Anda di halaman 1dari 32

Proses Penetapan Diversi Pada Kasus Narkoba

Yang Dilakukan Oleh Anak

(Proposal)

Annisa Karla Arini Sesunan


18211150

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
OUTLINE PROPOSAL

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian.............................................7

1. Permasalahan Penelitian...........................................................................7

2. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................................................................8

1. Tujuan Penelitian.......................................................................................8

2. Kegunaan Penelitian..................................................................................9

D. Kerangka Konsepsional................................................................................10

E. Metode Penelitian.........................................................................................22

1. Pendekatan Masalah................................................................................22

2. Sumber dan Jenis Data............................................................................23


a. Data Sekunder......................................................................................23
b. Data Primer..........................................................................................25

3. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolaan Data.....................................25


a. Prosedur Pengumpulan Data..............................................................25
b. Prosedur Pengolahan Data..................................................................26

4. Analisa Data.............................................................................................27

5. Sistematika Penulisan..............................................................................27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

2
PROSES PENETAPAN DIVERSI PADA KASUS NARKOBA
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

(Proposal)

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan kejahatan narkotika telah menakutkan kehidupan

masyarakat. Telah banyak orang yang menjadi korban tanpa memandang umur

dan status sosial yang berjatuhan akibat kecanduan narkotika. Ironisnya, yang

menjadi korban mayoritas adalah kalangan anak-anak, remaja dan pemuda yang

merupakan generasi penerus bangsa.

Fenomena ini menyadarkan kita bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan

tanggungjawab negara dan masyarakat.Oleh karena itu, perlu adanya

penanggulangan tentang tindak pidana narkotika secara konprehensif dengan

menitikberatkan peran serta masyarakat serta pengembangan keberadaan sikap

para penegaak hukum secara intensif.

Kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan

fenomena yang berbeda dengan pelaku tindak pidana dewasa. Anak sebagai

pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana untuk dibina dalam Lembaga

Pemasyarakatan Anak, perlu mendapat penanganan khusus dalam menjalani masa

pidananya. Kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak dibawah umur

belakangan ini sangat banyak terjadi, salah satunya adalah penyalahgunaan

narkotika.

3
Pengertian narkotika berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-

Undang ini. Untuk melakukan pencegahan dan penyedian narkotika demi

kepentingan pengobatan dan pelayanan kesehatan, maka salah satu upaya

pemerintah ialah dengan melakukan pengaturan secara hukum tentang

pengedaran, impor, ekspor, menanam, penggunaan narkotika secara terkendali

dan dilakukan pengawasan yang ketat.1

Bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, maka anak berhak

untuk mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam

sistem peradilan. Dan sebagai perwujudannya pemerintah telah menerbitkan

Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sebagaimana

telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, yang mana tujuan pemerintah adalah untuk melindungi

anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam prakteknya Sistem Peradilan Pidana

Anak telah dilakukan sejak dari penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di

Pengadilan, dimana dalam melaksanakan penyelesaian pidana anak harus

1
Siswanto, Politik Hukum dalam Undang- Undang Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009), Jakarta:
Rineka Cipta, 2012, hlm. 1

4
dilakukan secara khusus yakni penyidik yang khusus untuk menangani anak,

penuntua umum yang khusus menangani perkara anak dan hakim yang khusus

memeriksa perkara anak. Dalam pelaksaanya penyelesaian perkara yang

melibatkan akan ada yang diselesaikan melalui pemeriksaan di Pengadilan dan

anak sebagai pelaku tindak pidana yang dianggap terbukti melakukan tindak

pidana maka dipidana (penjara), dan ada juga yang diselesaikan diluar pengadilan

dengan cara “Diversi” yang bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban

dan anak, menyelesaian perkara anak diluar proses peradilan, menghindarkan

anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi

dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Diversi pada hakikatnya dilakukan agar anak terhindar dari dampak negatif

penerapan pidana. Diversi juga mempunyai esensi tetap menjamin anak tumbuh

dan berkembang baik secara fisik maupun mental. Ditinjau secara teoretis dari

konsep tujuan pemidanaan, maka pengalihan proses dan proses yustisial menuju

proses non yustisial terhadap anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika

akan terlihat relevansinya. Secara umum tujuan pemidanaan pada hakikatnya

terdiri dan upaya untuk melindungi masyarkat di satu sisi dan melindungi individu

(pelaku) di sisi yang lain.

Diversi bertujuan untuk memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa

mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan. Selain itu, untuk

mendidik kembali dan memperbaiki sikap dan prilaku anak sehingga ia dapat

meninggalkan perilaku buruk yang selama ini ia telah lakukan2.

2
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan
Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2010, hlm. 77

5
Negara Republik Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui

Keppres No.36 tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention on The Right of

Child (Konvensi tentang hak-hak anak). Ratifikasi ini sebagai upaya negada untuk

memberikan perlindungan terhadap anak dari berbagai isu yang ada dalam

konvensi hak anak, salah satunya sangat membutuhkan perhatian khusus adalah

anak yang melakukan tindak pidana. Secara hukum negara Indonesia telah

memberikan perlindungan kepada anak melalu berbagai peraturan perundang-

undangan di antaranya Undang- Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, Undang-Undang No.39 tahun 1999 Tentang Hak Anak dan Undang-

Undang No.29 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang No.

3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak serta Undang-Undang No. 11 Tahun 2012

Tentang Sistem peradilan Pidana Anak yang diberlakukan efektif pada

pertengahan tahun 2014. Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam

penanganan perkara anak yang melakukan tindak pidana adalah pendekatan

Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan di luar sistem

peradilan pidana (Criminal Justice System) dengan melibatkan korban, pelaku,

keluarga korban dan keluarga pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang

berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk mencapai

kesepakatan dan penyelesaian. Restorative justicedan Diversi dianggap cara

berfikir/paradigma baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang

dilakukan oleh seseorang terutama yang dilakukan oleh anak.

6
Dalam Undang-Undnag No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak dalam ketentuan Pasal 1 Angka 7 diversi telah mendapat legalitas dalam

pelaksanaannyadan diartikan sebagai berikut:

Pasal Angka 7 Undang-Undang No. 11 Tentang Peradilan Anak sebagai berikut:

“Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan

pidana ke proses di luar peradilan pidana.”

Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12,

Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 Undang-Undang No.11 Tahun 2012

Tentang Sistem Perdilan Pidana Anak dimana dipertegas dengan sanaksi

administratif dan pidana terhadap para sub sistem peradilan pidana anak yang

tidak melakukan diversi dapat dikenakan ketentuan Pasal 95, Pasal 98, Pasal 99,

Pasal 100 adapn bunyi pasalnya sebagai berikut:

Bunyi Pasal 95 sebagai berikut:

“Pejabat atau Petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (13), Pasal

(27) ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 39, Pasal 42 ayat (1) dan ayat

(4), Pasal 55 ayat (1)< serta pasal 62 dikenai sanaksi administratif sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Bunyi Pasal 98 sebagai berikut:

7
“Peyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban yang sebagaimana

dimaksud Pasal 33 (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun.”

Bunyi Pasal 99 sebagai berikut:

“Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang dimaksud Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun.”

Bunyi Pasal 100 sebagai berikut:

“Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang

dimaksud Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.”

Dengan demikian jaminan terhadap pelaksanaan diversi telah diberikan oleh

Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, akan

tetapi dalam prakteknya tidak semua pelaksanaan diversi berhasil dilakukan

karena disebabkan oleh beberpa faktor yang diantaranya bersinggungan dengan

3
pihak kobran dimana pihak korban tidak mau berdamai anak yang berkonflik

dengan hukum (pelaku), sehingga tujuan diversi yang diamanatkan dalam pasal 6

Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak

tercapai.

