Anda di halaman 1dari 23

Dosen pengampuh: cici yusnayanti.S.Kep.,NS.M.

Kes

Tugas Makalah Komunikasi

Disusun Oleh :

NAMA : IRTA SISLIAWATI

NIM : P201901006

KELAS : T1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
KENDARI 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
yang ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman penulis, penulisi yakin masih banyak kekurangan dalam penusunan makalah
literatur ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari 11 januari 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….

BAB I MENGANALISIS PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA


DALAM BERKOMUNIKASI

A. Pengertian Komunikasi……………………………………………………………..
B. pengaruh faktor budaya dalam berkomunikasi……………………………………..
C. Pengaruh Faktor Budaya Pada Anak Dalam Komunikasi …………………………
D. Pengaruh Faktor Budaya Pada Remaja Dalam Komunikasi ……………………….
E. manfaat mempelajari faktor budaya dalam komunikasi bagi bk …………………..

BAB II MENGANALISIS KONSEP KOMUNIKASI DALAM KONTEKS PELAYANAN


KOMUNIKASI MULTIDISIPLIN
A. Komunikasi multidisiplin dalam keperawatan…………………………………….

BAB III MENGANALISIS TREAND DAN ISSUE DALAM KOMUNIKASI


KESEHATAN

A. Pengertian Trend dan Issu Dalam Pelayanan Kesehatan…………………………..


B. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan…………………………………………
C. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan……………………………..
D. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi …………………………………………
E. Pemahaman Kolaborasi…………………………………………………………….
F. Trend dan Issu Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan…………………………
G. Anggota Tim Interdisiplin…………………………………………………………
BAB IV MENSIMULASIKAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HUBUNGAN
INTERPERSONAL DENGAN KLIEN ,KELUARGA,KELOMPOK,SESAME PERAWAT
DAN TENAGA KESEHATAN LAIN NYA.

A. Mensimulasikan komunikasi efektif hubungan interpersonal dengan klien………………….

B. Mensimulasikan komunikasiefektif dalam hubungan interpersonal dengan sesamaperawat …

C. Mensimulasikan komunikasi secara kelompok……………………………………………….

D. Mensimulasikan komunikasi keluarga………………………………………………………...


BAB I

PEMBAHASAN

MENGANALISIS PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA DALAM


BERKOMUNIKASI

A. Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap ,perilaku dan tindakan yang trampil dari
manusia ( communication involves both attides and skills ). Manusia tidak bisa dikatakan
berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi dengan cara melalui pertukaran informasi ,ide-ide,
gagasan,maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbul simbul dengan orang lain.
Komunikasi manusia itu dapt dipahami sebagai interaksi antar pribadi melalui pertukaran simbul
simbul linguistik,misalnya simbul verbal dan non verbal. Seperti kata Mehrabian ( 1972 ) 55 %
dari komunikasi manusia dinyatakan dalam simbul non verbal , 38% melalui nada suara , dan 7%
komunikasi yang efektif dinyatakan melalui kata kata. Simbul simbul itu dinyatakan melalui
sistem yang langsung seperti tatap muka atau ( tulisan, visual, aural ). Melalui pertukaran dan
simbul simbul yang sama dalam menjelaskan informasi, gagasan dan emosi diantara itulah ,akan
lahir kesamaan nama atas fikiran,perasaan dan perbuatan.

B. pengaruh faktor budaya dalam berkomunikasi.

Komunikasi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya masyarakat
penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, komunikasi juga merupakan fenomena
budaya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang
digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang peserta.
Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi, seperti hubungan peran
di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi berlangsung, tujuan komunikasi, situasi
komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga
berpengaruh dalam penggunaan bahasa.

Sementara itu, sebagai fenomena budaya, komunikasi selain merupakan salah satu unsur
budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya masyarakat
penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur budaya suatu masyarakat–di
samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah disebutkan di atas–merupakan hal yang sangat
penting dalam mempelajari suatu komunikasi. Hal yang sama berlaku pula bagi komunikasin di
Indonesia. Oleh karena itu, mempelajari bahasa Indonesia–lebih-lebih lagi bagi para penutur
asing–berarti pula mempelajari dan menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran komunikasi, sudah


semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yang berkenaan dengan aspek-
aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya yang melatari
penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu hanya dititikberatkan pada
penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya tentu hanya akan melahirkan siswa yang
mampu menguasai materi, tetapi tidak mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya.
Pengajaran bahasa yang demikian tentu tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur
dengan pendekatan komunikatif. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara baik
dan benar itu mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek kebahasaan dan juga
pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yang menjadi konteks penggunaan komunikasi.

C. Pengaruh Faktor Budaya Pada Anak Dalam Komunikasi

Pada dasarnya ketika masih anak anak proses yang paling sering dilakukan adalah
kegiatan meniru segala sesuatu yang dilakukan oleh orang dewasa tidak terkecuali dalam hal
berkomunikasi. Pengaruh faktor budaya dimana orang tua anak tersebut tinggal sangat
mempengaruhi komunikasinya dengan orang lain. Komunikasi pada anak anak akan bisa cepat
efektif apabila sejak kecil anak anak sudah diajari cara berkomunikasi yang baik oleh orang
tuanya. Jadi faktor budaya dalam berkomunikasi yang sangat mempengaruhi anak anak adalah
budaya yang dibawa orang tua dan yang dicontohkan,sehingga akan ditiru oleh anak anak dalam
berkomunikasi.

D. Pengaruh Faktor Budaya Pada Remaja Dalam Komunikasi

Faktor budaya yang sanagt mendominasi komunikasi remaja adalah faktor budaya
pergaulan sehari hari,yaitu budaya lingkungan budaya dimana seorang remaja itu kerap
berinteraksi,baik dengan teman,keluarga,orang yang lebih tua darinya. Kita misalkan saja ada
dua remaja yang berasal dari pulau jawa dan daerah yang sama pula,tetapi cara berkomunikasi
mereka sangatlah sangat bertolak belakang. Si A penuh sopan santun dengan tutur bahasa yang
halus kepada lawan bicaranya,terlebih lagi apa bila lawan bicaranya lebih tua dari dia. Lain lagi
dengan si B yng senantiasa berkomunikasi dengan nada kasar dan intonasi tinggi serta tingkah
laku yang kurang sopan dan bahkan bisa dikatakan kurang ajar. Setelah dianalisis ternyata
lingkungan pergaualan antara keduanya sangatlah berbeda si A sering bergaul dengan remaja
yang berada dilingkungan yang baik,yang masih perduli akan sopan santun sedangkan Si B
bergaul ditempat sangat tidak kondusif ( lingkungan yang kurang sehat ) dengan remaja lain
yang tidak kalah nakalnya dengan dia . oleh karana itulah dapat disimpulkan bahwa faktor
budaya yang lebih besar mempengaruhi komunikasi remaja adalah faktor budaya pergaulannya.

E. manfaat mempelajari faktor budaya dalam komunikasi bagi bk

Sebagai seorang konselor haruslah siap jika seandainya dihadapkan dengan konseli yang
berasal dari berbagai daerarh yang mungkin daerah asal konseli tersebut asing bagi seorang
tersebut. Oleh karena itu konselor haruslah senantiasa membuka mata akan budaya yang berbeda
dengan budaya dirinya,dan senantiasa mengaktualisasi diri dengan mempelajari faktor faktor
budaya yang dimiliki oleh konselinya. Tujuan dari konselor mempelajari faktor faktor budaya
yang dimiliki konseli antara lain adalah :

1. Agar komunikasi yang kita lakukan dengan konseli berjalan efektif.

2. Agar konselor mudah memberikan layanan yang dibutuhkan oleh konseli.

3. Agar konselor lebih cepat diterima oleh konselinya.

4. Mudah membangun kepercayaan dari konseli.

5. Mencegah salah bersikap atau bertutur kepada konseli yang ditangani.

6. Dapat menimbulkan kesan yang baik untuk konseli dsb.


BAB II

MENGANALISIS KONSEP KOMUNIKASI DALAM KONTEKS PELAYANAN


KOMUNIKASI MULTIDISIPLIN
A. Komunikasi multidisiplin dalam keperawatan

Komunikasi multidisiplin dalam keperawatan adalah komunikasi yang melingkupi


seluruh aspek jalur komunikasi penanganan dan perawatan pasien. Dalam bidang komunikasi
kesehatan, komunikasi multidisiplin terjadi antara sesama anggota tim multidisiplin dan antara
anggota tim multidisiplin dengan pasien serta anggota keluarga pasien dalam rangka penanganan
dan perawatan pasien. Komunikasi multidispilin yang baik sangat penting bagi keberhasilan tim
dalam menangani dan merawat pasien. Karena itu, setiap anggota tim hendaknya dibekali dengan
pelatihan komunikasi agar setiap anggota tim memiliki keterampilan komunikasi sebagai bagian
dari upaya penanganan dan perawatan pasien. multidisiplin atau multidisipliner mengacu pada
tim dimana sejumlah orang atau individu dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam suatu proyek
namun masing-masing individu bekerja secara mandiri. Setiap individu dalam tim multidisiplin
memiliki keterampilan dan keahlian yang berbeda namun saling melengkapi satu sama lain.
Pengalaman yang dimiliki masing-masing individu memberikan kontribusi yang besar bagi
keseluruhan upaya yang dilakukan.

Terdapat beberapa cara komunikasi multidisiplin dalam keperawatan yang dapat diterapkan
ketika berkomunikasi dengan pasien, yaitu :

1. Menciptakan hubungan interpersonal yang baik

Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting dalam upaya
penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan
baik antara pasien dan anggota tim memberikan dampak positif pada kepuasan pasien,
pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap program pengobatan, dan hasil kesehatan
yang terukur.
2. Bertukar informasi

Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi dari pasien
agar dapat mendiagnosa dengan tepat jenis penyakit yang diderita pasien dan merumuskan
rencana penanganan dan perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui, memahami, merasa
dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu, kedua belah pihak sangat perlu melakukan
komunikasi dua arah sebagai upaya untuk saling bertukar informasi.

3. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian

Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian adalah salah satu penyebab keberhasilan
dalam komunikasi. Perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab dalam memberikan
perhatian dan memobilisasi semua indera untuk mempersespi semua pesan verbal maupun pesan
nonverbal yang diberikan oleh pasien.Dengan mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian,
perawat dapat menilai situasi dan masalah yang dialami pasien. Selain itu perawat juga dapat
meningkatkan harga diri pasien dan mengintergrasikan diagnosa keperawatan dan proses
perawatan.

4. Penggunaan bahasa yang tepat

Informasi yang diberikan selama proses konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien
perlu dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien dan anggota
pasien. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses konsultasi, penanganan, dan perawatan
pasien hendaknya tidak menggunakan jargon dan istilah teknis kesehatan kecuali dijelaskan
secara komprehensif. Yang harus dihindari juga adalah penggunaan eufemisme karena dapat
mengarah pada ambigu.

5. Bahasa tubuh dan penampilan


Bahasa tubuh dalam komunikasi dan penampilan juga hendaknya menjadi bahan pertimbangan
dan perlu diperhatikan dengan baik.Berbagai komunikasi nonverbal yang ditampilkan seperti
postur tubuh, gaya, dan perilaku dapat berdampak pada kemajuan dan hasil konsultasi antara
pasien dan anggoa tim. Untuk itu, bahasa tubuh yang ditampilkan selama proses konsultasi harus
ditampilkan secara lengkap dan fokus pada pasien.

6. Bersikap jujur

Bersikap jujur merupakan salah satu konsep moral dalam komunikasi keperawatan.
Anggota tim seperti perawat harus bersikap jujur agar diskusi atau konsultasi yang dilakukan
tidak menimbulkan kecurigaan, keraguan, dan kesalahpahaman. Jika ada kebutuhan untuk
diskusi yang terpisah dengan anggota keluarga pasien maka harus dilakukan dengan
mengunakan teknik komunikasi terapeutik seperti hati-hati, memperhatikan tempat diskusi, dan
waktu yang tepat.

7. Memperhatikan kebutuhan pasien

Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan komunikasi
pasien. Beberapa orang pasien hanya ingin didengar tanpa banyak penjelasan dan beberapa
pasien lainnya ingin mengetahui penjelasan yang lengkap tentang penyakit yang diderita.
Perawat harus dapat mendeteksi setiap apa yang diinginkan pasien.

8. Mengembangkan sikap empati

Empati merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik. Yang dimaksud


dengan empati adalah perawat dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien. Dalam artian,
perawat hendaknya dapat memposisikan dirinya pada posisi pasien.
BAB III

MENGANALISIS TREAND DAN ISSUE DALAM KOMUNIKASI KESEHATAN

A.   Pengertian Trend dan Issu Dalam Pelayanan Kesehatan


Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, trend juga
dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang
biasanya sedang popular di kalangan masyarakat. Jadi trend adalah sesuatu yang sedang di
bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta (Muharamiatul, 2012).
Sedangkan issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum,
pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis. Atau
sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas faktannya atau buktinya
(Muharamiatul, 2012).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Sedangkan komunikasi
terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi
terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang
lain ( Mundakir, 2006 ).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat. Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi
untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat (Potter dan Perry, 2005).
B.       Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu
hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian yang
dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat.
Namun demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang
menjadi esensi dari kegiatan ini.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter.
Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi
yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan
dokter perlu pengetahuan, kemauan dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai
dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, maupun dengan mitra kerjanya, sampai pada
keterampilan dalam mengambil keputusan (Mundakir, 2006).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang
bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien.
Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah
satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter)
dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan
secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan melalui
komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam proses
penyembuhan (Muharamiatul, 2012).

C.    Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan terjalin bila
setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa
aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil
dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan
integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem social (Muharamiatul, 2012).
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang sangat
penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi yang terputus
akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan
klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi di lingkungan rumah
sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan
ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal an konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam
hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen
internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan
secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multidisiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai
provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih
mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok,
keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang terjadi
pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar
individu yang terlibat dalam sistem tersebut (Mundakir, 2006).
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah :
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan intraksi
dengan klien.
2.    Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah secara
terapeutik.
3.   Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan ( kinerja ) individual yang berdampak terhadap
lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan interpersonal
yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada komunikasi yang dijalin oleh tim
keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah
melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah dalam
melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan
menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal (Mundakir, 2006).

D.   Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


Menurut Muharamiatul (2012), faktor yang mempengaruhi komunikasi antara lain :
1.   Situasi atau suasana
Situasi atau suasana yang penuh kebisangan akan mempengaruhi baik atau tidaknya
pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi
berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum
proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang
dan nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat
mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan
kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih, tentu
saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak
berfokus pada pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
2.      Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang
jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator
dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi
pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami
pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan
menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
E.   Pemahaman Kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi
point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi
harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa pasien ini dan
perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk sejak awal
proses pendidikannya. Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir
seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta
hubungan dokter dan pasien. Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam
aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-
pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja
sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi linkungan kerja
dengan para perawat tetapi mereka tidak di didik untuk menanggapinya sebagai rekanan atau
sejawat atau kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien
menanganinya? bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat diberikan kepada pasien
Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan interfensi,
melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik
menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa
profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam
menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek
keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakit dan
praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama
staf perawatan untuk belajar merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sering pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.
Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan
kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan
serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan
masyarakat (Muharamiatul, 2012).

F.   Trend dan Issu Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Hubungan perawat dengan dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memendang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik
dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala sikologi keilmuan dan individual, factor sosial,
serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborsi
yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter dengan perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing
Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter
dengan perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang
dialami pasien. Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter perawat
dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dengan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang
membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat
ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan
kondisi sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat dan
dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi
diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter.
Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat Rumah
Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa
perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit
yang kurang mendukung.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat
menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa
pelayang kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi
(Muharamiatul, 2012).

G.   Anggota Tim Interdisiplin


Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika
terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik.
Anggota tim kesehatan meliputi: pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang
efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat
menfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi
kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada siuasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagai membuat refelan pembarian pengobatan.
Kerjasama adalaha menghargai pendapat orang lain dan bersedia memeriksa beberapa
alterntif pendapat dan perubaha pelayanan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim
mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya
benar-benar didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan
yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya
bahwa etiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan
pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggot tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yng dibutuhkan
dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi
dalammenyelesaikan permaslahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional,


kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien. Kolegasilitas menekankan
pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada
menyalahkanseseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan
ari yang sama: mutualitas, dimana dia mengartikan sebagai sutu hubungan yang menfalitasi
suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai oleh keinginan maju mencapai tujuan dan
kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi.
Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindari dari
tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan koordinasi tidak kan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai
tujuan kolaborasi team:
1.     Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik
professional
2.         Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3.         Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4.         Meningkatnya kohensifitas antar professional
5.         Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6.         Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.

Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter, perawat
perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi professional. Status yuridis
seiring perubahan perwat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangt
kompleks. Tanggung jawab hokum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau
kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperwatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak yang terkait mengeni tanggung jawab hukum dari perawat,
dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas
sruktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu
ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara
komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan
keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang
memunkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif. Pendidikan perawat perlu
terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan professional dengan dokter melalui
pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengatahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui
pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang
dapat meningkatkan keahlian perawat.
BAB IV

MENSIMULASIKAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HUBUNGAN


INTERPERSONAL DENGAN KLIEN ,KELUARGA,KELOMPOK,SESAME PERAWAT
DAN TENAGA KESEHATAN LAIN NYA.

Komunikasi merupakan proses kompleks yangmelibatkan perilaku dan kemungkinan


individu untuk berhubungan dengan orang lain.komunikasi juga merupakan salah satu seni untuk
dapat menyusun dan mengantarkan dengan cara yang muda sehingga orang lain dapat mengerti
dan maksud dan tujuan pemberi pesan, komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi
antarasedikitnya dua orang atau kelompok kecil,terutama dalam keperawatan.komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah,berbagai ide,pengambilan
keputusan,dan pertumbuhan personal

A. Mensimulasikan komunikasi efektif hubungan interpersonal dengan klien

Dari sisi pasien,umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah dohadapan dokter.
untuk menggali keterangan yang cukup meneggakan diagnosis dan menentukan perencanan
perlu dibangun hubungan saling percaya dan keterbukan dan pengertian akan kebutuhan maupun
kepentingan.

B. Mensimulasikan komunikasiefektif dalam hubungan interpersonal dengan sesama perawat

Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antara tenaga


kesehatan terutama perawatsangatlah penting.kesinambungan informasi tentang klien dan
rencana tindakan yang telah,sedang dan yang akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila
hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.hubungan pearawat dengan
perawat dalam memberikan pelayanan.Hubungan profesional antara perawat merupakan
hubugan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam
memberikan pelayanan .
C. Mensimulasikan komunikasi secara kelompok

Mensimulasikan komunikasi secara kelompok interaksi tatap muka antra 3 orang atau
lebih dalam memecahkam masalah. Prinsip komunikasi kelompok dengan prinsip komunikasi
interpersonal hampir mirip, yakni pesan yang disampaikan kepada individu yang lainya dibalas
juga dengan suatu pesan yang telah di interpretasikan oleh si penerima pesan tersebut sebelum
disampaikan sebagai balasan pesan yang dikirimkan. Perbedaan komunikasi kelompok dan
komunikasi interpersonal adalah intensitas individu-individu itu bertemu. Komunikasi
interpersonal bisa terjadi dimanapun di halte, bus, jalan, sekolah, pasar, dan dimana saja saat
individu-individu itu melakukan suatu komunikasi. Komunikasi sendiri diterjemakan sebagai
pengiriman pesan dari komunikator ke komunikan (penerima pesan) melalui suatu media, dibalas
oleh komunikan dengan suatu pesan kembali atau yang disebut dengan umpan balik, dan
dipengaruhi oleh ganguan-ganguan yang terjadi.

Bedanya komunikasi kelompok dengan komunikasi interpersoal adalah keterikatan dan


tujuan yang hendak dicapai. Didalam komunikasi interpersonal tujuan dari individu yang ingin
dicapai, sedangkan didalam kelompok adalah tujuan kelompok yang hendak dicapai. Sebagai
contoh komunikasi didalam pasar, komunikasi interpersonal antara pedangang dengan pembeli
pedagang menawarkan barang dengan komunikasi tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Sedangkan Kelompok pedang pasar melakukan suatu komunikasi yang menjadikan
sebuah kesepakatan agar para pedagang memperoleh keuntungan yang maksimal secara
bersamasama.

D. Mensimulasikan komunikasi keluarga

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa
dari orang tua ke anak; dari anak ke orang tua; atau dari anak ke anak. Awal terjadinya
komunikasi karena ada sesuatu pesan yang ingin disampaikan. Siapa yang berkepentingan untuk
menyampaikan suatu pesan berpeluang untuk memulai komukasi. Yang tidak berkepentingan
untuk menyampaikan suatu pesan cenderung menunda komukasi.
Kenapa komunikasi penting dalam tatanan keluarga? Dewasa ini, suami dan istri yang
sibuk bekerja menjadikan pribadi mereka lupa akan hak dan kewajiban masing-masing,
komunikasi dengan anak-anak mereka pun
tidak terbangun dengan baik. Hal ini menjadikan keluarga bukan lagi tempat yang nyaman untuk
berbagi suka dan duka. Realitas tersebut terjadi akibat kurang terjalinnya komunikasi yang baik
dalam keluarga, komunikasi yang positif merupakan komponen dalam resolusi konflik keluarga.
Bila keintiman keluarga terjaga maka penyesuaian terhadap konflik apapun akan selalu
terselesaikan. Maka dari itu sangat penting dalam sebuah keluarga membangun komunikasi dan
interaksi yang baik antara anggota keluarga yang akan mempengaruhi pada keharmonisan
sebuah rumah tangga. Penelitin ini meninikberatkan kepada pentingnya komuikasi dan interaksi
di dalam keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriftif .
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Hubungan Masyarakat. Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Koentjaraningrat. 2015. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada
Media Group.
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta:
Erlangga.
Lexy J, Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Liliweri, Alo. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai