Oleh:
BUDI HARTANTO, dr., Sp.An
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit penyebab kematian ke
empat di dunia dan diproyeksikan akan menempati posisi ke tiga pada tahun 2020.
Lebih dari 3 juta orang meninggal akibat penyakit ini pada tahun 2012 dan merupakan
6% dari seluruh penyebab kematian. Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dapat diobati, dengan karakteristik gejala pernapasan yang menetap, dan
terdapat hambatan pada aliran udara di saluran napas dan atau ketidaknormalan pada
alveolar yang disebabkan oleh paparan zat tertentu berupa partikel berbahaya atau
gas. (GOLD 2020)
Gejala PPOK berupa sesak napas disertai batuk dan dengan atau tanpa produksi
sputum. Risiko utama pada PPOK adalah merokok tetapi dapat juga akibat paparan
gas dan polutan berbahaya. (GOLD 2020) selain paparan, faktor host merupakan
predisposisi terjadinya PPOK.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik eksaserbasi akut dapat berhubungan dengan
gejala respirasi (seperti sesak napas, batuk produktif) dan gejala non-respirasi (seperti,
kelelahan dan malaise). Perjalanan kronis dan progresif penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) sering diselingi oleh "eksaserbasi", didefinisikan secara klinis sebagai
episode peningkatan gejala pernapasan, khususnya sesak napas, batuk, peningkatan
produksi dan purulensi dahak. Eksaserbasi PPOK memiliki yang dampak negatif
pada kualitas hidup pasien dengan, mempercepat perkembangan penyakit, dan bisa
mengakibatkan perawatan di rumah sakit dan kematian.2
Terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK dapat dipicu oleh faktor infeksi dan non-
infeksi, akan tetapi sampai dengan 30% pencetus eksaserbasi akut pada PPOK belum
dapat diketahui. Infeksi saluran pernapasan akibat infeksi bakterial dan viral adalah
penyebab utama terjadinya eksaserbasi. Sedangkan pencetus non-infeksi dapat
disebabkan oleh polusi udara, baik polusi di luar ruangan maupun luar ruangan.
Pencetus non-infeksi lainnya berupa cuaca dan iklim, terutama pada negara empat
musim, ekaserbasi sering terjadi pada cuaca dingin dan kelembaban rendah. Penyakit
penyerta lain pada pasien seperti emboli paru dan gagal jantung juga harus dipikirkan
sebagai penyebab lain yang memperburuk kondisi pasien. (FW Ko)
Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan dilatasi bronkus secara
permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan parenkim paru
sekitarnya. Manifestasi klinis primer bronkiektasis adalah terjadinya infeksi yang
berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala sisa yang terjadi adalah batuk darah,
obstruksi saluran napas kronis, dan gangguan bernapas secara progresif.
Pada beberapa kasus, bronkiektasis adalah diagnosis primer yang disertai dengan
PPOK. Suatu penelitian mengemukakan pada penderita PPOK sedang dan berat
terdapat prevalens bronkiektasis sebesar 50%.8 Penderita PPOK dengan bronkiektasis
cenderung menderita eksaserbasi yang lebih berat dan peningkatan kadar marker
inflamasi pada sputum.1 Bakteri patogen seperti Pseudomonas aeruginosa dan
Haemophilus influenzae teridentifikasi pada 42% penderita dan mungkin berperan
penting dalam perkembangan bronkiektasis melalui mekanisme vicious circle.4
Identitas Pasien:
Nama : Tn P
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Kota Bandung
No. Medrek : 0001826125
MRS : 3 Maret 2020; jam 07.38 WIB
TB/BB : 160cm / 40kg
Anamnesa
Keluhan Utama: Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk RS, makin meningkat 1 hari sebelum
masuk RS. Keluhan disertai dengan batuk berdahak, keluhan sesak tidak berkurang
dengan beristirahat. Tidak ada keluhan bengkak di kedua tungkai atau kaki.
Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit Paru Obstruktif Kronik sejak 2014
Riwayat penyakit pada keluarga: tidak ada
IGD IPD
3 Maret 2020
07.00 WIB
S: Sesak napas sejak 1 minggu SMRS, disertai batuk berdahak tanpa panas badan,
disertai bunyi mengi. Pasien diketahui menderita PPOK sejak 2014
Lab:
Hb: 16,4/Ht 46,1/ Lekosit: 21.000; Trombosit: 511.000
GDS: 142; Ureum: 34; Kreatinin: 0,91
Na: 125; K: 5,1; Ca: 4,41; Mg: 2,1
pH: 7,303; pCO2 52,3; pO2: 97,4; HCO3: 26,2; BE: -0,6; SaO2: 96%
Laktat: 2,1
SGOT: 42; SGPT 41; Albumin: 2,65
Foto Thorax 3 Maret 2020
Kesimpulan:
Sinus takikardia HR 117x/mnt
P Pulmonal
Right Axis deviation
Kondisi pasien memburuk dan mengalami gagal napas di IGD dan diintubasi oleh
bagian anestesi pada pukul 18.00 dan sementara di rawat di ruang resusitasi IGD
RSHS
Kondisi pasca intubasi
S: -
O: GCS: DPO
TD: 121/74mmHg; HR 128/mnt
Resp: Vent mode PSIMV, PS 15; PEEP 5; FiO2 40%
RR: 30x/mnt
Terapi:
RL 1500ml/24 jam
Ceftazidin 3 x1 gram
Levofloxacin 1 x 750 mg
N asetil sistein 200mg/12 jam
Nebu dengan Combivent + Flexotide /6 jam
Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
AGD ulang pasca intubasi
Rawat General ICU RSHS
Dikarenakan saat itu ICU RSHS penuh, maka pasien sementara dirawat di ruang
resusitasi
Ruang Resusitasi
4 Maret 2020
S: -
O: GCS: DPO
TD: 141/85 mmHg; HR 108/mnt
Resp: Vent mode PSIMV, PS 10; PEEP 5; FiO2 40%
RR: 26x/mnt; VT: 328 - 362
Rh: -/-; Wh:+/+; retraksi +
Terapi:
RL 1500ml/24 jam
Ceftazidin 3 x1 gram
Levofloxacin 1 x 750 mg
N asetil sistein 200mg/12 jam
Nebu dengan Combivent + Flexotide /6 jam
Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
Th/
Ceftazidim 2g/8jam iv
Levofloxacin 750/24 jam iv
Nebu NaCl 3% / 8 jam
Nebu Combivent + Flexotide / 8 jam
Amlodipine 10 mg/24 jam per NGT
N Asetylsistein 200mg tab/8 jam per NGT
Candesartan 8 mg/24 jam po
Th/
Ceftazidim 2g/8jam iv (2)
Levofloxacin 750/24 jam iv (2)
Nebu NaCl 3% /8jam
Nebu Combivent + Flexotide / 8 jam
Amlodipine 10 mg/24 jam per NGT
N Asetylsistein 200mg tab/8 jam per NGT
Candesartan 8 mg/24 jam po
Metoklorpramide 10mg /12 jam
Midazolam STOP
Th/
Ceftazidim 2g/8jam iv (3)
Levofloxacin 750/24 jam iv (3)
Nebu NaCl 3%
Nebu Combivent + Flexotide / 6 jam
Amlodipine 10 mg/24 jam per NGT
N Asetylsistein 200mg tab/8 jam per NGT
Candesartan 8 mg/24 jam po
Metoklorpramide 10mg /12 jam
Th/
Ceftazidim 2g/8jam iv (5)
Levofloxacin 750/24 jam iv (5)
Nebu NaCl 3%
Nebu Combivent + Flexotide / 6 jam
Amlodipine 10 mg/24 jam per NGT
N Asetylsistein 200mg tab/8 jam per NGT
Candesartan 8 mg/24 jam po
Metoklorpramide 10mg /12 jam
Nutrisi
BB: 40kg; TB: 150 cm; BMI: 15,6
Nutrisi: 25 kcal/kgBB/24 jam = 1000kcal
Pemberian: 100% = 1000kcal
Komposisi:
Protein: 1,5 g/kgBB/hari = 60gram = 240kcal
Kalori non protein =760kcal
(kebutuhan kalori - kebutuhan protein)
PEMBAHASAN
Gagal napas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan
fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
Gagal napas dapat dibagi menjadi 2
- Tipe 1 merupakan kegagalan oksigenasi atau hypoxaemia arteri ditandai
dengan tekanan parsial arteri yang rendah.
-Tipe 2 yaitu kegagalan ventilasi atau hypercapnia ditandai dengan
peningkatan tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal PaCO2> 46mmHG
dan diikuti secara simultan dengan turunnya gradian PaO2
Bronkiektasis secara klasik digambarkan sebagai salah satu penyakit
obstruksi bersama dengan PPOK dan asma, namun dengan sudut pandang
patologi yang berbeda.2 Bronkiektasis adalah diagnosis radiologis
atau patologis yang ditandai dengan dilatasi bronkus yang abnormal
dan ireversibel akibat inflamasi bronkus kronis.5,6 Bronkus yang
mengalami dilatasi adalah bronkus dengan diameter > 2 mm.
Bronkiektasis dapat bersifat lokal atau difus,4 dan umumnya dibagi
menjadi bronkiektasis non fibrosis kistik yang mengenai populasi yang
heterogen dengan banyak penyebab, dan bronkiektasis akibat fibrosis
kistik.2-6
Pasien ini terdiagnosis dengan ekaserbasi akut pada penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) sejak tahun 2014 dengan faktor risiko yaitu merokok. Gejala
eksaserbasi akut pada PPOK adalah adanya gejala pernapasan yang memburuk secara
akut dan membutuhkan terapi tambahan. Diagnosis PPOK harus dipertimbangkan
pada pasien dengan gejala sesak napas dengan batuk kronis dan produksi sputum,
riwayat terkena paparan yang meningkatkan faktor risiko, serta adanya riwayat infeksi
saluran napas bawah yang berulang. Pada kasus ini yang menjadi faktor risiko adalah
kebiasaan merokok sejak lama, faktor pencetus pada eksaserbasi akut terutama akibat
infeksi saluran napas, baik bakterial maupun viral. Terdapat beberapa diagnosis
banding yang harus kita pikirkan pada pasien dengan PPOK antara lain
Tabel 1. Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis
PPOK Onset usia pertengahan
Gejala timbul lambat dan progresif
Riwayat merokok tembakau atau terkena paparan asap lainnya
Asthma Onset pada usia dini
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala memburuk pada malam/pagi hari
Alergi, rinitis, dan atau eksema juga dapat terjadi
Riwayat keluarga dengan asma
Dapat terjadi pada obesitas
Gagal Jantung Kongestif Rontgen thoraks memperlihatkan, jantung membesar, edema paru
Pada pemeriksaan fungsi paru menunjukkan restriksi volume, bukan
limitasi jalan napas
Bronkiektasis Sputum purulen yang sangat banyak
Seringkali berhubungan dengan infeksi bakteri
Rontgen thoraks / CT scan memperlihatkan dilatasi bronkhial, dan
penebalan dinding brokial
Tuberculosis Onset pada semua usia
Rontgen thoraks menunjukkan adanya infiltrat
Konfirmasi dengan pemeriksaan mikrobiologis
Angka prevalensi yang tinggi untuk TBC
Bronkiolitis obliteratif Onset pada usia muda, bukan perokok
Mempunyai riwayat rhematoid artritis, dan paparan asap
Terjadi setelah transplantasi sumsum tulang atau paru
CT scan pada ekspirasi memperlihatkan area yang hipodens
Difus panbronkiolitis Seringkali tejadi pada orang keturunan asia
Kebanyakan terjadi pada pria, yang bukan perokok
Hampir semuanya mempunyai sinusitis kronis
Rontgen thoraks dan HRCT menunjukkan difuse small nodular
opacities dan hiperinflasi
Sumber: Diagnosis and Initial Assessment, in GOLD
Kemudian untuk eksaserbasi akut pada PPOK ada beberapa diagnosis banding yang
harus kita pikirkan. Seperti pada tabel dibawah ini.
Kondisi pasien tersebut memburuk dengan cepat dan terjadi gagal napas sehingga
membutuhkan tindakan intubasi
Indikasi untuk memulai tindakan intubasi dan ventilasi tekanan positif dapat dilihat
pada tabel dibawah ini. Termasuk didalamnya kegagalan pada percobaan pemakaian
NIV.
Tabel 4. Indikasi untuk Invasive Mechanical Ventilation
Indikasi untuk Invasive Mechanical Ventilation
1. Tidak dapat mentoleransi penggunaan NIV, atau gagal NIV
2. Keadaan pasca henti napas atau henti jantung
3. Kesadaran menurun, agitasi psikomotor
4. Aspirasi masif dan muntah persisten
5. Tidak dapat mengeluarkan sputum / sekret
6. Hemodinamik tidak stabil dan tidak respon terhadap pemberian cairan dan obat - obatan vasoaktif
7. Ventrikular atau supraventikular takiaritmia
8. Hipoksemia yang mengancam jiwa dan tidak dapat memtoleransi penggunaan NIV
Sumber: GOLD
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid berguna untuk mempersingkat pemulihan dan memperbaiki fungsi
paru (FEV1) dan meringankan gejala. Mencegah terjadinya relaps dini, mencegah
kegagalan terapi dan mempersingkat waktu rawat.
Farmakodinamik steroid pada PPOK EA
Metilprednisolon 125 mg per 12 jam diberikan pada pasien ini
3. Antibiotik
Penggunaan antibiotik pada PPOK eksaserbasi akut masih kontroversial dikarenakan
penyebab infeksi dapat berupa bakterial atau pun viral. Pencetus PPOK ekaserbasi
akut walaupun sebagian besar karena infeksi, tetapi sekitar 30% masih belum
diketahui, faktor lain seperti paparan terhadap polusi dan cuaca juga harus
dipertimbangkan.
Pemberian antibiotik, dalam hal ini Levofloxacin 1 x 750 mg iv dan Ceftazidin 3 x 2 g
iv, berdasarkan gejala klinis yang dicurigai akibat infeksi bakteri, seperti batuk
dengan produksi sputum meningkat dan purulent. Selain itu pada pasien terintubasi
dan terhubung dengan ventilator juga disarankan mendapat terapi antibiotik selam 5 -
7 hari.
Pemilihan antibiotik untuk PPOK ekasaerbasi akut berdasarkan pola kuman dan
resistensi lokal, pada pasien dengan ventilator pemeriksaan sputum untuk kultur dan
resistensi kuman harus dilakukan
Penggunaan Levofloxacin untuk infeksi paru
Penggunaan ceftazidin untuk infeksi paru
4. Support oksigenasi
Terapi oksigen adalah hal penting dalam terapi ekaserbasi. Supplementasi oksigen
harus dititrasi dengan target saturasi 88 - 92%. pemeriksaan analisa gas darah harus
dilakukan untuk memriksa apakah terjadi retensi karbondioksida atau asidosis
respiratorik. Untuk terapi oksigen dengan Non Invasif Mechanical Ventilation dan
Invasive Mechanical Ventilation dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.
Gagal Napas
Management ventilator pada PPOK
Masalah pada weaning yang dapat terjadi
Hiperkarbia dan strategi penanganannya
Auto PEEP
Terapi cairan pada PPOK