Anda di halaman 1dari 5

Tugas Al Quran dan Orientalisme

Muhammad Luthfan Hibatullah


(Mahasiswa At-Taqwa College Depok)

1. Abraham Geiger, (was hat mohammed au dem juentue of genneemon,) Thedor


Noldeke (Beitrage Zur Kenntnis der Poisie der Alten Araber,) Arthur Jeffery
(Progges in the Study of Quran Text), Theodor William Juynboll (Yahya ibn Adam:
Le Livre de I’impot foncier,) Arthur John Arberry (Rubaiyyah Al Khayyam,) Claude
de Somaise (Plinianae Excercitatationes in Solinmum,) Ignac Golhidzer (Muhadhorot
Fi al-Islam,) Josep Schaht (Introduction to Islamic Law) Theodor Bibliander
(Machometis SaracenorumPrincipes, eiusque succesorum eitae, ac doctrina, ipseque
al coran, que valent authentico legum divinarumeoidice Agareni et Turcae), Michelle
Zwetler (The Oral Tradition of Clasical Arabic Poetry) sebuah ringkasan dari
Mu’jam al Buldan-nya Yaqut Al Hamawi, Josep Schaliger de eme datione timporum.
Kritikan terhadap Abraham Geiger yang berpendapat bahwa Al Quran bersumber
dari agama Yahudi, yang pada naskah naskahnya terdapat beberapa kesamaan, mulai
dari bahasanya seperti gehonom, eden, torah, heber. Atau pun yang menyangkut
dengan keimanan atau doktrin, seperti konsep Tuhan, penciptaan alam dalam enam
masa, tujuh langit dan sebagainya.
Jika kita menelusuri sejarah, maka agama samawi adalah bermula dari satu Nabi
yaitu nabi Ibrahim, sangat tidak benar bila agama samawi berasal dari Nabi Musa
yang dianggap sebagai asal dari agama samawi, disebabkan karena Nabi Ibrahim
hidup lebih dahulu dan terpaut waktu yang jauh dengan Nabi Musa. Karenanya al-
Quran menjadi pelengkap atau penyempurna dari kitab kitab yang diturunkan oleh
Allah sebelumnya. Hal ini seharusnya menjadi mukjizat bagi Al Quran karena al
Quran sendiri telah menyebutkan bahwa dirinya adalah sebagai pelengkap dari kitab
terdahulu. Kritikan yang kedua adalah belum tentu keabsahan yang berada pada Kitab
taurat dan Talmod Yahudi lebih otentik daripada yang ada pada al-Quran.
Kritikan terhadap Theodor Noldekke yang menyebutkan bahwa Al Quran banyak
menjiplak dari Bible. Ia memberikan contoh bahwa menurutnya Firaun tidak
mempunyai menteri yang bernama Haman, hanya karena Bibel tidak menyebutkanya.
Hal ini adalah sesuatu yang sangat naif, yang pertama karena bukan berarti yang tidak
di sebutkan oleh teks sebelumnya, tidak menemukan keaslianya. Yang kedua lagi pula
teks bibel yang digunakan belum teruji ke absahanya.
Kritikan terhadap Arthur Jeffery yang menganggap bahwa Al-Quran tidak
lengkap dan berbeda dengan teks aslinya. Jeffery berpendapat al-Quran adalah
dokumen yang tertulis atau teks, bukan sebagai hafalan yang dibaca. dan menganggap
ada yang bermasalah dalam periwayatan Al-Quran, yang kemudian ia membuat kritik
terhadap al-Quran.
Pertama Ar rasm tabi’ li Al Riwayah tulisan itu mengikuti periwayatan. Didalam
pengumpulan mushaf al Quran, riwayat dengan hafalan lebih diutamakan daripada
teks. Memang teks Quran berubah ubah, akan tetapi yang demikian tidak
menyebabkan ke otentikan nash al-Quran bermasalah. Dikarenakan “tulisan
mengikuti riwayat”.
Kedua, Al Quran juga diriwayatkan oleh para shababat secara mutawwatir.
Dalam artian bahwa para periwayat mustahil untuk berdusta secara bersama sama.
Logikanya simpel, pada 17 Agustus 1945, terjadi Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia yang pada waktu itu disaksikan oleh banyak orang. Meskipun tidak semua
diantara mereka bersifat amanah, akan tetapi mereka mustahil untuk berdusta secara
bersama sama. Sedangkan dalam periwayatan Quran sendiri, para periwayat
mempunyai syarat syarat yang lebih mustahil lagi untuk berdusta.

2. Diantara aspek positif dari Orientalisme adalah setelah orang orang Barat mengkaji
tentang dunia Timur, maka dapat memunculkan kembali figur para Ulama’ beserta
karya karyanya. Juga berhasil menciptakan karya karya yang belum pernah ada
sebelumnya, seperti al Mu’jam al Mufahros li alfadzil hadits yang dikarang oleh
seorang orientalis bernama AJ. Wennsinck. Sisi positif orientalisme yang tidak kalah
penting adalah memberikan kesadaran kepada umat Islam akan kehadiran musuh yang
sangat lembut memainkan peran di bidang mereka.
Akan tetapi sisi negatif dari kajian yang dilakukan oleh orang-orang Barat juga
tidak sedikit. Diantaranya mereka mempunyai kepentingan politik terhadap kajian
Timur tersebut atau kepentingan Gold,Glory, Gospel. Banyak juga yang mengkaji
tentang dunia Timur khususnya Islam dengan cara pandang Worldview mereka, bukan
dengan cara pandang yang telah ada pada Islam. Sehingga menjadikan objektivitas
kajian terhadap Timur menjadi tidak adil.
3. Kajian orientalisme terhadap al-quran seilmiah apapun, tetap berpegang pada
worldview orang Barat dan tidak jarang pula worldview kristen. Hal ini tentu tidak
dapat diterima di kalangan sebagian para orientalisme, karena apabila mereka
menerima worldview islam, maka itu menjadi hal yang sangat kontradiktif bagi
mereka. Terlebih Islam sendiri banyak berkomentar tentang kesalahan berfikir orang
kristen, seperti dalam al-Quran Surat al-Maidah ayat 17, dan mengkritik Yahudi
dalam al-Quran Surat al-Maidah Ayat 73.
Hal ini tentu menjadikan sebagian besar kalangan orientalis, mengkritik al-Quran
seperti yang telah orang orang Quraisy pada zaman jahiliyyah telah mengkritik al-
Qur’an. Salah satu kritikan orang Quraisy jahiliyyah kepada nabi Muhammad yang
diabadikan di dalam al-Quran adalah dalam Surah Al Qolam ayat 51 dan
sesungguhnya orang orang kafir itu hampir benar benar menggelincirkan kamu
dengan pandangan mereka. Tatkala mereka mendengar Quran dan mereka berkata:
sesungguhnya ia Muhammad benar benar orang yang gila.
Dalam kasus yang serupa, seorang orientalis bernama Yahya al-Dimasyqi atau
juga dikenal juga sebagai John of Damascus menulis dalam bahasa Yunani kuno
kepada kalangan Kristen Ortodoks bahwa islam mengajarkan anti kristus. John of
Damascus berpendapat bahwa Muhammad adalah seorang penipu kepada orang Arab
yang bodoh. Dengan licik nya, katanya, Muhammad bisa mengawini Khadijah
sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan cerdasnya, Muhammad
menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril.
Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seks nya tidak ter salurkan (Daniel J
Sahas, John of Damascus on Islam: The Hersey of the Ishmadeitis.
Tentu di semua pendapat yang tidak dapat dibuktikan ini, sebenarnya para
orientalis menyimpan dendam kepada ajaran agama Islam dan kepada Nabi
Muhammad. Hal ini mirip seperti yang dialami oleh kaum musyrik Quraisy kepada
Nabi Muhammad pada Islam pada fase awal dakwah kenabian Muhammad. Juga
disebabkan bahwa mereka menganggap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad bisa
mengancam sesembahan-sesembahan dan kekuasaan-kekuasaan mereka.
4. Makna sempit dari Orientalisme adalah kajian yang dilakukan oleh para orang
orang Barat yang ahli dalam bidang ketimuran tentang agama-agama di Timur. Meski
nama bidang kajian orientalisme baru diberikan pada abad ke 18, namun aktifitasnya
telah terjadi sejak abad ke 16. pada fase pertama bermula pada zaman Nabi
Muhammad Saw yang dapat dikatakan sebagai gerakan anti Islam yang dipelopori
oleh Yahudi dan Nasrani.
Fase kedua aktivitas ini adalah pada abad ke 17 dan 18 M, bersamaan dengan
masa modernisasi yang dilakukan oleh pihak Barat dalam kepentinganya mentransfer
pengetahuan dari Timur. Fase ketiga adalah pada abad ke 19 dan seperempat awal
abad ke 20. fase ini adalah fase dimana orang orang Barat telah benar benar
menguasai negara negara Muslim, yang menyebabkan mereka mencari sumber
sumber dari Timur. Sehingga dengan demikian fase ini menjadi fase terpenting bagi
kalangan muslim maupun kalangan orientalis. Fase keempat aktivitas ini bermula
dengan adanya perang dunia pertama Amerika yang berkepentingan dalam segala
bidang bisa dikatakan lebih mengubah strategi mereka dari sentimen agama Islam
yang vulgar, menjadi lebih lembut.
Pada dasarnya, seberapapun objektif kajian mereka, kajian orientalis hanya
berpijak pada worldview Barat dan tidak jarang Worldview Kristen. Maka dari itu,
orang yang awwam yang tidak mengetahui hal itu cenderung terperosok dalam
keterpesonaan mereka kepada kajian orientalis. Tidak jarang orientalisme ketika
mengkaji sebuah kajian, mereka hanya spesifik pada pembahasan tertentu, dan banyak
meninggalkan kajian tentang pembahasan lain yang padahal kesemuanya saling
berkaitan.
Mengaitkan dengan teks terdahulu, sebagian besar diantara mereka menggunakan
kitab mereka sebagai standard penilaian. Diantara cara-caranya adalah dengan
mencari kesamaan nya. Diantara kajianya adalah menganggap al-Quran hanya
berlandaskan pada kitab Yahudi dan Nasrani. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa
apa apa yang datang dari Quran, akan tetapi tidak ada di dalam kitab Yahudi dan
Nasrani maka tertolak.
Dasar yang digunakan oleh para orientalis yang selanjutnya adalah lebih
mementingkan rasm daripada riwayah. Mereka lebih menekankan pada fakta fakta
empiris sehingga bukti bukti lain yang mempunyai fakta fisik akan tertolak. Metode
dalam periwayatan al-Quran yang sering digunakan oleh para ulama ialah lebih
mengutamakan riwayat daripada tulisan.
Kemudian mereka menyoal pembuatan mushaf al-Quran. Hal ini sangat berkaitan
erat dengan sejarah awal pengumpulan al-Quran, adapun sebagian orientalis yang
menganggap Quran sebagai karya Nabi Muhammad, karena menurut mereka al Quran
dalam bentuk tulisan dan perkataan baru muncul setelah 20 tahun kemudian, tepatnya
pada masa ke khalifahan Utsman Bin Affwan.
Tidak sedikit juga dari para orientalis yang mempersoalkan kandungan al-Quran,
mereka menggunakan metode pendekatan historis dan fenomenologis. Kajian islam
yang dilakukan oleh orientalis dengan menggunakan framework barat, kembali lagi
bertujuan untuk membuktikan bahwa al-Quran bersumber dari Yahudi dan Nasrani,
dan dari prototype kependetaan Yahudi dan Nasrani.
Mereka juga menggunakan metodelogis penafsiran bibel dalam menafsirkan al
Quran. Menurut sebagian orientalis al Quran harus direvisi seperti bibel yang telah
direvisi, mereka berusaha menemukan akar kata bahasa Quran untuk mengetahui sisi
historis kebahasaan yang di pilih dalam kata kata al-Quran, dan mengetahui sumber-
sumber yang mempengaruhi Muhammad dalam menyebarkan risalahnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metodologi yang dilakukan oleh
orientalis dalam mengkaji islam, banyak terpengaruh oleh kepentingan politik Gold,
Glory, Gospel. Satu hal lagi yang perlu diketahui adalah bahwa sebenarnya dalam
menafsirkan al-Quran para ulama telah mewariskan metodologi penafsiran al-Quran
itu sendiri, yaitu ulumul Quran.

Anda mungkin juga menyukai