfiksia pada bayi maka segeranyalah melakukan penangan awal
dengan resusitasi. Hal ini dapat dilakukan sebelum melakuakan rujukan apabila bayi
masih belum bisa bernapas maka bidan wajib mendampingi saat melakukan rujukan. Tim
penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu pemabaca untuk
mengetahui asfiksia bada bayi baru lahir.

8
DAFTAR PUSTAKA
Buku saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Kementrian Kesehatan RI. 2010
Puspitasari, MA Jurnal kesehatan neonatal. Asfiksia pada bayi baru lahir. 2017
Lestari, Restu Duwi. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 2, Agustus 2019, hlm. 251–
262. Analisis Faktor Penyebab Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Anda mungkin juga menyukai