Anda di halaman 1dari 11

JUAL BELI DENGAN UTANG

(‫)البيع بالدين‬
JUAL BELI DENGAN ANGSURAN
(‫)البيع بالتقسيط‬

Oleh :
KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, MSI
2019
Hukum Jual Beli Dengan
Utang dan Jual Beli
Dengan Angsuran
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Jual beli kredit dalam fiqih dikenal dengan
istilah al-bai` bi ad-dain atau al-bai` bi at-
taqsith, atau al-bai' li-ajal.
 Semuanya berarti jual beli dengan
penyerahan barang pada saat akad, tapi
pembayarannya dilakukan secara tertunda.
 Pembayaran tertunda ini dapat dilakukan
sekaligus pada satu waktu,
 akadnya disebut jual beli dengan utang
 Atau al-bai` bi ad-dain (‫)البيع بالدين‬
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Dapat juga pembayaran tertunda ini tidak
dilakukan sekaligus pada satu waktu, tetapi
dicicil (diangsur) dalam beberapa kali cicilan
/ angsuran
 Akadnya disebut jual beli dengan angsuran
 Atau al-bai` bi at-taqsith (‫)البيع بالتقسيط‬
 atau dapat juga disebut jual beli tempo
 Atau al-bai' li-ajal (‫)البيع ألجل‬.
 (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Mu'amalah Al-Maliyah Al-
Mu’ashirah, hlm. 311; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu'
Al-Qadimah wal Mu'ashirah, hlm. 84).
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Dalam jual beli kredit umumnya penjual menetapkan
harga kredit yang lebih mahal daripada harga kontan
(cash).
 Misalnya, penjual menetapkan harga sebuah sepeda
motor seharga Rp 10 juta jika dibayar kontan, dan Rp
12 juta jika dibayar kredit dalam jangka waktu
tertentu.
 Dalam jual beli kredit ini penjual seringkali
menetapkan uang muka (DP, down payment).
Dengan ketentuan, jika jual beli jadi, uang muka akan
dihitung sebagai bagian harga. Jika tidak jadi, uang
muka tidak dikembalikan kepada pembeli tapi
menjadi hak penjual.
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Jumhur fuqaha seperti ulama mazhab yang
empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah,
Hanabilah) membolehkan jual beli kredit,
meski penjual menjual barang dengan harga
kredit yang lebih mahal daripada harga
kontan.
 Inilah pendapat yang lebih kuat (rajih).
 (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Mu'amalah Al-Maliyah
Al-Mu’ashirah, hal. 316, Asy-Syaukani, Nailul
Authar, 8/199; Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-
Syakhshiyah Al-Islamiyah, 2/307).
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Dalil kebolehannya adalah keumuman dalil-dalil
yang telah membolehkan jual beli, misalnya firman
Allah SWT :
ِّ ‫ َوأ َ َحل اّلله ا ْلبَ ْي َع َو َحر َم‬
‫الربَا‬
 "Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba." (QS Al-Baqarah [2] : 275)
 Juga berdasar sabda Nabi SAW :
‫ ِّإنما َ ا ْلبَ ْي هع ع َْن ت َ َراض‬
 "Sesungguhnya jual beli itu adalah atas dasar
saling ridha." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
 (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-
Islamiyah, 2/307).
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Kata "al-bai’” (jual beli) dalam ayat dan hadits ini
bersifat umum, mencakup juga jual beli kredit
(bai’ bid dain dan bai’ bit taqsiith).
 Diriwayatkan bahwa Thawus, Al-Hakam, dan
Hammad berkata bahwa tidaklah mengapa kalau
penjual berkata kepada pembeli,'Aku jual kontan
kepadamu dengan harga sekian, dan aku jual
kredit kepadamu dengan harga sekian,' lalu
pembeli membeli dengan salah satu dari dua
harga itu. (Hisyam Barghasy, Hukum Jual Beli
Secara Kredit (terj.), hal. 75).
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
Adapun mengenai uang muka (DP), hukumnya
boleh.
 Karena ada riwayat bahwa Umar bin Khaththab
pernah membeli rumah dari Shofwan bin
Umayyah dengan harga 4000 dirham, dengan
ketentuan jika Umar rela, maka jual beli
dilaksanakan dengan harga tersebut. Jika Umar
tidak rela (tidak jadi beli), Shofwan berhak
mendapat 400 dirham (10 % dari harga). (Yusuf
As-Sabatin, Al-Buyu' Al-Qadimah wal Mu'ashirah,
hal. 84).
JUAL BELI DENGAN
UTANG/ANGSURAN
 Sebagian ulama melarang uang muka ('urbun)
dengan dalil hadis :
ِّ َ‫سلم نَ َهى ع َْن بَ ْي ِّع ا ْلعه ْرب‬
‫ان‬ َ ‫ع ِّلي ِّه َو‬ َ ‫ أَن النبي‬
َ ‫صلى اّلله‬
 “Bahwasanya Nabi SAW melarang jual beli
dengan uang muka ('urbun).” (HR Ahmad, Nasa'i,
Ibnu Majah no 2193).
 Namun hadis ini ternyata adalah hadits yang
lemah (dhaif) sehingga tidak dapat dijadikan dalil
untuk melarang DP. (Ibnu Hajar, At-Talkhis Al-
Habir, 3/17; Al-Albani, Takhrij Al-Misykah, 2/866).
Wallahu a'lam.
TERIMA KASIH
WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai