Kode Etik Oleh Eka Hardiyanti.a
Kode Etik Oleh Eka Hardiyanti.a
Nim : 18020002
Smt : V (lima)
Perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang semakin maju telah membawa
manfaat yang besar untuk terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Perkembangan ini juga diikuti dengan perkembangan hukum di bidang kesehatan, sehingga
secara bersamaan, petugas kesehatan menghadapi masalah hukum terkait dengan aktivitas
perilaku, sikap dan kemampuannya menjalankan profesi kesehatan. Kode etik profesi penting
diterapkan.
Kode etik profesi bidan hanya ditetapkan oleh organisasi profesi Ikatan Bidan Indonesia
(IBI). Penetapan harus dalam Kongres IBI. Kode etik profesi bidan akan mempunyai
pengaruh dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi bidan. Kode etik bidan Indonesia
pertama kali disusun tahun 1986 dan di sahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) X tahun 1988. dan petunjuk pelaksanaannya di sahkan dalam Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991. Kode etik bidan Indonesia terdiri atas 7 bab, yang
dibedakan atas tujuh bagian:
Bagian I
Bagian II
1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan
3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan kepentingan klien.
Bagian III
1. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
2. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
Bagian IV
1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat.
2. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
Bagian V
Bagian VI
Kasus 1
Peristiwa terjadi sekitar pukul 21.30 WIB pada Sabtu (4/7/2020). seorang ibu bernama
Aljannah (25) warga Desa Ketapang Laok mengalami kontraksi dan melahirkan anak
perempuannya di depan pagar rumah bidan Sri Fuji alias SF tanpa penanganan medis. ihak
keluarga Aljannah bersusah payah meminta bantuan bidan tersebut agar membukakan pintu
saat mendatangi tempat praktik persalinan.
Namun, hingga waktu 30 menit bidan Sri Fuji tak kunjung menemuinya. Alasannya, karena
Sri Fuji sedang sakit tak bisa menemui pasien. Seperti keterangan keluarga Sri Fuji yang
menemui keluarga Aljannah di dalam pagar rumah.
Tak beberapa lama Aljannah akhirnya melahirkan bayinya. Persalinan darurat ini dibantu
sejumlah warga setempat.
"Tapi selang waktu 1 jam setelah anak saya lahir, bidan Sri Fuji menemui istri menggunakan
APD lengkap, kurang tahu kenapa padahal tadi bilangnya sedang sakit," ujar Zainuri (29)
suami Aljannah, kala itu.
Kasus penelantaran ibu hamil yang hendak melahirkan ini, menjadi perhatian hampir semua
elemen masyarakat di Kabupaten Sampang, termasuk para wakil rakyat di DPRD Sampang.
Pelanggaran koe etik kebidanan tentang : KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP KLIEN DAN
MASYARAKAT
Kasus 2 :
Pemeriksaan tersebut, terkait kasus kelahiran seorang bayi dengan kepala dan tangan bayi
terputus dari badan.
"Berdasarkan laporan keluarga korban soal dugaan malpraktek yang dilakukan pihak
Puskesmas Desa Bungin, Kabupaten Pinrang, karena mengakibatkan kepala dan tangan bayi
terlepas saat proses persalinan," jelas Kasat Reskrim Polres
Mereka yang diperiksa polisi antara lain Kepala Puskesmas dr NS dan empat petugas, yakni
bidan FA, bidan M, bidan SN, dan perawat SM. Kelimanya diperiksa secara bersamaan.
Abdul Karim menjelaskan, kelima petugas puskesmas ini diinterogasi seputar kejadian
terlepasnya bagian tubuh bayi sebelum dirujuk ke RSU Lasinrang.
Kasus 3
Adanya laporan dugaan penahanan bayi oleh seorang bidan di Palembang berinisial DW
mendapat kecaman dari Komisi Perlindungan Perempuan dan anak (KPAI) Palembang.
Bidan DW dinilai melanggar kode etik dan sumpah profesi.
Ketua KPAI Kota Palembang, Adi Sangadi mengungkapkan, tindakan bidan DW itu sangat
tidak terpuji. Tindakannya dinilai sama saja memisahkan orang tua dan anak. Padahal, bayi
baru dilahirkan membutuhkan perawatan dan kasih sayang oleh orangtuanya.
"Kami kecam tindakan oknum bidan DW. Tak seharusnya dilakukan terhadap pasiennya,"
ujar Adi, di Palembang, Selasa (17/5).
ibu yang ingin melahirkan anaknya berakhir dengan kematian si bayi. Yang lebih
menyedihkan, kematian itu karena kelalaian bidan yang menangani persalinan.
Kasus itu terjadi di Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Kala itu, Chori
Hariyani, yang sedang hamil tua, mendatangi Klinik Fitria pada 3 Januari 2009.
Di klinik itu, Chori ditangani oleh bidan Desi Sarli, apoteker Siska Malasari, dan bidan Cici
Kamiarsih. Dalam pemeriksaan itu, bidan Desi memberikan dua obat gastrul untuk
merangsang Chori melahirkan. Obat itu didapati dari Cici.