Bagi anak yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika, wajib diupayakan

diversi dengan memperhatikan Pasal 127 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009

8
tentang Narkotika. Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika meyatakan bahwa setiap penyalah guna narkotika

golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun

dan diharuskan melakukan rehabilitas medis maupun rehabilitas sosial atau dapat

dikembalikan kepada orangtuanya untuk dibina dan dididik. Pada tingkat

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri

wajib diupayakan diversi sebagaimana disebut dalam Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Diversi itu hanya

dilakukan dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Untuk memahami lebih jelas tentang partisipasi dalam membantu pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika oleh anak di lingkungan

masyarakat, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaang dituangkan

dalam bentuk skripsi dengan judul:”Proses Penetapan Diversi pada Kasus

Narkotika Yang di Lakukan Oleh Anak ”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1) Apa yang menjadi faktor anak menggunakan narkotika ?

9
2) Bagaimana proses penetapan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana

narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Anak ?

3) Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam pelaksanaan diversi

terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian dari permasalahan di atas adalah terbatas pada

hasil kajian diversi terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika yaang terdiri

dari:

1. Faktor anak menggunakan narkotika.

2. Proses penetapan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika

berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Anak.

3. pertimbangan hukum hakim dalam pelaksanaan diversi terhadap anak

pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan uraian yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini:

Sehubungan dengan uraian yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini:

10
1) Untuk mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsi faktor anak

menggunakan narkotika.

2) Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsi proses penetapan diversi

terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3) Untuk mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsi pertimbangan hukum

hakim dalam pelaksanaan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana

narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi kegunaan secara teoritis dan praktis yaitu:

a. Kegunaan Secara Teoritis.

1) Penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan teori-teori

hukum tentang penegakan hukum yang harus dicapai untuk penegak

hukum Narkotika yang dilakukan oleh anak secara efektif, hubungan

peranan penegak hukum dan partisipasi masyarakat dalam mencapai

efektifitas hukum.

b. Kegunaan Secara Praktis.

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam cara berfikir dan

cara bertindak bagi penegak hukum dan masyarakat dalam memberantas

pemakaian Narkotika oleh anak secara efektif guna mewujudkan

ketertiban hukum dan ketertiban sosial.

11
D. Kerangka Konsepsional

Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukumyang berlaku disuatu

negara,yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksiyang berupa pidana

tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengena pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan itu.3

Dari uraian di atas dapat disimpulkan Hukum Pidana adalah keseluruhan hukum

yang berlaku di Negara, yang telah mengadakan dasar-dasar dan aturan tertentu,

menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan dilarang bagi

siapa saja yang melanggar larangan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana yang

telah diancamkan.

Beberapa pendapat pakar hukum Indonesia mengenai hukum pidana, antara lain

sebagai berikut :

1. Martiman Prodjohamidjojo

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di

suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

3
Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta,Jakarta,hlm 1.

12
a) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh di lakukan,

yang di larang dengan diseratai ancaman atau sanksi pidana tertentu

bagi siapa yang melanggarnya.

b) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah

melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah di ancamkan.

c) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan

tersebut.

2. Roeslan Saleh

Setiap perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang

tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan

pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu, suatu perbuatan pidana

berarti perbuatan yang menghambat atau bertentangan dengan tercapainya

tatanan dalam pergaulan yang dicita-citakan masyarakat, sehingga isi

pokok dari definisi hukum pidana itu dapat di simpulkan sebagai berikut:

a) Hukum pidana sebagai hukum positif

b) Substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan tentang

perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya. 4

Tindak pidana, istilah ini karena timbulnya dari pihak Kementerian Kehakiman,

sering dipakai dalam perundang-undangan, meskipun kita “tindak” lebih pendek

dari pada “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yaang abstrak

seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan konkrit, sebagaimana lainnya

Zainab ompu Jainah. 2018.Kapita Selekta Hukum Pidana. Tira Smart. Jakarta, hlm 4-5
4

13
dengan peristiwa dengan perbedaan bahaya tindak adalah kelakuan, tingkah-laku,

gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang.5

Istilah tindak pidana timbul dari pihak Kementerian Kehakiman yaang dipakai

dalam perundang-undangan yang telah ditentukan. Kata “tindak” lebih pendek

dari kata “perbuatan” kata “tindak” hanya menyatakan keadaan konkrit,

sedangkan kata “perbuatan” menunjukkan kepada hal yang abstrak.

Kesalahan menurut Hukum Pidana kesalahan itu dalam arti luas dan dalam arti

sempit. Dalam arti luas kesalahan meliputi tiga anasir yaitu : tentang pertanggung

jawab (Belanda; toerekeningsvatbaarheid) dari pelaku,kesalahan dalam arti

sempityaitu karena kehilapan (kealpaan, culpa) atau karena kesengajaan (opzet,

dolus), dan perbuatannya dapat dipertanggung-jawabakan kepada si pelaku

(Belanda; toerekenboarheid).6

Dalam Hukum Pidana kesalahan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Kesalahan dalam arti luas, yaitu tentang pertanggungan jawab dari pelaku.

2. Kesalahan dalam arti sempit, yaitu perbuatan karena kekhilafan atau

kesengajaan yaang dapat dipertanggungjawabkan kepada si Pelaku.

Kesengajaan adalah adanya hubungan antara pikiran atau intelek terdakwa dengan

perbuatan yang dilakukan yaitu kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan

sebagai kemungkinan.

Dalam kesengajaan ada 3 (tiga) corak yaitu:

5
Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana.Rieneka Cipta,Jakarta,hlm 55.

6
Hilman Hadikusuma. 1984. Bahasa Hukum Indonesia.Alumi,Bandung,hlm 117.

14
1. Sengaja dengan maksud adalah hubungan dengan perbuatan yaang

dikehendaki terhadap kelakuan mengenai perbuatan yaang diingini atau

dimaksud. Berdasarkan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

tentang mengambil barang kepunyaan orang lain dengan maksud untuk

memiliki secara melawan hukum.

2. Sengaja dengan kemungkinan adalah akibat dari keadaan yaang menyertai

Terdakwa menginsafi bahwa mungkin akan ada. Berdasarkan Pasal 338

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan sengaja merampas nyawa

orang lain.

3. Sengaja dengan kepastian adalah akibat dan keadaan yaang menyertai

bahwa terdakwa menginsafi pasti aka nada. Berdasarkan Pasal 112 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana barang siapa dengan dengan sengaja

memberitahukan rahasia negara kepada negara asing.

Culpa (kealpaan) adalah suatu pihak dalam kekeliruan dalam perbuatan lahir, dan

menunjukkan kepada keadaan batin yaang tertentu.Jadi Culpa mencakup semua

makna kesalahan dalam arti luas yaang bukan berupa kesengajaan.

Pertanggungjawaban pidana bahwa untuk pertanggungjawaban pidana tidak

cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi disamping ituharus

ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela ternyata pula dalam asas

hukumyang tidaak tertulis, tidak dipidana jika ada kesalahan.7

7
Op. Cit, hlm 57.

15
Pertanggungjawaban pidana tidak hanya melakukan perbuatan pidana saja, tetapi

harus ada pula kesalahan atau sikap batin yang capat dicela yang terdapat di dalam

asas hokumyang tidak tertulis menyatakan bahwa tidak ada pidana jika ada

kesalahan.

Alasan pembenaran adalah alasan yang menghapuskan sifat lawan hukumnya

perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh Terdakwa selalu menjadi perbuatan

yang patut dan benar berdasarkan Pasal 49 ayat 1 mengenai pembelaan terpaksa.

Alasan pemaaf yaitu alasan yaang menghapuskan kesalahan Terdakwa, perbuatan

yang dilakukan Terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan

perbuatan pidana. Tetapi tidak ada pidana, karena tidak ada kesalahan.Sesuai

dengan Pasal 49 ayat 2 tentang pembelaan yang melampaui batas.

Pengertian anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil.

Selain itu, anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa

perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.8

Dalam hukum positif di Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum

dewasa (minderjaring/person under age), orang yang dibawah umur/keadaan

dibawah umur (minderjaring heid/inferiority) atau bisa disebut juga sebagai anak

yang berada dibawah pengawasan wali (minderjarige under voordij).

8
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1988, hal.30.

16
Pengertian anak itu sendiri jika kita tinjau lanjut dari segi usia kronologis menurut

hukum dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal

ini juga akan mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur

anak.9

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa

harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak asasi

sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi UUD 1945.

Perlindungan hukum terhadap anak dalam UUD 1945 terdapat pada Pasal 34 ayat

(1) yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara

oleh Negara. Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, menyatakan bahwa setiap

anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut ketentuan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pengertian anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Sedangkan pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, adalah orang yang dalam

perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai

umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang

bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak

9
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Restu Agung, 2007, hal.5.

17
dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi kedalam 3 (tiga)

fase yaitu:

1. Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 (nol) tahun sampai dengan

7 (tujuh) tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa

perkembangan kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh,

perkembangan kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-

anak, masa kritis (trozalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada

anak;

2. Fase kedua dimulai pada usia 7 (tujuh) sampai 14 (empat belas) tahun disebut

sebagai masa kanak-kanak;

3. Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 (empat belas) sampai 21 (dua puluh

satu) tahun, yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase

pubertas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan masa

peralihan dari anak menjadi dewasa.10

Kenakalan anak (juvenile delinquency) adalah perilaku jahat/dursila, atau

kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara

sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian

sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang

menyimpang.11

Wagiati mengatakan bahwa upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini

mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18

10
Wagiati Soetodjo. 2005. Hukum Pidana Anak. Refika Aditama, Bandung, hlm. 7.
11
Ibid, hlm. 7.

18
(delapan belas) tahun. bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh,

menyeluruh, dan komprensif serta memberikan perlindungan anak berdasarkan

asas-asas sebagai berikut :

1. Non diskriminatif;

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak;

3. Kepentingan untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;

4. Penghargaan terhadap anak.12

Penegakan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana yaitu dijatuhi

pidana setengah dari hukuman orang dewasa. Pengertian dari penegakan hukum

dalam arti luas adalah penegakan seluruhnya norma atau tatanan kehidupan

bermasyarakat (dibidang politik, sosial, ekonomi, pertahanan keamanan dan

sebagainya).13

Penegakan hukum sebagai hal menegakan hukum dan mempertahankan hukum

oleh para penegak hukum apabila terjadi pelanggaran hukum atau diduga hukum

akan atau mungkin dilanggar.14 Menurut G.P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda

Nawawi Arief menyatakan bahwa upaya penanggulangan terhadap tindak pidana

anak menggunakan teori penanggulangan kejahatan yang ditetapkan dengan cara :

1. Penerapan hukum pidana (Criminal Law Application);

2. Pencegahan tanpa pidana (Prevention Without Punishment);

12
Ibid, hlm. 8.
13
Ibid, hlm. 10.
14
Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 145.

19
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan

lewat media masa (Influencing Views Of Society On Crime And

Punishment/Mass Media).15

Pertumbuhan dan perkembangan mental anak, perlu ditentukan perbedaan

perlakuan didalam hukum acara dan ancaman pidananya. Ketentuan ini

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang penjatuhan pidananya ditentukan ½ (satu perdua)

dari maksimum ancaman pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, sedangkan

penjatuhan pidana mati dan pidana seumur hidup tidak diberlakukan terhadap

anak. Perbedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam undang-undang

tersebut untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong

masa depannya yang masih panjang. Tujuan diundangkannya Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bertujuan untuk

kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak,

kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan

anak, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan

penghindaran pembalasan.

Melalui upaya diversi terhadap perilaku anak yang menyimpang atau melakukan

kejahatan kiranya dapat dilakukan penyelesaian yang lebih baik, tanpa

mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan anak, serta dapat dilakukan tindakan

yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan anak. Kebijakan pengalihan

atau diversi ini, merupakan penyelesaian yang terbaik yang dapat dijadikan
15
Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Op. Cit, hlm. 48.

20
formula dalam penyelesaian beberapa kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku

tindak pidana, khususnya dalam penanganan anak penyalahguna narkotika.

Sehingga akan lebih tepat dalam menentukan tindakan-tindakan (treatment) yang

perlu diterapkan terhadapnya.

Konsep diversi pertama kali dikemukakan sebagai kosakata pada laporan

peradilan anak yang disampaikan oleh Presiden Komisi Pidana (President’s

Crime Commissionis) Australia di Amerika Serikat pada Tahun 1960. Awalnya

konsep diversi telah ada sebelum Tahun 1960 ditandai berdirinya peradilan anak

(children’s court) sebelum abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana

formal dan formalisasi polisi untuk melakukan peringatan (policecautioning).

Praktiknya telah berjalan di negara bagian Victoria Australia pada Tahun 1959

diikuti oleh Negara Bagian Queensland pada Tahun 1963.16

Ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak terdapat banyak perubahan, yang paling mencolok adalah

diterapkannya proses Diversi dalam penyelesaian perkara anak, serta pendekatan

Restoratif yang melibatkan seluruh masyarakat dalam membantu proses

pemulihan keadaan untuk menjadi lebih baik. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa

Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara

Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan

tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.17


16
M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 63.
17
Dwi Kusumadewi Aditia, Pujiyono, A.M. Endah Sri Astuti. 2016. Diponegoro Law
Journal Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016. Analisis Yuridis Penjatuhan Sanksi Pidana terhadap

21
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Pidan Anak

memberikan peran dan kewajiban baru kepada kepolisian selain kewenangan

melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam menangani tindak pidana yang

dilakukan oleh anak. Kewenangan itu adalah kewenangan melakukan diversi

dalam tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan mengusahakan perkara tidak

berlanjut ke tingkat penuntutan dan pemeriksaan perkara di pengadilan.

Dukungan dan keikutsertaan organisasi masyarakat maupun badan penegak

hukum,badan kesehatan,sosial dan pendidikan yang terlibat dalam pencegahan

narkotika sangat diperlukan dalam menanggulangi faktor-faktor berbahaya yang

dapat mendorong berkembangnya penyalahgunaan narkotika.Organisasi

masyarakat maupun badan kesehatan dan badan sosial lainnya sangat tepat untuk

mendeteksi Narkotika serta akibatnya dan mengenal kelompok yang rentan

terhadap masalah ini.Sebagian besar kegiatan masyarakat dilakukan secara

sukarela.Oleh sebab itu perlu adanya koordinasi yaang efektif guna menjamin

bahwa kegiatan masyarakat dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Narkotika

sejalan dengan rencana Nasional guna pencegahan masalah tersebut.18

Narkoba yang merupakan kependekan dari Narkotika, Psikotropika, dan Bahan-

Bahan Berbahaya lainnya. Sebenarnya narkoba adalah senyawa-senyawa yang

cukup banyak diperlukan didalam dunia kesehatan, industri dan rumah tangga.

Sebagian besar senyawa Narkoba bersifat mempengaruhi sistem kerja otak, oleh
Anak yang Berkonflik dengan Hukum (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tegal No.
32/Pid.Sus-ank/2014/PN.TGL). Program Studi Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,
hlm. 5.
18
Holil Soelaiman. 2006. Garis Besar Penanggulangan Penyalahgunaan
danPerdagangan Gelap Narkoba Secara Komprehensif dan Multidisiplin. Badan Narkotika
Nasional, Jakarta, hlm42.

22
karena itu penyalahgunaannya harus memenuhi aturan-aturan

tertentu.Sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang Kesehatan.

Sebagaimana obat yang bekerja pada sistem saraf, pemakaian narkoba dapat

menimbulkan berbagai macam pengaruh, mulai dari yang ringan sampaidengan

yang berat. Pengaruh yang ringan,misalnya rasa ngantuk dan rasa santai.Pengaruh

yang berat, misalnya pingsan,mabuk,dan bahkan mati. Oleh karena itu, Narkoba

tidak bisa dikonsumsi sembarangan tanpa sepengetahuan tenaga medis atau tenaga

kesehatan.19

Di dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

dinyatakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika

dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam undang-

undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika

merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam

pembuatan Narkotika. Dalam undang-undang ini dilampirkan mengenai Prekursor

Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor

Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan

Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.Untuk menimbulkan efek jera

terhadap pelaku penyalahgunaan dan predaran gelap Narkotika dan Prekursor

Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana

minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun,pidana penjara seumur

hidup,maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan

mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.

Ida Listyarini Handoyo. 2000. Narkoba,PerlukahMengenalnya?. Pakaraya.


19

Yogyakarta,hlm1.

23
E. Metode Penelitian

Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan

yangakan dibahas dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka dalam

penelitian ini diperlukan metode tertentu, adapun metode yaang akan digunakan

oleh penulis ini adalah:

1. Pendekatan Masalah

Dalam pendekatan ini penulis menggunakan 2 (dua) pendekatan masalah, yaitu

pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris.

a. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan Yuridis Normatif adalah penelitian hukum doktriner, juga disebut

sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Pendekatan dengan

caramenelaah kaidah-kaidah atau norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan

dengan masalah yaang akan dibahas. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk

mengumpulkan berbagai macam peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan

literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yangakan dibahas.

b. Pendekatan Empiris

Pendekatan Empiris yaitu dengan tujuan langsung ke lapangan pada objek

penelitian untuk meneliti permasalahan.Mengumpulkan data primer yang

diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara

dengan responden atau narasumber yang berhubungan dengan diversi terhadap

anak pelaku tindak pidana narkotika.

24
2. Sumber dan Jenis Data

Data dalam penelitian ini bersumber dari penelitian pustaka (library research)

penelitian lapangan (field research). Jenis data yang akan digunakan dalam

penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer, yaitu:

a. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara

membaca, mengutip, menyalin dan menganalisis asas-asas hukum, teori-teori

hokum, doktrin, peraturan perundang-undangan yang berlaku. Data sekunder

tersebut terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, sebagai berikut:

1). Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukumyang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang

akan digunakan adalah:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil

Amandemen.

b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP).

c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana.

d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

e) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

f) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

25
g) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 48

tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

h) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia.

i) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Peraturan

Pelaksanaan KUHAP.

2). Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah data-data yang diambil dari literature yaang

berkaitan dengan pokok permasalahan, teori-teori hukum, doktrin, karya-karya

ilmiah dan hasil penelitian para pakar sesuai dengan objek permasalahan

penelitian.

3). Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier antara lain berupa bahan-bahan yang dapat menunjang bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa,

dan artikel-artikel pada surat kabar.

b. Data Primer

Data primer adalah data yaang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan (field

research) secara langsung pada objek penelitian yang dilakukan dengan cara

observasi dan wawancara.

3. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolaan Data

Keberhasilan dalam sebuah penelitian sangat bergantung pada prosedur

pengunpulan dan pengolahan data yang relevan dan akurat. Penulis dalam

26
penelitian ini menggunakan prosedur pengumpulan dan pengolahan data sebagai

berikut:

a. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulisan ini akan dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

1) Studi Kepustakaan (Library Research)

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi

kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dengan maksud untuk

memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara

membaca, mempelajari, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang

menunjang, peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan lainnya

yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

2) Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan (field research) adalah teknik pengumpulan data secara langsung

dari lapangan atau objek penelitian.

b. Prosedur Pengolahan Data

Tahap pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai

berikut:

1) Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan

pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau

artikel yang berkaitan dengan judul atau masalah.

2) Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi selanjutnya

dikelompokkan menurut pokok bahasan sehingga sesuai dengan jenis dan

27
berhubungan dengan pokok bahasan dengan tujuan agar mudah menganalisisi

data yangakan ditentukan.

3) Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah

ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam

menginterprestasikan data.

4. Analisa Data

Proses penulisan data merupakan usaha menemukan jawaban atas pertanyaan

mengenai perihal didalam rumusan masalah serta hal-hal yaang diperoleh dari

suatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisis data ini, rangkaian data yang

telah tersusun secara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan

dianalisis secara kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data

yang dimaksud menurut kenyataan yang diperoleh di lapangan dalam bentuk

kalimat. Kemudian dari hasil analisa dari data tersebut diinterpretasikan kedalam

bentuk kesimpulanyang bersifat induktif yaang berupa jawaban permasalahan

berdasarkan hasil penelitian.

5. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami isi penulisan ini maka penulisannya

terbagi dalam V Bab secara berurutan dan saling berkaitan hubungannya sehingga

menggambarkan secara utuh hasil penelitian dengan rincian sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan, Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,

permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka konsepsional, dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka, Bab ini mengemukakan tentang pengertian tindak

pidana dan jenis-jenis tindak pidana, pengertian tentang teori pemidanaan,

28
pengertian dan dasar hukum tindak pidana narkotika, pengertian anak dan

pengertian diversi.

Bab III. Metode Penelitian, Bab ini menguraikan tentang langkah-langkah atau

carayang dilakukan dalam penelitian yang meliputi pendekatan masalah, sumber

dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisa data.

Bab IV. Proses Penetapan Diversi Kasus Narkotika Yang Di Lakukan Oleh

Anak, Bab ini memuat pembahasan berdasarkan hasil penelitian dari

permasalahan tentang Analisis pertimbangan Hakim dalam menetapkan diversi

anak pelaku tindak pidana narkotika dan upaya penegak hukum dalam

pemberantasan Narkotika yang dilakukan oleh anak.

Bab V Penutup, Bab ini membahas mengenai masalah kesimpulan terhadap

jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian serta saran-saran dari penulis

sebagai alternatif penyelesaian masalah yang ada untuk perbaikan di masa

mendatang.

29
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdussalam, 2007, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta.


Anton M. Moeliono, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Barda Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan. Citra Aditya Bhakti, Bandung.
-----------. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Alumni, Bandung
Hilman Hadikusuma, 1986, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung.
Holil Soelaiman, 2006, Garis Besar Penanggulangan Penyalahgunaan Dan
Perdagangan Gelap Narkoba Secara Komprehensif Dan
Multidisiplin, Badan Narkotika Nasional, Jakarta.
Ida Listiarini Handoyo, 2004,Narkoba, Perlukah Mengenalnya, Pakar Raya,
Yogyakarta.
Moeljatno, 2002, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika, Jakarta.
Siswantoro Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Wagiati Soetodjo. 2005. Hukum Pidana Anak. Refika Aditama, Bandung.

30
Zainab Ompu Jainah, 2018, Kapita Selekta Hukum Pidana, Tira Smart,
Jakarta.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN

LAINNYA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil Amandemen

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

indonesia

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 48 tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Peraturan Pelaksanaan

KUHAP

C. SUMBER LAIN

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

31
Yan Pramadya Puspa. 2008. Kamus Hukum Belanda-Indonesia-Inggris.
Aneka Ilmu, Semarang.
Dwi Kusumadewi Aditia, Pujiyono, A.M. Endah Sri Astuti. 2016.
Diponegoro Law Journal Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016. Analisis
Yuridis Penjatuhan Sanksi Pidana terhadap Anak yang Berkonflik
dengan Hukum (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tegal No.
32/Pid.Sus-ank/2014/PN.TGL). Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang.

32

Anda mungkin juga menyukai