DI KABUPATEN BONDOWOSO
a. Penurunan AKI & AKB (Kesehatan Ibu & Anak termasuk Imunisasi)
b. Perbaikan Gizi khususnya Stunting
c. Pengendalian Penyakit Menular (ATM: HIV/ AIDS, Tuberkulosis & Malaria)
d. Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Hipertensi, Diabetes Melitus, Obesitas &
Kanker)
PENDEKATAN
KELUARGA
GERMAS
Definisi Stunting
• Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya.
• Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal setelah anak lahir, tetapi stunting baru
nampak setelah anak berusia 2 tahun.
• Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely
stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau
tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan
dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) 2006
nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan kurang dari
– 3SD (severely stunted) (Kepmenkes Sumber: Rebekah Pinto, World Bank untuk Review Pembelajaran Stakeholders
STBM Nasional 10 -13 Feb 2017
1995/MENKES/SK/XII/2010).
LATAR BELAKANG MASALAH
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi
Intervensi paling menentukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik
• Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
• 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
• 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI
2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care,
Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
• 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD*
• 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
• Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
• Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
3. Kurangnya akses ke makanan begizi**
• 1 dari 3 ibu hamil anemia
*PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini
• Makanan bergizi mahal
**Komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal 4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
dibanding dengan di New Delhi, India. Buah dan
sayuran di Indonesia lebih mahal dari di Singapura. • 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
Sumber: RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS • 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
berbagai tahun ke air minum bersih
35 32
29.2
30
29.0
25 26.1
27.0
20
15 26.9
10
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Prevalensi Baduta (0-23 bln) Stunting
Di JAWA TIMUR
25 21.9
20.4
20
17.9
15
10
Stunting
0.0
10.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
50.0
5.0
15.0
43.0
42.5
38.3
35.1
33.5
33.4
32.3
32.0
30.9
30.5
30.4
29.4
28.3
28.1
27.4
26.9
26.9
26.4
26.2
26.2
25.9
25.6
25.3
25.1
24.8
24.3
24.2
PREVALENSI STUNTING DI JAWA TIMUR TAHUN 2017
23.3
23.0
22.7
22.1
21.1
20.7
19.8
19.2
19.0
18.3
15.5
10.3
0.0
20.0
30.0
40.0
60.0
70.0
80.0
10.0
50.0
90.0
2.1
2.3
2.5
4.7
7.1
7.7
9.1
9.9
11.0
15.2
20.1
21.6
22.9
25.0
25.3
27.9
29.0
30.7
32.0
34.5
35.3
35.3
36.1
36.1
40.8
77.7
• Pemilihan 10 Desa Prioritas di 100 Kabupaten/Kota
Prioritas Penanganan Kemiskinan dan Stunting
* Mengapa Menentukan Wilayah Prioritas
Prioritas kepada wilayah terpilih didasarkan pertimbangan sebagai berikut:
* Jumlah Penduduk Desa: merupakan jumlah populasi dalam satu desa pada tahun 2015.
Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri).
* Jumlah Penduduk Miskin Desa: merupakan 25% penduduk dengan kondisi sosial ekonomi terendah
yang bersumber dari Basis Data Terpadu BPS/TNP2K. Digunakannya Basis Data Terpadu BPS/TNP2K
dikarenakan tidak tersedianya angka jumlah penduduk miskin sampai tingkat desa dari Susenas BPS.
* Tingkat Kemiskinan Desa: merupakan persentase jumlah penduduk miskin desa terhadap jumlah
penduduk dalam satu desa. Data tersebut merupakan hasil perhitungan BPS dan TNP2K secara
proporsional terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota tahun 2014.
* Penderita Gizi Buruk Desa: merupakan jumlah kejadian warga penderita gizi buruk, baik marasmus
maupun kwashiorkor selama 3 tahun terakhir. Maramus adalah malnutrisi karena kekurangan asupan
energi dalam semua bentuk, termasuk protein. Kwashiorkor merupakan bentuk malnutrisi yang
disebabkan oleh kekurangan protein. Data tersebut bersumber dari Potensi Desa Tahun 2014.
Indikator ini merupakan proxy dari indikator balita stunting yang belum tersedia pada level
desa/kelurahan.
* Metodologi yang Digunakan Dalam Memilih 10 Desa
di Masing-masing 100 Kabupaten/Kota Prioritas
* Indikator-indikator tersebut juga merupakan indikator yang digunakan oleh Kementerian Keuangan
dalam mengalokasikan dana desa (kecuali Indikator penderita gizi buruk).
* Dengan menggunakan indikator-indikator tersebut dihasilkan urutan desa dengan kondisi
“terburuk” sampai kondisi “terbaik”. Desa prioritas tersebut memiliki
rata-rata jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan, serta kejadian gizi buruk lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata nasional.
* Desa terpilih merupakan 10 desa dengan Indeks terburuk di setiap Kab/Kota Prioritas Stunting
* Mencakup seluruh desa di kabupaten Kepulauan Seribu (6 desa)
* Dilakukan realokasi ke wilayah lain sejumlah 4 desa, dimana Kabupaten yang mendapatkan
tambahan alokasi desa (masing-masing 1) adalah:
Timor Tengah Selatan, Alor, Lembata, dan Tambrauw
* Penanggungan
* Tegal mijin
* Cindogo
* Wonokerto
* Bandilan
* Walidono
RKP 2018
Rencana Kerja Pemerintah
GERMAS
Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat
WHA 2025
World Health Assembly
SUN GLOBAL
Roadmap 2016 - 2 0 2 0
SDGs 2030
Sustainable Development Goals
SURAT
EDARAN
MENTERI
DALAM
NEGERI
TENTANG
PENURUNAN
STUNTING
PENCEGAHAN PENANGANAN
18
ANTISIPASI PADA ANAK-
ANAK SUDAH STUNTING
PENYIAPAN SDM
JANGKA PANJANG
1
Intervensi Gizi Spesifik
dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik
(berkontribusi 30%)
bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam
waktu relatif pendek.
2
pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya
Sensitif
adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000
(berkontribusi 70 %)
HPK.
1| Intervensi Gizi Spesifik
I. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:
1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.
II. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:
1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.
III. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:
1. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI.
2. Menyediakan obat cacing.
3. Menyediakan suplementasi zink.
4. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
5. Memberikan perlindungan terhadap malaria.
6. Memberikan imunisasi lengkap.
7. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
2 | Intervensi Gizi Sensitif
1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.
3. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.
4. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
10. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
11. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
12. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.
Result Framework
Intermediate
Program Intervensi Efektif
Outcome
Enabling Factor
Advokasi, JKN, NIK, Akta Kelahiran, Dana Desa, Dana Insentif Daerah, Keamanan dan Ketahanan Pangan
Rencana Aksi Kegiatan Spesifik dan Sensitif Lintas Sektor
Suplementasi gizi; Promosi ASI, MP-ASI, fortifikasi; PAUD-HI dengan intervensi kesehatan & gizi;
Pendidikan gizi; Promosi & kampanye gizi seimbang; Pendidikan kesehatan reproduksi
Kecacingan; Tata Laksana Gizi; JKN
Ketahanan pangan;
Air bersih dan Pemanfaatan pekarangan
sanitasi rumah tangga (KRPL)
Isu Strategis
• Advokasi kepada pimpinan • Penguatan koordinasi lintas • Penguatan intervensi gizi • Pengembangan database gizi
pusat & daerah serta tokoh sektor spesifik (kesehatan) • Pengembangan sistem
masyarakat • Penyesuaian Gugus Tugas • Penguatan intervensi gizi informasi (dashboard)
• Sosialisasi kepada Pengelola Gernas sensitif (non-kesehatan) • Monitoring, evaluasi, dan
Program • Komunikasi & koordinasi • Pengembangan model surveilans
• Kampanye kepada Pemerintah & Non- terintegrasi
masyarakat luas Pemerintah
• KIE perubahan perilaku • Komunikasi & koordinasi di
tingkat daerah
Rencana Aksi Pusat dan Daerah
dalam Penurunan Stunting
2.
Kegiatan intervensi
spesifik penurunan 3.
1. stunting Direktorat Gizi Identifikasi intervensi
Penyusunan rencana Masyarakat sensitif penurunan
aksi penurunan stunting diintegrasikan dengan stunting dari lintas
seluruh kegiatan dari sektor
direktorat-direktorat
tersebut
Melibatkan:
• Kementerian Pertanian
Direktorat Kesehatan Keluarga
• Kementerian Pendidikan dan
Direktorat Kesehatan Lingkungan
Kebudayaan
Direktorat Promosi dan Pemberdayaan
• Kementerian Kelautan dan Perikanan
Masyarakat
• Kementerian Desa dan Daerah
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Teringgal
Perbekalan Kesehatan
• Kementerian Agama
• Kementerian PU-PERA
• Tim Penggerak PKK
• BKKBN
• Kementerian Dalam Negeri, dll
No Kegiatan TA 2018-2019 Penanggungjawab
1 Peningkatan Akses Pangan
a.Pemanfaatan Pekarangan Kementan
b.Kawasan Mandiri Pangan Kementan
c.Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Kementan
d.dOptimaslisasi Produk Pangan Hewani Kementan
Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah
a Kementrian PUPR
(MBR)
Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Minum dan Limbah (IPAL), Instalasi Pengeloalan Lumpur Tinja
b (IPLT), Tempat Pembuangan Akhir (TPA)/Tempat Pembuangan Sampah (TPS), sarana Sanitasi Berbasis Kementrian PUPR
Masyarakat (SANIMAS), Drainase
Bappenas, PUPR,
c Program penyediaan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat
Kemendagri
No Kegiatan TA 2018-2019 Penanggungjawab
3 Pendidikan Gizi
a Gerakan Diversifikasi Pangan Kementan
Tahun 2016
Sosialisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan ( HPK )
Sosialisasi Pemantauan Pertumbuhan Bagi Kelompok Potensial
Sosialisasi Pemenuhan Gizi Ibu Hamil dan Anak Bagi Kelompok Potensial
Pelatihan Konseling Menyusui Bagi Petugas Gizi Puskesmas ( Angkatan I )
Sosialisasi Pedoman Gizi Seimbang
Pemberian Makanan Tambahan ( PMT ) Pemulihan Balita Kurang Gizi dan Ibu
Hamil KEK
Sosialisasi Kelompok Pendukung ASI ( KP ASI )
Sosialisasi Pemberian Makan Bayi dan Anak ( PMBA )
lanjutan
Tahun 2017
Sosialisasi Motivator ASI bagi Kelompok Potensial
Sosialisasi Suplementasi Gizi Bagi Petugas Gizi
Pelatihan Konseling Menyusui bagi Petugas Gizi ( Angkatan II )
Sosialisasi Pemberian Makan Bayi dan Anak ( PMBA )
Sosialisasi Kelompok Pendukung ASI ( KP ASI )
Pembentukan Kelompok Pendukung ASI ( KP ASI )
Monitoring dan Evaluasi Kelompok Pendukung ASI ( KP ASI )
Distribusi Bahan PMT dari Puskesmas ke Desa
Pendampingan Balita dan Ibu Hamil yang Mendapat PMT
Sosialisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan ( HPK )
Sosialisasi Pedoman Gizi Seimbang
lanjutan
Tahun 2018
Orientasi Pemantauan Pertumbuhan
Sosialisasi Tablet Tambah Darah
Orientasi Screening Balita Kurus
Sosialisasi Pemberian Makan Bayi dan Anak
Workshop Kelompok Pendukung ASI (KP ASI)
Monitoring dan Evaluasi Kelompok Pendukung ASI (KP ASI)
Distribusi bahan PMT ke Desa
Pendampingan balita kurang gizi dan ibu hamil KEK yang mendapat PMT
Pemulihan
TANTANGAN PENANGGULANGAN STUNTING
Koordinasi seluruh stakeholder terkait di semua level dari pusat hingga kabupaten sangat menentukan
keberhasilan menjawab tantangan
Monitoring dan evaluasi terpadu terhadap pelaksanaan program terkait mutlak diperlukan
GERAKAN NASIONAL
PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI
(fokus pada 1000 HPK)
INTERVENSI INTERVENSI
SPESIFIK SENSITIF
PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN
PEMERINTAH
PEMDA
inisiator, MITRA
PARLEMEN fasilitator dan PEMBANGUNAN
motivator memperkuat
kolaborasi
ORGANISASI DUNIA
PROFESI & USAHA
AKADEMISI pengembang
Think Tank an produk
PERCEPATAN
PERBAIKAN GIZI