Kes
MAKALAH
OLEH:
NIM : P201901025
KELAS : T1 KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat tuhan Tuhan Yang Maha Esa.Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya Sehingga kami telah menyelesaikan tugas ini dengan
lancar dan sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Dosen.
Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas kuliah komnikasi dalam
keperawatan 1 Dimana tugas ini dibuat dengan tujuan untuk memperoleh
infomasI mengenai komnikasih dalam keperawata 1
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. KOMINUKASI
B. KOMNIKASI ANTAR BUDAYA
C. IDENTITA ETNIS
D. TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
E. KERANGKA KONSEP
F. OPERASIONALLISASI KONSEP
G. DEFINISI OPERASIONALISASI KONSEP
H. KOMNIKASI ANTAR BUDAYA
I. PERILAKU KOMNIKASI
J. ADAPTASI
K. BUDAYA
L. ADAPTASI BUDAYA
A. KOMNIKASI MULTIDISIPLIN
B. CARA KOMNIKASI MULTIDISIPLIN DALAM KEPERAWATAN
C. PENDEKATAN MULTIDISIPLIN
D. CARA KOMNIKASI MULTIDISIPLIN DALAM KEPERAWATAN
YANG BERLAKU
E. KOLABORASI
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
G. MEDIA SOSIAL DAN DMPAKNYA TERDAPAT KESEHATAN FISIK
DAN MENTAL
H. PENDIDIKAN KESEHATAN DENGNAN PENDEKATAN PEER
GROUP (KELOMPOK SEBAYA)
A. Komunikasi
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis
yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan anatar
dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam
Bahasa Latin Communico yang artinya membagi (Cangara, 2005: 18).
Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah
berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakat.
Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada
akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu,
menurut Dr Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi
sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya
bernafas (Cangara, 2005: 1). Sedangkan Thomas M. Scheidel
mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan
dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan
orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lainuntuk merasa,
berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan (Mulyana, 2007: 4).
Gordon I Zimmerman merumuskan bahwa kita dapat membagi
tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar. Pertama, kita
berkomunikasi untuk menyelesaikan tuigas-tugas yang penting bagi
kebutuhan kita. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai
fungsi isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk
menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran
informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain
(Mulyana, 2007: 4). Sedangkan William I. Gorden merumuskan 4 fungsi
komunikasi yaitu; komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi
ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling meniadakan (Mulyana,
2007: 5).
Berbagai pakar komunikasi mencoba merumuskan definisi
komunikasi. Sebagaimana dikemukakan John R Wenburg dan Wiliam W.
Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken setidaknya ada
tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi
sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi
sebagai transaksi. Definisi yang sesuai dengan konsep komunikasi sebagai
tindakan satu arah misalnya adalah pendapat Carl I. Hovland yang
meyatakan proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain (komunikan) (Mulyana, 2007: 68).
Sedangkan definisi komunikasi sebagai konsep transaksi, misalnya,
pendapat Judy C.Pearson dan Paul E. Nelson yang merumuskan
komunikasi sebagai proses memahami dan berbagi makna (Mulyana,
2007: 76).
Esensi komunikasi terletak pada proses, yakni suatu aktivitas yang
‘’melayani’’ hubungan antara pengirim dan penerima pesan melampaui
ruang dan waktu (Liliweri, 2004: 5).
C. Identitas Etnis
E. Kerangka Konsep
Dari beberapa teori yang telah diuraikan pada kerangka teori maka
langkah selanjutnya merumuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu
pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan
kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1995:40).
Konsep adalah penggambaran fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah
dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33).
Maka konsep operasional yang akan diteliti adalah
- Identitas Etnis
- Komunikasi Antarbudaya
F. Operasionalisasi Konsep
I. Perilaku Komunikasi
Dalam proses komunikasi selalu ada yang namanya pengharapan
(expectation). Jika expectation menjadi lebih positif, maka ketidakpastian
dan kecemasan akan berkurang atau rendah (Gudykunst & Gueverro,
1990). Pengharapan kita mempunyai konsekuensi yang sanagt besar
dengan komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain
Misalkan saja, ketika kita sudah mengenal seseorang dengan baik
maka kita akan cenderung memiliki harapan dalam proses komunikasi
kita. Semenjak pertama kali bertemu dan berkenalan mungkin kita masih
setengah ragu dengan pengharapan kita, apakah akan sesuai dengan
pengharapan kita atau tidak. Akan tetapi setelah komunikasi antara kita
dengan dia sudah berjalan lama dan kita telah mengetahui karakternya,
maka pengharapan kita terhadapnya akan cenderung tinggi. Akan tetapi,
jika dalam pertengahan jalan ternyata orang yang kita kenal itu melakukan
kesalahan pada diri kita dan menyebabkan kita sakit hati, maka
pengaharapan kita pada seseorang itu akan berkurang atau mungkin bisa
hilang dan tidak ada sama sekali.
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain,
perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh
tujuan tertentu. Tujuan spesifik tidak selamanya diketahui dengan sadar
oleh yang bersangkutan. Dorongan yang memotivasi pola perilaku
individu yang nyata dalam kadar tertentu berada dalam alam bawah sadar
(Hersey& Blanch 2004), sedangkan Rogers menyatakan bahwa perilaku
komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau kelompok di
dalam menerima atau menyampaikan pesan yang diindikasikan dengan
adanya partisipasi, hubungan dengan sisitem sosial, kekosmopolitan,
hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan dengan media massa,
keaktifan mencari informasi, pengetahuan mengenai hal-hal baru.
Gould dan Kolb yang dikutip oleh Ichwanudin (1998), perilaku
komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan
memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan
informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi
pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada
umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.
Berdasarkan pada definisi perilaku yang telah diungkapkan
sebelumnya, perilaku komunikasi diartikan sebagai tindakan atau respon
dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, atau dengan kata lain
perilaku komunikasi adalah cara berfikir, berpengetahuan dan
berwawasan, berperasaan dan bertindak atau melakukan tindakan yang
dianut seseorang, keluarga atau masyarakat dalam mencari dan
menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang ada di dalam
jaringan komunikasi masyarakat setempat (Hapsari 2007).
Berlo (1960) mendeskripsikan level komunikasi adalah mengukur
derajat kedalaman mencari dan menyampaikan informasi yang meliputi:
(1) sekedar bicara ringan, (2) saling ketergantungan (independen), (3)
tenggang rasa (empaty), (4) saling interaksi (interaktif). Berlo juga
mengungkapkan bahwa perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari
kebiasaan berkomunikasi. Berdasarkan definisi perilaku komunikasi, maka
hal-hal yang sedengan kebutuhannya. Halim (1992) mengungkapkan
bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara
lebih baik melalui pendekatan situasional, khususnya mengenai kapan dan
bagaimana orang berkomunkasi tentang masalah tertentu.baiknya perlu
dipertimbangkan adalah bahwa seseorang akan melakukan komunikasi
sesuai.
J. Adaptasi
Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh
perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajaripada umumnya
dipengaruhi oleh kekuata – kekuatan sosial budaya. Dari semua aspek
belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling
mendasar. Kita belajar banyak hal lewat respon- respon komunikasi
terhadap rangsangan lingkungan. Kita harus menyandi dan menyandi balik
pesan - pesan sehingga pesan - pesan tersebut akan dikenali, diterima dan
direspon oleh individu - individu yang berinteraksi dengan kita. Kegiatan-
kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan
fisik dan sosial kita (Mulyana dan Rakhmat, 2005:137).
Ellingsworth dalam dykunst (1983), mengemukakan bahwa setiap
individu dianugerahi kemampuan untuk beradaptasi antarpribadi. Oleh
karena itu maka setiap individu memiliki kemampuan untuk menyaring
manakah perilaku yang harus atau yang tidak harus dia lakukan. Adaptasi
nilai dan norma antarpribadi termasuk antarbudaya sangat ditentukan oleh
dua faktor, yakni pilihan untuk mengadaptasikan nilai dan norma yang
fungsional atau mendukung hubungan antarpribadi. Atau nilai dan norma
yang disfungsionalkan atau tidak mendukung hubungan antarpribadi.
Dalam realitas komunikasi antarbudaya, pendekatan adaptasi selalu
digunakan dalam komunikasi antarbudaya di negara – negara berkembang.
Jawaban atas beberapa pertanyaaan yang menentukan proses adaptasi nilai
dan norma antarpribadi; (1) bagaimana individu mengadakan musyawarah
untuk menerima kaidah peran yang berasal dari kebudayaan pihak ketiga;
(2) bagaimana kebudayaan pihak ketiga mempengaruhi perilaku verbal
maupun nonverbal masyarakat tuan rumah?
Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, adalah
konsep mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari
suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990: 248). Di dalam ilmu
sosial dipahami bahwa akulturasi merupakan proses pertemuan unsur-
unsur kebudayaan yang berbeda yang diikuti dengan percampuran unsur-
unsur tersebut namun perbedaan di antara unsur-unsur asing dengan yang
asli masih tampak.
Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran.
Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang
masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi
memperoleh polapola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran
pun memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi. Seorang
imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam
berhubungan dengan orang lain dan itu dilakukan lewat komunikasi.
Proses selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam
banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli
masyarakat pribumi. Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi
masalah komunikasi nonverbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam
penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antarpribadi, ekspresi wajah,
gerak mata, gerakan tubuh lainnya dan persepsi tentang penting tidaknya
perilaku nonverbal. Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses
yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan
melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya
yang baru (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 137-140).
Salah satu kerangka konseptual yang paling komprehensif dan
bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang imigran dari perspektif
komunikasi terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi oleh Ruben
(1975). Dalam perspektif sistem, unsur dasar suatu sistem komunikasi
manusia teramati ketika seseorang secara aktif sedang berkomunikasi,
berusaha untuk dan mengharapkan berkomunikasi dengan lingkungan.
Sebagai suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan
lingkungan melalui tiga proses yang saling berhubungan, yakni
komunikasi persona, komunikasi sosial dan lingkungan komunikasi.
1. komunikasi persona atau intrapersona mengacu kepada proses mental
yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan
dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara
melihat, mendengar, memahami dan merespons lingkungan. Salah satu
variabel komunikasi persona terpenting dalam akulturasi adalah
kompleksitas struktur kognitif imigran dalam mempersepsi lingkungan
pribumi. Faktor yang erat berhubungan dengan kompleksitas kognitif
adalah pengetahuan imigran tentang pola-pola dan sistem-sistem
komunikasi pribumi. Bukti empiris yang memadai menunjang fungsi
penting pengetahuan tersebut, terutama pengetahuan tentang bahasa
dalam memudahkan aspek-aspek akulturasi lainnya. Suatu variabel
persona lainnya dalam akulturasi adalah citra diri (self image) imigran
yang berhubungan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya.
Selain itu, motivasi akulturasi seorang imigran juga dapat
memudahkan proses akulturasi. Motivasi akulturasi mengacu kepada
kemauan imigran untuk belajar tentang, berpartisipasi dalam dan
diarahkan menuju sistem sosio-budaya pribumi.
2. komunikasi sosial. Komunikasi sosial ditandai ketika individu-individu
mengatur perasaan, pikiran dan perilaku antara yang satu dengan yang
lainnya. Komunikasi sosial dilakukan melalui komunikasi
antarpersona. Komunikasi antarpersona seorang imigran dapat diamati
melalui derajat partisipasinya dalam hubungan-hubungan antarpersona
dengan anggota masyarakat pribumi.
3. lingkungan komunikasi. Komunikasi persona dan komunikasi sosial
seorang imigran dan fungsi komunikasi tersebut tidak dapat
sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan dengan lingkungan
komunikasi masyarakat pribumi. Suatu kondisi lingkungan yang
sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah
adanya komunitas etniknya di daerah setempat. Derajat pengaruh
komunitas etnik atas perilaku imigran sangat bergantung pada derajat
kelengkapan kelembagaan komunitas tersebut dan kekuatannya untuk
memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya.
Lembagalembaga etnik yang ada dapat mengatasi tekanan-tekanan
situasi antarbudaya dan memudahkan akulturasi (Mulyana dan
Rakhmat, 2005: 141-144).
K. Budaya
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol,
pemaknaan, penggambaran (image), struktur aturan, kebiasaan, nilai,
pemprosesan informasi dan pengalihan pola – pola konvensi pikiran,
perkataan dan perbuata/tindakan yang dibagiakn diantara para anggota
suatu sistem sosial dan kelompok sosial dalam suatu masyarakat.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara
formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objek – objek materi dan milik
yang diperoleh sekelompok besar orang lain dari generasi ke generasi
melalui usaha individu dan kelompok.
Budaya menampakan diri dalam pola – pola bahasa dan dalam
bentuk – bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model –
model dan tindakan – tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi
yang memungkinkan orang – orang tinggal dalam suatu masyarakat di
suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan
teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.
Berdasarkan pemikiran tersebut, komunikasi antarbudaya
merupakan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan
komunikan yang berbeda, bahkan dalam suatu bangsa sekalipun.
Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan maka langkah
selanjutnya merumuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu
pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan hasil
penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1991:40). Maka komponen
penelitian yang akan diteliti adalah:
1. Komunikasi Antarbudaya
a. Pertukaran pesan antarbudaya yang mungkin terjadi baik pesan verbal
maupun non verbal
b. Komponen dari komponen komunikasi
Motivasi : hasrat kita untuk berkomunikasi secara tepat dan efektif
dengan orang lain.
Pengetahuan : kesadaran kita atau pemahaman kita akan apa yang
kita butuhkan untuk dilakukan agar komunikasi berjalan secara
efektif dan tepat.
Kemampuan : kemampuan kita dalam mengolah perilaku yang
perlu dalam berkomunikasi secara tepat dan efektif (Gudykunst
dan Kim 2003: 275)
c. Masalah potensial dalam komunikasi antarbudaya
Pencarian kesamaan usaha untuk mencari orang yang memiliki
kesamaan budaya, etnis dan lainnya lalu berkumpul dalam satu
kelompok.
Kecemasan: perasaan psikologis yang secara tiba-tiba
menghasilkan sebuah situasi baru yang kurang aman/nyaman.
Pengurangan ketidakpastian: usaha untuk mengurangi
ketidakpastian atau dengan berusaha memprediksi perilaku apa
yang akan dilakukan lawan bicara saat berinteraksi.
Culture Shock: kecemasan yang dihasilkan dari perasaan
kehilangan tanda keluarga dan simbol dari pergaulan sosial,
gegar budaya terjadi ketika kita memasuki lingkungan baru
yang berbeda budaya.
2. Adaptasi Budaya
a) Bagaimana individu mengadakan musyawarah untuk menerima kaidah
peran yang berasal dari kebudayaan pihak ketiga
b) Bagaimana kebudayaan pihak ketiga mempengaruhi perilaku verbal
maupun non verbal masyarakat tuan rumah.
L. Adaptasi Budaya
Ellingsworth dalam dykunst (1983), mengemukakan bahwa setiap
individu dianugerahi kemampuan untuk beradaptasi antarpribadi. Oleh
karena itu maka setiap individu memiliki kemampuan untuk menyaring
manakah perilaku yang harus atau yang tidak harus dia lakukan. Adaptasi
nilai dan norma antarpribadi termasuk antarbudaya sangat ditentukan oleh
dua faktor, yakni pilihan untuk mengadaptasikan nilai dan norma yang
fungsional atau mendukung hubungan antarpribadi. Atau nilai dan norma
yang disfungsionalkan atau tidak mendukung hubungan antarpribadi.
Dalam realitas komunikasi antarbudaya, pendekatan adaptasi selalu
digunakan dalam komunikasi antarbudaya di negara – negara berkembang.
Jawaban atas beberapa pertanyaaan yang menentukan proses adaptasi nilai
dan norma antarpribadi; (1) bagaimana individu mengadakan musyawarah
untuk menerima kaidah peran yang berasal dari kebudayaan pihak ketiga;
(2) bagaimana kebudayaan pihak ketiga mempengaruhi perilaku verbal
maupun nonverbal masyarakat tuan rumah?
Adaptasi antarbudaya merupakan suatu proses panjang
penyesuaian diri untuk memperoleh „kenyamanan berada dalam suatu
lingkungan yang baru. Dalam “Intercultural Communication Theories”,
Gudykunst (2002:183) memaparkan bahwa teori adaptasi budaya termasuk
ke dalam kelompok teori akomodasi dan adaptasi. Salah satu teori yang
dikemukakan dalam paparan itu adalah teori adaptasi antarbudaya dari
Ellingsworth.
Ellingsworth (1988: 271) mengemukakan, perilaku adaptasi dalam
interkultural diadik terkait antara lain dengan unsur adaptasi dalam gaya
komunikasi. Gaya adalah tingkah laku atau perilaku komunikasi. Menurut
Gudykunst dan Kim (1997:337), adaptasi dapat terjadi dalam dimensi
kognitif. Dalam dimensi kognitif, terjadi penyesuaian bahasa verbal dan
nonverbal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa adaptasi dapat terjadi
dalam dimensi perseptual, kognitif, dan perilaku.
Teori yang berfokus pada akomodasi dan adaptasi lainnya
dikemukakan Gile. Teorinya disebut teori akomodasi komunikasi atau
communication accomodation theory (CAT). Teori ini bertolak dari teori
akomodasi percakapan. Menurut teori ini, pembicara menggunakan
strategi linguistik untuk mencapai persetujuan atau untuk menunjukkan
perbedaan dalam interaksinya dengan orang lain
Adaptasi budaya merupakan sebuah proses yang berjalan secara
alamiah dan tidak dapat dihindari dimana seorang individu berusaha untuk
mengetahui segala sesuatu tentang budaya dan lingkungannya yang baru
sekaligus memahaminya. Le vine (1973) menyatakan bahwa budaya
sebagai seperangkat aturan terorganisasikan mengenai cara – cara yang
dilakukan individu – individu dalam masyarakat berkomunikasi satu sama
lain dan cara mereka berfikir tentang diri mereka dan lingkungan mereka
Akulturasi merupakan sebuah proses yang dilakukan manusia
untuk menyesuaikan diri dan pada akhirnya akan mengarah kepada
asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara
teoritis mungkin terjadi. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi
seseorang. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi
lambing-lambang masyarakat yang signifikan. Seseorng akan mengatur
dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang
lain. Dan itu dilakukan lewat komunikasi. Proses trial and eror selama
akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan.
Namun, proses ini tidak dapat sepenuhnya berjalan dengan mulus,
bahkan dapat membuat individu merasa terganggu karenanya. Budaya
yang baru biasanya dapat menimbulkan tekanan, karena memahami dan
menerima nilai – nilai budaya tersebut sangat berbeda dengan nilai – nilai
budaya yang kita miliki. Biasanya seseorang akan melalui beberapa tahap
sampai dia akhirnya bisa bertahan dan menerima budaya dan
lingkungannya yang baru.
BAB II
A.Komunikasi multidisiplin
Selain itu, perawat sebagai bagian dari anggota tim juga dapat
memahami apa yang menjadi permasalahan pasien seperti rasa cemas, rasa
sakit, dan kesulitan untuk tidur. Karena itu, perawat perlu berbagi persepsi
dengan pasien, menjelaskan pemahaman perawat tentang apa yang ingin
dikomunikasikan oleh pasien. Dengan kata lain, perawat perlu mengetahui
dan memahami cara komnikasi dengan baik atau cara komnikasi efekti
dengan pasien.
yaitu:
1. Menciptakan hubungan interpersonal yang baik
Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah
penting dalam upaya penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi
menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan baik antara pasien dan
anggota tim memberikan dampak positif pada kepuasan pasien,
pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap program
pengobatan, dan hasil kesehatan yang terukur.
2. Bertukar informasi
Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak
mungkin informasi dari pasien agar dapat mendiagnosa dengan tepat
jenis penyakit yang diderita pasien dan merumuskan rencana
penanganan dan perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui,
memahami, merasa dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu,
kedua belah pihak sangat perlu melakukan komnikasi dua arah sebagai
upaya untuk saling bertukar informasi.
3. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian
6. Bersikap jujur
Bersikap jujur merupakan salah satu komnikasi moral dan
komnikasi keperawatan. Anggota tim seperti perawat harus bersikap
jujur agar diskusi atau konsultasi yang dilakukan tidak menimbulkan
kecurigaan, keraguan, dan kesalahpahaman. Jika ada kebutuhan untuk
diskusi yang terpisah dengan anggota keluarga pasien maka harus
dilakukan dengan mengunakan teknik komnikasi terapeutik seperti
hati-hati, memperhatikan tempat diskusi, dan waktu yang tepat.
7. Memperhatikan kebutuhan pasien
Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa yang
menjadi kebutuhan komunikasi pasien. Beberapa orang pasien hanya
ingin didengar tanpa banyak penjelasan dan beberapa pasien lainnya
ingin mengetahui penjelasan yang lengkap tentang penyakit yang
diderita. Perawat harus dapat mendeteksi setiap apa yang diinginkan
pasien.
8. Mengembangkan sikap empati
C. Pendekatan Multidisiplin
Pendekatan multidisiplin dalam kajian permukiman dimaksudkan
untuk mencapai keseimbangan antar elemen perencanaan permukiman
pada unit ekistik seperti transportasi, komunikasi, zonasi, dapat diperbaiki
[6]. Pendekatan multidisiplin mempunyai keunggulan dalam hal
sinkronisasi dan koordinasi sehingga akan menghasilkan perencanaan dan
implementasinya yang efektif dan efisien. Kunci utama keberhasilan
pendekatan multidisiplin adalah terjadinya dialog yang intensif antar
disiplin ilmu yang terlibat, integrasi rencana dan kegiatan. Kerja sama
secara multidisipliner yang baik akan menghasilkan pemahaman yang baru
terhadap suatu masalah.
Diawali dengan pelibatan empat disiplin ilmu yakni ahli arsitektur,
sosial, struktur dan konstruksi, perencanaan wilayah terbentuk suatu
persepsi bahwa rumah tradisional Bajo dalam kondisi asli berlokasi di atas
air laut, karena dari sejarahnya memang masyarakat Bajo merupakan
masyarakat yang berada pada “pengungsian” akibat terusir dari daratan
[2]. Oleh karena itu, ahli arsitektur dan perencanaan wilayah memahami
bahwa desain rumah panggunglah yang mereka pilih karena
menghindarkan permukiman mereka dari genangan air laut, gangguan
binatang, serta mendapatkan rasa nyaman yang cukup baik
Menurut ahli sosial, persebaran suku Bajo terbentang dari
Kepulauan Palawan sebelah timur, Kepulauan Samar pantai utara
Mindanau, sepanjang Kepulauan Sulu negara Philipina, hingga ke pantai
timur Kalimantan, sekitar Selat Makassar, dan ke arah timur wilayah
Indonesia. Di perairan Sulawesi, konsentrasi masyarakat Bajo yang
mempunyai rumah panggung di atas air terbesar terdapat di Kepulauan
Togian, khususnya Kecamatan Kabalutan [15]. Oleh karena itu kawasan
perumahan tradisional Bajo di Kecamatan Kabalutan tersebut yang pilih
sebagai “daerah penelitian”.
Pada tahap kedua, pemahaman yang konstruktif didapatkan dari
komunikasi ahli arsitektur dan perencanaan wilayah yakni bahwa ekologi
terumbu karang akan tumbuh dengan baik jika sirkulasi air laut terjamin
dan sinar matahari dapat menembus dasar laut yang memungkinkan
terjadinya fotosintesa oleh biota laut. Oleh karena itu, rumah pamerupakan
warisan tradisional etnis Bajo yang tepat untuk dipertahankan bahkan jika
memungkinkan dikembangkan. Namun demikian kedua bidang kajian
tersebut menyadari bahwa untuk mencapai kondisi konservatif banyak
tantangan yang dihadapi, yaitu kepadatan bangunan yang tinggi,
pengelolaan sanitasi dan persampahan yang kurang, serta penggunaan
karang sebagai bahan bangunan yang berlebihan. Kepadatan bangunan
terkait dengan terganggunya sirkulasi air laut dan tertahannya sinar
matahari yang mestinya dapat menembus badan air hingga kedalaman
tertentu, yang menjadi syarat tumbuhnya biota laut. Lemahnya aspek
pengelolaan sanitasi dan persampahan akan menyebabkan
terkontaminasinya air laut oleh limbah domestik. Pengerusakan terumbu
karang jelas akan mempengaruhi ekosistem pantai dan tentunya berakibat
pada terganggunya kehidupan biota laut yang menjadi sumber
penghidupan mereka [16].
Usulan penataan kawasan berdasarkan analisa di atas adalah
pengaturan jarak antar hunian dan pola penataan “grid”. Pola grid
merupakan mekanisme yang cukup universal dalam mengatur lingkungan,
dimana pola ini terbentuk karena adanya kebutuhan suatu sistem yang
berbentuk segi empat (grid iron) guna memberikan suatu bentuk geometri
pada kawasan permukiman. Pemilihan pola grid didasarkan pada
kemudahan akses bangunan yang satu dengan yang lain. Sistem ini
mengutamakan efisiensi dan nilai ekonomis, serta memberikan tingkat
kerawanan yang rendah terhadap kekuatan angin dan ombak yang dapat
merusak.
Pada tahap kedua, ahli arsitektur melakukan pengukuran luasan
rumah tradisional dan melakukan pengamatan terhadap material bangunan,
khususnya atap dan dinding. Selanjutnya dibuatkan tipologinya
berdasarkan kedua kriteria tersebut (ukuran rumah dan material yang
digunakan). Berdasarkan tipologi tersebut diketahui bahwa tempat tinggal
masyarakat Bajo dapat dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu tipe kecil
yang hanya mempunyai 2 – 3 ruangan dengan bahan penutup atap terbuat
dari daun nipah atau rumbia, sedangkan dindingnya terbuat dari pelepah
daun silar. Tipe medium pada umumnya mempunyai 3-4 kamar dimana
dindingnya terbuat dari papan kayu. Tipe besar secara umum mempunyai
jumlah kamar lebih dari 4, atap terbuat dari material metal (zinc dan
alluminium), dan dinding terbuat dari kayu olahan.
Langkah ini memotivasi ahli sains bangunan untuk melakukan
pengukuran termal dengan variasi material bangunan dan posisi
pengukuran. Diperoleh hasil bahwa penggunaan material organik pada
dinding dan atap memberikan perbedaan temperatur yang signifikan, yaitu
terdapat respon termal yang lebih baik untuk rumah-rumah yang
menggunakan bahan lokal dibandingkan dengan bangunan yang
menggunakan bahan lokal yang dipadu dengan bahan modern. Hasil
pengukuran temperatur dalam bangunan membuktikan bahwa bangunan
yang berdinding dari daun silar (bahan selulosa), beratap rumbia, dan
berlantai kayu memiliki temperatur sekitar 210 C - 270 C, sedang
bangunan dengan atap seng (metal), lantai keramik, dan dinding papan
memiliki temperatur yang lebih tinggi berkisar 280 C - 350 C [2].
Bahan lokal memiliki spesifikasi tertentu seperti berporous, ringan,
dan mengandung bahan selulosa yang tinggi, sehingga karakter termalnya
memiliki sifat mudah/cepat melepaskan panas/dingin yang diterima dari
sekitarnya. Karena material tersebut berporous, maka akan menyimpan
uap air didalam pori-porinya sehingga sangat membantu proses
pendinginan udara dalam bangunan. Namun demikian hal tersebut harus
ditunjang oleh pergerakan udara/angin untuk membantu terjadinya
pertukaran udara dalam ruang sehingga tidak terjadi kegerahan. Tentu saja
kondisi tersebut sangat ditunjang oleh desain bukaaAhli struktur membuat
tipologi sistem struktur rumah panggung yang memiliki karakteristik unik
yakni sistem strukturnya ditunjang oleh pondasi tiang kayu yang
kedalamannya mencapai 9 meter di bawah permukaan laut hingga
ujungnya terjepit secara lateral oleh material tanah dasar laut. Kondisi
struktur sedemikian sangat rentan menerima pembebanan dinamis yang
ekstrim, baik akibat angin ataupun oleh gelombang. Keunikan lainnya
terdapat pada sambungan antara struktur atas (badan rumah) dengan
struktur bawah (tiang penyokong) yang memungkinkan terjadinya
pergeseran lateral pada satu arah serta sambungan antar elemen struktur
dengan kekangan yang terbatas.
Ahli struktur dan bahan bangunan menemukan bahwa tiang
struktur dari kayu “pingsan” (nama lokal) atau teridentifikasi dengan
klasifikasi famili Verbenacea, spesies Teysmanniodendron sp termasuk
dalam kategori kekuatan klas I. Dari aspek kelangkaannya, kayu pingsan
termasuk dalam kayu endemik “lesser known”, yakni kayu langka yang
hanya tumbuh pada kawasan tertentu. Karena jenis kayu ini merupakan
material klas tinggi, maka cukup kuat menahan gaya lateral dan vertikal,
serta menahan serangan serangga laut.
Kerjasama antara disiplin sosial dan perencanaan wilayah
menyimpulkan bahwa kebiasaan hidup berkelompok, bergotong royong,
pembagian kerja secara gender terjadi di masyarakat Bajo. Oleh karena itu
pola ini akan dimanfaatkan pada pengembangan permukiman di kawasan
ini. Secara keseluruhan, usulan penataan kawasan hasil kajian multidisipin
yang disepakati adalah: pengaturan jarak antar hunian dan pola penataan
“grid” akan mengurangi tekanan terhadap ekosistem pantai; teknologi
tradisional dinding dengan daun “silar” dan atap dengan “rumbai” tetap
dipertahankan dengan memberikan inovasi ketebalan, aestetik, dan metode
pemasangan. Tiang struktur kayu “pingsan” dipertahankan namun untuk
diameter tertentu diperkuat dengan brezing. Bukaan rumah perlu ditambah
untuk meningkatkan kenyamanan termal. Pembuangan limbah harus
ditangani secara memadai. Pembentukan kelompok sosial dengan
melibatkan peran gender perlu dilakukan agar dapat memobilisasi sumber
daya Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dalam kajian multidisiplin,
komunikasi antara ahli yang satu dengan yang lain, baik dalam relasi yang
terjadi secara paralel ataupun berjenjang. Dicontohkan pada kasus diatas
bahwa ahli komunikasi antara bahan bangunan khususnya kayu
(kehutanan) dengan ahli struktur bangunan tidak bisa dihindarkan lagi.
Ahli struktur harus memahami sifat dasar kayu, misalnya klas kayu,
kekuatan kayu, keawetan kayu, yang nota bene menjadi domain disiplin
ahli kayu; sedangkan ahli kayu juga harus memahami persyaratan kayu
untuk komponen struktural bangunan yang diatur dalam peraturan
konstruksi. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan apakah kayu yang ada
diperbolehkan digunakan untuk komponen struktural. Sudah barang tentu
disiplin ini merupakan domain ahli struktur dan konstruksi. Dengan
komunikasi yang intensif, maka diperoleh pemahaman yang baru terhadap
permasalahan yang sama oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Penerapan pendekatan multidisiplin dimaksudkan untuk menggali
pemahaman atau persepsi yang lebih baik terhadap suatu permasalahan
dari kaca mata berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks perumahan
tradisional, pendekatan multidisiplin dimaksudkan untuk menggali
kearifan lokal yang terdapat dalam permukiman tradisional dengan
melibatkan bidang perencanaan wilayah, arsitektur, struktur, bahan
bangunan, sains bangunan, teknik lingkungan, serta sosial budaya. Kajian
kearifan lokal bidang arsitektural dan perencanaan wilayah menyimpulkan
bahwa bangunan rumah panggung dimaksudkan menghindari genangan air
laut, memberikan efek “comfort” serta menjaga kondisi ekologi perairan.
Kajian bahan dan sains bangunan mengindikasikan bahwa penggunaan
daun “silar” untuk dinding rumah dan “rumbai” untuk atap memberikan
efek termal yang rendah. Ahli struktur dan bahan bangunan memahami
bahwa tiang struktur dari kayu “pingsan” merupakan material klas tinggi,
sehingga cukup kuat menahan gaya lateral dan vertikal, serta menahan
serangan serangga laut. Kajian sanitasi menyimpulkan bahwa dampak
pembuangan limbah domestik di perairan mengganggu ekologi pantai.
Disiplin sosial menyimpulkan bahwa kebiasaan hidup berkelompok,
bergotong royong, pembagian kerja secara gender terjadi di masyarakat
Bajo. Usulan penataan kawasan hasil kajian multidisipin yaitu: pengaturan
jarak antar hunian dan pola penataan “grid” akan mengurangi tekanan
terhadap ekosistem pantai; teknologi tradisional dinding dengan daun
“silar” dan atap dengan “rumbai” tetap dipertahankan dengan memberikan
inovasi ketebalan, aestetik, dan metode pemasangan. Tiang struktur kayu
“pingsan” dipertahankan namun untuk diameter tertentu diperkuat dengan
brezing. Bukaan rumah perlu ditambah untuk meningkatkan kenyamanan
termal. Pembuangan limbah harus ditangani secara memadai.
Pembentukan kelompok sosial dengan melibatkan peran gender perlu
dilakukan agar dapat memobilisasi sumber daya.
8. Mengendalikan Emosi
Dalam sebuah situasi yang krusial kadang kala kita tidak bisa
memisahkan hal yang tentunya bersifak emosional. Bahkan pada
akhirnya emosi ini lah yang kemuda=ian memegang kendali sehingga
dalam komunikasipun bahkan hal ini dapat memberikan dampak yang
buruk. Sebab keika sudha melibatkan emosi maka tentu komunikasi
akan tidak dapat dikontrol, maka hal tersebut akan sangat berbahaya
bagi seorang perawat tentunya.
9. Berbagi Pengetahuan
Komunikasia dalam multidisiplin keperawatan merupakan
sebuah cara yang efektif untuk dapat berbagi ilmu pengetahuan, Sebab
tentunya tidak semua hal dapat hanya dipeklajari melalui buku.
Karennaya pengalaman yang pernah dialami oleh satu perawat dan
perawat lainnya dalam menangani pasien juga akan berbeda, sehingga
hal inilah yang kemudian akan dapat dibagi dalam komunikasi yang
dilakukan sebagai konsep moral dalam komunikasi keperawatan.
10. Penampilan
Penampilan tentu saja dapat mewakili profesi yang dijalani,
maka tentu tidak heran jika kemudian kita dapat dengan mudah
menebak profesi seseorang dari penampilannya. Oleh sebab itu, maka
tentunya bagi seorang perawat penampilan yang menunjang akan
dapat mendukung kemampuannya agar dapat berkomunikasi dengan
lebih baik lagi kepada pasien atau rekan sejawat.
11. Sikap
Dalam komunikasi sikap juga memegang peranan i=utama.
Sebab sebagimana kita tahu yang akan berkaitan dengan banyak
pasien dengan berbagai keluhan. Tentunya tanpa sikap yang baik
pastinya komunikasi tidak akan dapat berjalan dengan baik. Sebab
jangan sampai karena sikap anda dalam berkomunikasi akan
berpengaruh pada persepsi pasien terhadap anda dan profesi anda.
12. Memperhatikan Kebutuhan Pasien
Hal yang tidak kalah penting harus diperhatikan dalam
komunikasi multidisiplin keperawatan adalah jangan sampai
mengabaikan kebutuhan pasien. Oleh sebab itu, maka kebutuhan
pasien haruslah menjadi prioritas utama terutama bagia nda para
perawat sebagai upaya dalam memberikan pelayanan terbaik untuk
para pasien sebagai karakteristik komunikasi terapeutik.Nah, itulah
tadi 12 12 Cara Komunikasi Multidisiplin Dalam Keperawatan di
Indonesia.. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.
E. Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien/klien adalah dalam melakukan
diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan,
saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung
jawab pada pekerjaannya.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada
seluruh kolaborator. Kolaborasi merupakan proses komplek yang
membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,
dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala
itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau
perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan
kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan
pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan
kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh pertukaran suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Bagi perawat, hubungan kerjasama dengan
dokter sangat penting apabila ingn menunjukkan fungsinya secara
independen. Tujuan kolaborasi perawat adalah untuk membahas masalah-
masalah tentang klien dan untuk meningkatkanpamahaman tentang
kontrbusi setiap anggota tim serta untuk mengidentifikasi cara-cara
meningkatkan mutu asuhan klien. Agar hubungan kolaborasi dapat
optimal, semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk
bekerjasama. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagai nilainilai dan pengetahuan serta respek terhadap
orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan
masyarakat.
BAB III
5. Faktor dana/keuangan.
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat
menimbulkan konflik.Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintah telah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program
yang dibiayai pemerintah.
6. Faktor pekerjaan.
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam
pembuatan suatu keputusan. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat
dilaksanakan, namun harus diselesaikan dengan keputusan/aturan tempat
ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering
mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai
konsekuensinya, ia mendapatkan sanksi administrasi atau mungkin
kehilangan pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Yoyon Mudjiono, “Komuniasi Sosial”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2, No.1,
April 2012, hlm. 100
Suranto AW, Komunikasi Sosial Budaya (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),
hlm. 43.
http://sosiologi-sosiologixavega.blogspot.com/2010/10/konflik-dan-integrasi-
sosial.html diakses tangga l 3 november 2014.
Salisah, Nikmah Hadiati. Komunikasi Kesehatan: Perlunya Multidisipliner
Dalam Ilmu Komunikasi. 2011:1(2).
https://pakarkomunikasi.com/cara-komunikasi-multidisiplin-dalam-
keperawatan
https://www.academia.edu/11852307/Komunikasi_Interdisiplin_dalam_Pelaya
nan_Kesehatan_Setiawan_2015_