Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit

tertua paling melemahkan yang dikenali di dunia. Penyakit menular ini

disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dikelenjar dan saluran getah bening

sehingga menyebabkan kerusakan pada system limfatik yang dapat

menimbulkan gejala akut dan kronis. Penyakit ini bersifat menahun dan bila

tidak mendapat pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa

pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin pada wanita maupun laki-

laki (Nurlaila, 2017).

Data World Health Organization (WHO) tahun (2004) dalam

Kemenkes RI, 2010 menunjukan bahwa 1,3 miliar penduduk dunia yang

tinggal di 83 negara beresiko tertular filariasis dan 60% kasus berada di asia

tenggara. Di Asia Tenggara jumlah kasus mencapai 851 Juta penderita dan

Indonesia menjadi negara dengan kasus tetinggi. Di Indonesia pada tahun

2010 sampai dengan 2014 berturut-turut kasus klinis yaitu 11.969 jiwa, 11.902

jiwa, 12.174 jiwa, dan 149.329 jiwa (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan pada tahun 2016

hingga kini maka Propinsi Nusa Tenggara Timur menduduki urutan pertama

dengan jumlah sebanyak 3.175 penderita di bandingkan dengan Aceh, Papua

Barat dan Papua. Jumlah penderita yang terinfeksi filariasis tertinggi yaitu

1
2

salah satunya adalah Kabupaten Sikka dengan jumlah 356 kasus filariasis

yang paling tertinggi adalah Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura

sebanyak 58 penderita. (Dinkes Kabupaten Sikka 2018).

Ada berbagai penanganan sudah dilakukan pemerintah dalam

menangani kasus filariasis ini untuk pemutusan rantai penularannya pada

manusia yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

salah satunya yaitu pemberian obat masal pencegahan merupakan upaya

program filariasis. Pengobatan masal dilakukan setiap tahun sekali, dalam

waktu minimal 5 tahun berturut-turut. Pencegahan penularan penyakit kaki

gajah dikabupaten sika kini sudah memasuki tahun yang ketiga. Sosialisasi

dilakukan dengan banyak cara yaitu bekerja sama dengn puskesmas dan

poskesdes untuk menjangkau wilayah kerja masing-masing melibatkan

kesadaran masyarakat terutama individu dan bahakan orang yang terdekat

seperti keluarga, disinilah dukungan keluarga sangat mempunyai peranan

penting dalam hal kepatuhan keluarga mengkomsumsi obat untuk pencegahan

filariasis (Marizal, 2013).

Menurut Herniawati dalam Tutur Kardiatun (2016) keluarga

merupakan bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk

membentuk budaya yang sehat. keluarga inilah akan tercipta tatanan

masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka

layaknya dimulai dari dalam keluarga. Dukungan keluarga merupakan suatu

tindakan atau keadaan yang bermanfaat bagi semua anggota keluarganya,

dimana anggota keluarga merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai.


3

Dukungan keluarga juga menjadikan keluarga berfungsi dengan baik,

diantaranya dapat mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarganya,

mengambil keputusan, memberi perawatan, mempertahankan hubungan

timbal balik antara anggota tentang kesehatan, maka dukungan keluarga

mempunyai efek yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejateraan

berfungsi bersama dengan kepatuahan keluarga minum obat filariasis. Dan

saat ini partisipasi masyarakat dalam mengikuti kepatuhan minum obat

filariasis masih kurang (Widodo, 2011).

Penyakit filariasis memang tidak menyebabkan kematian secara

langsung bagi penderita, tetapi penyakit filariasis dapat menimbulkan

kecacatan kronis yang akan menyebabkan menurunnya kualitas dan

produktivitas dari penderita. Hal ini tidak hanya akan merugikan diri penderita

sendiri namun juga keluarga, masyarakat dan negara. Oleh karena itu

pentingnya upaya pencegahan yang tepat harus dilakukan untuk menghindari

penularan infeksi yang lebih luas di masyarakat (Karmana, 2011).

Menurut hasil wawancara dengan kepala puskesmas dan kordinator

penyakit filariasis puskesmas Watubaing, mengatakan bahwa jumlah penderita

di wilayah Puskesmas Watubaing sebanyak 55 orang, dan semua jumlah ini

ada yang mengkonsumsi obat dan ada juga yang tidak mengkonsumsi obat

serta tidak pernah datang mengontrol ke puskesmas atau konseling tentang

penyakit yang mereka derita dengan alasan bahwa penderita takut dan tidak di

ijinkan oleh keluarga untuk mengkonsumsi obat filariasis.


4

Berdasakan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan

Minum Obat Filariasis di Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka”.

B. Rumusan Masalah

Filariasis merupakan penyakit menular yang di sebabkan oleh

berbagai jenis nyamuk dan bersifat menahun. Bila tidak mendapatkan

pengobatan maka akan menyebabakan cacat seumur hidup, hambatan

psikososial, dan penurunan produktivitas individu. Oleh karena itu pemerintah

mengadakan program pembagian obat masal pencegahan filariasis

berdasarkan deklarasi WHO tahun 2002, yang di sebut dengan POMP

(Pembagian Obat Masal Pencegahan), yang di berikan selama lima tahun

berturut-turut untuk memutuskan rantai penularan filariasis. Disini menurut

hasil wawancara dengan kepala puskesmas dan kordinator penyakit filariasis

Puskesmas Watubaing mengatakan bahwa penderita filariasis ini kurang patuh

dalam hal mengkomsusmi obat filariasis dikarenakan tidak mendapatkan ijin

dari keluarga atau dukungan dari keluarganya. Berdasarkan permasalahan di

atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu apakah ada hubungan

antara dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita dalam mengkomsusmi

obat filariasis di puskesmas Watubaing.


5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum

Obat filariasis.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

filariasis di puskesmas Watubaing.

b. Mengidentifikasi kepatuhan minum obat filariasis di puskesmas

Watubaing.

c. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat filariasis di puskesmas Watubaing.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan pengetahuan dan

mengembangkan ilmu keperawatan mengenai hubungan dukungan

keluaga dengan kepatuhan minum obat filariasis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pasien :

Dapat dijadikan sebagai literatur atau gambaran mengenai pentingnya

kepatuhan minum obat filariasis.

b. Bagi keluarga :

Hasil penelitian ini sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan

masuskan bagi keluarga untuk mencegah terjadinya filariasis,


6

sehingga diharapkan keluarga semakin meningkatkan dukungan

terhadap kepatuhan minum obat filariasis untuk mencegah

meningkatnya kejadian filariasis.

c. Bagi institusi :

Memberikan wawasan/sebagai refrensi dalam asuhan keperawatan

pada pasien filariasis terutama pada konseling tentang pentingnya

kepatuhan minum obat filriasis

d. Bagi peneliti :

Menambah pengalaman dan wawasan penerapan hasil studi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan saat ini serupa dengan beberapa penelitian

yang pernah ada, tetapi sangat berbeda ditinjau dari judul, tujuan penelitian,

waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini menggunakan analisa PICOT. Hal

ini dapat dilihat dari beberapa penelitian di bawah ini:

1. Judul: Hubungan Dukungan Kepala Keluarga Dengan Partisipasi

Keluarga Dalam Program Eliminasi (minum obat) Filariasis di Majasetra

Kabupaten Bandung.

Peneliti: Nadirawati

a. Problem: kurangnya dukungan kepala keluarga yang dibutuhkan dalam

partisipasi mencegah meluasnya penularan filariasis. Jumlah populasi

dalam penelitian ini berjumlah 139 orang.

b. Intervensi: tidak dilakukan intervensi.


7

c. Comparassional: metode yang digunakan dalam penliti ini adalah

deskriptif kolerasi dengan pendekatan cross sectional.

d. Outcome: untuk mengetahui apakah ada hubungan dukungan kepala

keluarga terhadap kepatuhan minum obat filariasis.

e. Time: penelitian ini dilaksanakan di puskesmas Majasetra Kabupaten

Bandung tahun 2011.

2. Judul : Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pencegahan Filariasis Di

Rasau Jaya II Kabupaten Kubu Raya.

Peneliti: Tutur Kardiatum

a. Problem: Adanya dukungan keluarga yang baik dalam pencegahan

filariasis . Jumlah populasi dalam penelitian ini 88 orang.

b. Intervensi: tidak dilakukan intervensi.

c. Comparassional : metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analitik dengan menggunakan pendekatan Cros Sectional.

d. Outcome: masyarakat mau mengikuti partisipasi dalam pencegahan

filariasis.

e. Time: penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2016.

3. Judul: Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Tentang Penyakit Filariasis dengan Tindakan Masyarakat dalam

Pencegahan Filariasis.

Peneliti: idialusi
8

a. Problem: kurangnya pengetahuan masyarakat tentang filariasis dan

tindakan pencegahan filariasis. Jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah 100 orang.

b. Intervensi: tidak dilakukan intervensi.

c. Comparassional: metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptis kolerasi dengan pendekatan cross sectional.

d. Outcome: terdapat hubungan yang kuat antara pengetahuan dan sikap

dalam pencegahan penyakit filariasis.

e. Time: penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Kuantan Singingi

tahun 2014.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Filariasis

1. Defenisi Filariasis

Filariasis adalah penyakit infeksi kronis menahun yang

disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodeae, dimana cacing

dewasanya hidup dalam kelenjar dan saluran limfe. Filariasis atau

penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan

oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

Culex, Armigeres (Depkes RI, 2010).

Cacing filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa

yang terdapat pada manusia. Spesies filaria yang sering menginfeksi

manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori (di

indonesia), Onchocherca volvulus. Cacing dewasa hidup dalam system

limfatik, subkutan dan jaringan ikat dalam. Cacing betina mengeluarkan

mikrofilaria (perlarva) yang masih mempunyai selaput telur (sarung)

selaput terlepas (tidak bersarung). Microfilaria ini sangat aktif, bentuknya

seperti benang dan ditemukan dalam darah perifer atau jariangan kulit

(Irianto, 2013) .

9
10

2. Etiologi Filariasis

Ada tiga spesies yang menjadi penyebab filariasis diantaranya

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Cacing ini

menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam

kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun. Dalam tubuh Manusia

cacing dewasa menghasilkan jutaan anak cacing (mikrofilaria) yang

beredar dalam darah terutama pada malam hari. Di Indonesia jenis cacing

filaria yang menginfeksi adalah Wuchereria bancrofti.

a. Wuchereria Bancrofti

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran kelenjar limfe,

bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing

betina berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan cacing jantan 40 mm x

0,1 mm. cacing betina mengeluarkan microfilaria yang bersarung

dengan ukuran 250-300 mikron x 7-8 mikron. Mikrofilaria ini hidup

didalam darah dan terdapat dialiran darah tepi pada waktu tertentu

saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya mikrofilaria

Wuchereria bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya

mikrofilaria hanya terdapat didalam tepi pada waktu malam. Pada

siang hari, microfilaria terdapat dikapiler alat dalam (paru-paru,

jantung, ginjal) (Armelia, 2014).

b. Brugia Malayi dan Brugia Timori

Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih

kekuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan


11

dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10

buah. Cacing betina berukuran 55x 0,16 mm dengan ekor lurus,

vulva mempunyai alur transfersal dan langsung berhubungan dengan

vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23 x

0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4

buah, dan dibelakang anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung

ekor terdapat 4-6 papila kecil spikula yang panjangnya tidak sama.

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya

177-230 mikron, lekuk tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali

lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya mempunyai 1-2 inti

tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi. Periodisiasi B

malayi ada yang nokturna, subperiodik nokturna, dan non periodik

(Ardias, 2012).

3. Masa Inklubasi Filariasis

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang

tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu yang didalam

tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat microfilaria

karena menghisap darah pendeitanya atau dari hewan yang mengandung

mikrofilaria. Nyamuk sebagai vektor mengisap darah penderita

(microfilaria), mikofilaria masuk ke dalam lambung nyamuk lalu

berkembang dalam otak nyamuk selama tiga minggu. Dalam tubuh

nyamuk mikrofilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk

dalam beberapa hari dari larva 1 samapi menjadi larva 3. Pada stadium 3
12

larva mulai bergerak aktif dan bergerak kealat tusuk nyamuk. Nyamuk

pembawa mikrofilaria menggigit manusia dan memindahkan larva

infektif tersebut. Bersama aliran darah larva 3 menuju system limfe dan

selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta

berkembang biak. Cacing filaria dalam tubuh manusia terdeteksi pada

malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh manusia.

Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi. Mikrofilaria

dapat ditemukan dalam darah pada malam hari dan siang hari, tetapi di

temukan dalam jumlah besar pada malam hari dan banyak ditemukan

dalam kapiler dan pembulu darah paru-paru (Ardias, 2012).

Masa inklubasi pada manusia 3-15 bulan setelah gigitan nyamuk

yang menjadi vektor. Manifestasi klinis sebagai infeksi Wuchereria

bancrofti terbentuk beberapa bulan sehingga beberapa tahun setelah

infeksi, tetapi beberapa rang yang hidup didaerah endemis tetap

asimptomatik selama hidupnya. Mereka menemukan gejala akut biasanya

mengeluh demam, lymphamgitis, limpahadenitis, orchitis, sakit pada otot,

anoreksia, dan malaise. Mula-mula cacing dewsa yang hidup dalam

pembulu limfe menyebabkan pelebaran pembuluh limfe terutama di

daerah kelenjar limfe, testes, dan epididimis, kemudian diikuti dengan

penebalan sel endothel dan infiltrasi sehingga terjadi granuloma. pada

keadaan kronis, pembesaran kelenjar limfe, hydrocele, elefantiasis dan

elefentiasis. Hanya mereka yang hipersensitif, elephantiasis dapat teradi.

Elephantiasis kebanyakan terjadi didaerah genital dan tungkai bawah,


13

biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakeri. Suatu sindrm

yang khas terjadi pada infeksi dengan Wuchereria banctrofi dinamakan

Weingaltner’s syndrom atau tropikal pulmnary eosinophilia (Jhon, 2010)

Gejala yang sering dijumpai pada orang yang terinfeksi B.malayi

adalah limfa hadenitis dan limfa hangitis yang berulang-ulang disertai

demam. Perbedaan utama antara infeksi Wuchereria banctrofi B. malaye

terletak pada klasifikasi ureter dan ginjal. Klasifikasi ureter dan ginjal

tidak ditemukan pada infeksi B.malaye (Widyono, 2011).

4. Gejala Filariasis

Gejala-gejala yang terdapat pada penderita filariasis meliputi

gejala awal (akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai

dengan demem berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3 - 4 hari

apabila pekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada

lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka dibadan, dan teraba adanya tali

urat seperti tali yang berwarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha

atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut

(kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah

sakar, payudara, dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat

yang menetap (Kemenkes RI, 2010).


14

a. Gejala Klinis Filariasis

Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada

kronisnya gejala klinis filsriasis yang disebabkan oleh infeksi

Wuchereria banctrofi, B.malaye dan B.timori adalah sama, tetapi

gejala klinis akut tampak lebih jelas dan lebih berat pada infeksi

oleh B.malye, B. timori. Infeksi w. bankrofti dapat menyebabkan

kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B.

malaye, B.timori tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih

dan alat kelamin.

b. Gejala Klinis Akut

Gejala klinis akut berupa limfa tenitis, limfa angitis,

adenolimfangitis yang disertai demam, sakit kepala, terasa lemah

dan timbulnya abses. Abses dapat pecah dan kemudian mengalami

penyembuhan dengan meninggalkan perut, terutama didaerah lipat

paha dan ketiak. Perut lebih sering terjadi pada infeksi B. malaye

dan B. timori dibandingkan karena infeksi B. bankrofti, demikian

juga dengan timbulnya limfangitis dan limfa dengitis tetapi

sebaliknya pada infeksi B. bangkrotif sering terjadi peradangan

buah pelir (orkitis, peradangan epididimus (epididimitis) dan

peradangan funikulus spermatikus funikuliti. (Dinkes, Sumut 2010).


15

c. Gejala Klinis Kronis

Gejala klinis kronis terdiri dari limfe dama, lymp skrotum, kiluria,

hidrokel

1) Limfedema pada infeksi W. bankrofti

Terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan, skrotum,

penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi

brugia terjadi pembengkakan kaki dibawah lutut, lengan

dibawah siku dimana siku dan lutut masi normal.

2) Lymph scrotum

Adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum,

kadang-kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe

tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan

membasahi pakian. Ini mempunyai resiko tinggi terjadinya

infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang

dan dapat berkembang menadi limfeda skrotum. Ukuran

skrotum kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar.

3) Kiluria

Adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembulih

darah diginjal (pelvis renal) leh cacing filarial dewasa spesies

W. Bacrfti sehingga cairan limfe dan darah masuk ke dalam

saluran kemih. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut: air

kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung


16

lemak, dan kadang-kadang di sertai (haematuri, sukar kencing,

kelelahan tubuh, kehilangan berat badan.

4) Hydrocele

Pelebaran kantung buah zakar karena tertumpuknya cairan

limfe didalam tunica vaginalis testis. Hydrocele dapat terjadi

pada satu atau dua kantung buah zakar dengan gambaran kinis

dan eipidemologis sebagai berikut: ukuran skrotum kadang-

kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar sekali,

sehingga penis tertarik dan tersembunyi, kulit pada skrotum

normal, lunak dan halus, kadang-kadang akumulasi cairan

limfe disertai dengan komplikasi chyle (chylcele), darah

(haematocele) atau nanah (pyocele). Uji transimulasi ini dapat

dikerjakan oleh dokter puskesmas yang telah dilatih. hydrocele

banyak ditemukan di daerah edemis W. bancrotifti dan

digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrrotifti dan

digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrotifti.

(Dinkes Sumut, 2010).

5. Epidemologi

Epidemologi sebagai vektor filariasis turut menentukan

penyebarluasan penyakit filariasis diantaranya adalah:

a. Derajat infeksi alami hasil pembedahan nyamuk yang tinggi.

b. Sifat antropofilik dan zofilik yang meningkatkan jumlah infeksi.


17

c. Umur nyamuk yang panjang sehingga turut menentukan

pertumbuhan larva hingga mencapai stadium infektif untuk

disebarkan.

d. Dominasi terhadap spesies nyamuk lainnya yang ditunjukan dengan

kepadatan yang tinggi disuatu daerah endemik

e. Mudahnya menggunakan tempat-tempat air yang di gunakan sebagai

tempat perindukan yang sesuai untuk pertumbuhan nyamuk dari

telur sampai menjadi dewasa. (Gandahusada, Dalam Amelia, 2014).

