Tugas No. #2
Topik Kriteria Fasilitator
Nama Muhammad Rizki Sya’bani
Prodi Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi (PIAS)
NIM 25714003
Tanggal Selesai 6 September 2014
1. PENDAHULUAN
Fasilitasi dapat dirumuskan dalam beberapa cara. Misalnya fasilitasi dapat berarti; bersifat
memungkinkan atau membuat mudah atau membantu orang agar dapat memberdayakan
diri mereka sendiri, mendengarkan dan menjawab kebutuhan orang-orang, atau memberikan
dukungan kepada orang, kelompok dan organisasi selama proses partisipasi. Fasilitasi adalah
proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat berhasil melaksanakan
tugas mereka sambil tetap menjaga eksistensi kelompok itu. Dengan menggunakan teknik
fasilitasi yang baik, seorang fasilitator dapat menjadi seorang pendukung yang baik bagi
kelompok seperti itu, banyak gagasan dibagikan melalui campurtangan seorang fasilitator.
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama
mereka, membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalam diskusi. Beberapa fasilitator akan mencoba membantu kelompok dalam mencapai
consensus pada setiap perselisihan yang sudah ada sebelumnya atau muncul dalam rapat
sehingga memiliki dasar yang kuat untuk tindakan di masa depan. (Sumber : Wikipedia).
Fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat (FM) merupakan tenaga fasilitator yang
bertugas untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat di desa sasaran baru dalam hal
sosialisasi program, perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan secara aktif.
(Sumber : Kerangka Acuan PAMSIMAS II)
Dari beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa, seorang fasilitator dituntut untuk
dapat menjadi narasumber yang baik ketika ada permasalahan di masyarakat, ia dapat
memfasilitasi agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Kemampuan
menjadi narasumber yang baik untuk berbagai permasalahan yang timbul tersebut
merupakan fungsi plus bagi seorang fasilitator disamping tugasnya sebagai seseorang yang
dapat memberikan fasilitatoran, bimbingan, nasihat, maupun pendapat.
2. KRITERIA FASILITATOR
Seorang fasilitator dapat membuat ringkasan apa yang dikatakan seseorang apabila orang itu
terus-menerus mengulang hal yang sama agar dapat membantu memfokuskan jalan
pikirannya. Fasilitator membantu mereka yang berbicara dalam kalimat terpatah-patah
dengan memperlambat dan mengartikannya kembali juga mengulangi gagasan yang
dikemukakan oleh masyarakat yang malu supaya apa yang dikatakan mendapatkan
perhatian, serta memperlakukan interupsi dengan tegas dan penuh hormat, dengan
meyakinkan pembicara bahwa jika diskusi selesai, fasilitator dapat kembali ke sana.
Beberapa kriteria seorang fasilitator adalah sebagai berikut:
Beberapa aspek yang berpengaruh pada sikap dan perilaku seorang fasilitator yang efektif
adalah sebagai berikut :
Nilai-nilai, adalah apa yang dianggap penting oleh kebanyakan orang (Weaver & Farrell,
1999). Fasilitator yang efektif mementingkan kerja sama. Mereka menghargai orang dan
perbedaan-perbedaan di antara mereka. Fasilitator mengutamakan hal-hal yang
membantu orang lain dan membangun hubungan baik agar pekerjaan dapat diselesaikan.
Mereka yang memfasilitasi dengan mengabaikan nilai-nilai ini besar kemungkinan akan
membuat frustrasi dirinya sendiri dan orang-orang yang bekerja bersamanya.
Kepercayaan, adalah apa yang betul menurut kebanyakan orang. Fasilitator yang efektif
percaya bahwa ia berperan sebagai pendukung. Tugas fasilitator adalah membantu agar
kelompok yang ia fasilitasi menjadi bintang. Fasilitator percaya bahwa orang akan
berfungsi sebaik-baiknya bila mereka memanfaatkan perbedaan-perbedaan individual
mereka sebagai asset daripada sebagai beban. Fasilitator yang efektif bagi sebuah
kelompok juga harus memahami dengan jelas apa tugasnya agar ia dapat berkiprah
dengan baik.
Kebutuhan, adalah apa yang diperlukan orang untuk dapat bertahan. Setiap orang
mempunyai kebutuhan yang ia harap akan dapat dipenuhi oleh kelompoknya (seperti
penghargaan, pencapaian, interaksi sosial). Adakalanya kelompok dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini, adakalanya tidak. Sebagai seorang fasilitator, perlu
menyampaikan kepada kelompok, apa yang dibutuhkan dari mereka selama proses
memfasilitasi mereka. Sebaliknya, sebagai fasilitator juga perlu tahu apa harapan dan
kebutuhan mereka. Bila ada kebutuhan yang tak terpenuhi dan fasilitator tidak
menyadarinya, ketidakpuasan itu bisa menjadi “api dalam sekam” yang bisa mengganggu
proses dan kerja kelompok. Untuk menghindari kekecewaan kedua pihak, penyampaian
harapan dan kebutuhan ini sebaiknya dilakukan di awal kegiatan.
Perspektif, adalah sudut pandang yang digunakan dalam memahami kelompok. Sudut
pandang fasilitator merupakan hasil perkawinan antara nilai-nilai dan kepercayaannya
dengan pengalaman dan pembelajarannya. Perspektif seorang fasilitator sangat besar
pengaruhnya pada pengertian yang ia tarik ketika mengobservasi interaksi kelompok.
Pengertian yang berbeda akan mengarah pada tindakan yang berbeda pula bagi sang
fasilitator.
Pengalaman, adalah serangkaian kegiatan yang pernah diikuti, atau kejadian yang pernah
dialami. Kegiatan atau kejadian ini sangat beragam, mulai dari kesuksesan besar sampai
pengalaman terpahit. Kegiatan atau kejadian yang pernah dilalui setiap orang akan sangat
berpengaruh pada cara ia memfasilitasi. Fasilitator akan ingat pendekatan mana yang
biasanya ia gunakan dan berhasil, dan mana pula yang tidak. Mungkin ada cara-cara
tertentu yang sangat sering ia pakai, dan sebaliknya, cara-cara lain yang jarang ia
gunakan.
Kemampuan, adalah apa yang dapat dilakukan oleh seseorang. Kemampuan seorang
fasilitator menyangkut tiga aspek: (1) kemampuan menggunakan cara pandangnya untuk
menggali berbagai informasi penting dari interaksi kelompok; (2) kemampuan
mengartikan atau memaknai informasi ini dengan tepat, dan (3) kemampuan bertindak
untuk membawa hasil pekerjaan kelompok ke tahap lebih lanjut. Fasilitator yang benar-
benar mengenal dirinya sendiri akan bertindak sebagai barometer bagi kelompoknya.
Perasaannya akan mampu membaca situasi dengan cepat. Ia akan tahu kapan kelompok
mulai bosan, lelah atau bersemangat, bahkan marah.
Untuk dapat melibatkan perasaan masyarakat, fasilitator perlu mengenali lebih dulu berbagai
dimensi kecerdasan emosional. Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence
mengatakan bahwa kecerdasan emosional sesungguhnya lebih tinggi dari kecerdasan
intelektual. Kecerdasan emosional mempunyai 5 dimensi:
Tahu Diri
Memberi peluang pada masyarakat untuk merenung, memahami konflik-konflik internal
dalam dirinya, mengenali dan memilah-milah perasaannya sendiri. Ingatkan mereka untuk
fokus pada pemikirannya sendiri. Mengajak mendengarkan pemikirannya sendiri dan
belajar dari situ.
Kontrol Diri
Mengontrol terlebih dahulu perasaan sendiri. Ini berarti mempertajam kemampuan
mengontrol kebiasaan yang impulsive dan menginterupsi perasaan yang sedang
bergejolak.
Empati
Artinya belajar berada di pihak orang lain, berpikir seperti mereka, dan menjalankan peran
mereka. Strategi yang akan dapat mengikat antara lain menafsirkan tanda-tanda (bahasa)
non verbal, serta mengenali dan membedakan perasaan-perasaan orang lain.
Keterampilan Sosial
Sebagai seorang fasilitator, perlu memberi contoh kepemimpinan yang aktif dan sukses
dalam mencapai tujuan. Memperlihatkan persahabatan sejati dan mendengarkan secara
efektif. Aspek kunci pada keterampilan sosial ini adalah kemampuan mengelola konflik
kapanpun ia muncul.
Motivasi Diri
Tugas lain seorang fasilitator adalah membangkitkan motivasi diri, tidak hanya dirinya
sendiri, tetapi dan terlebih lagi, motivasi diri kelompok yang ia fasilitasi. Bersama
masyarakat Anda dapat memulainya dengan menyepakati tujuan-tujuan fasilitatoran yang
dapat dicapai.
Substantively Neutral. Netral disini bukan berarti tidak memiliki opini dalam proses
diskusi kelompok. Jelas hal tersebut tidak humanis dan ealistis. Hal ini berarti bahwa saat
memfasilitasi diskusi, maka seorang fasilitator harus menyisihkan terlebih dahulu opini
pribadinya sehingga masyarakat tidak hanya mengiyakan opini sang fasilitator.
Konsekuensinya, fasilitator tidak bisa mempengaruhi keputusan kelompok. Fasilitator
dapat membantu kelompok dengan cara memberikan energi melalui panduan pertanyaan
efektif dan percakapan yang produktif.
Third Party. Fasilitator perlu menjadi pihak ketiga agar bisa tetap netral dalam memandu
sebuah proses diskusi. Bila kita juga anggota kelompok atau sang pemimpin, biasanya kita
pun akan diminta untuk memberikan pendapat. Padahal sesungguhnya, saat kita diminta
untuk memfasilitasi, maka kita harus menjadi pihak yang tidak berkepentingan terhadap
keputusan yang diambil oleh masyarakat.
Process Expert. Seorang fasilitator memang content-neutral tetapi ia juga ahli proses
dan advokasi. Sebagai seorang ahli proses, fasilitator haruslah memahami kebiasaan,
proses dan struktur untuk memberikan kontribusi terhadap penyelesaian masalah dan
pembuatan keputusan berkualitas, dan tentu saja fasilitator harus tahu kontribusi masing-
masing bagian untuk membuat sebuah proses yang efektif.
7. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan diatas terkait dengan fasilitator, maka dapatlah disimpulkan
bahwa seorang fasilitator akan menjadi bagian penting dalam berjalannya suatu program
pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini pada bidang sanitasi. Untuk itu seorang fasilitator
harus memahami benar fungsi dan kemampuannya di dalam sebuah lingkup masyarakat.
Kemampuan berkomunikasi dengan baik serta penguasaan strategi akan mendorong seorang
fasilitator memiliki informasi lebih terkait dengan pelaksanaan program, masalah-masalah,
serta alternatif solusinya.
Sifat optimis dan mampu bertindak sebagai motivator juga sangat dibutuhkan dalam hal
ini, demi membantu pembentukan masyarakat yang kuat dan handal dalam segalah hal,
terutama dalam penyelenggaraan proses pengembangan sanitasi. Terlepas dari kewajiban
seorang fasilitator untuk mengembangkan kemampuan analisis, partisipatif, edukatif dan
visioneris; etika dan moral sebagai landasan dasar yang fundamental juga salah satu hal
yang harus dimiliki oleh seorang Fasilitator. Hal ini akan sangat menentukan berjalannya
proses yang berkelanjutan di masyarakat, karena dapat secara langsung mampu menjaga
stabilitas semangat dan motivasi masyarakat dalam berjalannya program.
8. REFERENSI