Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

REUMATOID ARTHRITIS

Disusun Oleh:
Hafsa Ahdiyatunnisa
214120071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2020
KONSEP PENYAKIT REUMATOID ARTHRITIS

a. Definisi Reumatoid Arthritis


Rhematoid Arthritis merupakan penyakit autoimun, dimana target dari sistem
imun adalah jaringan yang melapisi sendi sehingga mengakibatkan pembengkakan,
peradangan dan kerusakan pada sendi (The Arthritis Society, 2015)
Menurut Suarjana (2009), Rhematoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang
ditandai dengan terdapatnya sinovitas erosif simetrik yang terutama mengenai
jaringan persendian, sering kali juga melibatkan ogan tubuh lainnya. Pasien dengan
gejala penyakit kronik apabila tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan
persendian dan deformitas sendi yang progresif disabilitas bahkan kematian.
Rhematoid Arthritis menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampaksosial dan
ekonomi yang besar. Diagnosa dini sering menghadapi kendala karena pada masa dini
sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan
dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang
adekuat (Febriana, 2015)
Menurut pengertian dari ketiga diatas, Rhematoid Arthritis merupakan penyakit
autoimun yang mengenai jaringan persendian, banyak mengenasi penduduk pada usia
produktif. Penyakit Rhematoid Arthritis apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian. [CITATION Hus17 \l 1057 ]
b. Etiologi
Beberapa analisis genomik menunjukkan bahwa etiologi rheumatoid arthritis
dipengaruhi faktor regulasi imun yang menjadi predisposisi penyakit ini, seperti
seleksi sel T, presentasi antigen, atau perubahan dalam afinitas peptida, yang
secara autoreaktif memicu respon imun adaptif. Salah satu faktor imunologi yang
telah lama diketahui adalah adanya human leukocyte antigen (HLA)-DRB1 yang
ditemukan pada pasien dengan temuan faktor rheumatoid atau ACPA positif.
Terdapat beberapa faktor risiko yang telah diketahui berhubungan dengan etiologi
rheumatoid arthritis, seperti:
1) Genetik
Kerentanan terhadap rheumatoid arthritis berkaitan dengan hipervariabilitas alel
DRβ1, yang dikenal sebagai kerentanan epitope. Selain itu, 70% pasien memiliki
korelasi genetika pada HLADR4 dibandingkan kelompok kontrol dengan
peningkatan risiko rheumatoid arthritis sebesar 4 hingga 5 kali lipat. Gen lain
yang terlibat dalam perjalanan penyakit ini adalah protein tyrosine phosphatase
22  (PTPN 22) lokus TRAF1/C5, 6q23, 4q27, CD40, dan CCL21 pada populasi
Kaukasia, serta peptidyl arginasedeiminase (PADI-4), FCRL3,
dan SLC22A4 yang meningkatkan risiko timbulnya rheumatoid arthritis dua kali
lipat terutama pada populasi Asia.
2) Infeksi
Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, Proteus sp.,
dan Escherichia coliberkaitan dengan risiko timbulnya rheumatoid arthritis secara
langsung serta melalui produknya seperti heat-shock proteins.  Salah satu
mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya induksi faktor rheumatoid, yang
merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang melawan Fc pada
imunoglobulin.Secara khusus, rheumatoid arthritis berhubungan dengan penyakit
periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh Porphyromonas gingivalis yang dapat
memicu sitrulinisasi protein.
3) Usia dan Jenis kelamin
Risiko rheumatoid arthritis lebih besar dua hingga tiga kali lipat pada wanita
dibandingkan pria serta ditemukan pada usia lanjut dengan rata-rata usia awal 43
tahun. Keadaan ini berhubungan dengan kondisi hormonal seperti titer
dehidroepoandrosteron, estradiol, dan testosteron.
4) Lingkungan
Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR pada
rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-sitrulinasi positif (salah
satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin modifikasi pada paru). Paparan
terhadap rokok, dan beberapa faktor lingkungan lainnya, dapat memicu
mekanisme yang mempercepat deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada
autoantigen yang terdapat dalam paru melalui up-
regulation aktivitas peptidylarginine–deiminase makrofag yang diaktifkan saat
apoptosis.
Pada reumatoid artritis dengan ACPA negatif, obesitas meningkatkan risiko
insiden melalui pengaruh adipokin sebagai agen pro-inflamasi. Sebagai contoh,
visfatin mengaktivasi leukosit dan melindunginya dari apoptosis. Obesitas juga
meningkatkan kerusakan struktural sendi pada pasien dengan rheumatoid arthritis
serta menurunkan respon terapi dengan agen anti-TNF.
c. Tanda dan Gejala

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika
jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau
tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya
merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves,
Roux & Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.
Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan
stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan
gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis
(Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah
capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian
kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut,
bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium
penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1) Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
2) Destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3) Deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini
sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada
sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah
digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan
imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur
sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh
ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya
dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada
lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula
sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga
pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa
hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

d. Patofisiologi dan Pathway


1) Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-
enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadiedema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan
degeneratifdengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,
1996).
2) Pathway

Infeksi dengan kecenderungan virus

Nyeri Reaksi peradangan

< informasi tentang Sinovial menebal

Proses penyakit
Pannus Nodul Deformitas sendi

Kurang pengetahuan
Gg. Body image
Infiltrasi ke dalam

Os. Subcondria

Hambatan nuterisi pada


kartilago artikularis

Kartilago nekrosis
Kerusanakan
kartilago dan tulang
Erosi kartilago

Tendon dan ligamen


melemah Adhesi pada
permukaan sendi

Mudah luksasi dan


subluksasi
Ankilosis fibrosa Ankilosis tulang

Hilangnya kekuatan Terbatasnya gerakan


Kerusakan sendi
otot sendi

Gg. Mobilitas fisik


Resiko cedera Defisit perawatan diri
e. Penatalaksanaan
1) Pencegahan

Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitan-penelitian sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menekan faktor risiko:

a) Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengurangi risiko


peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang
menggunakan 1.314 wanita penderita RA didapatkan mengalami perbaikan
klinis setelah rutin berjemur di bawah sina UV-B.
b) Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi. Gerakan-
gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke
belekang pantat, ataupun gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin,
aerobik juga dapat dilakukan atau senam taichi.
c) Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat
untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan
olahraga dapat mengurangi risiko terjadinya radang pada sendi.
d) Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, jeruk,
bayam, buncis, sarden, yougurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C,D,E
juga sebagai antioksidan yang mampun mencegah inflamasi akibat radikal
bebas.
e) Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada
senddi juga terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air
dalam jumlah yang cukup dapat memaksimalkan sistem bantalan sendi yang
melumasi antar sendi, sehingga gesekan bisa terhindarkan. Konsumsi air yang
disarankan adalah 8 gelas setiap hari. (Candra, 2013)
f) Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa merokok
merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan
RA yang bisa dilakukan masyarakat ialah tidak menjadi perokok aktif maupun
pasif. (Febriana, 2015)
2) Penanganan
Penatalaksaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan
pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan
pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut.
(Kapita Selekta, 2014)
a) NSAID (Nonsteroid Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID
yang dapat diberikan antara lain : aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam,
dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang
rawan sendi dari proses destruksi.
b) DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi
oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD
dapat diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
c) Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek
DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu.
d) Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya
dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat
mulai dilakukan fisioterapi.
e) Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita
Selekta,2014)

OBAT ONSET DOSIS KETERANGAN


Sulfasalazin 1-2 bulan 1x500mg/hari/io Digunakan sebagai lini
ditingkatkan pertama
setiap minggu
hingga
4x500mg/hari
Metotreksat 1-2 bulan Dosis awal 7,5-10 Diberikan pada kasus
mg/ minggu/IV lanjut dan berat. Efek
atau peroral 12,5- samping : rentan infeksi,
17,5 mg/ minggu intoleransi GIT, gangguan
dalam 8-12 fungsi hati dan
minggu hematologik
Hidroksiklorokuin 2-4 bulan 400 mg/hari Efek samping: penurunan
tajam penglihatan, mual,
diare, anemia hemolitik
Asatioprin 2-3 bulan 50-150 mg/hari Efek samping : gangguan
hari, gejala GIT,
peningkatan TFH
D-penisilamin 3-6 bulan 250-750mg/hari Efek samping : stomatitis,
proteinuria, rash

f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Kimia klinik
c) urinalisis
2) Pemeriksaan Radiologi
3) LED : Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin kembali normal
sewaktu gejala-gejala meningkat.
4) Protein C-kreaktif : Positif selama masa eksaserbasi
5) SDP : Meningkat pada waktu timbul proses imflamasi
6) JDL : Umumnya menunjukan anemia sedang
7) Ig (IgM dan IgD) : Peningkatan besar menunjukan proses autoimun sebagai
penyebab AR
8) Sinar X dari sendi yang sakit : Menunjukan pembekakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal)
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
9) Scan radionuklida : Identifikasi peradangan sinovium
10) Artoskopi langsung : Visualisasi dari area yang menunjukan
iregularis/degenerasi tulang pada sendi.
11) Aspirasi cairan sinovial : Mungkin menunjukan volume yang lebih besar dari
normal, buram, berkabut, munvulnya warna kuning (respon imflamasi,
perdarahan, produk-produk pembuangan degeneratif), elevasi SDF dan
leukosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dab C4).
12) Biopsi membran sinovial : Menunjukan perubahan imflamasi dan
perkembangan panas.
ASUHAN KEPERAWATAN
Rheumatoid Arthritis
a. Pengkajian
1) Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.
registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan,
tanggal masuk RS.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Kekakuan dan adanya nyeri pada area sendi jari tangan simetris kiri dan kanan.
Biasanya timbul pada pagi hari dengan durasi 1 jam.
b) Riwayat kesehatan masalalu
Sejak 6 bulan yang lalu pasien mengalami mudah lelah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
3) Data Biologis
a) Pemeriksaan fisik
Saat pemeriksaan fisik hasil yang didapat :
Pembengkakan, nodul, kemerahan, dan nyeri pada area sendi jari tangan simestrin
kiri dan kanan.
b) Data penunjang
Rhematoid Factor 1/80 positif
b. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Reakasi faktor Nyeri
- Klien mengeluh adanya nyeri di dengan antibody,
area sendi jari tangan simetris faktor metabolik,
kiri dan kanan. Biasanya timbul infeksi dengan
pada pagi hari dengan durasi kecenderungan
lebih dari 1jam virus
Do:
- Pembengkakan Reaksi peradangan
- Nodul
- Kemerahan Nyeri
- Nyeri di area tersebut
Kadar rematid faktor 1/80 positif
2. Ds : Reaski faktor Gangguan
mobilisasi fisik
- Klien mengeluh adanya dengan antibody,
kekakuan diaera sendi jari faktor metabolik,
tangan simetris kanan kiri infeksi dengan
timbul pada pagi hari dengan kecenderungan
durasi 1 jam. virus
- Klien mengatakan mudah lelah
- Nyeri Reaksi peradangan
Do: -
Sinovial menebal

Panas

Infeksi kedalam
os.subcondira

Hambatan nutrisi
pada kartilago
artikulasi

Kartilago nekrosis

Adhesi pada
permukaan sendi

Ankilosis fibrosa
Kekuatan sendi

Gangguan
mobilisasi fisik

2. Ds: Reaksi faktor Difisit Perawatan


Diri
- Klien mengatakan mudah lelah dengan antibody,
- Nyeri diarea sendi jari tengah faktor metabolik,
simetris kanan kiri infeksi dengan
- Kekakuan kecenderungan
- Penurunan nafsu makan virus
- Penurunan BB
Do : - Reaksi peradangan

Sinovial menebal

Panus

Infiltrasi ke dalam
os subcondria

Hambatan nutrisi
pada kartilago
artikularis

Kartilago nekrosis

Erosi kartilago

Adhesi pada
permukaan sendi
Anbilosis fibrosa

Kekuatan sendi

Terbatasnya
gerakan sendi

Defisit Perawatan
Diri

a. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan proses inflamasi, destruksi sendi
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal nyeri, penurunan
kekuatan otot, kekkuatan sendi
3) Defirit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, penurunan
otot, nyeri pada waktu bergerak.

b. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri Akut Setelah di lakukan 1.Selidiki keluhan 1. Membantu dalam


1. berhubungan tindakan nyeri, catat lokasi dan menentukan kebutuhan
dengan agen keperawatan selama intensitas (skala 0-10) manajemen nyeri dan
pencedera, 2x24 jam nyeri 2. Berikan keefektivan program
2. Matras yang lembut
distensi jaringan pasien hilang dengan matras/kasur keras,
dan empuk, bantal yang
oleh akumulasi kriteria hasil : bantal kecil. besar akan mencegah
cairan proses 1. Menunjukan Tinggikan linen pemeliharaan kesejajaran
inflamasi, nyeri tempat tidur sesuai tubuh yang tepat,
destruksi sendi hilang/terkontrol kebutuhan. menempatkan stres pada
2. Terlihan rileks, 3. Biarkan pasien sendi yang sakit.
dapat mengambil posisi Peninggian linen tempat
tidur/beristirahat yang nyaman pada tidur menurunkan tekanan
dan berpartisipasi waktu tidur atau pada sendi yang
dalam aktivitas duduk di kursi. terinflamasi.
sesuai Tingkatkan istirahat di 3. Pada penyakit yang
berat/eksaserbasi, tirah
kemampuan tempat tidur sesuai
3. Menggabungkan indikasi. baring mungkin
keterampilan 4. Dorong untuk diperlukan (sampai
relaksasi dan sering mengubah perbaikan objektif dan
aktivitas hiburan posisi. Bantu pasien subjektif didapat) untuk
membatasi nyeri atau
ke dalam kontrol untuk bergerak di
cedera.
nyeir tempat tidur, sokong 4. Mencegah terjadinya
sendi di atas dan di kekakuan sendi dan
bawah, hindari kelelahan umum.
gerakan yanh Menstabilkan sendi,
menyentak mengurangi gerakan atau
5. Anjurkan pasien rasa sakit pada sendi.
untuk mandi air 5. Panas meningkatkan
hangat atau mandi relaksasi otot dan
pancuran pada waktu mobilitas, menurunkan
bangun dan/atau pada rasa sakit dan melepaskan
kekakuan di pagi hari.
waktu tidur. Sediakan
Sensitivitas pada panas
waslap hangat untuk dapat dihilangkan dan
mengompres sendi- luka dermal dapat di
sendi yang sakit sembuhkan.
beberapa kali sehari. 6. Meningkatkan
6. Berikan masase relaksasi/mengurangi
yang lembut tegangan otot.
7. Libatkan dalam
aktivitas hiburan yang
sesuai untuk situasi
individu.
8. Beri obat sebelum
melakukan
aktivitas/latihan yang
di rencanakan sesuai
dengan petunjuk.
9. Kolaborasi obat-
obatan sesuai
petunjuk, seperti :
Ibuprofen, naproksen,
sulindak, piroksikam,
panoprofen.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Bantu klien 1. Untuk memelihara
mobilitas fisik
tindakan melakukan ROM fungsi sendi dan
berhubungan
dengan keperawatan .. x 24 aktif maupun kekuatan otot
deformitas
jam diharapkan pasif : untuk meningkatkan
skeletal nyeri,
penurunan mobilitas persendian memelihara fungsi elastisitas serabut-
kekuatan otot,
klien meningkat sendi dan kekuatan serabut otot
kekuatan sendi
dengan kriteria : otot meningkatkan 2. Untuk meningkatkan
1. Peningkatan elasitias serabut- kemampuan mobilisasi
aktivitas fisik serabut otot 3. Untuk melihat
pasien 2. Rencanakan perkembangan pasien
2. Meningkatkan program latihan 4. Agar pasien tidak
kekuatan dan
setiap hari (bekerja kelelahan
kemampuan
berpindah sama dengna 5. Agar lingkungan
dokter dan aman bagi pasien
fisioterapi)
3. Lakukan observasi
untuk setiap kali
latihan
4. Berikan istirahat
secara periode
5. Berikan
lingkungan yang
aman misal,
menggunakan
pegangan selama
dikamar mandi,
tongkat yang
ujungnya karet
sehingga tidak
licin.
3. Defisit Setelah dilakukan Bantuan perawatan Aktivitas keperawtaan:
perawatan diri a. Untuk mengetahui
tindakan diri, mandi/hygiene
berhubungan
dengan keperawatan selama Aktivitas tingkat kebersihan
kerusakan tubuh pasien
3x24 jam dengan keperawatan:
muskuloskeletal, b. Sebagai alat bantu
penurunan otot, tujuan pasien dapat a. Kaji kebersihan
nyeri pada untuk melakukan
melakukan tubuh psien.
waktu bergerak perawatan diri pasien
perawatan diri secara b. Kaji kemampuan
c. Untuk meningkatkan
mandiri dengan untuk menggunakan kemandirian pasien
kriteria hasil: alat bantu.
Penyuluhan untuk
1. Dapat melakukan c. Bantu untuk
pasien/keluarga:
perawatan melakukan
Agar pasien dapat
hygiene secara perawatan mandiri. berkeinginan untuk
melakukan perawatan diri
mandiri
Penyuluhan untuk setiap hari
2. Kebutuhan
pasien/keluarga:
perawatan diri
Anjurkan keluarga
pasien terpenuhi
untuk menyediakan
peralatan mandi dan
gosok gigi setiap hari
Mandiri:
1. Diskusikan tingkat
fungsi umum (0-4)
sebelum
timbulawitan/eksas
erbasi penyakit dan
potensial
perubahan
yangsekarang
diantisipasi.
2. Pertahankan
mobilitas, kontrol
terhadap nyeri dan
programlatihan.
3. Kaji hambatan
terhadap partisipasi
dalam perawatan
diri.Identifikasi/ren
cana untuk
modifikasi
lingkungan
Kolaborasi:
1. Konsul dengan ahli
terapi okupasi.
2. Atur evaluasi
kesehatan di rumah
sebelum
pemulangan
denganevaluasi
setelahnya.
3. Atur konsul
dengan lembaga
lainnya, mis.,
pelayanan
perawatan rumah,
ahli nutrisi.

Anda mungkin juga menyukai