6. Komplikasi Penyakit Filariasis

a. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena infeksi

b. Elephantiasis tungkai

c. Limfadema

d. Kiluria

7. Upaya pencegahan penyakit filariasis dapat dilakukan dengan cara:

a. Menghindari diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan menutup ruangan

dengan kasa kawat, memakai kelambu pada tempat tidur.

b. Membarantas nyamuk serta sumber perindukan yaitu dengan

membersihkan lingkungan tempat tinggal, menutup tempat

penampungan air yang digunakan sebagai sarang nyamuk, menguras

bak mandi, menggunakan obat nyamuk.

c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya yang di

timbulkan oleh nyamuk salah satunya penyakit filariasis, sehingga


18

masyarakat dapat ikut berpartisipai dalam pemberantasan penyakit

filariasis.

8. Pengobatan

Hingga saat ini Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dan

Albendazole masih merupakan obat pilihan. Di Indonesia dosis yang

dianjurkan DEC adalah 5 mg/kg berat badan / hari selama 10 hari, dan

Albendazole adalah BB 60 kg: 15 mg/kgBB per hari, BB ˃ 60 kg: 400

mg/kgBB per hari selama 8- 30 hari. Efek samping DEC pada pengobatan

filariasis brugia jauh lebih berat, Bila dibandingkan dengan yang terdapat

pada pengobatan filariasis bancrofti. Efek samping dari pemberian DEC

adalah pusing, mual, ngantuk, muntah, keluar, cacing dari mulut/hidung,

dan untuk Albendazole sakit kepala, pusing, demam, mual dan muntah.

Untuk pengobatan masal pemberian dosis standar dan dosis tunggal tidak

dianjurkan, yang dianjurkan adalah pemberian dosis rendah jangka

panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau DEC) 0,2 – 0,4 %

selama 9 – 12 bulan. Stadium mikrofilaremia, gejala peradangan dan

limfadema dapat disembuhkan dengan pengobatan DEC. Pemberian DEC

berdasarkan umur adalah pada umur 2-5 tahun sebanyak 1 DEC + 1

Albenzazon, umur 6-14 tahun sebanyak 2 DEC + 1 Albenzazon, dan diatas

15 tahun 3 DEC + 1 Albenzazon (Gandahusada 2007, dalam Amelia,

2014).

Pengobatan masal filariasis adalah strategi memutus rantai

penularan filariasis dengan pendekatan pengobatan massal terhadap semua


19

penduduk di daerah endemis filariasis, secara serentak bersamaan dalam

waktu tidak lebih dari dua bulan, setiap tahun selama minimal lima tahun

berturut-turut (Ullyartha, dalam Syuhada, 2012).

Pengobatan masal dilaksanakan di daerah endemis filariasis yaitu daerah

dengan mikrofilaria rate ≥1 % dengan unit pelaksananya kabupaten/kota.

Pengobatan masal bertujuan untuk mematikan mikrofilaria yang ada di

dalam darah penduduk, sehingga dapat memutus rantai penularan

filariasis. Tujuan pengobatan masal adalah memutus rantai penularan

filariasis dengan menurunkan mikrofilaria rate menjadi < 1 % dan

menurunkan kepadatan rata-rata mikrofilaria dalam darah. Pengobatan

masal filariasis untuk sementara ditunda bagi anak berusia kurang dari 2

tahun, ibu hamil/menyusui, orang yang sedang sakit berat, penderita kasus

kronis filariasis sedang dalam serangan akut, anak dengan marasmus atau

kwashiorkor, lanjut usia. (Subdit Filariasis & Schistosomiasis Kemenkes

RI, 2011).

Sasaran pengobatan masal adalah seluruh penduduk yang tinggal

di daerah endemis, keuali :

1. Anak-anak berusia < 2 tahun.

2. Ibu hamil dan menyusui.

3. Orang yang sedang sakit.

4. Orang tua yang lemah.

5. Penderita serangan epilepsy.


20

Setiap orang yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya mendapat

pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak

menjadi sumber penularan terhadap masyarakat sekitarnya (Depkes RI,

2012).

9. Cara Penularan

Dikatakan terinfeksi filariasis apabila seseorang digigit nyamuk

mikrofilaria yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3),

nyamuk mendapat mikrofilaria karena menggigit/menghisap darah dari

penderita filariasis yang mengandung mikorifilaria.

Siklus penularan filarial:

1. Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor)

a. Saat nyamuk mengisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa

mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung

nyamuk.

b. Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas

selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju ke

rongga badan dan selanjutnya kejaringan otot thoraks.

c. Dalam jaringan otot thoraks larva stadium I (L1) berkembang

menjadi bentuk larva stadium II (L1) dan selanjutnya berkembang

menjadi larva stadium III (L3) yang efektif.

2. Tahap perkembangan dalam tubuh manusia

a. Didalam tubuh manusia larva L3 akan menuju sistem limfe dan

selanjutnya tubuh menjadi cacing dewasa jantan dan betina.


21

b. Melalui kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang

beredar dalam darah.

c. Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan

mikrofilaria W.bancrofti selama 9 bulan dan B.malayi, B.timori

selama 3 bulan di tubuh manusia.

10. Tanggung Jawab Petugas puskesmas

Menurut Kementrian Kesehatan Repubilk Indonesia (2010)

Tanggung jawab petugas puskesmas khususnya petugas terhadap

penyakit filariasis adalah:

1. Penemuan kasus klinis filariasis dilaksanakan oleh puskesmas

dengan melaksanakan kegiatan (a) kompanye penemuan dan

penatalaksanaan kasus klinis filariasis, (b) mendorong penemuan dan

melaporkan kasus oleh masyarakat, kepala desa, PKK, guru dan

pusat-pusat pelayanan kesehatan, (3) pemeriksaan dan penetapan

kasus klinis filariasis, (4) perekaman dan pelaporan data kasus klinis

filariasis.

2. Pengobatan masal dilakukan pada semua penduduk Kabupaten/Kota,

sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut-turut pengbatan

masal dapat ilakukan serentak pada seluruh wilayah Kabupaten/Kota

atau secara bertahap per kecamatan sesuai dengan kemampuan

daerah dalam mengalokasikan anggaran daerah untuk kegiatan

pengobatan masal, pengobatan masal secara bertahap harus dapat


22

diselesaikan diseluruh wilayah Kabupaten/Kota dalam waktu 5-7

tahun agar infeksi tidak terjadi.

3. Monitoring cakupan pengobatan masal dilaksanakan setiap tahun

setelah pengbatan masal survei evaluasi prevelensi mikrofilaria

dilaksanakan sebelum pengbatan masal tahun ketiga dan kelima.

4. Setifikasi dilakukan setelah pengobatan masal tahun kelimah.

Sertifikasi adalah penilaian untuk menentukan apakah

Kabupaten/Kota telah berhasil mengeliminasi filariasis.

5. Pengendalian nyamuk sebagai vektor penularan filariasis

dilaksanakan untuk memutus rantai penularan. Dilaksanakan secara

terpadu dengan pengendalian vektor penyakit malaria, demam

berdarah dan pengendalian vektor lainnya. Menurut Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI,2010).

11. Kontrol Petugas Pemberi Obat Filariasis

Petugas pemberi obat filariasis harus memastikan bahwa obat-obat

yang diberikan dalam pengobatan masal filariasis ditelan obat secara

langsung didepan petugas tersebut. Petugas kesehatan mengijinkan

masyarakat untuk minum obat dirumah sebelum tidur dapat mengurangi

efek samping yang diderita karena orang tersebut akan mengantuk dan

tidur. namun kebijakan ini melemahkan kontrol petugas terhadap

masyarakat untuk minum obat filariasis. kontrol petugas yang lemah

dapat mengakibatkan efektifitas pengobatan tidak optimal karena


23

kepatuhan masyarakat minum obat filariasis tidak dapat diketahui secara

langsung oleh petugas kesehatan (Niven, 2012).

12. Efek samping obat filariasis

Menurut Kusnanto (2010) bahwa salah satu penyebab terjadinya

penurunan cakupan pengobatan masal filariasis adalah adanya efek

samping dari pengobatan tersebut. Efek samping yang tidak

menyenangkan yang dirasakan masyarakat seringkali mengakibatkan

mereka tidak mau melanjutkan minum obat filariasis pada tahun

berikutnya dan kadang menyebabkan trauma pada penderita filariasis.

efek samping yang dirasakan dapat berupa reaksi umum yang terjadi

akibat respon imunitas individu terhadap matinya mikrofilaria. Reaksi

yang timbul seperti sakit kepala, pusing, demam, mual, muntah, dan

gatal-gatal. Reaksi umum hanya terjadi pada 3 hari pertama setelah

pengbatan masal dan dapat sembuh sendiri tanpa harus diobati.

B. Konsep Dukungan Keluarga

1. Pengertian dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal

yang melindungi seseorang dari efek stres yang buruk (Kaplan dan Sodak

2010). Dukungan keluarga merupakan tindakan penerimaan keluarga

terhadap anggota keluarganya berupa dukungan informasi, dukungan

penilaian,dukungan instrumental dan dukungan emosional (Friedman

2011).
24

2. Tipe keluarga

Dukungan keluarga terhadap seseorang dapat dipengaruhi oleh tipe

keluarga. Menurut Suparjitno 2014 dalam Friedman (2010) pembagian

tipe keluarga tergantung pada konteks keilmuan dan orang yang

mengelompokannya. Individu yang tinggal didalam keluarga besar akan

mendapatkan dukungan keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan

individu yang tinggal didalam keluarga inti secara tradisional tipe

keluarga yang di anut oleh masyarakat Indonesia adalah tipe keluarga

tradisional yang dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :

a. Keluarga Inti (nuclear family)

Merupakan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang di

peroleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga Besar (extended family)

Merupakan keluarga inti ditambah anggota keluarga yang lain masih

memiliki hubungan darah seperti kakek, nenek, paman dan bibi.

c. Keluarga Dyad

Keluarga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.

d. Single Parent

ssKeluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung.

e. Keluarga Usia Lanjut

Keluarga yang terdiri dari suami istri yang berusia lanjut.


25

3. Jenis-jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2013) terdapat empat tipe dukungan keluarga yaitu:

a. Dukungan Informasional

Sosial masyarakat juga berfungsi sebagai pemberi masukan, nasehat,

dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat

dibutuhkan individu.

b. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk beristirahat

dan juga menenangkan pikiran setiap orang pasti membutuhkan

bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi persoalan atau

masalah merasa terbantu kalau ada keluarga yang mau

mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang di hadapi

dengan memberikan dukungan seperti dalam bentuk memberikan

kasih sayang, perhatian, dan empati.

c. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai pencegah dalam pemecahan masalah dan

juga sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah yang sedang di

hadapi dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk

penghargaan positif yang diberikan kepada individu.

d. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal

pengawas kebutuhan individu seperti bantuan tenaga, dana dan

mampu meluangkan waktu untuk membantu dan melayani individu


26

keluarga lainya keluarga mencarikan solusi yang dapat membantu

individu dalam melakukan kegiatannya.

4. Tugas Kesehatan Keluarga menurut Bailon (2012).

a. Mengenal masalah kesehatan.

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

d. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang

sehat.

e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat.

5. Prinsip-prinsip keperawatan keluarga

Beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan dalam memberikan

asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah:

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.

b. Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga sehat merupakan

tujuan utama.

c. Asuahan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam

mencapai peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, perawat

melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan

masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan

preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.


27

f. Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, perawat

memanfaatkan sumberdaya keluarga semaksimal mungkin untuk

kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan

keperawatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan

menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga

adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan keperawatan kesehatan

dasar atau perawatan di rumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk kelompok resiko

tinggi.

6. Fungsi keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut friedman (2015) yaitu:

a. Fungsi afektif (The Affective Function)

Adalah fungsi kelurga yang paling utama untuk mengajarkan segala

sesuatu untuk mempersiapkan keluarga berhubungan dengan orang

lain.

b. Fungsi sosialisasi dan empat bersosialisasi

Adalah fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumus untuk

berhubungan dengan orang lain di luar rumah:


28

a. Fungsi reproduksi

Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.

b. Fungsi ekonomi

Adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi

dan tampak untuk mengembangkan kemampuan individu untuk

meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Fungsi lain:

1. Fungsi mendapatkan status sosial yaitu, keluarga yang dapat

dilihat dan dikategorikan serta sosialnya oleh keluarga lain yang

berbeda disekitarnya.

2. Fungsi religious yaitu, keluarga yang mempunyai tempat untuk

melakukan dan memenuhi kebutuhan keluarga/belajar tentang

agama dalam mengamalkan ajaran keagamaan.

3. Fungsi pendidikan yaitu, keluarga yang mempunyai pesan dan

tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anaknya untuk

menghadapi kehidupan dewasanya.

4. Fungsi rekreasi yaitu, merupakan tempat untuk melakukan

kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada diluar

rumah.

5. Fungsi afektif yaitu, keluarga merupakan tempat utama untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga

diluar rumah.
29

C. Konsep Dasar Kepatuhan

1. Pengertian Kepatuhan

Perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang

dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker.

Segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan,

salah satunya adalah kepatuhan minum obat. Hal ini merupakan syarat

utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Kepatuhan

ini juga merupakan suatu sikap yang merupakan respon yang hanya

muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang

menghendaki adanya reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa

yang telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh (Roberth,

2014).

2. Kepatuhan minum obat di pengaruhi oleh beberapa variabel yaitu:

a) Pemahaman tentang instruksi (Dukungan Sosial)

Tidak seorang pun dapat mematuhi sebuah instruksi jika ia salah

paham tentang isntruksi yang diberikan padanya. Pendekatan praktis

untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola dan

DiMatteo dalam Niven (2012) yaitu:

a. Buat sistrusksi tertulis yang jelas dan mudah diinterprestasikan

b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-

hal lain.

c. Instruksi harus ditulis dengan bahasa umum yang mudah

dimengerti.
30

b) Kualitas Interaksi (Dukungan dari Tenaga Kesehatan)

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan individu

merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat

kepatuhan. Hal ini dikarenakan pasien lebih merasakan perhatian

lebih, pasien dapat bertukar pendapat, dan lain sebagainya.Dukungan

petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi

perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna saat pasien

menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal

penting. Begitu juga mereka dapa mempengaruhi perilaku pasien

dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan

tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan

penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi

dengan program pengobatannya (Niven, 2012).

c) Isolasi Sosial dan Keluarga (Dukungan dari Keluarga)

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling

dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan

tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya,

karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan

dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan lebih


31

baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh

keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya (Niven, 2012).

d) Faktor Individu (Keyakinan, Sikap dan Kepribadian)

Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu rangasangan ataupun perasaan tidak setuju terhadap

rangsangan tersebut (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo 2012, bahwa sikap mempunyai 3 komponen

penting yakni : kepercayaan (keyakinan), kepribadian, dan usia,

yang merupakan ide dan konsep terhadap suatau objek, kehidupan

emosional terhadap suatu objek dan cenderung untuk bertindak.

ketiga komponen ini secara bersama-sama akan membentuk sikap yang

utuh maka harus ada pula pengetahuan (kognitif) yang mempunyai

mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami,

menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi

3. Jenis-Jenis Kepatuhan (Notoatmojo, 2012)

1. Ketidakpatuhan yang disengaja (Intentional Non Compliance)

Keterbatasan biaya pengobatan, sikap apatis pasien,

ketidakpercayaan pasien akan efektivitas obat.

2. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (Unintentional Non

Compliance)

Pasien lupa minum obat, Ketidaktahuan akan petunjuk

pengobatan.
32

4. Dosis Pemberian Obat Berdasarkan Umur

Umur DEC Albendazole

≥ 14 tahun /dewasa 3 tablet 1 tablet


6 – 14 tahun 2 tablet 1 tablet
2 – 5 tahun 1 tablet 1 tablet

Catatan: semua tablet diminum dalam satu kali waktu, Untuk

menghindari muntah saat minum obat, Obat diminum dengan air satu per

satu , Albendazole bisa dikunyah atau dihancurkan sebelum diminum.

5. Cara Meningkatkan Kepatuhan

a. Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat dan pentingnya

kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.

b. Meningkatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus

dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat

komunikasi lain.

c. Menunjukan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya atau

dengan cara menunjukan obat aslinya.

d. Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektivitas obat dalam

penyembuhan.

e. Memberikan informasi resiko ketidak patuhan.

f. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,

mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan.

g. Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen atau

sejenisnya.
33

h. Adanya dukungan dari pihak keluarga teman dan orang-orang

disekitarnya untuk selalu meningkatkan pasien agar teratur minum

obat demi keberhasilan pengobatan.

i. Apabila obat yang digunakan hanya diminum sehari satu kali,

kemudian pemberian obat yang digunakan lebih dari satu kali dalam

sehari mengakibatkan pasien sering lupa, akibat menyebabkan tidak

teratur minum obat.

6. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Ketidakpatuhan

Faktor yang perlu diperhatikan untuk menghindari ketidak patuhan

pasien adalah: penyakit pasien, individu pasien, sikap dokter, obat yang

diberikan, lingkungan berobat.

7. Akibat Tidak Patuh

Bertambah parahnya penyakit atau penyakit cepat kambuh lagi, terjadi

toksisitas keracunan. Bulan yang ditetapkan untuk minum obat pencegah

penyakit kaki gajah secara serentak diseluruh daerah endemis di

Indonesia, yaitu bulan oktober. Paket obat pencegah penyakit kaki gajah

Diethylcarbamazine Citrate (DEC) & Albendazole.

8. Penderita sakit yang harus Minum Obat Pencegah  di bawah

pengawasan dokter.
34

Kejadian Ikutan Umum yang Mungkin Muncul Setelah Minum Obat

Pencegah Penyakit Kaki Gajah: Mual/Muntah, Sakit kepala, Demam,

Mengantuk (Reaksi umum yang muncul biasanya hanya berlangsung

kurang darihari dan sembuh sendiri tanpa perlu diobati, jika terjadi hal

lain,  segera hubungi Puskesmas/dokter  terdekat.

Tanda dan Gejala Klinis


a. Gejala Akut
1. Demam berulang
selama 3-4 hari
2. Timbul benjolan yang
terasa panas dan nyeri
pada lipatan paha atau
ketiak tanpa adanya
D. Kerangka Teori
luka dibadan.
b. Gejala Kronis
Etiologi Filariasis 1. pembesaran kaki,
Penyakit filariasis
1. Wuchereria Bancrifi tangan, kantong buah
2. Brugia Malayi sakar, payudara dan
3. Brugia Timori alat kelamin pada
wanita maupun laki-
laki.
35

Perjalanan penyakit
1. Wuchereria Bancrofi
2. Cacing dewasa
3. Menghasilkan

Komplikasi mikrofilaria ke limfe

1. Cacat menetap pada dan darah

bagian tubuh yang 4. Larva 1

terkena infeksi 5. Larva 3

2. Elephantiasis 6. Terjadi filariasis


tungkai
3. Limfadema Dukungan Keluarga
4. Kiluria

Jenis- jenis Dukungan Keluarga


1. Dukungan Informasi
2. Dukungan Emosional
3. Dukungan Penilaian
4. Dukungan Instrumental

Kepatuhan Minum Obat Filariasis

Bagan 2.1 Kerangka Teori Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan

Minum Obat Filariasis


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIs

A. Kerngka Konseptual

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang diamati atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmojo, 2011). Penelitian ini terdiri dari variabel bebas

(independen) yaitu hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat filariasis sebagai variabel terikat (dependent). Berdasarkan pengertian

diatas maka dapat dibuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan keluarga Kepatuhan minum obat filariasis

Bagan 3.1 Kerangka Konseptual Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kepatuhan Minum Obat Filariasis

Keterangan:

: Diteliti

: Hubungan yang diteliti

36
37

B. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang

diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris.

Biasanya hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap ada atau tidaknya

hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent variabel) dan

variabel terikat (dependent variabel) (Nursalam, 2011). Hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

filariasis di puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten

Sikka.

Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat filariasis di Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penentu penelitian pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2011). Penelitian

ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan kuantitatif

merupakan penelitian yang mengkaji hubungan antara variabel dengan cara

mencari, menjelaskan hubungan, memperkirakan dan menguji teori yang ada

(Sugiyono, 2011). Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan

untuk menjawab pertanyaan ilmiah penelitian dan mengantisipasi beberapa

kesulitan yang mukin terjadi selama proses penelitian (Nursalam, 2011).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu metode dimana

variabel sebab akibat yang terjadi pada obyek penelitian dilakukan hanya

sekali saja dan pengumpulan data pada saat yang bersamaan atau tidak melihat

hubungan antara variabel berdasarkan perjalanan waktu.

B. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah setiap subyek (misalnya manusia,

pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua pasien yang terkena

38
39

penyakit filariasis yang berada di Puskesmas Watubaing, Kecamatan Talibura,

Kabupaten Sikka yang berjumlah 55 Orang.

C. Sampel, Sampling, Kriteria Inklusi Eksklusi, Besar Sampel

1. Sampel

Sampel adalah sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah

sebagian pasien penyakit filariasis yang berada di wilayah puskesmas

Watubaing, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka yang berjumlah 50

orang.

2. Sampling

Sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang

sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012). Cara pengambilan

sampel pada pasien penyakit filariasis dalam penelitian ini adalah dengan

cara non probality sampling yang menggunakan teknik purposive

sampling yaitu teknik pengambilan sampel atas pertimbangan peneliti

sendiri (Notoatmodjo, 2012).

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian

dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti.


40

1) Pasien yang bersedia menjadi responden.

2) Pasien yang berada diwilayah Puskesmas Watubaing.

3) Pasien filariasis.

4) Pasien yang berusia > 30 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang memenuhi kriteria inklusif. kriteria ekslusif dari

penelitian ini yaitu:

1) Pasien yang saat berlangsungnya penelitian tiba-tiba

menolak berpartisipasi karena sesuatu dan lain hal.

2) Pasien yang mengalami gangguan psikologi (kejiwaan).

4. Besar Sampel

Menurut Nursalam (2011) jika besar populasi < 1000 akan

menggunakan rumus slovin:

N
n¿
1+ N (d)²

Keterangan :

n= Besar sampel

N= Besar poulasi

D= Ketepatan yang diinginkan (0,05)

Untuk mendapatkan jumlah sampel adalah:

55
n¿
1+55 (0,05)²

55
n¿
1+55 (0,0025)²
41

55
n¿
1+ 0,137

= 50

Berdasarkan perhitungan diatas maka besar sampel dalam penelitian

ini adalah 50 pasien yang menderita penyakit filariasis.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok lain (Nursalam, 2011). Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).

1. Variabel independen (bebas)

Variabel bebas atau independen adalah variabel yang bisa diukur dan

diamati dengan variabel lainnya. Variabel ini dikenal dengan nama

variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga (Nursalam,

2011).

2. Variabel dependen (terikat)

Variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variable bebas.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan minum

obat filariasis (Nursalam, 2011).


42

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

obyek atau fenomena, yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain

(Nursalam, 2011). Dalam penelitian ini definisi operasional adalah sebagai

berikut:
43

No Jenis Definisi Parameter Alat Skala Kriteria

Variabel Operasional Ukur Penilaian:

0-1
1. Variabel 1. Dukungan sikap, 1.Dukungan kuesioner Nominal Kriteria:
tindakan, dan
Independen penerimaan Informasi, Mendukung
terhadap anggota
Dukungan keluarga. 2.Dukungan 1

Keluarga Emsional, Tidak

3.dukungan mendukung

Penilaian, 0

4.dukungan,

Instrumental

2. Variabel 1. Perilaku penderita Mentaati Kuesioner Nominal Kriteria:

Dependen yang mentaati petunjuk yang Patuh:


petunjuk yang di
Kepatuhan diberikan : 1
anjurkan oleh
penderita a. tepat dosis Tidak Patuh
kalangan tenaga
dalam b. tepat obat 0
medis dalam
Minum c. tepat waktu
mengkomsumsi
obat
obat filariasis
Filariasis

Table 4.1 Defenisi Operasional Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan

Minum Obat Filariasis di Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka

F. Instrument Penelitian dan Uji Instrumen


44

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian untuk variabel hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat filariasis menggunakan kuesioner dan

lembaran observasi. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

dibaca dan dijawab oleh responden penelitian (Suryanto, 2011).

Jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner dengan 20 pertanyaan. Jenis kuesioner yang digunakan adalah

kuesioner tertutup yang berisikan pertanyaan tertutup. Dengan kata lain,

kuesioner tertutup adalah kusioner yang berisikan daftar pertanyaan yang

sudah disediakan jawaban oleh peneliti (Sugiyono, 2010).

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Uji Instrumen

a. Uji Validitas

Uji validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Validitas alat

pengumpulan data sangat diperlukan sebelum dipergunakan dalam

penelitian. Instrumen tersebut harus benar-benar mengukur apa yang

akan diukur (Agustiantiningsih, 2013). Uji validitas dapat dalam

penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Waigete

sebanyak 50 orang.

b. Uji Reliabilitas
45

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo,

2011). Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas

data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas artinya

kestabilan pengukur, alat dikatakan reliabel jika digunakan berulang

dan nilainya sama. Sedangkan pertanyaan dikatakan reliabel jika

jawaban seseorang terhadap pertanyaan kuesioner atau stabil dari

waktu ke waktu. Rumus yang digunakan Cronbach Alpha (α ¿

sehingga alat ukur yang digunakan dapat dipercaya rumus Cronbach

Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument (Potter P.A &

Perry A.G. 2010).

Rumus alpha () =

ril= {} {1-²}

dimana :

ril : Reliabilitas instrument

k : banyaknya butir pertanyaan atau

banyaknya soal

∑s² : jumlah varian butir

Si² : varian total

Jika nilai alpha ˃ 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient

reability). Sementara jika alpha ˃ 0,80 ini mensugestikan seluruh

item reliabel dan yang kuat, atau ada pula maknanya sebagai

berikut :
46

jika alpha ˃ 0,90 maka reliabilitas sempurna

jika alpha antara 0,70-0,90 maka reliabilitas tinggi

jika alpha 0,50-70 maka reliabilitas moderat

jika alpha < 0,50 maka rendah

G. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Watubaing, Kecamatan

Talibura, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada hari/tanggal selasa 17 juli - 21 juli

2018.

H. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisa Data (Sukarno, 2003)

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu porses pendekatan kepada subjek dan

proses karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2011). Pada penelitian ini prosedur pengumpulan data akan

dilakukan terlebih dahulu, setelah peneliti memperoleh surat izin

penelitian pengambilan data dari Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan UNIPA,

KESBANGPOL, dan lokasi penelitian selanjutnya, peneliti

mempersiapkan instrument penelitian berupa kuesioner dan didampingi

oleh perawat yang bertugas di puskesmas Watubaing memilih respoden

sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah dibuat. Setelah menemukan


47

responden peneliti mengumpulkan responden pada satu tempat, kemudian

peneliti membagikan surat pernyataan menjadi responden, setelah

responden mau menjadi obyek penelitian, peneliti membagikan kuesioner,

setelah selesai mengisi kuesioner terakhir peneliti mengucapkan

terimakasih.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah penting agar dapat

memberikan informasi yang berguna. Dalam penelitian pengolahan data

merupakan salah satu langkah penting. Karena data yang dikumpulkan

masi berupa data mentah. Supaya data dapat member informasi yang

berguna, maka harus diolah terlebih dahulu sebelum disajikan.

Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Cleaning

Tahapan ini dilakukan pada saat mengumpulkan data kuesioner dari

responden. Periksa kembali apakah ada jawaban responden yang

ganda atau belum dijawab. Jika ada, sampaikan pada responden untuk

diisi atau diperbaiki jawaban pada kuesioner tersebut.

b. Coding

Memberi kode jawaban responden pada lembar kuesioner. coding

dukungan keluaga adalah jika responden menjawab benar maka diberi

nilai 1, jika salah diberi nilai 0. Coding untuk tingkat kepatuhan jika
48

responden menjawab benar maka diberi nilai 1, jika salah diberi nilai

0.

c. Editing

Peneliti mengumpulkan data memeriksa kembali kebenaran yang telah

diperoleh dari responden. Dengan kata lain apakah sudah siap untuk

diolah lebih lanjut. Kemudian mengedit jawaban responden untuk

mengecek lengkapnya pengisian kuesioner, kejelasan penulisan,

kejelasan makna jawaban dan relevansi dari jawaban.

d. Klasifikasi

Setelah data diedit, data kemudian dikelompokan sesuai dengan

kategori yang sudah ditentukan. Kategori variabel independen

dukungan keluarga nilainya 0-1, mendukung =1, tidak mendukung= 0,

Sedangkan untuk variabel dependen tingkat kepatuhan pasien pada

pasien filariasis kategori 0-1 patuh = 1, tidak patuh = 0.

e. Scoring

Memberi skor pada data yang telah dikumpulkan

f. Tabulating

Angka-angka setiap butir jawaban dijumlahkan sehingga diperoleh

skor keseluruhan yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pemberian

predikat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan selanjutnya data

yang sudah diklasifikasi dimasukan dalam tabel untuk menghitung

jumlah atau frekuensi data atau nilai presentasenya.


49

3. Analisa Data

Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner dan lembar observasi,

data kemudian ditabulasikan dan dikelompokan sesuai dengan sub variabel

yang akan diteliti. Analisa data dibedakan atas dua yaitu :

a. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui dan

memperlihatkan distribusi, frekuensi serta presentase masing-masing

variabel yang diteliti (Arikun, 2010). Pada penelitian ini distribusi

frekuensinya adalah variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

yaitu : dukungan keluarga. Variabel independen dipresentasikan

dengan menggunakan rumus yaitu sebagai berikut (Nursalam, 2011).

SP
P= X 100 %
SM

Keterangan :

P : Presentase

SP: Jumlah jawaban yang diperoleh

SM: Jumlah skor keluarga

Hasil penelitian untuk dukungan keluarga ditabulasikan dan

dijadikan dalam bentuk tabel distribusi kemudian diberi interprestasi

data (Nursalam, 2011). Jika keluarga mendukung maka memperoleh

nilai 1, dan tidak mendukung nilainya 0. Hasil penelitian lembar

observasi untuk pernyataan tingkat kepatuhan yang dibuat dalam dua

kategori jawaban menggunakan ketepatan skor sebagai berikut:


50

Jika penderita patuh maka memperoleh nilai 1, dan tidak patuh

memperoleh nilai 0. setelah semua data dikumpulkan melalui

kuesioner dan lembar observasi, langkah selanjutnya adalah

menganalisa data untuk dapat ditarik kesimpulan yaitu dengan

menggunakan analisa bivariat.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan suatu analisa yang digunakan untuk

melihat atau mengetahui hubungan atau kolerasi antara dua variabel

yaitu variabel dependen dan variabel independen, apakah variabel

tersebut mempunyai hubungan yang disignifikan atau tidak. Uji chi

square di gunakan untuk melihat kemaknaan perhitungan sistem

dengan perbandingan nilai p < a (0,05) maka ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dan dependen, sebaliknya jika p

˃ a (0,05) maka tidak ada hubungan bermakna antara variabel

independent dan dependent. Apabila syarat uji chi square tidak

dipenuhi maka digunakan uji fisher

Rumus :

df= (k-1) (b-1)

keterangan :

x2 : chi squre

fo : frekuensi yang diobservasi

fh : frekuensi yang diharapkan

k : jumlah kolom
51

b : jumlah baris

I. Etika Penelitian (Brokcoopp,1995)

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin yang disertai

proposal penelitian sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti

melakukan pemilihan setelah mendapatkan persetujuan dengan

memperhatikan masalah etika yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informan Consent)

Lembaran persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan dan tempat yang akan terjadi selama dan sesudah

pengumpulan data.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Upaya untuk menjamin asas penelitian Anonimity maka lembaran

pengumpulan data, nama responden tidak dicantumkan hanya

inisial pada masing-masing lembaran kusioner.

3. Kemanfaatan (Benefience)

Penelitian ini benar-benar bermanfaat bagi responden.

4. Kebebasan (Autonomy)

Penelitian ini , peneliti memberikan kebebasan kepada subjek yang

diteliti untuk meyetujui atau menolak menjadi responden.

5. Keadilan(Justice)
52

Upaya untuk menjamin kenyamanan responden peneliti

melaksanakan prosedur penelitian secara adil dan tidak

membedakan antara subjek yang satu dengan yang lainnya.

6. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasian informasi yang diberikan responden dijamin oleh

peneliti karena disajikan dalam hasil peneliti.


53

J. Kerangka Operasional/Kerangka Kerja

Populasi: Penderita Filariasis di Puskesmas


Watubaing sebanyak 55 orang

Total Sampling

Sampel :
Penderita filariasis berjumlah 50 orang

Variabel Independen : Pengumpulan Data Variabel Dependen:


Dukungan Keluarga menggunakan Kepatuhan minum obat
Kuesioner filariasis

Pengelolan Data:
Editing
Coding
Tabulating

Validitas dan Reliabilitas

Analisa Data : univariat dan Bivariat


(uji statistik Chi Square)

Hasil akir dan penarikan kesimpulan

Bagan 4.2 Kerangka Operasional/Kerangka Kerja Hubungan Dukungan Keluarga


Dengan Kepatuhan Minum Obat Filariasis
54

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum

Obat Filariasis dilaksanakan diPuskesmas Watubaing Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka pada tanggal 17 Juli - 21 Juli 2018. Puskesmas Watubaing

merupakan satu dari dua Puskesmas yang berada di Kecamatan Talibura

Kabupaten Sikka. Puskesmas Watubaing didirikan Oleh Ptr. Oto Bower, SVD

pada tahun 1974. Letak Puskesmas Watubaing tepatnya di Desa Talibura

Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas

tanah Puskesmas Watubaing secara keseluruhan 4.300 m 2 dengan batas-batas

wilayah :

Sebelah utara : berbatasan dengan jalan Maumere - Larantuka

Sebelah selatan : berbatasan dengan tanah Paroki Kristus Raja Watubaing

Sebelah timur : berbatasan dengan TKK. Lero Lema

Sebelah barat : berbatasan dengan SMPK Supra Talibura

Puskesmas Watubaing dipimpin oleh seorang kepala Puskesmas dan

dibantu oleh 91 tenaga kesehatan yang terdiri dari Dokter umum 2 orang,

Dokter gigi 1 orang, perawat 29 orang, perawat gigi 1 orang, bidan 34 orang,

rekam medik 1 orang, analis 3 orang, promosi kesehatan 1 orang, asisten

apoteker 1 orang, TTK 1 orang, administrasi 2 orang, fisioterapi 1 orang,

sanitarian 4 orang, nutrisionis 4 orang, pelaksana 2 orang, sopir 1 orang, juru


55

masak 1 orang dan cleaning service 2 orang. Puskesmas Watubaing memiliki

beberapa ruangan di unit rawat jalan di antaranya Ruang UKM, ruang kepala,

ruang tindakan, poli umum, Poli MTBS, poli gigi, Poli TB, Poli KIA, loket

pendaftaran, loket obat, laboratorium, Ruang KTU, gudang obat dan gudang

alat kesehatan. Puskesmas Watubaing juga membawahi 4 (empat) puskesmas

pembantu (Pustu) yang terdiri dari 4 (Empat) pustu aktif yaitu Pustu Bokang,

Pustu Darat Pantai, Pustu Wailamung dan Pustu Nebe. Di samping itu, terdapat

8 (delapan) unit polindes di masing-masing desa, lengkap dengan tenaga bidan

desa. Selain itu terdapat juga 36 Posyandu Balita dan 8 Posyandu Lansia.

Motto Puskesmas Watubaing yaitu Kesehatan anda wujud pelayanan kami,

Visi Puskesmas Watubaing yaitu Menjadi puskesmas berdikari dengan

pelayanan bermutu menuju masyarakat Talibura sehat dan Misi Puskesmas

Watubaing yaitu:

1. Memelihara dan meningkatan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat

beserta lingkungan.

2. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, profesional, merata dan

terjangkau bagi masyarakat secara efektif dan efisien.

3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

4. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dan

lingkungan yang sehat.


56

B. Data Umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel. 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis Kelamin Di


Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka
(n=50).

No Jenis Kelamin F %
1 Perempuan 37 74
2 Laki-Laki 13 26
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer, Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa responden sebagian besar

berjenis kelamin perempuan (74.0%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel. 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan Di


Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka
(n=50).

N No Pendidikan F %
1 TS 16 32
2 SD 32 64
3 SMP 2 4
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer, Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa responden sebagian besar

berpendidikan SD sebanyak 32 orang (64,0 %).


57

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel. 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Di Puskesmas


Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka (n=50).

No Umur F %
1 35-40 tahun 8 16
2 41-50 tahun 11 22
3 51-60 tahun 12 24
4 61-70 tahun 14 28
5 71-80 tahun 5 10
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer, Juli 2018

Berdasarkan tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa responden sebagian besar

berada pada rentang usia antara 61-70 tahun sebanyak 14 orang (28,0 %).

C. Data Khusus

1. Dukungan Keluarga

Tabel 5.5 Distribusi Dukungan keluarga di Puskesmas Watubaing


Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka (n=50)

Dukungan keluarga F %
Mendukung 44 88.0
Tidak mendukung 6 12,0
Total 50 100
Sumber: Data Primer, Agustus 2017

Berdasarkan tabel 5.5 Dapat disimpulkan bahwa responden sebagian

besar memiliki dukungan keluarga dengan kategori mendukung sebanyak

44 orang (88.0%), dan kategori tidak mendukungan sebanyak 6 orang

(12.0%) dari total responden 50 orang.


58

2. Kepatuhan minum obat Filariasis

Tabel 5.6 Distribusi kepatuahan minum obat di Puskesmas Watubaing


Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka (n=50)

Kepatuhan minum F %
obat
patuh 45 90.0
Tidak patuh 5 10.0
Total 50 100
Sumber: Data Primer, Agustus 2017

Berdasarkan tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa kepatuhan minum obat

filariasis sebagian besar dengan kategori patuh sebanyak 45 orang

(90.0%) dan tidak patuh sebanyak 5 orang (10,0%.) dari total 50

responden.

3. Hubugan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Filariasis

Di Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka

a. Uji Statistik dukungan keluarga Dengan kepatuhan minum obat pada

responden

Tabel 5.8 Tabulasi silang hubungan dukungan keluarga dengan


kepatuhan minum obat filariasis Di Puskesmas Watubaing Kecamatan
Talibura Kabupaten Sikka (n=50)

Kepatuhan minum obat


Dukungan keluarga Patuh Tidak patuh Total
F % F % f %
Mendukung 41 39.6 3 4.4 44 88.0

Tidak mendukung 4 5.4 2 6.0 6 12.0


Total 46 45 5 10.4 50 100
x² Hitung 4.125
x²Tabel 3.481
P value 0.042
Alpha 0.05
Sumber:Data Primer, juli 2018
59

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat yang tidak mendukung 6 orang (12.0) dan tidak

patuh 5 orang (10.0%) . Berdasarkan hasil out put yang terdapat pada

tabel 5.7 di atas didapatkan p value (0,042) < Alpha (0,05) dan nilai chi

square hitung (4,125) > chi square tabel (3,481) maka H0 di tolak dan Ha

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat filariasis Di Puskesmas

Watubaing Kabupaten Sikka.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Pada saat dilakukan penelitian banyak responden yang minder, dan tidak

fokus dalam pengisian kuesioner.

2. Pada saat mengisi kuesioner ada sebagian responden yang meminta

bantuan peneliti untuk membacakan pertanyaan kemudian responden

memilih jawaban sesuai pengetahuan responden dengan alasan matanya

sudah kabur-kabur sehingga tidak bisa melihat dengan jelas.


60

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat

Filariasis Di Puskesmas Watubaing Kabupaten Sikka

Berdasarkan hasil penelitian bahwa hubungan dukungan keluarga

sebagian besar berada pada kategori mendukung sebanyak 44 responden

(88.0%), tetapi masih ada sebagian keluarga yang tidak mendukung sebanyak

6 responden (12.0%). Penelitian yang serupa pernah di teliti olah Nadirawati

(2011) dengan judul hubungan Dukungan Kepala Keluarga dengan Partisipasi

Keluarga dalam Program Eliminasi (minum obat) Filariasis Di Majasetra

Kabupaten Bandung. Dukungan adalah bagian dari keluarga yang perananya

sangat penting untuk membentuk budaya yang sehat (Herlinawati, 2013).

Dukungan keluarga adalah langak yang sangat baik yang dilakuakan

untuk anggota keluarga yang sakit maupun dalam keadaan sehat baik melalui

upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative (Ali Zaidin, 2011).

Menurut Febrian Santi (2011) tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang

bermakna terhadap kepatuhan responden minum obat. Hal ini dibuktikan

dengan hasil tabulasi data.

Tingkat pendidikan SD berjumlah 32 orang 64.0%, SMP berjumlah 2

orang 4.0%, TS berjumlah 16 orang 32.0%. Tingkat pendidikan seseorang

atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, semakin tinggi

tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir rasional dan menangkap


61

informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru. Pada

umumnya cakupan perilaku atau keluasan wawasan sesorang sangat

ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang semakin tingginya tingkat

pendidikan seseorang maka kecenderungannya untuk memahami suatu hal

akan semakin muda.

Menurut pendapat peneliti bahwa hubungan dukungan keluarga

kepada pederita filariasi yang berada di Puskesmas Watubaing sebagian

besar sudah baik disebabkan karena banyak anggota keluarga yang

mendukung penderita minum obat filariasis tetapi ada juga keluarga belum

mampu mengupayakan agar anggota keluarganya mampu dan sadar untuk

minum obat filariasi sehingga ada sebagian juga penderita yang tidak patuh

minum obat. sehingga dengan adanya dukungan keluarga yang baik dan dapat

meneningkatkan atau memotivasi para penderita untuk semakin patuh dalam

minum obat filariasis.

B. Kepatuhan Penderita Minum Obat Filariasis Di Puskesmas Watubaing

Kabupaten Sikka

Berdasarkan hasil penelitian yang patuh terdapat 45 orang (90.0%)

responden sedangkan yang tidak patuh 5 orang (10.0%) responden.

Perilaku pasien yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang

dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker, atau

Segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan,

salah satunya adalah kepatuhan minum obat. Peneliti berpendapat bahwa

sebagian penderita tidak patuh mengkomsumsi obat filariasi disebabkan


62

karena ada keluarga tidak mendukung dan ada juga yang bosan harus minum

obat filariasi.

Pada keluarga sebaiknya selalu memperhatikan dan selalau

mendukung apabila ada keluarga yang sakit seperti di harapkan keluarga

dapat merawat, mengantarkan penderita saat kontrol , dan juga selalu

memperhatikan penderita jam atau waktu mengkomsumsi obat , sehingga

para penderita merasa senang dan semakin patuh dalam mengkomsumsi obat

filariasis.

C. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat

Filariasi Di Puskesmas Watubaing Kabupaten Sikka

Berdasarkan hasil uji chi square disimpulkan ada Hubungan

Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Filariasi . Penelitian

yang dilakukan oleh Nadirawati (2015) yang berjudul hubungan dukungan

kepala keluarga dengan parisipasi keluarga dalam program eliminasi (minum

obat) filariasi. keluarga yang mendukung sebanyak 85 orang (61,20%) yang

tidak mendukung sebanyak 54 orang (38,80%), yang berpartisipasi 80 orang

(57,60%) dan yang tidak ikut berpartisipasi sebanyak 59 orang (42,40%).

Hal ini menunjukan tidak semua responden yang mendukung minum obat

akan berpartisipasi dalam pelaksanaan program minum obat. Dan sebaliknya

tidak semua responden yang tidak mendukung program minum obat tidak

mengikuti program minum obat tersebut.

Dukungan keluarga dan kepatuhan seseorang dapat berubah jika

terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri


63

seseorang (Notoatmodjo dalam maulana 2009). Sesuai dengan penelitian

kardiatum (2016) yang berjudul “ hubungan dukungan keluarga dengan

pencegahan filariasi ” Hasil penelitian adalah dukungan keluarga terlihat dari

sebagian besar responden menunjukan adanya hubungan serta kepedulian

,saling menghargai, mendanai keperluan sesama anggota terjalin dengan baik

yang berjumlah 60,2 % dan yang memiliki dukungan yang kurang baik

sebanyak 39,8% dengan yang meliliki pencehagan yang baik seperti memkai

kelambu dan mengkomsumsi obat filariasi sebanyak 63,65 dan yang

pencegahanya kurang baik berjumlah 36,4 % .

Dukungan keluarga adalah tindakan penerimaan keluraga terhadap

anggota keluarganya berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental, dan dukungan emosional (friedma,2010). Hal ini

sesuai dengan penelitian Nadirawatii (2015) dengan Hasil uji Chi-Square ada

hubungan antara dukungan keluarga dengan partsipasi dalam mengikuti

eliminasi (minum obat) filariasi.

Menurut peneliti hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat filariasis sudah baik hal ini di karenakan sudah banyak keluarga

yang mendukung dan juga sudah banyak penderita yang patuh

mengkomsumsi obat filariasis.

Solusi yang dapat diberikan oleh peneliti kepada keluarga dan

penderita yang berada Di Puskesmas Watubaing agar selalu saling

menghargai, kepedulian ,mendanai keperluan sesama anggota, merawat


64

anggota jika sakit dan selalu memberika kasih sayang dan kenyamanan untuk

sesama anggota keluarganya.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Tutur Kardiatun (2016)

yang meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan pencegahan

filariasis Di Rasau jaya II Kabupaten Kubu Raya memperoleh hasil bahwa

ada hubungan yang bermakna antara dukungan kelurga dengan kepatuhan

minum obat filariasis dan penelitian Musafaah, dkk (2017) yang meneliti

tentang hubungan pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan akses

pelayanan kesehatan dengan kepatuhan masyarakat minum obat antifilariasis

Di Universitas Lambung Mangkurat Banjar Baru memperoleh hasil bahwa

ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat filariasis.

Solusi yang dapat diberikan oleh peneliti kepada keluarga dan

penderita yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Watubaing agar selalu

saling menghargai,kepedulian ,mendanai keperluan sesama anggota, merawat

anggota jika sakit dan selalu memberika kasih sayang dan kenyamanan untuk

sesama anggota keluarganya.

