Anda di halaman 1dari 7

NAMA:ANGELA MERISI

NIM:1801060049
1.perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan
 Sentriol

Sentriol adalah sepasang struktur yang berbentuk seperti silinder yang mempunyai lubang
tengah. Sentriol tersusun dari protein mikrotubulus, yang mempunyai peran dalam mengatur
polaritas pembelahan sel dan pembentukan silia serta flagela dan pemisahan kromosom saat
pembelahan.

Mikrotubulus yang menyusun sentriol memiliki bentuk seperti benang-benang jala yang terlihat
berdekatan dengan kromosom selama pembelahan sel (meiosis dan metosis).

Jala itu disebut juga benang spindel, di ujung lain benang spindel berdekatan dengan bajian
ujung sentriol.

 Vakuola

Vakuola ditemukan terdapat di beberapa jenis hewan bersel satu, contohnya paramecium dan
amoeba.

Di dalam paramecium terdapat 2 macam vakuola, yaitu:

 Vakuola Kontraktil (vakuola berdenyut) adalah vakuola yang terdapat di hewan bersel


satu yang hidup di air tawar. Vakuola ini berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik
sitoplasma atau osmoregulato.
 Vakuola Non-kontraktil (vakuola tak berdenyut) berperan untuk mercerna makanan
sehingga disebut juga vakuola makanan

Organel organel tumbuhan


 . Dinding Sel

Dinding sel adalah bagian sel yang terletak paling luar, berfungsi untuk pelindung dan penunjang
sel. Dinding sel terbentuk oleh diktlosom dimana bahan penyusun dinding sel yaitu polisakarida,
yang terdiri dari selulosa, pektin, dan hemiselulosa. Dinding sel bersifat kaku dan keras.

Terdapat 2 jenis dinding sel yaitu sel primer dan sekunder.

 Dinding sel primer merupakan dinding sel yang terdiri dari pektin, hemiselulosa, dan
selulosa dimana dinding sel ini terbentuk saat pembelahan sel.
 Dinding sel sekunder merupakan dinding sel yang dibentuk karena adanya penebalan
dinding sel yang tersusun oleh lignin, hemiselulosa, dan selulosa. Dinding sel sekunder
terdapat di sel dewasa di dalam dinding sel primer.
 Plastida adalah organel bermembran lengkap berupa butir-butir yang mengandung
pigmen. Plastida hanya bisa ditemui pada sel tumbuhan dengan bentuk dan fungsi yang
beragam. Plastida adalah hasil perkembangan dari badan kecil (plosplastida) dimana
banyak ditemui di daerah meristimatik.
Di dalam perkembangnya proplastida yang merupakan hasil perkembangan dari badan kecil bisa
berubah menjadi 3 jenis yaitu tipe kloroplas, kromoplas, dan leukoplas.
a. Kloroplas
Kloropas adalah organel sel yang mengandung klorofil yang mana klorofil sangat berpengaruh
pada proses fotosintesis. Kloroplas terdiri dari membran luar yang berfungsi melewatkan
molekul dengan ukuran < 10 kilodalton tanpa selektivitas
Untuk membran dalam bersifat selektif permeabel, berfungsi menentukan molekul yang keluar
masuk dengan transpor aktif. Stroma adalah cairan kloroplas yang berfungsi menyimpan hasil
proses fotosintesis dalam bentuk amilum serta tilakoid tempat berlangsungnya fotosintesis.

Kloroplas sering ditemui pada daun dan organ tumbuhan yang berwarna hijau. Klorofil
dibedakan menjadi beberapa macam:

 Klorofil a:menampilkan warna hijau biru


 Klorofil b:menampilkan warna hijau kuning
 Klorofil c:menampilkan warna hijau cokelat
 Klorofil d:menampilkan warna hijau merah.
b. Kromoplas

Kromoplas merupakan plastida yang memberi berbagai warna diluar proses fotosintesis (non-
fotosintesis), seperti pigmen kuning, orange, merah, dan lainnya. Pigmen yang masuk kelompok
kromoplas diantaranya:

 Fikosianin: menghasilkan warna biru pada ganggang


 Xantofil: menghasilkan warna kuning pada daun yang telah tua
 Fikosiantin: menghasilkan warna cokelat pada ganggang
 Karoten: menghasilkan warna kuning jingga dan merah,misalnya pada wortel
 Fikoeritrin: menghasilkan warna merah pada ganggang.
c. Leukoplas

Leukoplas merupakan plastida yang tidak mempunyai warna atau memiliki warna putih.
Biasanya ditemui pada tumbuhan yang tidak terpapar oleh sinar matahari. Terutama di organ
penyimpanan cadangan makanan. Leukoplas berfungsi menyimpan badangan makanan.
Dibedakan menjadi 3 macan yaitu:

 Amiloplas: leukoplas yang berfungsi membentuk dan menyimpan amilum,


 Elaioplas(lipidoplas): leukoplas yang berfungsi untuk membentuk dan menyimpan lemak
atau minyak,
 Proteoplas: leukoplas yang berfungsi menyimpan protein.
KELAS:B

2.Struktur primer adalah rantai polipeptida. Struktur primer protein di tentukan oleh ikatan
kovalen antara residu asam amino yang berurutan yang membentuk ikatan peptide
Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear  distabilkan oleh
ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida Struktur
ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida  yang terlilit atau terlipat secara berulang.

Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur
sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus
R) berbagai asam amino

Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam
ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang
akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini
adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan
struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik.

3. Pemurnian protein dilakukan untuk mengisolasi suatu protein tertentu dari senyawa-senyawa
atau jenis protein lainnya sehingga struktur serta sifat-sifat protein tersebut dapat dipelajari.
Prinsip dasar pemurnian protein didasarkan pada beberapa sifat protein, yaitu kelarutan, ukuran
molekul, muatan, hidrofobisitas, dan affinitas. Teknik pemisahan yang dapat digunakan dapat
berupa:

(1) teknik kromatografi yang meliputi kromatografi penukar ion, filtrasi gel, kromatografi
affinitas, kromatografi interaksi hidrofobik.

(2) teknik elektroforetik meliputi isoelectric focusing dan sodium dodecyl sulfate (SDS)
polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE).

Apabila sumber protein yang diinginkan telah diidentifikasi, protein tersebut kemudian
dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok kemudian dipisahkan dari kontaminan melalui beberapa
tahap:

I. Homogenisasi dan pelarutan Untuk cairan biologis seperti serum darah atau medium kultur
sel, tidak perlu dihomogenisasi tetapi untuk sampel padatan, perlu dihomogenisasi terlebih
dahulu kemudian difraksinasi menggunakan sentrifugasi diferensial. Cara sederhana yang lain
adalah untuk sel-sel yang tidak memiliki dinding sel yang kaku, yaitu osmotic lysis (pemecahan
dengan menggunakan tekanan osmosis). Sebagai contoh, jika sel-sel hewan ditempatkan di
dalam larutan hipotonik (misalnya air), air akan berdifusi ke dalam sitosol (yang lebih pekat)
sehingga sel melemah dan pecah. Selanjutnya, sentrifugasi diferensial digunakan untuk
memisahkan organela-organela subselular yang mengkontaminasi. Protein-protein yang terikat
pada membran memerlukan tahap pelarutan lanjutan. Setelah dipisahkan dengan sentrifugasi
diferensial, membran diperlakukan dengan Triton-X untuk memecah lipid bilayer agar protein
integral keluar dari membran masuk ke dalam larutan.
II. Stabilisasi protein Selama isolasi dan pemurnian protein, harus dipastikan bahwa protein
tersebut tidak mengalami denaturasi atau inaktivasi (misalnya untuk enzim) baik oleh faktor fisik
maupun faktor biologis. Untuk itu pH harus dipertahankan dengan menggunakan buffer pada pH
sekitar 7 dimana protein stabil. Suhu diusahakan di bawah 250C (biasanya 66 4 0C) untuk
mencegah denaturasi termal dan meminimalkan aktivitas protease. Selama homogenisasi, enzim-
enzim protease yang ada di dalam bagian subseluler yang berbeda akan dibebaskan ke dalam
larutan, bercampur lalu mendegradasi protein yang akan dimurnikan tersebut. Sebagai contoh,
hidrolase asam di dalam lisosom dapat dilepaskan ke dalam larutan dan dengan cepat men
denaturasi protein yang akan dimurnikan. Karena itu, proses sebaiknya dilaksanakan pada suhu
yang rendah dan inhibitor protease dimasukkan ke dalam buffer yang digunakan pada awal
proses isolasi untuk meminimalkan pemecahan protein.

III. Pengujian protein Untuk mengetahui keberhasilan setiap prosedur pemurnian protein, uji
yang paling gampang adalah uji untuk enzim yang dapat mengkatalisis suatu reaksi yang
produknya dapat dideteksi dengan mudah. Protein selain enzim dapat diuji dengan mengamati
efek biologisnya. Sebagai contoh, suatu protein reseptor dapat diuji dengan mengukur
kemampuannya mengikat ligand tertentu. Teknik-teknik immunologik menggunakan antibodi
sering digunakan untuk protein tertentu.

IV. Pengendapan dengan amonium sulfat (NH4)2SO4 Pada umumnya tahap pertama dalam
pemisahan protein adalah pengendapan dengan amonium sulfat. Amonium sulfat dipilih karena
garam ini mempunyai kelarutan yang tinggi di dalam air. Metode ini didasarkan pada prinsip
penurunan kelarutan protein di dalam larutan garam berkonsentrasi tinggi. Bila konsentrasi
garam dinaikkan maka pada titik tertentu, protein akan keluar dari larutan dan mengendap.
Gejala ini disebut salting out effect. Protein yang berbeda membutuhkan konsentrasi garam yang
berbeda pula untuk mengendap. Sebagai contoh, konsentrasi amonium sulfat 0,8M akan
mengendapkan protein fibrinogen dari serum darah, sementara protein albumin memerlukan
konsentrasi amonium sulfat 2,4M untuk mengendap. Namun demikian, banyak protein yang
mengendap pada konsentrasi garam yang sama, sehingga protein yang diperoleh belum benar-
benar murni. Salting out dapat juga digunakan untuk memekatkan larutan protein encer dengan
cara mengendapkan protein tersebut lalu dilarutkan kembali ke dalam pelarut dengan volume
yang lebih kecil.

V. Dialisis Protein yang dipisahkan dengan pengendapan masih bercampur juga dengan
senyawa-semyawa lain termasuk garam amonium sulfat dan senyawa-senyawa dengan molekul
kecil lainnya. Molekul-molekul kecil ini dapat dipisahkan dengan cara dialisis, yaitu pemisahan
berdasarkan kemampuan molekul melewati membran semipermeabel. Larutan protein
dimasukkan ke dalam kantong atau tabung semipermeabel misalnya selofan kemudian kantong
tersebut direndam di dalam air maka molekul-molekul atau ion-ion dengan ukuran kecil (kurang
dari 10 kDa) akan keluar dari tabung melalui pori pada membran sedangkan molekul-molekul
protein yang biasanya berukuran > 10 kDa akan tetap tinggal di dalam tabung karena tidak dapat
melewati pori membran tersebut. Air di luar membran sering-sering diganti untuk
menghilangkan/mengencerkan konsentrasi senyawasenyawa pengotor. Proses

VI. Kromatografi filtrasi gel Kromatografi gel filtrasi memisahkan molekul-molekul berdasarkan
ukuran dan bentuk molekul tersebut. Caranya adalah sejumlah kecil larutan protein dituangkan
pada ujung atas kolom yang berisi partikel-partikel berpori (diameter 0,1 mm) yang terbuat dari
polimer tak larut tetapi terhidrasi misalnya poliacrylamide (Bio-gel) atau karbohidrat dextran
(sephadex), atau agarose (sepharose). Molekul-molekul kecil dapat memasuki pori butiranbutiran
sedangkan molekul-molekul besar dan panjang tidak bisa. Akibatnya, molekul yang lebih kecil
tertahan lebih lama di dalam kolom daripada molekul yang lebih besar sehingga molekul yang
lebih besar terelusi (keluar dari ujung bawah kolom) lebih cepat daripada molekul yang lebih
kecil.

VII.Kromatografi pertukaran ion Pemisahan protein dengan kromatografi pertukaran ion


didasarkan pada muatan protein secara keseluruhan. Suatu protein yang muatan bersihnya negatif
(pada pH 7) akan terikat pada suatu kolom yang berisi butiran bermuatan positif, sedangkan
protein yang tidak bermuatan atau bermuatan positif, tidak akan terikat. Selanjutnya protein
bermuatan negatif yang terikat pada kolom dielusi dengan larutan NaCl. Ionion Clakan
menggusur molekul protein negatif dari butiran bermuatan positif di dalam kolom karena
kerapatan muatan negatif pada ion Cllebih besar daripada yang terdapat pada protein negatif.
Protein yang paling rendah kerapatan muatan negatifnya akan terelusi paling cepat disusul oleh
protein dengan kerapatan muatan negatif lebih besar. Kolom yang mengandung senyawa dengan
gugus positif seperti dietilaminoetil (DEAE) antara lain adalah DEAE-Cellulose dan DEAE-
Sephadex. Kolom semacam ini disebut kolom penukar anion. Sebaliknya kolom yang berisi
senyawa dengan gugus bermuatan negatif misalnya carboximethyl cellulose (CM-Cellulose atau
CM-sephadex) yang digunakan untuk pemisahan protein bermuatan positif disebut kolom
penukar kation.

VIII. Kromatografi Affinitas Kromatografi affinitas memanfaatkan ketertarikan non bonding dan
spesifik molekul dari suatu protein terhadap molekul lain (sebagai ligan). Ligan terikat secara
kovalen terhadap suatu matriks berpori misalnya sepharose kemudian campuran protein dialirkan
dari atas ke bawah melalui kolom yang berisi ligan terikat tersebut. Protein tertentu akan terikat
pada ligan sedangkan protein yang lain akan mengalir terus. Setelah kolom dibilas dengan buffer
untuk menghilangkan protein yang tak terikat spesifik, protein terikat (yang diinginkan)
dilepaskan dari ligan, bisa dengan penambahan ligan dapat larut, ataupun dengan mengubah sifat
buffer (misalnya mengubah pH atau konsentrasi garam). Misalnya, yang digunakan adalah ligan
terlarut maka langka berikutnya adalah menghilangkan molekul-molekul ligan tersebut biasanya
dengan cara dialisis. Teknik ini memanfaatkan sifat ikatan suatu protein yang kadang-kadang
spesifik dan unik maka dimungkinkan memisahkan suatu protein tertentu dari ratusan jenis
protein lainnya
4. Molekul substrat terikat pada sisi aktif enzim oleh beberapa gaya lemah (interaksi
elektrostatik, ikatan hidrogen, gaya van der Waals, dan interaksi hidrofobik) dan pada beberapa
kasus oleh ikatan kovalen reversibel. Setelah mengikat molekul substrat dan membentuk
kompleks enzimsubstrat, residu-residu yang aktif secara katalitik di dalam sisi aktif bekerja pada
molekul substrat untuk mentransformasi molekul tersebut menjadi kompleks keadaan transisi,
kemudian menjadi produk yang dikeluarkan ke dalam larutan. Sekarang 83 enzim sudah bebas
untuk mengikat molekul substrat lainnya dan memulai siklus katalitik berikutnya. Ada dua
model yang diajukan untuk menjelaskan bagaimana enzim mengikat substratnya, yaitu model
lock-andkey yang diajukan oleh Emil Fischer pada tahun 1894 dan model induced-fit yang
dikemukakan oleh Daniel E Koshland, Jr. pada tahun 1958. Pada model pertama, bentuk molekul
substrat dan sisi aktif enzim cocok satu sama lain seperti sebuah anak kunci dengan gemboknya
(gambar 3.1a). Keduanya dianggap kaku dan tepat bersesuaian (komplementer) satu sama lain.
Gambar 3.1 Pengikatan substrat terhadap enzim melalui mekanisme (a) model lock-and-key; (b)
model induced-fit (disalin dari Hames dan Hooper, 2005) Pada model kedua, pengikatan substrat
membuat suatu perubahan konformasi pada sisi aktif enzim (gambar 3.1b). Selain itu, enzim
dapat mendistorsi substrat, memaksanya 84 menjadi suatu konformasi yang sama dengan
keadaan transisi. Sebagai contoh, pengikatan glukosa kepada heksosa menyebabkan perubahan
konformasi struktur enzim sedemikian hingga sisi aktif memiliki bentuk yang cocok berpasangan
dengan molekul glukosa hanya setelah ia terikat pada enzim. Kenyataannya adalah bahwa
enzim-enzim yang berbeda menunjukkan karakter kedua model, yakni sebagian komplementer
dan sebagian perubahan konformasi

5. penghambatan kompetitif dapat dikenali dengan menggunakan grafik Lineweaver-Burk. V0


diukur pada konsentrasi substrat yang berbeda dalam sistem yang mengandung inhibitor dengan
konsentrasi tertentu,Inhibitor kompetitif akan menaikkan kemiringan (slope) garis kurva
Lineweaver-Burk dan mengubah intersep pada sumbu X (karena Km meningkat), tetapi intersep
pada sumbu y tetap (karena Vmax tetap) (Gambar 3.14)

sedangkan, Penghambatan nonkompetitif dapat dikenali pada kurva Lineweaver-Burk karena


slope kurva bertambah dan mengubah intersep pada sumbu y (Vmax berkurang) tetapi intersep
pada sumbu x tetap (Km tetap)
.

Anda mungkin juga menyukai