Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN ANAK

STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE


(SOP)
SISTEM RESPIRASI

DI SUSUN
OLEH :
RIKA RAHMAWATI
12202015

UNIVERSITAS BOROBUDUR
JAKARTA
2021
1.1. Pengertian Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi
penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini
dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif
menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit
paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat
ventilasi mekanik (Rosyidin, 2013)
Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas
perkusi dan vibrasi, postural drainase, latihan pernapasan/napas dalam, dan batuk yang
efektif. Tujuan: untuk membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.
A. Clapping/ Perkusi Dada
a. Pengertian
Perkusi atau disebut clapping adalah tepukkan atau pukulan ringan pada
dinding dada klien menggunakan telapak tangan yang dibentuk seperti mangkuk,
tepukan tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas menuju
kebawah.Selalu perhatikan ekspresi wajah klien untuk mengkaji kemungkinan
nyeri. Setiap lokasi dilakukan perkusi selama 1-2 menit.

(ilustrasi tangan saat melakukan clapping)


Cupping adalah menepuk-nepuk tangan dalam posisi telungkup.
Clupping menepuk-nepuk tangan dalam posisi terbuka.
Tujuan untuk menolong pasien mendorong / menggerakkan sekresi didalam
paru-paru yang diharapkan dapat keluar secara gaya berat, dilaksanakan dengan
menepuk tangan dalam posisi telungkup.
b. Tujuan
Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau
melonggarkan secret yang tertahan.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase,
jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
d. Prosedur Tindakan/ Standar Operasional Prosedural (SOP)
1. Periapan Alat :
 Handuk (jika perlu)/ tissue
 Peniti (jika perlu)
 Tempat spuntum
 Lysol
 Masker
 Handscoon
2. Prosedur Pelaksanaan
 Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan
seperti perkenalkan diri perawat, pastikan identitas klien,
jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci tangan.
 Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk atau
pakaian tipis untuk mencegah iritasi kulit dan kemerahan akibat
kontak langsung.
 Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk
meningkatkan relaksasi
 Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk.
 Secara bergantian lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan secara cepat untuk menepuk dada.
 Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2 menit.
 Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang
mudah cedera seperti mamae, sternum,kolumna spinalis, dan
ginjal.
 Cuci tangan
B. Vibrasi
a. Pengertian
Vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial oleh tangan yang
diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase ekshalasi
pernapasan.Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara
ekspirasi sehingga dapat melepaskan mucus kental yang melekat pada bronkus dan
bronkiolus. Vibrasi dan perkusi dilakukan secara bergantian.

(ilustrasi vibrasi pada fisioterapi dada)


Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien
disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak
inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara
meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan
bergetar. Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis.
b. Tujuan
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi
dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi
Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis yang tidak diobati.
d. Prosedur Tindakan/ Standar Operasional Prosedural (SOP)
1. Periapan Alat :
 Handuk (jika perlu)/ Tissue
 Peniti (jika perlu)
 Tempat spuntum
 Celemek / perlak
 Lysol
 Handscoon
 Masker
2. Prosedur Pelaksanaan
 Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan
seperti perkenalkan diri perawat, pastikan identitas klien,
jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci tangan.
 Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area
dada yang akan didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain
dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi. Cara lain
tangan bisa diletakkan secara bersebelahan.
 Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk
meningkatkan relaksasi
 Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan
lengan serta siku lalu getarkan, gerakkan ke arah
bawah.Perhatikan agar gerakan dihasilkan dari otot-otot
bahu.Hentikan gerakan jika klien inspirasi.
 Vibrasi selama 3 - 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang
terserang.
 Setelah setiap kali vibrasi ,anjurkan klien batuk dan keluarkan
sekresi ke tempat sputum.
 Cuci tangan
C. Postural Drainage
a. Pengertian
Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari berbagai segmen paru dengan
bantuan gravitasi. Postural drainase menggunakan posisi khusus yang
memungkinkan gaya gravitasi membantu mengeluarkan sekresi bronkial. Sekresi
mengalir dari bronkiolus yang terkena ke bronki dan trakea lalu membuangnya
dengan membatukkan dan pengisapan.

(ilustrasi posisi postural drainase)


b. Tujuan
Tujuan postural drainase adalah menghilangkan atau mencegah obstruksi
bronkial yang disebabkan oleh akumulasi sekresi. Dilakukan sebelum makan
(untuk mencegah mual, muntah dan aspirasi ) dan menjelang/sebelum tidur.
c. Prosedur Tindakan/ Standar Operasional Prosedural (SOP)
1. Persiapan alat
 Bantal ( 2 atau 3 buah)
 Tisue
 Segelas Air
 Sputum Pot bertutup berisi desinfektan
 Handscoon
 Papan pemiring atau pedongkak (bla drainase dilakukan
dirumah)
2. Prosedur Pelaksanaan
 Ikuti protokol standar umum dalam intervensi keperawatan
seperti perkenalkan diri perawat, pastikan identitas
klien,jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci tangan.
 Pilih area tersumbat yang akan didrainase berdasarkan pada
pengkajian semua bidang paru, data klinis dan gambaran foto
dada. Agar efektif, tindakan harus dibuat individual untuk
mengatasi spesifik dari paru yang tersumbat.
 Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang
tersumbat. Bantu klien untuk memilih posisi sesuai kebutuhan.
Ajarkan klien untuk mengatur postur, posisi lengan dan kaki
yang tepat. Letakkan bantal sebagai penyangga dan
kenyamanan. Posisi khusus dipilih untuk mendrainase setiap
area yang tersumbat.
 Minta klien mempertahankan posisi selama 3-5 menit pada
anak-anak pengaliran setiap area memerlukan waktu.
 Selama 3-5 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi
dan vibrasi dada atau gerakan iga di atas area yang
didrainase.Memberikan dorongan mekanik yang bertujuan
memobilisasi sekresi pada jalan napas.
 Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan
batuk. Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam sputum pot.
Jika klien tidak bisa batuk, harus dilakukan pengisapan. Setiap
sekresi yang dimobilisasi ke dalam jalan napas harus
dikeluarkan melalui batuk atau pengisapan sebelu klien
dibaringkan pada posisi drainase selanjutnya.Batuk akan
sangat efektif bila klien duduk dan membungkuk ke depan.
 Minta klien istirahat sebentar, bila perlu.Periode istirahat
sebentar di antara drainase postural dapat mencegah kelelahan
dan membantu klien menoleransi terapi dengan lebih baik.
 Minta klien minum sedikit air.
Menjaga mulut tetap basah sehingga membantu ekspetorasi
sekresi.
 Ulangi langkah 3 hingga 8 sampai semua area tersumbat yang
dipilih telah terdrainase. Setiap tindakan tidak lebih dari 30-60
menit. Drainase postural digunakan hanya untuk mengalirkan
area yang tersumbat dan berdasarkan pada pengkajian
individual.
 Ulangi pengkajian dada pada setiap bidang paru.
Memungkinkan anda mengkaji kebutuhan drainase
selanjutnya atau mengganti program drainase.
 Cuci tangan.
Mengurangi transmisi mikroorganisme.
1.2. Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif
a. Pengertian
Latihan mengeluarkan secret terakumulasi dan mengganggu disaluran pernafasan
dengan cara dibatukkan
b. Tujuan
Membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret, mengeluarkan sputum, untuk
pemeriksaan diagnostic laboratorium, dan mengurangi ssak nafas akibat
akumulasi secret.
c. Indikasi
Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret dan pemeriksaan
diagnostic sputum di laboratorium
d. Prosedur Pelaksanaan
1. Persiapan alat :
 Celemek/perlak
 Bengkok
 Lysol
 Masker
 Handscoon
 Handuk/tissue
2. Persiapan perawat dan pasien
 Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan
 Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan berbaring atau semi fowler
3. Persiapan ingkungan
 Gunakan sketsel saat melakukan prosedur, jaga privasi
 Ciptakan lingkungan yang tenang
4. Prosedur
 Mencucu tangan
 Mengenakan handscoon atau sarung tangan

Pernafasan Diafragma

 Memposisikan klien dengan 1 tangan diatas perut , tepat dibawah


tulang iga dan tangan ditengah dada
 Menganjurkan kien untuk menarik nafas dalam dan lambat melalui
hidung, sampai perut menonjol ke atas setinggi mungkin. Perut akan
membesar selma inspirasi dan mengempes selama ekspirasi
 Mengeluarkan napas dengan bibir dirapatkan sambil menegangkan otot
perut dengan kuat ke arah dalam.rongga dada tidak bergerak, perhatian
ditunjukkan pada perut.
 Mengulangi prosedur kira-kira 1 menit dan istirahat 2 menit, lakukan
selama 10 menit (4 kali sehari)
 Melakukan prbafasan diafragma pada saat berbaring, lalu saat duduk
dan akhirnya saat berdiri dan berjalan. Koordinasikan pernapasan
difragma pada saat menaiki tangga atau melakukan aktivitas selama
masa ekspirasi yang panjang.
 Mendokumentasikan prosedur dan respon klien