BAB VII
65

PENUTUP

A. Simpulan

1. Hubungan dukungan keluraga di Puskesmas watubaing Kabupaten Sikka


pada kategori mendukung sebanyak 44 orang (88.0%) dan tidak
mendukung 6 0rang (12.0%).
2. Kepatuhan penderita minum obat filarias di Puskesmas watubaing

Kabupaten Sikka pada kategori patuh 45 orang (90.0%) dan tidak patuh 5

orang (10.0%).

3. Ada Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum

Obat Filariasi Di Puskesmas Watubaing Kabupaten Sikka.

B. Saran

1. Responden

Diharapkan masyarakat baik itu orang tua, keluarga, maupun tokoh

masyarakat mempunyai kepedulian dan tanggung jawab terhadap

kepatuhan minum obat filariasi guna mencegah meningkatnya penyakit

filariasis.

Puskesmas dan Posyandu

Diharapkan bagi puskesmas dan posyandu setempat lebih meningkatkan

lagi program promosi kesehatan dengan mengarahkan atau memberikan

penyuluhan kepada masyarakat khususnya Ibu-ibu untuk lebih

memahami mengenai filariasis.

2. Bagi institusi pendidikan (profesi keperawatan)


66

Mengadakan praktek belajar lapangan keperawatan keluarga terhadap

kepatuhan minum obat dan dukungan kelurga dengan pencegahan

filariasis.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat memotivasi untuk peneliti selanjutnya agar lebih

meningkatkan lagi kemauan untuk meneliti hal-hal yang berkaitan

dengan filariasis secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA
67

Agustiantiningsih. 2013. Hubungan Antara Umur Dengan Praktek Pencegahan.

Ali Zaidin. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Armelia. (2014). Analisis Faktor Kejadian Penyakit Filariasis.Jurnal Kesehatan

V01 1..ISSN 2252-6528.Universitas Negeri Semarang.Indonesia.

Ardias, dkk. (2012). Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang

Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Sambas.Jurnal

Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol.11 NO.2/Oktober 2012

Depkes RI. 2010. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Filariasis Ditjen PP & PL.

Jakarta

2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Berita Negara

Indinesia

Dinkes Sumut. 2010. Penakit Filariasis.Sumatera Utara

Friedman. 2011. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 3.Jakarta:EGC

Herlinawati. 2013. Konsep dan proses keperawatan keluarga. Jakarta: Pustaka

Idialusi. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

tentang penyakit Filariasis dengan tindakan Masyarakat dalam

Pencegahan Filariasis

Irianto, K. 2013. Parasitologi Medis.Bandung:Alfabeta.

Jhon. 2010. Zonosis:Infeksi Yang Ditularkan dari Hewan ke

Manusia.Jakarta:EGC Penerbit Buku Kedokteran


68

Kemenkes RI. 2014. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bulan Eliminasi Penyakit

Kaki Gajah. Jakarta :Pustaka

. 2010. Epidemlogi Filariasis Di Indonesia (internet) Tersisa

Dalam : http: (http/www.kemkes.go.id di akses tanggal 15 Oktober

2015)

. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis

di Indonesia 2010-2014. Subdit Filariasis dan Schistomiasis

Direktorat P2B, Ditjen PP dan PL. Kemenkes RI.

Masrizal. 2013. Penyakit Filariasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 7, No.1

Studi Literatur. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

Nadirawati. 2011. Hubungan Dukungan Kepala Keluarga Dengan partisispasi

Keluarga dalam program Eliminasi (minum Obat) Filariasis di Majasetara

Kabupaten Bandung

Niven. 2012. Psikologi Kesehatan:Pengantar untuk Perawat dan Tenaga

Kesehatan Profesinal lain, Edisi kedua, Jakarta :EGC

Notoatmodjo. 2012. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.PT. Rineka Cipta.

Nurlaila. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan

masal di kelurahan non endemis filariasis kota pekalongan, Volume 5,

Nomor 4, Oktober (ISS: 2356-3346).

Nursalam. 2011. Meteodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. (3, Ed) Jakarta:

Salemba Medika.

Potter P. 2010. Fundamental Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.


69

Lampiran 7

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Filariasis

Di Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka.

A. Biodata Responden

Nama :………………..

Umur :……tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Tingkat Pendidikan : Tidak Sekolah SD

SMP SMA Lain

Pekerjaan :

B. Kepatuhan minum obat, dukungan keluarga

Petunjuk

Berilah tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai jawaban saudara

pada kuesioner
70

KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT

No Pertanyaan Ya Tidak
1. Saya minum obat sesuai dosis yang diberikan

yaitu 3x1 (3 tablet DEC 100 mg dan 1 tablet

Albendazole 400 mg)


2. Saya minum obat tidak sesuai dengan dosis yang

diberikan
3. Saya selalu datang mengambil obat dipuskesmas

pada waktu yang telah ditentukan


4. Saya perna tidak datang mengambil obat

dipuskesmas pada waktu yang telah ditentukan


5. Saya selalu minum obat didepan petugas

kesehatan pada waktu pembagian


6. Saya belum perna membuang obat
7. Saya penah membuang obat
8. Saya pernah mengganti obat filariasis dengan obat

tradisional lain
9. Saya belum pernah minum obat karena takut ada

efek samping
10. Saya pernah minum obat tetapi muntahh kembali

karena pahit

KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA

No Pertanyaan Ya Tidak

.
11. Keluarga membantu saya dalam hal mencari

informasi untuk pengobatan penyakit saya


12. Keluarga mendampingi saya pada saat minum
71

obat
13. keluarga mengingatkan saya waktu minum obat

dan apa saja efek sampingnya


14. Keluarga selalu menemani saya ketika mengontrol

ke puskesmas
15. Keluarga menyediakan kendaraan bila mengontrol

ke puskesmas
16. Keluarga pernah melarang saya jangan minum

obat nanti ada efek samping


17. Keluarga saya mengharapkan agar saya cepat

sembuh
18. Kesembuhan saya tidak diharapkan oleh keluarga

saya
19. Keluarga sudah tidak menganggap saya sebagai

bagian dari keluarga lagi


20 Keluarga memperhatikan saya ketika saya sakit

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Ijin Pengambilan Data Awal


Lampiran 2 : Jadwal Kegiatan
Lampiran 3 : Rincian Biaya
Lampiran 4 : Lembar Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 5 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 6 : Kuesinor Penelitian
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Proposal
72

Lampiran 2
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No Jenis Waktu Pelaksanaa
Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi
Judul dan
ACC Judul
2 Pengumpulan
Data Awal
3 Konsul BAB
I, II, III, dan
IV
4 Persiapan
Seminar
Proposal
73

5 Kontrak
Waktu Ujian
6 Ujian
Proposal

Lampian 3

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

Pengetikan / Print : Rp. 200.000,-


Biaya Ujian : Rp. 1.000.000,-
Biaya Transportasi : Rp. 75.000,-
Kertas A4 80 gram 2 rim : Rp. 106.000,-
Total : Rp. 1.381.000,-
74

Lampiran 4

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Bapak / Ibu / Sdr. Calon Responden
di Puskesmas Watubaing Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka
Saya mahasiswa SI Keperawatan Fakultas Ilmu- Ilmu Kesehatan
Universitas Nusa Nipa Maumere, semester V111, Nama Anyunti Andiawan Dua
Bura, akan melakukan penelitian dengan judul “ HUBUNGAN DUKUNGAN
KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT FILARIASIS DI
PUSKESMAS WATUBAING KABUPATEN SIKKA”. Untuk itu saya harap
75

kesediaan Bapak atau Ibu Sdra/i, untuk menjadi responden dalam penelitian.
Selanjutnya saya minta kesediaan Bapak, Ibu dan Sdra/i untuk mengisi kusioner
dengan sejujurnya dan apa adanya. Jawaban serta identitas Bapak, dan Ibu Sdra/i
akan dijamin kerahasiaanya.
Demikian permohonan saya atas kesediaan dan bantuan serta kerjasama
dari Bapak, Ibu dan Sdra/i saya ucapakan banyak teriam kasih.

Maumere, Mei 2018


Hormat Saya,

Anyunti Andiawan Dua Bura


011 140001

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul : HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN


KEPATUHAN MINUM OBAT FILARIASIS
DI PUSKESMAS WATUBAING KECAMATAN
TALIBURA KABUPATEN SIKKA

Penyusun : Anyunti Andiawan Dua Bura


Pembimbing I : Ns. Agustina Sisilia Wati D.Wida,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Pembimbing II : Yohanes P. Pati Rangga, S.KM.,M.P.H.
76

Bahwa saya diminta untuk berperan serta dalam peneltian ini sebagai
responden dengan mengisi kuesioner yang telah diberikan peneliti, sebelumnya
telah dijelaskan kepada saya tentang maksud tujuan penelitian ini dan saya
mengerti bahwa peneliti akan merahasiakan data dan informasi yang saya berikan
bila pertanyaan yang diajukan menimbulkan ketidaknyamanan bagi saya. Peneliti
akan menghentikan pengumpulan data ini dan saya berhak untuk mengundurkan
diri.
Demikian secara sadar dan sukarela tidak ada unsure paksaan dari
manapun, saya berperan serta dalam penelitian ini dan bersedia
menandatangani lambat persetujuan ini.

Maumere, Juni 2018

Responden

Anda mungkin juga menyukai