Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASKEB NEONATUS DAN BALITA

“BBLR DAN SINDROM GAWAT NAFAS PADA BAYI”

DOSEN PENGAJAR :
Nia Desriva, SST. M.Kes

DISUSUN OLEH :
Eka Hardiyanti Agustin (18020002)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEKANBARU MEDICAL CENTER


PROGRAM STUDY D-III KEBIDANAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat dan penyertaannya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah tentang “BBLR
dan SINDROM GAWAT NAFAS PADA BAYI” kami juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyusun makalah ini.

Penyusunan makalah ini telah kami selesaikan dengan lancar,tetapi kami


menyadari bahwa penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna,jadi kami
mohon untuk memberikan masukan,kritik,dan saran yang membangun demi perbaikan
dalam penyusunan tugas makalah ini.

Akhir kata kami berharap tugas ini sangat berguna dan membantu
menyumbangkan pengetahuan tentang mata kuliah asuhan neonatus bayi dan balita
khususnya bagi mahasiswa Kebidanan.

Pekanbaru, 16 Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..

BAB 1 (PENDAHULUAN)…………………………………………………………….

LATAR BELAKANG…………………………………………………………

RUMUSAN MASALAH……………………………………………………….

TUJUAN…………………………………………………………………………

BAB II ( PEMBAHASAN)…………………………………………………………….

DEFINISI BBLR……………………………………………………………….

PENYEBAB……………………………………………………………………..

TANDA- TANDA KLINIS………………………………………………………

KOMPLIKASI PADA BBLR…………………………………………………..

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK………………………………………………

PENATALAKSANAAN………………………………………………………..

SINDROM GAWAT NAFAS PADA BAYI……………………………………

GEJALA DAN TANDA SGNN…………………………………………………

KETERLIBATAN KARDIOVASKULER PADA PMH………………………

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA SGNN………………………………..

BAB III (PENUTUP)……………………………………………………………………

KESEMPULAN………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan
fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutahkan biaya
perawatan yang tinggi.

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang
menderita energy kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan
dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius
pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan
perkambangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan.

Salah satu indicator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka
kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong
tinggi, maka kematian bayi di Indonesia tercatat 510 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2003. Ini memang bukan gambaran yang indah karena masih
tergolong tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara di ASEAN. Penyebab
kematian bayi terbanyak karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR),
sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar
459.200-900.000 bayi ( depkes RI 2005)

Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua 98% dari 5 juta
kematian neonatal di Negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari
2/3 kematian adalah BBLR yaitu berat badan kurang dari 2500 gram.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan BBLR ?

2. Apa penyebab BBLR ?

3. Bagaimana tanda – tanda klinis BBLR ?

4. Apa saja komplikasi pada BBLR ?

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada BBLR ?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada BBLR ?

7. apa itu simdrom gawat nafas pada bayi ?

8. bagaimana Gejala dan Tanda SGNN ?

9. Bagaimana Keterlibatan Kardiovaskular pada PMH ?


10. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada SGNN ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLR

2. Untuk mengetahui etiologi BBLR

3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis BBLR

4. Untuk mengetahui komplikasi pada BBLR

5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLR

6. Untuk megetahui pentalaksanaan pada BBLR

7. Untuk mengetahui apa itu sindrom gawat nafas pada bayi

8. Untuk mengetahui gejala dan tanda SGNN

9. Untuk mengetahui Keterlibatan Kardiovaskular pada PMH

10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada SGNN


BAB II

PEMBAHASAN

A. BBLR

Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir).

 Klasifikasi BBLR

a.Berdasarkan BB lahir

1.BBLR     : BB < 2500gr

2.BBLSR   : BB 1000-1500gr

3.BBLESR : BB <1000 gr

b.Berdasarkan umur kehamilan

1. Prematur

Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus
Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan ( NKB- SMK).

2. Dismaturitas.

Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.

Dismatur ini dapat juga:

 Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK),

 Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ),


 Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NLB- KMK )

Penyebab

1)      Faktor Ibu

–  Gizi saat hamil kurang

–          Umur < 20 tahun / lebih 35 tahun

–          Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat.

–          Ibu pendek, tinggi badan < 145 cm

– Penyakit menahun ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah,


perokok dan narkotik.

2)      Faktor kehamilan

–          Kehamilan hidramnion

–          Hamil ganda

–          Perdarahan antepartum

–          Komplikasi kehamilan, pre eklamsi, KPD

3)      Faktor janin

–          Cacat bawaan

–          Infeksi dalam rahim

–          Gangguan metabolisme pada janin.

Tanda – tanda klinis

 Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :

– Berat kurang dari 2500 gram

– Panjang kurang dari 45 cm


– Lingkar dada kurang dari 30 cm

– Lingkar kepala kurang dari 33 cm

– Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

–  Kepala lebih besar

–  Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang

–  Otot hipotonik lemah

–  Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea

–  Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus

–  Kepala tidak mampu tegak

–  Pernapasan 40 – 50 kali / menit

–  Nadi 100 – 140 kali / menit

 Gambaran klinis BBLR secara khusus adalah

1. Tanda-tanda Bayi Prematur

2. BB kurang dari 2500 gr, PB kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm,

lingkar  dada kurang 30 cm.

3. Umur kehamilan kurang dari 37 mg.

4. Kepala relatif lebih besar dari pada badannya.

5. Rambut tipis dan halus, ubun-ubun dan sutura lebar.

6. Kepala mengarah ke satu sisi.

7. Kulit tipis dan transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang,

sering tampak peristaltik usus.

8. Tulang rawan dan daun telinga imatur.

9. Puting susu belum terbentuk dengan baik.


10. Pergerakan kurang dan lemah.

11. Reflek menghisap dan menelan belum sempurna.

12. Tangisnya lemah dan jarang, pernafasan masih belum teratur.

13. Otot-otot masih hipotonis sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua paha
abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki fleksi atau lurus.

14. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada
wanita), dan testis belum turun (pada laki laki).

1. Tanda-tanda pada Bayi Dismatur

2. Preterm sama dengan bayi premature

3. Term dan post term :

 Kulit pucat atau bernoda, keriput tipis.

 Vernik caseosa sedikit/kurang atau tidak ada.

 Jaringan lemak di bawah kulit sedikit.

 Pergerakan gesit, aktif dan kuat.

 Tali pusat kuning kehijauan.

 Mekonium kering.

 Luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibandingkan BB.

Komplikasi pada BBLR

1. Pada prematur yaitu :

Sindrom gangguan pernapasan idiopatik disebut juga penyakit membran hialin


karena pada stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi alveoulus
paru.

Pneumonia Aspirasi
Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering
ditemukan pada bayi prematur.

 Perdarahan intra ventikuler

Perdarahan spontan diventikel otot lateral biasanya disebabkan oleh karena


anoksia otot. Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan membran hialin
pada paru. Kelainan ini biasanya ditemukan pada atopsi.

 Hyperbilirubinemia

Bayi prematur lebih sering mengalami hyperbilirubinemia dibandingkan


dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar
sehingga konjungtiva bilirubium indirek menjadi bilirubium direk belum
sempurna.

 Masalah suhu tubuh

Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna.
Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih
lemah, lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.
Kemampuan metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan sekitar (36,5 – 37,5 0C) (Manuaba, 1998 : 328

2. Pada bayi Dismatur

Pada umumnya maturitas fisiologik bayi ini sesuai dengan masa gestasinya dan
sedikit dipengaruhi oleh gangguan-gangguan pertumbuhan di dalam uterus. Dengan
kata lain, alat-alat dalam tubuhnya sudah berkembang lebih baik bila dibandingkan
dengan bayi dismatur dengan berat yang sama. Dengan demikian bayi yang tidak
dismatur lebih mudah hidup di luar kandungan. Walaupun demikian harus waspada
akan terjadinya beberapa komplikasi yang harus ditangani dengan baik.
(Wiknjosastro H, 2007 Hal. 782).

1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotaritas Ini disebabkan stress yang
sering dialami bayi pada persalinan.

1. Usher (1970) melaporkan bahwa 50% bayi KMK mempunyai hemoglobin yang
tinggi yang mungkin disebabkan oleh hipoksia kronik di dalam uterus.

2. Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat agaknya hipoglikemia ini


disebabkan oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya
metabolisme bayi.

3. Keadaan lain yang mungkin terjadi ; asfiksia, perdarahan paru yang pasif,
hipotermia, cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom down’s, turner dan
lain-lain) cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterine dan sebagainya.

Adapun komplikasi pada BBLR jika bayi dismatur adalah, sebagai berikut :

1. Suhu tubuh yang tidak stabil

2. Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR

3. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi

4. Ginjal yang immature baik secara otomatis maupun fungsinya.

5. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh.

6. Gangguan immunologic. (Wiknjosastro H, 2007, Hal. 776)

Pemeriksaan Diagnostik

–      Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia

–      Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan

–      Titer Torch sesuai indikasi

–      Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi

–      Pemantauan elektrolit

–      Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax ).


Penatalaksanaan

1. Prematuritas murni

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk


pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup
di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan
vitamin dan zat besi.

a. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR

Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi
prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi
dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat
badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas,
sehingga panan badannya dapat dipertahankan.

b. Makanan bayi prematur

Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori
110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat.

Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan
menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian
minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI
merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus
dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/ hari.

c. Menghindari infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas ( BBLR).
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.

2. Dismaturitas (KMK)

3. Pengaturan suhu bayi dismatur

mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada dilingkungan yang
dingin kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih
luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah
kulit dan kekurangan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istirahat, konsumsi oksigen paling sedikit,  sehingga suhu tubuh bayi
setiap normal. Bila bayi dirawat didalam incubator, maka suhunya untuk bayi
dengan BB 2 – 2,5 kg adalah 34 0C. jika ditempat pertolongan tidak ada incubator
maka bayi di bungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau
dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi

1. Pemberian minum (Wiknjosastro H, 2007)

Pada bayi dismatur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang.
Prinsip pemberian minum ialah early feeding yaitu minum sesudah berumur 2jam
untuk mencegah penurunan berat badan, hipglikemia, dan hiperbilirubinemia. 
Pemberian minum sesuai jumlah kebutuhan

1. Perlindungan terhadap infeksi (Wiknjosastro H, 2007, hal. 783)


1) Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine serta menemukan
gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi.
2) Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostik atau di laboratorium. Bila terbuka
adanya hipoglikemia harus segera diatasi.
3) Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4) Melakukan tracheal – washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi
mekonium.
1. Perawatan bayi dengan metode kanguru

Dengan mengenakan popok dan tutup kepala pada bayi baru lahir
kemudian, bayi diletakkan diantara payudara ibu dan ditutup baju ibu yang
berfungsi sebagai kantung kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu berdiri atau
duduk dan tengkurap atau miring ketika ibu berbaring. (Perinasia, Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Depkes RI dan Health Service Program –
USAID.

B. SINDROM GAWAT NAFAS PADA BAYI

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan suatu sindrom yang sering


ditemukan pada neonatus dan menjadi penyebab morbiditas utama pada bayi berat
lahir rendah (BBLR);1-12 sehingga SGNN disebut juga sebagai penyakit
membran hialin (PMH) karena PMH merupakan bagian terbesar dari sindrom
gawat nafas pada masa neonatus.1-11 Penyakit membran hialin umumnya terjadi
pada bayi prematur. Angka kejadian PMH pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi 28 minggu sebesar 60%-80%, pada usia kelahiran 30 minggu adalah 25%,
sedang pada usia kelahiran 32-36 minggu sebesar 15-30%, dan pada bayi aterm
jarang dijumpai.2-10 Di negara maju PMH terjadi pada 0,3-1% kelahiran hidup
dan merupakan 15-20% penyebab kematian neonatus.2,5 Di Amerika Serikat
diperkirakan 1% dari seluruh kelahiran hidup, yang artinya 4000 bayi mati akibat
SGNN setiap tahunnya.4,5 Di Indonesia, dari 950.000 BBLR yang lahir setiap
tahun diperkirakan 150.000 bayi di antaranya menderita SGNN, dan sebagian
besar berupa PMH.
Penyakit membran hialin pada bayi kurang bulan (BKB) terjadi karena
pematangan paru yang belum sempurna akibat kekurangan surfaktan.1-12,13,14
Tanpa surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada akhir ekspirasi, sehingga
menyebabkan gagal nafas pada neonatus.1-12 Pelbagai faktor ibu dan bayi
berperan sebagai faktor risiko untuk terjadinya PMH pada BKB namun sebagian
di antaranya masih kontroversial.1-4,5,7,10,12 PMH yang terjadi pada bayi
kurang bulan tersebut bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Pada PMH
ringan tidak memerlukan ventilasi mekanik sedangkan PMH berat memerlukan
ventilasi mekanik.1-10 Semakin berat derajat PMH, semakin berat keterlibatan
kardiovaskular.2 Terapi optimal PMH menuntut teknologi canggih yakni
pemberian ventilasi mekanik dengan atau tanpa pemberian surfaktan eksogen. 1-
10 Kelainan kardiovaskular.

1. Gejala dan Tanda SGNN

Gejala dan tanda klinis yang ditemui pada SGNN adalah: dispnu, merintih
(grunting), takipnu (pernafasan lebih 60x/menit), retraksi dinding toraks dan
sianosis.1-12 Gejala – gejala ini timbul dalam 24 jam pertama sesudah lahir
dengan derajat yang berbeda, tetapi biasanya gambaran sindrom gawat nafas
sudah nyata pada usia 4 jam.1,2,6,9,10 Tanda yang hampir selalu didapat adalah
dispnu yang akan diikuti dengan takipnu, pernafasan cuping hidung, retraksi
dinding toraks, dan sianosis1-2 Diagnosis dini dapat ditegakkan bila telah ada
gambaran sindrom tersebut, terlebih lagi bila disertai dengan adanya faktor-faktor
risiko.10 Faktor – faktor risiko yang dapat kita pertimbangkan untuk meramalkan
terjadinya SGNN adalah prematuritas, masa kehamilan, jenis kelamin, ras,
riwayat kehamilan sebelumnya, bedah kaisar, diabetes, ketuban pecah lama,
penyakit ibu.1-3,6,7 Gambaran radiologis kelainan paru pada PMH dibagi atas 4
derajat yaitu derajat 1 pola retikulogranular (PRG), derajat 2 bronkogram udara
(BGU), derajat 3 sama dengan derajat 2 namun lebih berat dengan mediastinum
melebar, derajat 4 kolaps seluruh paru sehingga paru tampak putih (white lung).
1-12 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan rasio L/S
(lecithin sphingomyelin ratio) yang dilakukan pada air ketuban yang diperoleh
dengan cara amniosentesis, atau dari aspirasi trakea dan lambung, dan deteksi
fosfatidil gliserol yang menunjukkan kematangan paru.

2. Keterlibatan Kardiovaskular pada PMH

Kekurangan surfaktan, baik oleh karena kurangnya produksi dan sekresi,


adalah penyebab utama PMH.1- 12,13-19 Unsur utama dari surfaktan adalah
lesitin, fosfotidilgliserol, apoprotein (surfaktan protein SPA,B,C,D), dan
kolesterol. Dengan pertambahan usia kehamilan, bertambah pula jumlah sintesis
fosfolipid dan disimpan di sel alveolar tipe II. Jumlah ini tidak mencukupi pada
keadaan prematur. Surfaktan dalam konsentrasi tinggi didapatkan di dalam paru-
paru fetus pada usia 20 minggu kehamilan.4,7,10 Tingkat kematangan surfaktan
paru biasanya terlihat sesudah 35 minggu.7 Sintesis surfaktan bergantung dari pH
yang normal, temperatur dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia dan iskemia pulmonal
terutama yang berhubungan dengan hipovolemia, hipotensi, stres dingin, bisa
menekan sintesis surfaktan. Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan
menyebabkan atelektasis paru. Bergantung pada luas atelektasis, secara
keseluruhan kelenturan paru menjadi berkurang seperlima sampai sepersepuluh
nilai normal. Pada keadaan defisiensi surfaktan, paru bayi akan gagal
mempertahankan fungsinya setelah bayi lahir dan juga gagal mempertahankan
kestabilan alveolus pada akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi berikutnya
dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan alveolus yang
kolaps. Kelainan tadi menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi dan perfusi
dalam paru hingga timbul hipoksemia pada bayi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis keterlibatan kardiovaskular serta PMH yang


mendasarinya, selain berdasarkan gejala klinis, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, foto dada, elektrokardiografi, ekokardiografi,
angiokardiografi.1-12 Pemeriksaan penunjang dengan foto dada masih merupakan
prosedur yang amat penting dalam mendiagnosis kelainan kardiovaskular.1-12,36
Keunggulan ekokardiografi dalam mendiagnosis kelainan jantung adalah
kemampuan dalam memberi informasi mengenai status perikardium, miokardium,
endokardium dan katup jantung. Doppler berguna untuk menegakkan kelainan
struktur jantung dan pembuluh darah, menetapkan atau memperkirakan derajat
kelainan katup dan hemodinamik, dan menilai keterlibatan kardiovaskular karena
penyakit lain.23-25,33 Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan
analisis gas darah. Pada pemeriksaan kimia darah akibat adanya asidosis
metabolik pada bayi akan terlihat peninggian asam laktat dan asam organik
lain.1,2,4,7,9,10 Tinggi rendahnya asam laktat tergantung dari berat ringannya
penyakit. Bila kadarnya lebih dari 45mg/dl, maka prognosis penyakit akan buruk.
Pada pemeriksaan darah juga akan ditemukan pula tanda asidosis metabolik lain
seperti merendahnya bikarbonat, adanya defisit basa dan penurunan pH.
Gambaran pH darah bisa digunakan untuk menentukan prognosis bayi. Bila pH
darah menetap di bawah 7,2 untuk beberapa jam menandakan adanya proses
asidosis yang berat dan biasanya prognosis penyakit buruk. PaO2 akan menurun
sampai kurang dari 50 mmHg, dengan FiO2 dari 50 mmHg, PCO2 lebih dari 60
mmHg.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Masa neonatus dan beberapa minggu sesudahnya masih merupakan masa


yang rawan karena disamping kekebalan yang masih kurang juga gejala penyakit
spesifik. Pada periode-periode tersebut tidak dapat dibedakan/sulit dibedakan
dengan penyakit lain sehingga sulit dideteksi pada usia minggu-minggu pertama
kelainanyang timbul banyak yang berkaitan dengan masa kehamilan/proses
persalinan sehingga perlu penanganan segera dan khusus.

Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
factor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada
masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan
mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga membutahkan
biaya perawatan yang tinggi.

Sindrom gawat nafas neonatus atau penyakit membran hialin adalah


keadaan yang sering terjadi pada bayibayi dengan berat lahir rendah. Penyakit
membran hialin disebabkan oleh defisiensi surfaktan, yang dapat menyebabkan
atelektasis paru, yang akhirnya dapat menyebabkan tahanan dan tekanan
pembuluh darah paru meningkat serta terjadi hipertensi pulmonal. Kelainan
kardiovaskular pada SGNN dapat berupa gangguan faal ventrikel jantung, baik
sistolik maupun diastolik, disfungsi jantung yang terjadi akibat hipertensi
pulmonal persisten, serta disfungsi miokard. Pemberian dobutamin pada bayi
dengan PMH ringan akan memperbaiki faal diastolik ventrikel kiri dan kanan
serta faal sistolik ventrikel kiri. Pada kasus SGNN yang mengalami
penyembuhan, DAP merupakan suatu penyulit di kemudian hari. DAP merupakan
PJB non sianotik yang sering didapatkan, lebih banyak pada perempuan
dibandingkan pada lakilaki. Pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Tata
laksana dengan pemberian obat-obatan ataupun pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

 Mochtar, Rustam.1998, synopsis obstetric. Jakarta :EGC

 Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, 2007. Buku acuan nasional


pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta

 Wong, donna,L.2004 . Pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakarta : EGC

 1. Monintja HE. Masalah umum sindrom gawat nafas pada neonatus. Dalam:
Monintja HE, Aminullah A, Boedjang RF, Amir I, penyunting. Sindrom gawat
nafas pada neonatus. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak FKUI XXIII. FKUI; 1991 8-9 Juli; Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
1991.

 2. Sastroasmoro S. Pengaruh dobutamin terhadap faal kardiovaskular dan


perjalanan klinis penyakit membran hialin. Disertasi. Jakarta: Program Pasca
Sarjana, 1998. h. 1-89.

 3. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Hyalin Membran Disease.
Dalam: Lange, penyunting. Neonatology: management, procedures, on call
problems, disease and drugs. Connecticut: A Simon and Schuster company, 1999.
h. 503-04.

 4. Gorbet A. Respiratory disorders in the newborn. Dalam: Cherninck V, Kendig


LE, penyunting. Disorders of the respiratory tract in children. Edisi ke

 5. Philadelphia: Saunders, 1995. h. 268-81. 5. Mellins RB, Jobe AH. Respiratory


Distress of The Newborn Infant. Dalam : Fishman AP, Penyunting. Pulmonary
Distress and disorders, Edisi ke-2. USA : Mc Graw Hill Coy, 1988. h. 2251 – 61.
 6. Tambunan T, Monintja HE, Karyomanggolo WT, Tamaela LA. Gambaran
radiologik paru pada bayi baru lahir dengan respiratory distress. Majalah
Kedokteran Indonesia 1978;28:109-16.

 7. Stoll BJ, Kliegman RM. Noninfectious disorders, penyunting. Dalam :


Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of Pediatrics. Edisi ke
16. Philadelphia : Saunders 2000. h. 451-504.

 8. Tyrala LA. Respiratory disorders of the newborn infant. Dalam : Schidlow PV,
Smith PS, penyunting. A practical guide to pediatric respiratory diseases.
Philadelphia : Hanley & Belfus Inc. h. 127-40

Anda mungkin juga menyukai