Disusun oleh :
FIQIH MUAMALAH
PERBANGKAN SYARIAH
FAKUKTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut
syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad),yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuan hidup.
Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai
semenjak banga Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman.
Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan
sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT berfirman,yang artinya :
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan
harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS an-Nisaa’ 160-161)
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (QS.
Al-Baqarah : 275)
B. RUMUS MASALAH
BAB II
1. JUAL BELI
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang
menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu
(‘aqad)[1]. Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah al-bay’u. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang
dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan
harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas
dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan. Jual-beli atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan
barang yang lain dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad
maupun tidak menggunakan akad.[2]. Intinya, antara penjual dan pembeli telah
mengetahui masing-masing bahwa transaksi jual-beli telah berlangsung dengan
sempurna.
Artinya: “ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqarah : 275)
ِّ َيَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُواْ الَ ت َأ ْ ُكلُواْ أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِّ ْالب
َ اط ِّل إِّالَّ أَن ت َ ُكونَ تِّ َج
ارة
٢٩- ّللاَ َكانَ ِّب ُك ْم َر ِّحيما َ ُاض ِّ همن ُك ْم َوالَ ت َ ْقتُلُواْ أَنف
س ُك ْم ِّإ َّن ه ٍ عن ت ََر
َ -
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa: 29).
b. Berdasarkan Sunnah
“dari Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian
apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan
tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim)
c. Bardasarkan Ijma’
Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat.
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan
pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
a. Bai’ (penjual)
b. Mustari (pembeli)
D. Syarat Jual-beli
Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu[5]:
b. Adanya sesuatu atau barang yang dipindah tangankan dari penjual kepada pembeli
c. Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).
a. Agar tidak terjadi penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat
membedakan (memilih).
a. Bersih atau suci barangnya Tidak sah menjual barang yang najis seperti anjing, babi,
khomar dan lain-lain yang najis.
b. Ada manfaatnya: jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada
manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
c. Dapat dikuasai: tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda
yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang
sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.
d. Milik sendiri: tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau
barang yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.
e. Harus diketahui kadar, harga, jenis dan sifatnya dari barang itu, begitu juga. Jual beli
benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya
boleh.
Pada asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan.
Sebagaimana ungkapan Imam Asy-Syafi'i dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah
mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli
itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang beliau
SAW.
Menurut jumhur ulama jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, dari segi
hukumnya, jual beli ada tiga macam yaitu :
Adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya,
syarat jual beli antara lain :
1. Barangnya suci
2. Bermanfaat
4. Bisa di serahkan
5. Di ketahui keadaannya
Adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli
menjadi rusak (fasid). Menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.
Adapun ulama hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan
rusak.
Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak menurut jumhur ulama. Berkenaan
dengan jual beli yang di larang dalam islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai
berikut
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang
yang baligh, berakal, dan dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan
baik. Mereka yang di pandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini :
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya,
seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara
– perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak
mimayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliyah.
Artinya
“ dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapat mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka hartanya. (Q.S. An-Nisa’ :6)
Jual beli orang buta di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jika barang yang
dibelinya diberi sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli
orang buta tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan
yang baik.
Menurut ulama Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli ini tidak sah , sebab tidak ada
keridaan ketika akad.
Adalah jual beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah,
jual beli di tangguhkan sampai ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah,
jual beli fudhul tidak sah.
f. Jual beli orang yang terhalang Maksudnya adalah terhalang karena kebodohan,
bangkrut ataupun sakit.
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang di jadikan alat pertukaran olah
orang yang akad, yang biasa di sebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
c. Jual-beli gharar ataui di sebut juga dengan jual beli yang tidak jelas (majhul)
e. Jual-beli barang yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
Barang yang diperjual belikan harus suci dan bermanfaat untuk manusia. Tidak
boleh (haram) berjual beli barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti: arak,
bangkai, babi, anjing, berhala, dan lain-lain.
ْ َ [ا هِّن ا هللَ تعالى َح َّرم بَ ْي َع اْلخ َْم ِّر َو ْال َم ْيت َ ِّة َو ْال ِّخ ْن ِّزي ِّْر َواأل7]
) (رواه الشيغان. صن َِّام
Artinya :
“ Nabi bersabda : Allah ta’ala melarang jual beli arak, bangkai, babi, anjing, dan
berhala.”(bukhari dan muslim)
َّللاِّ َوذَ ُروا ْالبَ ْي َع ذَ ِّل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم إِّن ُكنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون
َّ ص ََلةِّ ِّمن يَ ْو ِّم ْال ُج ُمعَ ِّة فَا ْسعَ ْوا إِّلَى ِّذ ْك ِّر
َّ يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُوا إِّذَا نُودِّي ِّلل-
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
2. RIBA
A. Pengertian Riba
Menurut etimologi, riba berarti “ Azziyadah”(tambahan), seperti arti kata riba pada
surah Al-haj ayat 5, yang artinya : “ kemudian Kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi
itu dan suburlah.
Riba secara bahasa adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya, sedangkan
menurut syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik bentuk barang
sejenis maupun uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh
temponya.[8] Maksudnya menurut syara’: “akad yang terjadi dalam penukaran barang-
barang yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau
terlambat menerimanya.
B. Landasan hukum
a. Sebagaimana yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 130, yang artinya:
Artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Firman Allah :
(Al-Baqarah :275)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
2. Hadist
Sabda Nabi SAW. Yang artinya: dari Jabir, “Rasulullah Saw. Telah melaknat atau mengutuk
orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya”. (Riwayat Muslim).
C. Hukum Riba
Riba hukumnya haram, berdasarkan firman Allah dan sabda Nabi Saw yang telah disebutkan
diatas.Beberapa pendapat lain mengenai hukum riba, antara lain yaitu ;[9]
1. Riba adalah bagian dari 7 dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Sebagaimana hadits berikut ini :
ِّ ت ْالغَافَِّل
ت َ ْف ْال ُمح
ِّ صنَا ُ ف َوقَ ْذ َّ َوأ َ ْك ُل َما ِّل ْاليَتِّ ِّيم َوالت َّ َو ِّلهي يَ ْو َم
ِّ ْالزح
علَ ْي ِّه ِّ ْال ُمؤْ ِّمنَا
َ ُمتَّف ٌَق. ت
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jauhilah oleh kalian tujuh hal
yang mencelakakan". Para shahabat bertanya,"Apa saja ya Rasulallah?". "Syirik kepada
Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba,
makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh zina.(HR. Muttafaq alaihi).
2. Tidak ada dosa yang lebih sadis diperingatkan Allah SWT di dalam Al-Quran, kecuali dosa
memakan harta riba. Bahkan sampai Allah SWT mengumumkan perang kepada pelakunya.Hal
ini menunjukkan bahwa dosa riba itu sangat besar dan berat.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu
orang-orang yang beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan , maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat , maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. (QS. Al-Baqarah : 278-279)
3. As-Sarakhsy berkata bahwa seorang yang makan riba akan mendapatkan lima dosa atau
hukuman sekaligus. Yaitu At-Takhabbut, Al-Mahqu, Al-Harbu, Al-Kufru dan Al-Khuludu fin-
Naar.
· Al-Khuludu fin-Naar : yaitu kekal di dalam neraka, sekali masuk tidak akan
Al-Hanafi mengatakan bahwa riba itu terbagi menjadi dua, yaitu riba Al-Fadhl dan riba An-
Nasa'.Sedangkan Imam As-Syafi'i membaginya menjadi tiga, yaitu riba Al-Fadhl, riba An-Nasa'
dan riba Al-Yadd.Dan Al-Mutawally menambahkan jenis keempat, yaitu riba AlQardh. Semua
jenis riba ini diharamkan secara ijma' berdasarkan nash Al Qur'an dan hadits Nabi" (Az Zawqir
Ala Iqliraaf al Kabaair vol. 2 him. 205).[10]
Secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi dua besar, yaitu riba hutang-piutang dan riba
jual-beli.Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah.Sedangkan
kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(muqtaridh).
2. Riba Yad
Jual beli dengan mengakhirkan penyerahan yakni bercerai berai antara dua orang yang akad
sebelum timbang serah terima.
3. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam masalah barter atau tukar menukar benda. Namun
bukan dua jenis benda yang berbeda, melainkan satu jenis barang namun dengan kadar atau
takaran yang berbeda. Dan jenis barang yang dipertukarkan itu termasuk hanya tertentu saja,
tidak semua jenis barang.Barang jenis tertentu itu kemudian sering disebut dengan "barang
ribawi".
Harta yang dapat mengandung riba sebagaimana disebutkan dalam hadits nabawi, hanya
terbatas pada emas, perak, gandung, terigu, kurma dan garam saja.
Dari Ubadah bin Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, korma dengan korma,
garam dengan garam harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah
sekehendakmu tetapi harus tunai (HR Muslim).
Di luar keenam jenis barang itu tentu boleh terjadi penukaran barang sejenis dengan kadar
dan kualitas yang berbeda. Apalagi bila barang itu berlainan jenisnya.Tentu lebih boleh lagi.
· Emas : Barter emas dengan emas hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda.
Misalnya, emas 10 gram 24 karat tidak boleh ditukar langsung dengan emas 20 gram 23 karat.
Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
· Perak : Barter perak dengan perak hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda.
Misalnya, perak 100 gram dengan kadar yang tinggi tidak boleh ditukar langsung dengan
perak200 yang kadarnya lebih rendah. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-
masing benda itu
· Gandum : Barter gandum dengan gandum hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya
berbeda. Misalnya, 100 Kg gandum kualitas nomor satu tidak boleh ditukar langsung dengan
150 kg gandum kuliatas nomor dua. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-
masing benda itu
· Terigu : Demikian juga barter terigu dengan teriguhukumnya haram, bila kadar dan
ukurannya berbeda. Misalnya, 100 Kg terigu kualitas nomor satu tidak boleh ditukar langsung
dengan 150 kg terigu kuliatas nomor dua.Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu
masing-masing benda itu.
· Kurma : Barter kurma dengan kurma hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya
berbeda. Misalnya, 1 Kg kurma ajwa (kurma nabi) tidak boleh ditukar langsung dengan 10 kg
kurma Mesir. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
4. Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah disebut juga riba Jahiliyah. Nasi'ah bersal dari kata nasa' yang artinya
penangguhan. Sebab riba ini terjadi karena adanya penangguhan pembayaran.Inilah riba yang
umumnya kita kenal di masa sekarang ini. Dimana seseorang memberi hutang berupa uang
kepada pihak lain, dengan ketentuan bahwa hutang uang itu harus diganti bukan hanya
pokoknya, tetapi juga dengan tambahan prosentase bunganya. Riba dalam nasi'ah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini
dengan yang diserahkan kemudian.
Contoh : Ahmad ingin membangun rumah. Untuk itu dia pinjam uang kepada bank sebesar
144 juta dengan bunga 13 % pertahun.Sistem peminjaman seperti ini, yaitu harus dengan
syarat harus dikembalikan plus bunganya, maka transaksi ini adalah transaksi ribawi yang
diharamkan dalam syariat Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah al-bay’. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak
penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakatinya.
Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau
memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
a. Bai’ (penjual)
b. Mustari (pembeli)
c. Shighat (ijab dan qabul)
Riba secara bahasa adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya, sedangkan menurut syara’
adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik bentuk barang sejenis maupun uang
yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh temponya.
1. Riba fadhli
2. Riba qadi
3. Riba yad
4. Riba nasa’