Anda di halaman 1dari 10

l4

MalpnlKTrx Mrox

Tuiuon lnrtruhrionql Khurut


1. Menyebuthon definisi molprohtih medih.
2. Menyebuthqn jenis-jenis molprohtih.
3. Menjelqshon secqro gqris besqr stondqr peloyonon medih.
4. Memberihqn contoh-contoh hosus molprohtih otqu buhon molprohtih
medih.
5. Menjeloshon prosedur tuntuton hqsus dugqon molprohtih medih.
Fohoh Bqhqrqn
1. Mqlprohtih medih.
2. Prosedur tuntuton hosus molprohtih medih.
tub-trohoh Bqhqrqn
1. Pengertion molprqhtih, helqlqion dqn peloyonon hedohterqn di
bowqh stondqr.
2. Molprohtih etih, pidono don perdotq sertq contoh-contohnyo.
3. Upoyq dohter dqlom penyembuhon posien sesuqi prosedur/stqndor.
4. lqlur tuntuton hqrus dugoon molprohtih medih.

95
96 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehotqn

Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan


malpraktik makin meningkat di mana-mana, termasuk di negara kita. Maraknya
pengaduan tersebut selain disebabkan oleh meningkatnya kesadaran hukum dan
kesadaran akan hak-hak pasien, adalah karena masyarakat menganggap kegagalan
upaya penyembuhan yang dilakukan dokter terhadap pasien identik dengan ke-
gagalan tindakan medik. Padahal dokter tidak dapat disalahkan jika ia telah me-
laksanakan tugas pro{bsinya sesuai dengan standar pelayanan medik, sesuai dengan
standar prosedur yang telah disepakati oleh organisasi profesinya dan Rumah Sakit
tempat ia bekerja.
Seorang dokter tidak menjamin hasil akhir upayanya yar'g sungguh-sungguh
untuk kesembuhan pasien atau meringankan penderitaan pasiennya. Jadi, jika ter-
jadi komplikasi tidak terduga, cedera, bahkan pasiennya meninggal dunia, dokter
tidak dapat dituntut. Yang penting dokter telah bersikap tulus ikhlas dan memper-
gunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan dan keselamatan
pasien dan dalam hal tidak mampu ia telah mengonsultasikan pasiennya kepada
dokter lain yang memiliki keahlian khusus mengenai penyakit yang diderita
pasiennya.
Harapan pasien dalam menerima pelayanan medik adalah kesembuhan dan
sekecil mungkin adanya risiko atau efek samping. Namun, dokter adalah manusia
biasa yang tidak luput dari human ero4 apalagS bekerja dalam kondisi sarana
pelayanan medik yang tidak memadai, peralatan yang kurang faktor lingkungan
dan sebagainya. Di sisi lain para dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban
dan tugas profesinya dengan lebih hati-hati dan penuh tanggungjawab. Seorang
dokter hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan pro-
sedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan
medik, dan tindakan itu memang wajar dan diperlukan.
Di negara maju tiga besar, dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan
ketidaklayakan dalam praktik, yaitu spesialis bedah (ortopedi, plastik dan saraf),
spesialis anestesi, dan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Di Indonesia
sengketa medis terbanyak melibatkan Sp.OG., disusul oleh Sp.B., Sp.PD., Sp.An.
dan Sp.A. (MKEK IDlJakarta,2004 danJawa Tengah,2004)
Menurut keluarga korban malpraktik yang tergabung dalam Persaudaraan
Korban Sistem Kesehatan (PKSK) dalam kurun 2 tahun (2004, 2005) terdapat 386
kasus dugaan malpraktik yang dilaporkan ke polisi, namun belum satu pun dapat
dituntaskan.

Fengertisn Mqlprqhtih
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik
atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik (Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus Dewan
Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti menjalankan
perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi,
malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis,
tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran, tetapi juga
dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik, dan wartawan.
eal rc Molptohtih Medih 97

BhcrtJ Lazo Dichuzary mendefinisikan malpraktik sebagai "malprachbe n a


profrssrbnal misconduct or unreasonable kcrt ofshill orfailure ofone rendenngproifrssional
seratVes to exerase tltatdegree ofshtT/ and /earningconmonly app/t'ed undera// arcumstances
tn tlte communr$ by tlte azterage prudent reputable mernber of the projixtbn with tlte
result of in1ury, loss, or damage to t/te reapient of those seratlces or to those entitled to rely
upon thqm"
Menurut WHO (1992)," medical malprach)ce rnztolztes tlze pltyvuan's ikilure to
co&nn to the standard of carelfrr treatment of the patt'ents condition, or lacft of shill, or
negligence in prniding care to the pahent uthiclt u tlte dtrect cause o1f an tn1ury to the
pah'enf.
Longman Dichbnary of Contemporary Engltsh (l,{ew Editnn, 1987) mendefrnisi-
kannya, "failure to cany out one's projlssional duQ praper/y or hones$t ofun resulting tn
in1ury, /oss, or damage to someone".
Dengan demikian, malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau
kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yanglazim dipergrnakan dalam mengobati pasien atau orang cedera
menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Apapun definisi malpraktik medik pada intinya menga.ndung salah satu unsur
berikut.
1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan
yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.
2. Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar (tidak lege artis)
3. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat men-
cakup:
a. Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
b. Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Dalam praktiknya banyak sekali hal yang dapat diajukan sebagai mal-
praktik, seperti salah diagnosis atau terlambat diagnosis karena kurang
lengkapnya pemerilsaan, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman,
kesalahan teknis waktu melakukan pembedahan, salah dosis obat, salah
metode tes atau pengobatan, perawatan yang tidak tepat, kelalaian dalam
pemantauan pasien, kegagalan komunikasi, dan kegagalan peralatan.
Malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yanglazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan
yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian di sini ialah sikap kurang hati-
hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atat sebaliknya melakukan apayang seseorang
dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran di bawah
' standar pelayanan medik.
Walaupun UU No. 6 tahun 1963 tentangTenaga Kesehatan sudah dicabut
oleh UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, .narnun perumusan mal-
98 Etiho Kedohteron don Huhum Kerehotqn

praktiVkelalaian medik yang tercantum pada Pasal 11b masih dapat


dipergunakan, yaitu:
Dengan tidak mengurangi ketentuan di dalam KUHP dan peraturan per-
undang-undangan lain, terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-
tindakan administratif dalam hal sebagai berikut.
(a) melalaikan kewajiban
ft)inelakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya, maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan.
Dari 2 butir tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada butir (a) melalaikan
kewajiban, yang berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
sedangkan pada butir (b) berarti melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya
tidak dilakukan.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan jika kelalaian itu
tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu
dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum "De minimis noncurat /ex," yang
berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Akan tetapi, jika
kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut
nyawa orang lain, diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa /ata), serius dan
kriminil.

Tolak ukur culpa lata adalah:


1. bertentangan dengan hukum
2. al<rbatnya dapat dibayangkan
3. akibatnya dapat dihindarkan
4. perbuatannya dapat dipersalahkan.
Jadi malpraktik medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran
di bawah standar.
Malpraktik medik murni (mminal malpracnbe) sebenarnya tidak banyak di-
jumpai. Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau
adanyadokteryang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi
medik, (appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu
dilakukan, jadi semata-mata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam
masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis, dan konsumtif kalangan dokter
turut terimbas, malpraktik seperti di atas dapat meluas.
Pasien,/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena:
L. dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untukmenyembuhkan
penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
2. dokter akan bertindak dengan hati-hati dan teliti
3. dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran,
ia hanya telah melakukan malpraktik etik. Untuk dapat menuntut penggantian
8a/. 14 Malproktih Medih 99

kerugian (perdata) karena kelalaian, penggugat harus dapat membuktikan adanya


4 unsur berikut.
1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.
2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yanglazim dipergunakan.
3. Penggdgat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
4. secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar.

Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang ter-


gugat. Dalam hukum terdapat suatu kaedah yang berbunyi "Res Ipsa Loqultur",
yang berarti faktanya telah berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang ter-
ii"ggul di rongga perut pasien sehingga menimbulkan komplikasi pascabedah.
Dalam hal ini, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada
dirinya.
Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana
(kriminil), kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih
serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati
terhadap kemungkinan timbulnya risiko yangbisa menyebabkan orang lain terluka
atau mati sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan kriminal oleh
negara.

Upqycr pencegqhdn molprchtih


Pelayanan medik merupakan suatu sistem pelayanan yang kompleks dan ketat
sehingga mudah te{adi kecelakaan terutama di UGD, ICU, Kamar Bedah, dan
Kamar Bersalin. Oleh karena itu, pelayanan di sini harus ekstra hati-hati. Setiap
tindakan medik mengandung risiko karena itu harus dilakukan tindakan pen-
cegahan dan berupaya mengurangi risikonya hingga tingkat yang dapat diterima
(accrpnbt). Berikut ini beberapa tips agar terhindar dari tuntutan malpraktik.
1. Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medik dan standar prosedur
operasional.
2. Bekerjalah secara profesional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi.
3. Ikuti peraturan perundangan yang berlaku, terutama tentang kesehatan dan
praktik kedokteran.
4. jangan
Jalin komunikasi yang harmonis dengan pasien dan keluarganya dan
pelit informasi baik tentang diagnosis, pencegahan dan terapi. Ada yang
mengatakan bahwa " a good plrysiaan-pattent relationshtp is tlte best prtpltylactic
agatnst a malpracttbe suit'.
5. Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban dan kekeluargaan sestuna sejawat
dan tingkatkan kerja sama tim medik demi kepentingan pasien.
6. Jangan berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dalam bidang
yang ditekuni.

Contoh Kqrur
1. Seorang dokter memberi cuti sakit berulang kali kepada seorang tahanan,
padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya.
loo Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton

Dalam hal ini, dokter terkena pelanggaran KODEKI Bab-I pasal 7 dan KUHP
pasal267.
KODEKI Bab-I pasal T:
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah di-
periksa sendiri kebenarannya.
KUHP pasal267:
Do*ter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang adanya
atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman
penjara selama 4 tahun.
2. Seorang pasien gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata me-
merlukan pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda karena
faktor administrasi keuangan sehingga pasien meninggal dunia. Pelanggaran
etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan:
a. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan oleh kelalaian dokter,
sikap dokter tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI
Bab II Pasal 10 dan KUHP pasal 304 dan 306.
Lafal sumpah dokter
Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.
KODEKI Bab II Pasal 10
Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
kemanusiaan.
KUHP pasal304
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seorang
dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan
dan pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena
suatu perjanjian, dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya 2 tahun
8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
KUHP pasal306
(2) Jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka bersalah
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.
b. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan oleh keluarga pasien
belum membayar uang panjar untuk rumah sakit, rumah sakitlah ylng
terkena pasal-pasal KUHP 304 dan 306, sedangkan dokter terkena pe-
langgaran KODEKI.
3. Seorang dokter umum melakukan pembedahan benjolan pada leher seorang
wanita yang kemudian timbul komplikasi pendarahan. Dokter menghentikan
tindakannya sedangkan benjolan tersebut belum diangkat seluruhnya. Pada-
hal di kota tempat dokter ini bekerja ada dokter spesialis bedah. Dalam kasus
. ini dokter umum tersebut melanggar KODEKI Bab-I pasal 2 dan ll, KUHP
pasal 360.
KODEKI Bab I pasal2
Seorang dokter hams senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi.
€4/ 14 MolpraH,ih Medih 101

KODEKI Bab I pasal 10


Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergmakan segala ilmu
dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan sehingga atas persetujuan
pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang memiliki keahlian dalam
penyakit tersebut.
KUHP pasal350:
Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka
berat atau luka sedemikian sehingga berakibat penyakit atau halangan se-
mentara untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.
Bagaimana jika pasien meninggal dunia selagi dilakukan penyelidikan
tentang penyakitnya, apakah dokter dapat diminta untuk pertanggung-
jawaban? Dalam hal ini bergantung pada indikasi pemeriksaan tersebut,
apakah pemeriksaan telah dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur,
dan apakah sewaktu terjadi komplikasi telah diupayakan menyelamatkan
pasien secara maksimal dengan carayang cepat dan tepat.
4. Seorang wanita, usia 31 tahun dirawat dengan benjolan pada leher, lemah
dan tidak mempunyai nafsu makan. Dugaan diagnosis adalah suatu penyakit
darah, mungkin limfoma atau leukemia.
Pemeriksaan darah menunjukkan leukemia akut. Namun, pada tahap itu
tidak dapat dipastikan tipenya. Karena itu, diperlukan punksi sumsum tulang
untuk mengetahui tipe sel dan menetapkan terapi yang tepat. Punksi sumsum
tulang telah dicoba sebanyak 6 kali, pada tulang dada dan tulang panggul.
Pada punksi tulang dada terakhir kali, tiba-tiba pasien menjadi sesak,
Resusitasi dilakukan segera, namun pasien meninggal dunia 45 menit ke-
mudian. Pada autopsi dijumpai bahwa pasien meninggal karena komplikasi
haemopericardium (perdarahan) yang disebabkan luka punksi pada bilik
kanan jantung sewaktu melakukan punksi tulang dada.
Dalam penyelidikan di pengadilan dibuktikan bahwa prosedur punksi
perlu dilakukan untuk diagnosis dan terapi serta tekniknya telah dilaksanakan
dengan hati-hati dan sesuai prosedur. Komplikasi yang timbul memang dapat
terjadi pada aspirasi sumsum tulang. Pertolongan yang diberikan setelah
komplikasi adalah cepat dan tepat dan dinilai tidak ada kelalaian dokter.
5. Seorang wanita usia 70 tahun dirujuk ke rumah sakit untuk appendektomi
karena radang usus buntu. Pada waktu pembedahan, spesialis bedah meng-
angkat suatujaringan yang diduganya usus buntu yang sedang meradang.
Namun, pada pemeriksaan patologi anatomi, ternyata jaringan tersebut
bukan suatu usus buntu, melainkan jaringan lemak. Pasien meninggal 2 hari
setelah operasi. Pada autopsi dijumpai usus buntu yang mengalami perforasi
masih melekat pada coecum. Kematian disebabkan oleh sepsis yang timbul
akibat appendicitis akut yang perforasi.
Di pengadilan dinyatakan bahwa dokter spesialis bedah tersebut kurang
teliti dan hati-hati dan dinilai keterampilannya di bawah standar. Kalaupun
to2 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton

spesialis patologi segera memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada


spesialis bedah tersebut dan ia sempat melakukan operasi kedua, belum tentu
pasien dapat diselamatkan.

Dari kasus-kasus tersebut di atas dapat diambil pelajaran sebagai berikut.


1. Dari seorang dokter dituntut penampilan sesuai dengan standar dalam me-
laksanakan.tugas proGsinya, serta berusaha dengan sungguh-sungguh dan
hati:hati dalam mencegah komplikasi saat menegakkan diagnosis.
It $ tlte du$ of a phyv'aan or surgeon in dtagnosmg a case t0 use diligence, tn
ascertainmg all az.tailab/e facts and collemng data essential to a praper dngnosn
(Lousell dan Williams, 1986).
2. Jika pemeriksaan pasien telah dilakukan dengan teliti, menegakkan diagnosis
berlandaskan data-data yang memadai, mempertimbangkan diagnosis dife-
rensial dengan tes-tes tambahan yang diperlukan, mengobati pasiennya de-
ngan cara-cara yang tepat, membuat catatan medik dengan adekuat termasuk
tindak lanjutnya @//* up), menyadari benar-benar apa yang dilakukannya
dan memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat jika te{adi komplikasi,
dokter tidak akan dapat dituntut melakukan kelalaian apabila te{adijuga hal-
hal yang tidak diinginkan.
The pnnupb oflaw ts utell establnhed that a prach'tioner cannot be held negligent
rfthe treads the we// zuotu path, he cannot be lteld negtigent tfhefollozus zuhat is the
general and ap,proaed practtbe tn tlte situah'on witlt ztiticlz lte wasfoced.
Not all mistahes ulticlt resuh rn in1ury to a patient are actionable malpract/ce,A
pltyuAan * not an tnsurer oifthe results ofltts dtagnuts and treatment (Lousell dan
Williams, 1986).
3. Jika suatu kasus yang diduga malpraktik diajukan ke depan pengadilan,
diperlukan bukti-bukti yang cukup untuk menega.kkan kebenaran.Jika pasien
meninggal dunia, diperlukan autopsi klinik untuk menetapkan sebab kematian
yang pasti. Pada tahap sekarang ini, tindakan tersebut masih sulit dilalaanakan
- di negara kita disebabkan oleh pengaruh sosio-budaya.
Jadi, walaupun kesadaran hukum meningkat akhir-akhir ini, namun untuk
menegakkan hukum itu di tengah-tengah masyarakat, masih menghadapi
banyak hambatan. Hambatan lain tentunya adalah bahwa unsur-unsur pe-
negak hukum kadang kala belum siap menangani kasus-kasus yang diajukan
karena terbatasnya pengetahuan dalam bidang medik dan belum adanya
peraturan perundang-undanga.n yang berkaitan dengan kasus-kasus' yang
diajukan.

Fencnganon dugqcn mclprohtih


Selama ini pasien dan atau keluarga mengadukan dokter yang diduga melakukan
malpraktik ke berbagai instansi dan badan seperti polisi, jaksa pengacara, lDl/
MKEK, Dinas Kesehatan, Menteri Kesehatan, LSM, Komnas HAM, dan media
cetaVelektronik.
Dengan terbitnya UU R.I. No. 29 Thhun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
diharapkan bahwa setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas
9al 14 Malproktih Medih to3

(E
L
(E
p E
)
(L lZ^
- -:Z
:! Ip
o)
vX
;+o)
lz 6'o-
L
lz o
(E
L
(L
o-
6
.g
a
o)
c
o
'1O
c
c(6 l="-=frfig.l
L
o
lz
o
E
o
_:z
Yc
o=
\1 .!+
t/)
-c.'d
c
G
(5
E
ffEffi
t\H
o
Y
o r.-Er
.a
6
lH-
'o-'
to4 Etiho Kedohteron don Huhum Kesehoton

tindakan dokter dapat mengadukan kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin


Kedokteran Indonesia (MKDKI).secara tertulis, atau lisanjika tidak mampu secara
tertulis. Pengaduan ini tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang dan atau menggugat
kerugian perdata kepada pengadilan
MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan tersebut.
Apabila ditemukan pelanggaran etik, MKDKI meneruskan pengaduan dimaksud
kepada MKEK IDI.Jika terdapat pelanggaran disiplin oleh dokter, MKDKI dapat
memberikan sanksi disiplin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan
Surat Thnda Registrasi (STR), atau Surat Izin Praktik (SIP) atau wajib mengikuti
pendidikan,/pelatihan kembali di Institusi Pendidikan Kedokteran. Tirjuannya
adalah untuk penegakan disiplin dokter, yaitu penegakan aturan-aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan dalam hubungannya dengan pasien.
Jika terdapat bukti-bukti awd, adanya dugaan tindak'pidana, MKDKI menen$-
kan pengaduan tersebut kepada pihak yang berwenang dan/atau pengadu meng-
gugat kerugian perdata ke pengadilan.
Penga.laman adalah guru yang terbaik. Pengetahuan dan keterampilan yang
baik saja tidak cukup dalam upaya penyembuhan pasien; upaya tersebut harus
diiringi sikap profesional yang baik pula. Pendekatan hendaknya holistih dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai aspek, ekonomi-sosial-budaya
dan psikis pasien. Perbanyak komunikasi dan pemberian informasi kepada pasien
dan/atau keluarganya karena ternyata banyak kasus dugaan malpraktik hanya
karena salah paham dan dapat diselesaikan di luar pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai