BBLR & Sindrom Gawat Nafas PD Bayi
BBLR & Sindrom Gawat Nafas PD Bayi
DOSEN PENGAJAR :
Nia Desriva, SST. M.Kes
DISUSUN OLEH :
Eka Hardiyanti Agustin (18020002)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat dan penyertaannya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah tentang “BBLR
dan SINDROM GAWAT NAFAS PADA BAYI” kami juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyusun makalah ini.
Akhir kata kami berharap tugas ini sangat berguna dan membantu
menyumbangkan pengetahuan tentang mata kuliah asuhan neonatus bayi dan balita
khususnya bagi mahasiswa Kebidanan.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..
BAB 1 (PENDAHULUAN)…………………………………………………………….
LATAR BELAKANG…………………………………………………………
RUMUSAN MASALAH……………………………………………………….
TUJUAN…………………………………………………………………………
BAB II ( PEMBAHASAN)…………………………………………………………….
DEFINISI BBLR……………………………………………………………….
PENYEBAB……………………………………………………………………..
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK………………………………………………
PENATALAKSANAAN………………………………………………………..
KESEMPULAN………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan
fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutahkan biaya
perawatan yang tinggi.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang
menderita energy kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan
dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius
pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan
perkambangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan.
Salah satu indicator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka
kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong
tinggi, maka kematian bayi di Indonesia tercatat 510 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2003. Ini memang bukan gambaran yang indah karena masih
tergolong tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara di ASEAN. Penyebab
kematian bayi terbanyak karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR),
sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar
459.200-900.000 bayi ( depkes RI 2005)
Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua 98% dari 5 juta
kematian neonatal di Negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari
2/3 kematian adalah BBLR yaitu berat badan kurang dari 2500 gram.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
A. BBLR
Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir).
Klasifikasi BBLR
a.Berdasarkan BB lahir
2.BBLSR : BB 1000-1500gr
3.BBLESR : BB <1000 gr
1. Prematur
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus
Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan ( NKB- SMK).
2. Dismaturitas.
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
Penyebab
2. BB kurang dari 2500 gr, PB kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,
13. Otot-otot masih hipotonis sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha
abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki fleksi atau lurus.
14. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada
wanita), dan testis belum turun (pada laki laki).
Mekonium kering.
Pneumonia Aspirasi
Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering
ditemukan pada bayi prematur.
Hyperbilirubinemia
Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna.
Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih
lemah, lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.
Kemampuan metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan sekitar (36,5 – 37,5 0C) (Manuaba, 1998 : 328
Pada umumnya maturitas fisiologik bayi ini sesuai dengan masa gestasinya dan
sedikit dipengaruhi oleh gangguan-gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Dengan
kata lain, alat-alat dalam tubuhnya sudah berkembang lebih baik bila dibandingkan
dengan bayi dismatur dengan berat yang sama. Dengan demikian bayi yang tidak
dismatur lebih mudah hidup di luar kandungan. Walaupun demikian harus waspada
akan terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditangani dengan baik.
(Wiknjosastro H, 2007 Hal. 782).
1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotaritas Ini disebabkan stress yang
sering dialami bayi pada persalinan.
1. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi KMK mempunyai hemoglobin yang
tinggi yang mungkin disebabkan oleh hipoksia kronik di dalam uterus.
3. Keadaan lain yang mungkin terjadi ; asfiksia, perdarahan paru yang pasif,
hipotermia, cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom down’s, turner dan
lain-lain) cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterine dan sebagainya.
Adapun komplikasi pada BBLR jika bayi dismatur adalah, sebagai berikut :
Pemeriksaan Diagnostik
1. Prematuritas murni
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi
prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi
dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat
badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas,
sehingga panan badannya dapat dipertahankan.
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori
110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan
menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian
minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI
merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus
dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/ hari.
c. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas ( BBLR).
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
2. Dismaturitas (KMK)
mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada dilingkungan yang
dingin kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih
luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah
kulit dan kekurangan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istirahat, konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi
setiap normal. Bila bayi dirawat didalam incubator, maka suhunya untuk bayi
dengan BB 2 – 2,5 kg adalah 34 0C. jika ditempat pertolongan tidak ada incubator
maka bayi di bungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau
dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi
Pada bayi dismatur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang.
Prinsip pemberian minum ialah early feeding yaitu minum sesudah berumur 2jam
untuk mencegah penurunan berat badan, hipglikemia, dan hiperbilirubinemia.
Pemberian minum sesuai jumlah kebutuhan
Dengan mengenakan popok dan tutup kepala pada bayi baru lahir
kemudian, bayi diletakkan diantara payudara ibu dan ditutup baju ibu yang
berfungsi sebagai kantung kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu berdiri atau
duduk dan tengkurap atau miring ketika ibu berbaring. (Perinasia, Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Depkes RI dan Health Service Program –
USAID.
Gejala dan tanda klinis yang ditemui pada SGNN adalah: dispnu, merintih
(grunting), takipnu (pernafasan lebih 60x/menit), retraksi dinding toraks dan
sianosis.1-12 Gejala – gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah lahir
dengan derajat yang berbeda, tetapi biasanya gambaran sindrom gawat nafas
sudah nyata pada usia 4 jam.1,2,6,9,10 Tanda yang hampir selalu didapat adalah
dispnu yang akan diikuti dengan takipnu, pernafasan cuping hidung, retraksi
dinding toraks, dan sianosis1-2 Diagnosis dini dapat ditegakkan bila telah ada
gambaran sindrom tersebut, terlebih lagi bila disertai dengan adanya faktor-faktor
risiko.10 Faktor – faktor risiko yang dapat kita pertimbangkan untuk meramalkan
terjadinya SGNN adalah prematuritas, masa kehamilan, jenis kelamin, ras,
riwayat kehamilan sebelumnya, bedah kaisar, diabetes, ketuban pecah lama,
penyakit ibu.1-3,6,7 Gambaran radiologis kelainan paru pada PMH dibagi atas 4
derajat yaitu derajat 1 pola retikulogranular (PRG), derajat 2 bronkogram udara
(BGU), derajat 3 sama dengan derajat 2 namun lebih berat dengan mediastinum
melebar, derajat 4 kolaps seluruh paru sehingga paru tampak putih (white lung).
1-12 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan rasio L/S
(lecithin sphingomyelin ratio) yang dilakukan pada air ketuban yang diperoleh
dengan cara amniosentesis, atau dari aspirasi trakea dan lambung, dan deteksi
fosfatidil gliserol yang menunjukkan kematangan paru.
3. Pemeriksaan Penunjang
PENUTUP
Kesimpulan
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
factor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada
masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan
mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutahkan
biaya perawatan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Monintja HE. Masalah umum sindrom gawat nafas pada neonatus. Dalam:
Monintja HE, Aminullah A, Boedjang RF, Amir I, penyunting. Sindrom gawat
nafas pada neonatus. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak FKUI XXIII. FKUI; 1991 8-9 Juli; Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
1991.
3. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Hyalin Membran Disease.
Dalam: Lange, penyunting. Neonatology: management, procedures, on call
problems, disease and drugs. Connecticut: A Simon and Schuster company, 1999.
h. 503-04.
8. Tyrala LA. Respiratory disorders of the newborn infant. Dalam : Schidlow PV,
Smith PS, penyunting. A practical guide to pediatric respiratory diseases.
Philadelphia : Hanley & Belfus Inc. h. 127-40