Pernapasan Bibir Dirapatkan

 Anjurkan klien menarik napas melalui hidung


 Mengeluarkan napas perlahab-lahan dengan bibir dirapatkan
sambil menegangkan otot-otot perut
 Hitung sampai angka 7 saat mengeluarkan napas panjang dengan
bibir dirapatkan
 Melakukan prosedur ini pada saat duduk dan berjalan
 Mendokumentasikan prosedur dan respons klien dalam catatan
klien

Latihan Batuk Efektif

 Atur posisi klien semi fowler/ posisi duduk


 Pastikan klien mampu mempraktekkan napas dalam
 Pasang celemek/ alas dada pada klien dan pasang perlak serta
alasna di pangkuan klien
 Anjurkan klien memegang bengkok berisi lysol dengan kedua
tangan didepan dasa (jika klien tidak bisa perawat bisa
membantu : perawat mengenakan scort, masker, dan
handscoon)
 Anjurkan klien untuk menarik napas dalam 3 kali dan pada
hitungan ketiga klien menyentakkan batuknya dengan bantuan
otot perut kearah bengkok beriri lysol
 Ulangi kegiatan diatas sampai klien merasakan lega /nyaman.
Setiap pengulangan diberikan waktu istirahat kurang lebih 5
menit.
 Selesai tindakan rapikan alat
 Cuci tangan
 Dokumentsikan prosedur dan respon klien
 Evaluasi : sekret dapat keluar dan klien merasa nyaman
1.3. Penatalaksaan Obstruksi Jalan Napas Pada Anak
A. Pengertian
Banyak sebab yang dapat menyebabkan sumbatan jalan napas sebagian ataupun
total, seperti :
 Sumbatan pada lidah
Akibat berkurangnya tonus otot penahan lidah, lidah jatih kebelakang dan
menutupi faring, hal ini dijumpai pada pasien tidak sadar, introksikasi
alkohol ataupun obat lain.
 Sumbatan karena epiglotis
Akibat inspirasi paksa berlebihan sehingga epiglotis tertarik menyumbat
jalan napas
 Kerusakan jaringan
Akibat luka tususk ataupun benturan benda tumpul dan pembengkakan
(edema) faring dan trakea akibat trauma ataupun luka bakar
 Benda asing
 Penyakit
Infeksi saluran perbafasan dan reaksi mengakibatkan peradangan dan
edema saluran nafas.
B. Langkah yang harus dikerjakan untuk pengelolaan jalan napas
 Bicara kepada pasien. Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah
tanda bahwa jalan napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan jalan napas buatan dan bantuan pernapasan. Penyebab
obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah
ke belakang Jika ada cedera kepala, leher, atau dada dan diperlukan
tindakan intubasi maka pada waktu intubasi trakea, tulang leher (cervical
spine) harus dilindungi dengan imobilisasi segaris (in-line imobilisation).
 Berikan suplemen oksigen, kalau perlu ventilasi dibantu. Oksigen
diberikan dengan sungkup muka (simple masker) (rebreatking/non
rebreathing mask) atau nasal kateter atau nasal prong walaupun belum
sepenuhnya jalan napas dapat dikuasai dan dipertahankan bebas.
 Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan
napas lanjut maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa
jalan napas sekaligus melakukan pembebasan jalan napas secara manual
apabila pasien tidak sadar atau kesadaran menurun berat (coma). Cara
pemeriksacn Look-Lisien-Feel (LLF) dilakukan secara simultan, menilai
jalan napas sekaligus fungsi pernapasan:
L-Look (lihat) Lihat gerakan napas arau pengembangan dada, adanya retraksi
sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban
mengalami kegelisahan (agitasi), tidak capat berbicara, penurunan
kesadaran, sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang menunjukkan
hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan kulit
sekiar mulut. Lihat apakah terdapat retraksi dan penggunaan otot-otot
napas tambahan.
L-Listen (dengar) Dengar aliran udara pernapasan, dengan adanya suara-
suara napas yang abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara napas
tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur,
berkumur, dan stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial
pada daerah faring sampai laring. Suara parau (hoarseness, disfonia)
menunjukkan sumbatan pada faring
F-Feel (rasakan) Rasakan ada tidaknya udara yang dapat didengarkan dari
hidung dan mulut. Dengan perlakuan seperti ini maka dapat dengan cepat
ditentukan apakah ada atau tidaknya sumbatan pada jalan napas. Rasakan
adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.
C. Obstruksi Jalan Napas
 Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu
i. Mendengkur (snoring), berasal dari sambatan pangkal lidah. Cara
mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust pemasangan pipa
orofaring/nasofuring, pemasangan pipa endotrakeal
ii. Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya cairan di
daerah hipofuring, Cara mengatasi: finger sweep, siuction atau
pengisapan.
iii. Crowing Strider, oleh karena sumbatan di plika vokalis Cara mengatasi:
cricothyroidotomi, tracheosiomy
 Obstruksi total dapat dinilai dari adanya pernapasan "see saw" pada menit-
menit pertama terjadinya obstruksi total. Apabila tidak ada pertolongan untuk
membebaskan jalan napas, maka dalam waktu kurang dari 2 menit napas akan
barhenti (apneu)
D. Penatalaksanaan Obstruksi Jalan Napas
i. Membebaskan Jalan Napas Tanpa alat
 Head Tilt (tidak boleh digunakan pada pasien dugaan fraktur servikal)
Dilakukan bila jalan napas terutup oleh pangkal lidah, suara napas pasien
tidak bersih, terdengar suara napas tambahan berupa "ngorok" (snoring)
Cara : Letakkan 1 telapak tangan pada dahi pasien, pelan-pelan
tengadahkan kepala pasien dengan mèndorong dahi ke arah belakang
sehingga kepala menjadi tengadah. Perhatian Cara head-tilt ini sebaiknya
tidak dilakukan pada pasien dengan dugaan adanya patah tulang leher.
 Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan.
Tindakan ini sering dilakukan bersamaan dengan tindakan head tilt,
disebut sebagai head tilt- chin lif. Tehnik ini bertujuan membuka jalan
napas secara optimal. Jari tangan menahan tulang mandibula. Tidak
disarankan chin lift dilakukan pada penderita dengan kecurigaan patah
tulang leher dan sebagai ganti pada kondisi demikian gunakan teknik jaw
thrust.
Cara: Gunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang tulang dagu
pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan. Jika korban
anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan di bawah dagu,
jangan terlalu menengadahkan kepala.
 Back Blow (Untuk Bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak
efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (heentakan keras pada
punggung pasien dititik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/
vertebrae
 Chest Thrust (Untuk bayi,anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chst thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan
jari atau telunjuk jari tengah kira-kira satu jari dibawah garis imajinasi
antara kedua puting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan telentang,
lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.
ii. Membebaskan Jalan Napas dengan alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan tanpa alat yaitu secara manual tidak berhasil
sempurna atau pasien memerlakan bantuan untukk mempertaharkan jalan napas
dalam jangka waktu lama bahkan ada indikasi pasien memerlukan definitive
airway. Alat yang digunakan bermacam-macam sesuai dengan jenis sumbatan
dan tingkat kesadaran pasien yang intinya bertujuan mempertahankan jalan
napas agar tetap terbuka.
 BASIC AIRWAY ADJUNCT (Alat hantu dasar untuk membcbaskan jalan
napas)
a) Oropharyngeal Tube (pipa orofaring)
1. Lazim disebut sebagai Goedel atau Mayo. Alat ini digunakan untuk
mempertahankan jalan napas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar
tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas pada pasien tidak
sadar.
2. Indikasi : Alat pembebasan jalan napas ini hanya boleh digunakan pada
pasien koma, tidak sadar dengan GCS < 10 karena bila pasien masih
setengah sadar alat ini dapat menyebabkan munculnya refleks muntah atau
merangsang timbulnya spasme laring (laringospasme). Dengan adanya
refleks muntah dan atau spasme laring tersebut akan menambah masalah
dalam pembebasan jalan napas. Selain untuk tujuan tersebut diatas alat ini
juga digunakan untuk memfasilitasi dalam melakukan suction atau untuk
mencegah lidah atau ETT tergigit, berfungsi sebagai bite block
3. Kontraindikasi: dimana masih ada refleks muntah 8-10 pasien tidak
sadar atau basien dengan kesadaran menurun, GCS Pipa orofaring Pipa
nasofaring
4. Teknik Pemasangan Oropharyngeal Tube:
1) Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya. Bersihkan dan
basahi agar licin.
2) Ukuran yang tepat dapat diperoleh dengan cara mencari pipa
orofaring yang panjangnya sama dengan jarak dari sudut bibir
sampai ke tragus atau dari tengah bibir sampai ke angulus
mandibula.
3) Buka mulut pasien (chin lift atau gunakan ibu jari dan
telunjuk).
4) Arahkan lengkungan merghadap ke langit-langit, menghadap
ke palatum. Masukkan separohnya kemudian pipa orofaring
diputar 180° (sehingga lengkungan mengarah ke arah lidah).
5) Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.
6) Yakinkan lidah sudah tertepang pipa orofaring, lihat, dengar,
dan raba napasnya.
b) Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring).
1. Alat ini berbentuk pipa dari karet atau plastik atau silicon yang
lembut dan tidak berbalon yang berfungsi sebagai jalan aliran udara
antara lubang hidung dan faring. Alat ini dapat digunakan pada
pasien tidak sadar maupun sciengah sadar (kesadaran menurun),
GCS >10. Alat ini tidak menimbulkan refleks murtah maupun batuk
tetapi tidak berfungsi menyangga lidah seperti pada orofaring. Perlu
perhatian khusus dalam penggunaan alat ini pada kasus fraktur basis
kranii atau trauma maksilofasial.
2. Indikasi: Pasien tidak sadar atau pasien dengan penurunan kesadaran
dan bernapas spontan (GCS > 10)
3. Kontraindikasi: Fraktur basis kraaii, Fraktur maksilofasial berat
4. Teknik Pemasangan Nasopharyageal Tube
1) Nilai lubang hidung, septum nasi, tentukan pilihan ukuran pipa.
2) Ukuran pipa yang tepat dapat diperoleh dengan cara mencari
pipa rasofaring yang panjangnya sama dengan jarak dari ujung
hidung sampai ke tragus dan diameternya sesuai dengan jari
kelingking tangan kanan pasien.
3) Pakai sarang tangan.
4) Beri jelly pada pipa dan kalau ada maka tetesi kedaa lubang
hidung dengan obat tetes hidung atau larutan vasokonstriktor
(misal: efedrin atau Otrivin).
5) Hati-hati dengan kelengkungan tube yang merghadap ke arah
depan, ujungnya diarahkan ke arah telinga.
6) Masukkan pipa nasofaring melalui lubang hidung dengan
lembut. Ujung tajam pipa berada di lateral untuk menghindari
plexus Kiesselbach yang berada pada septum nasi. Bila
mengalami sedikit hambatan jangan dipaksakan, putar sedikit
pipa tersebut. Dan bila tetap gagal maka pipa dicoba
dimasukkan melalui lubang hidung satunya.
7) Dorong pelan-pelan hngga seluruhnya masuk sampai dasar
nasofaring, lalu pasang plester (kalau perlu).
8) Evaluasi: Look- Listen-Feel dan check napas
 ADVANCED AIRWAY ADJUNCT
a) ENDOTRACHEAL TUBE
Intubasi endotrakhea adalah proses memasukkan pipa endotrakheal ke
dalam trakhea, bila dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakhea,
bila melalui hidung disebat intubasi nasotrakhea. Bila dengan pemasangan
jalan napas buatan pipa orofaring atau pipa nasofaring ternyata masih tetap
ada obstruksi jalan napas, pernapasan belum juga baik atau karena indikasi
pasien koma, cedera kepala berat GCS < 8, maka dilakukan pemasangan
pipa endotachea (ETT-Endotracheal Tube), Intubasi endorakhea hanya
boleh dilakukan Posisi pipa orotrakeal.
Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,
bebas dari obstruksi, akses untuk ventilasi, memudahkan tindakan bantuan
pernapasar, akses untuk oksigenasi (konsentrasi tinggi) menghindari
aspirasi dan discbut sebagai airway. Selain itu pemasangan alan napas
buatan juga sebagai akses untuk pembersihan sekresi/ kotoran
tracheobronchial. Dibandingkan intubasi nasotcakeal maka intubasi
orotrakea memiliki keuntungan, yaitu: mudah pemasangannya, diameter
bisa lebih besar, jalur lebih pendek, mudah untuk toilet pembersihan
sekresi, sehingga tidak mudah tertekuk. Kerugian: perlu laringoscope,
mudah bergeser berubah tempat, kurang nyaman, perlu sedasi, mudah
kesulitan menelan, higiene oral sulit. komunikasi sulit, fiksasi lebih sukar
mudah lepas, terekstubasi dan kerusakan laring, definitive sudut belok kecil
tertekuk dibagian luar mulut, tergigit. Pipa Endotracheal berbagai macam
dan ukuran Intubasi Nasotrakeal juga memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya adalah: fiksasi mudah, lebih nyaman untuk pasien, sedasi
kurang diperlukan, secara "blind", higiene oral lebih mudah, pasien lebih
mudah. Kerugiannya adalah: Pemasangan perlu keahlian yang lebih, ukuran
diameter terbatas, tertekuk karena kurvatura, radang sinus paranalasis dan
tuba eustacha, sering menyebabkan cedera jaringan lunak dan kerusakan
laring.
1. Peralatan Intubasi
1) Pipa oronasofaring
2) Suction/alat pengisap
3) Sumber Oksigen
4) Kanula dan masker oksigen
5) BVM/Ambu bag, atau Jackson Rees
6) Pipa encotrakheal sesuai ukuran dan stylet
7) Pelumas (Gelly)
8) Forcep magill
9) Laringoscope (handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa
baterai & lampu)
10) Obat-obatan sedatif i.v.
11) Sarung tangan
12) Plester dan gunting
13) Bantal kecil tebal 10 cm (bila tersedia)
2. Teknik Intubasi Endotracheal Tube (ETT):
1) Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan
pastikan jalan napas terbuka (hati-hati pada cedera leher).
2) Siapkan endotracheal tube, periksa balon (cuff), siapken stylet, beri
pelumas (jelly)
3) Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus
menyala terang
4) Pasang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan ujung blade ke
sisi kanan mulut pasicn, geser lidah pasien ke kiri
5) Tekan tulang rawan krikoid (untak mencegth aspirnsi = Sellick
Maneuver).
6) Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera
gigi, gusi, bibir).
7) Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lender/cairan lebih dulu
8) Masukkan ETT sampai batas masuknya di pita suara
9) Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati dan segera
konektor tube dubungkan dengan pipa oksigen, diberikan ventilasi.
(Konektor pipa disambung dengan BVM untuk segera diberi
hembusan napas)
10) Kembangkan balon (cuff) ETT, dilakukan oleh asisten yang
membantu
11) Pasang pipa orofaring (mayo/guedel tube, atau bite block )
mencegah pipa tergigit.
12) Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar. Auskaltasi suara
pernapasan atau udara yang ditiupkan. Auskultasi segera,
dilakukan paling tidak pada 3 tempat yaitu lapangan auskulatasi
lapangan paru bawah kanan-kiri
13) Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester.
3. Hal yang perlu diperhatikan
Apabila setelah pipa masuk dan dilakakan tiupan ventilasi (bagging)
auskultasi terdengar suara terlihat dinding dada tidak tampak
mengembang, gurgling di epigastrium berarti intubasi masuk esofagus.
Tindakan: ventilasi dihentikan, ETT dicabut, segera lakukan ventilasi
oksigenasi dengan masker paling tidak selama 3 menit kemudian
intubasi ulang. Bila dicoba intubasi 2x lagi tetap gagal, call for help,
sementara vertilasi oksigenasi tetap dipertahankan. Monitoring saturasi
oksigen hila ada alat asien. Siapkan, dipertimbangkan alat lain misal:
crycothyroidotomy. Apabila belum yakin dengan posisi ETT maka
lakukan laringoskopi ulang untuk melihat, memastikan ujung ETT telah
melewati plika vokalis.
 LARINGEAL MASK AIRWAY (LMA)
Laryngeal mask airway (L.M.A) merupakan alat untuk pengelolaan jalan napas
yang relatif baru, diciptakan oleh Dr. Archie Brain tahun 1981 di London
Hospital. Teknik pemasangan L.M.A tanpa menggunakan laryngascope. Alat
ini merupakan alat untuk membebaskan jalan napas yang dapat dipakai untuk
banyak maksud dan tujuan yaitu sebagai alat untuk memberikan napas buatan di
Unit Gawat Darurat dan tindakan pembiusan di Kamar Operasi. Pemberian
napas buatan dengan L.M.A ini lebih mudah, efisicn dauipada menggunakan
sungkup muka (jace mask) dan direkomendasikan sebagai alat ntuk CPR, sejak
CPR Guideline 2000. Pemasangan LMA tanpa menggunakan laryngoscope
1. Alat-alat yang diperlukan:
1) L.M.A yang sesuai ukuran (size) dengan penderita
2) Jelly untuk pelican
3) Semprit (spuit) 20-50 cc
4) Alat penghisap (suction pump)
5) Alat untuk memberi napas buatan (BVM)
2. Tehnik pemasangan L.M.A
1) Punggung sungkup laring diberi pelicin dengan jelly dan sungkup
dalam keadaan kempis (deflated).
2) Posisi penderita telentang kepala can leher merupakan satu garis,
menurut Brain posisi kepala agak sedikit fleksi.
3) Dagu ditekan
4) Pipa untuk membuka mulut dari L.M.A dipegang sepert memegang
pensil, kemudian sungkup laring dimasukkan ke dalam mulut dengan
bagian bawah singkup menghadap ke caudal
5) Dorong ujung sungkup dengan menempel pada permukaan palatum
sampaï mencapai dinding pharing bagian belakang
6) Kemudian tangan yang mendorong tersebut ditarik keluar, dan pipa
didorong sampai dirasakan adanya tahanan, ini berarti posisi sungkup
telah berada di hypopharing.
7) Tanda berupa garis hitam pada pipa L.M.A harus lurus dengan septum
nasi
8) Cuff diisi udara sesuai ukuran (size) dari L.M.A.
9) Pastikan jalan napas dengan mendengarkan suara napas dada saat atau
melihat gerak diberi napas buatan.
10) Pasang blok (bite block) di samping pipa dan fiksasi.
 KRIKOTIROTOMI
1. Definisi
Cricethyroidotomy adalah tindakan menembus atau membuka membrana
krikotiroid dengan menggunakan jarum besar berkanula atau menggunakan
pisau Dapat dilakukan 2 jenis krikotirotom Krikotirotomi dengan jarum
(Needle Cricotnyroidotomy) Krikotirotomi dengan pembedahan, dengan
pisau (Surgical Cricothyroidotomy)
2. Tujuan: Mengatasi sementara keadaan hipoksia yang disebabkan karena
tersumbatnya jalan napas bagian atas. Cara ini dipilih pada kasus atau tidak
mungkin dilakukan. Dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum yang
paling tidak 20 menit kemudian harus diikuti krikotirotomi dengan pisau.
Untuk petugas medis yang terlatih dan terampil dapat melakukan kedua
teknik krikotirotomi tersebut.
3. Indikasi: pasien yang mengalami tersumbatnya jalan napas bagian atas
sehingga terjadi hipoksia berat. Teknik ini merupakan sebagai usaha untuk
mencapai jalan napas secara cepat pada keadaan dimana tidak
dimungkinkan untuk dilakukannya intubasi endotrakeal dari atas.
Merupakan tindakan life saving yang harus segera dilakukan. Contoh:
obstruksi jalan napas atas akibat adanya edema, benda asing/chocking atau
tumor yg mencesak jalan napas bagian atas. pasien dengan cedera
maksilofasial, cedera laring, Pasien-pasien dengan
4. Kontra Indikasi: Tidak ada kontra indikasi mutlak di dalam hal
penyelamatan jalan napas utamanya untuk mencapai tujuan mengatasi
hipoksia darurat. Akan tetapi perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus
antara lain : Koagulopati dan Cedera leher dengan pergeseran letak trachea
5. Alat :
1) Jarum infus ukuran besar, no 14
2) Spuit 10 cc
3) Aquades/PZ, normal saline
4) Alkohol swab, desinfektan, sarung tangan
5) Sumber Oksigen dan selang
6) Lampu penerang ada yang membantu
6. Teknik
1) Cari titik tusuknya dengan cara: dari jakun (thyroid cartilage raba ke
bawah inilan marker titik tusuknya. Di bawah titik tusuk ini ada ring
yang agak lebih besar dari ring tulang trachea
2) Isi Spuit dengar Aquades/PZ
3) Desinfeksi daerah tusukan dengan alkohol swab/ desinfektan
4) Tusuk di membrana cricothyroidea dengan arah ke bawah untuk
menghindari melukai pita suara. Menusuk sambil menarik piston dari
spuit. Jika sudah keluar gelembung bearti sudah masuk jalan nafas
5) Selaajutnya cabut jarum sisakan kanul infus yang di dalamnya
6) Sambungkan kanul tersebut dengan selang oksigen 100 % O2 > 10 liter
per menit untuk selanjutnya pasien diberi oksigen dengan sistem jet
insuflasi (4:1 atau 3:1 tergantung kondisi pasien)
7) Teknik iní hanya bertahan 10-20 menit saja karena jikn terlalu lama akan
terjadi penumpukan karbondioksida.
8) Untuk itu tindakan ini perlu dilanjutkan dengan teknik Surgical
Cricothyroidotomy

iii. Membersihkan Jalan Napas


Untuk memeriksa adanya kecurigaan benda asing dijalan napas terutama didaerah
rongga mulut dapat dilakukan dengan teknik Cross Finger pada penderita tidak
sadar. Teknik ini menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan
menekan gigi atas dan gigi bawah. Bila ternyata jalan napas tersumbat karena
adanya benda asing padat dalam rongga mulut, dapat dilakukan pembersihan
manual dengan sapuan jari (finger sweep), Bila dengan cara ini gagal menemukan
penyebab sumbatan di rongga mulut maka perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan napas di daerah faring atau napasnya memang berhenti (apnea).
 FINGER SWEEP
Membersihkan Jalan Napas Secara Manual
Cara melakukan:
1. Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan mulut fraktur tulang leher)
kemudian buka dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang
lemas (maneuver emaresi)
2. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus
dengan sarung tangan/kassa/kain dengan gerakan menyapu (jangan
memakai tissue atau kertas karena mudah hancur dan malah akan
memperburuk sumbatan jalan napas) untuk membersihkan rongga mulut.
 MEMBERSIHKAN BENDA ASING PADAT DENGAN ALAT
Bila pasien tidak sadar dan terdapat sumbaan benda padat di daerah dasar
ronngga mulut (hipofaring) yang tak mungkin dikeluarkan dengan sapuan jari,
maka diperlukan alat bantu yaitu laringoskop, alat pengisap (suction) dan alat
penjepit (forcep)
Teknik :
1. Buka jalan napas lurus/ lebar dengan memperbaiki posisi kepala
2. Gunakan laringoskop dengan tangan kiri
3. Masukkan blade-laryngoscope pada sudut mulut kanan dan menyusur tepi
lidah sampai pangkal lidah, geser ujung blade perlahan ke tengah dan
angkat tamgkai laringoskop ke atas depan (sesuai sumbu handle
laringoskop) sehingga terlihat hipofaring dan rima glottis
4. Gunakan pengisap untuk benda cair dan liur
5. Gunakan forcep bila terdapat benda padat.
 SUCTIONING
Membersihkan benda asing cair dalam jalan napas menggunakan alat pengisap
(suction). Bila terdapat sumbatan terdengar suara tambahan berupa "gargling",
maka harus dilakukan pengisapan (suctioning). Digunakan alat penghisap yang
lebih popular dengan nama “suction” (pengisap manual/portable, pengisap
dengan sumber listrik). Masukkan kanula pengisap tidak boleh lebih dari 5- 10
detik.
a) Teknik Suction:
1) Pengisap dihubungkan dengan pipa kecil/ suction catheter (dapat
digunakan Naso Gastic Tube - NGT atau pipa lainnya) yang bersih
2) Gunakan sarung tangan bila memungkinkan
3) Buka mulut pasien kalau perlu tengadahkan kepala agar jalan napas
terbuka
4) Lakukan pengisapan (tidak boleh lebih dari 5 detik)
5) Kanula pengisap ada 2 jenis yaitu jenis rigid dan flaccid. Pada kasus
fraktur basis kranii atau trauma maksilofasial hati-hati dalam
menggunasan kanula yang flaccid, sebaiknya digunakan kanula jenis
rigid
6) Cuci pipa pengisap dengan memasukkannya pada air bersih/ cairan infus
untuk membilas selang suction, ulangi lagi bila diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai