Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

DISUSUN OLEH :

M Arfian Nur Rizky M H

P07220218016

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TINGKAT III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Henderina, 2010).

Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila


mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria (buang air berlebih), polidipsi (rasa
haus) dan polifagi (peningkatan selera makan) disertai dengan kadar gula darah sewaktu
≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai
normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin
baik secara absolut maupun relatif (RISKESDAS, 2013).

2. Klasifikasi Appendisitis
1) Diabetes tipe 1 (diabetes tergantung insulin)

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β
(beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA tahun 2013) juga
menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas karena proses autoimun. Diabetes tipe 1
rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe
2.

2) Diabetes tipe 2 (diabetes tidak tergantung insulin)

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali diabetes tipe
2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga
tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar
merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan
kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).

3. Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :

1) Diabetes tipe 1 (diabetes tergantung insulin)

Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta
pankreas yang disebabkan oleh :

a Faktor genetik :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.

b Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.

c Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2) Diabetes tipe 2 (diabetes tidak tergantung insulin)

Diabetes Mellitus sekunder di sebabkan oleh kelainan hormonal, karena obat,


kelainan insulin dan sindrom genetik. Selain itu juga terdapat faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus :

a Usia

Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.

b Obesitas dan genetik

Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang


menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau reseptor
insulin tidak dapat merespon secara adekuat terhadap insulin. Hal ini
diperkirakan ada kaitannya antara genetik dan rangsangan berkepanjangan
reseptor–respektor insulin

c Riwayat keluarga.

Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes mellitus, bila
kedua orang tua menderita penyakit ini, maka semua anaknya juga menderita
penyakit yang sama.
4. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:

a Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula
dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan
berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih
sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
(PERKENI, 2011).

b Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa
oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti,
2009).

c Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup
tinggi (PERKENI, 2011).

d Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa


mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
5. Patofisiologi Apendisitis

Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II
paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
Gambar 5. WOC Diabetes Mellitus
6. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Mellitus
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
 Pemeriksaan glukosa darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu 70 – 130 mg/dl

2 Glukosa darah puasa >100 mg/dl

3 Glukosa darah 2 jam setelah makan >140 mg/dl

 Pemeriksaan fungsi tiroid


peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
 Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
 Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

7. Penatalaksanaan Medis Diabetes Mellitus


1) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
a Diet

Syarat diet hendaknya dapat:


a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita Prinsip diet DM,
adalah:
 Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
 Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
 Jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi


penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of relative
body weight ( BPR=berat badan normal) dengan rumus:

Keterangan :

 Kurus (underweight) : BPR<90%


 Normal (ideal) : BPR 90% -110%
 Gemuk (overweight) : BPR >110%
 Obesitas apabila : BPR> 120%
 Obesitas ringan : BPR 120% -130%
 Obesitas sedang : BPR 130% - 140%
 Obesitas berat : BPR 140 – 200%
 Morbid : BPR > 200%
b Olahraga

Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:


a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik
c Edukasi/penyuluhan

Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan pencegahannya.


Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter, mencari artikel
mengenai diabetes

d Pemberian obat-obatan

Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara


(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus diberikan
obat obatan

e Pemantauan gula darah

Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk mengevaluasi
pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima pilar diatas mencapai
target,tidak akan terjadi komplikasi.

f Melakukan perawatan luka


a) Pengertian
Melakukan tindakan perawatan menganti balutan, membersihkan luka pada
luka kotor

b) Tujuan
 Mencegah infeksi
 Membantu penyembuhan luka
c) Peralatan
 Bak Instrumen yang berisi
o Pinset Anatomi
o Pinset Chirurgis
o Gunting Debridemand
o Kasa Steril
o Kom: 3 buah
 Peralatan lain terdiri dari:
o Sarung tangan
o Gunting Plester
o Plester atau perekat
o Alkohol 70%/ wash bensin
o Desinfektant
o NaCl 0,9%
o Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
o perban
o Obat luka sesuai kebutuhan
d) Prosedur Pelaksanaan
 Tahap pra interaksi
o Melakukan Verifikasi program terapi
o Mencuci tangan
o Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
 Tahap orientasi
o Memberikan salam dan menyapa nama pasien
o Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
o Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
 Tahap kerja
o Menjaga Privacy
o Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
o Membuka peralatan
o Memakai sarung tangan
o Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka dengan
menggunakan pinset
o Membuka balutan lapis terluar
o Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
o Membuka balutan lapis dalam
o Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
o Melakukan debridement
o Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
o Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
o Memasang plester atau verband
o Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
o Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
o Berpamitan dengan klien
o Membereskan alat-alat
o Mencuci tangan
o Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan
g Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
h Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
i Mengelola pemberian obat sesuai program
2) Penatalaksanaan Medis
a Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan
pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi
kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila
terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti
menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan

pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien
dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko
hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut
usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan
menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan
dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga
diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan
frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes
melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan
insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena
tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran
tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin
digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali
untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan
setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan
sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan
fisiologis.

b Obat Antidiabetik Oral


a) Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua
yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-
binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian
juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia

lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan
karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat
aktif.Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek
atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes
geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin
dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.

b) Golongan Biguanid Metformi

Obat antidiabetes golongan Biguanide, yang bekerja dengan cara


menghambat produksi glukosa (glukoneogenesis) di hati. Penghambatan
tersebut mengakibatkan terjadinya penundaan absorbsi atau penyerapan
glukosa di usus, sehingga menurunkan glukosa plasma baik basal maupun
postprandial (setelah makan).

pada pasien lanjut usia yang tidak menyebabkan hipoglekimia jika


digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien
lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan.
Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum
kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada orangtua.
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbos

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu


enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial. Walaupun kurang
efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan.
Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat
bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis
tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.

d) Thiazolidinediones

Pioglitazone adalah obat anti-diabetes (thiazolidinedione-type, juga disebut


“glitazones”) yang digunakan bersamaan dengan diet dan program olahraga
untuk mengontrol tingginya gula darah pada pasien dengan diabetes tipe 2.
Cara kerjanya dengan membantu mengembalikan respon tubuh yang normal
terhadap insulin, sehingga menurunkan gula darah.

memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan efek
insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti
aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan
hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

8. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus


1) Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu dikaji
biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus seakurat
akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur,
keluhan utama
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Keluhan utama
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala.Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark
miokard atau punya riwayat DM saat kehamilan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
kesadaran composmentis, lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
2) Sistem kardiovaskuler
adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
takikardia, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan.
3) Sistem respirasi
frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan
jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
4) Sistem urogenital
perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan
berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare, urine pucat kuning, bising usus
lemah.
5) Sistem muskuloskeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai atau rasa gatal.
6) Sistem integumen
terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
7) Sistem pencernaan dan abdomen
Kebiasaan makan makanan berbasis glukosa atau karbohidrat, dapat terjadi
peningkatan maupun penurunan nafsu makan, merasa haus berlebih, tubuh
cenderung obesitas pada DM tipe 2, Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi
abdomen, bising usus lemah/menurun.
f. Pola fungsi kesehatan (menurut gordon)
1) Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada kaki
diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan
kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya
resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra
Clair, Jounal Februari 201)

2) Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual
muntah.

3) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang


menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria).

4) Pola ativitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

5) Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur

6) Kongnitif persepsi

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.

7) Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita


mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya
perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem)

8) Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.

9) Seksualitas

Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga


menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.

10) Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak berdaya


karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.

11) Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.

g. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
 Pemeriksaan glukosa darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu 70 - 130 mg/dl

2 Glukosa darah puasa >100 mg/dl

3 Glukosa darah 2 jam setelah makan >140 mg/dl

 Pemeriksaan fungsi tiroid


peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
 Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( +++
+ ).
 Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

2) Diagnosa yang mungkin muncul


1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) b/d Disfungsi Pankreas, Resistensi
insulin, Gangguan toleransi glukosa darah, Gangguan glukosa darah puasa
2. Defisit nutrisi (D.0019) b/d ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
3. Resiko defisit nutrisi (D.0032) b/d ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Hipovolemia (D.0023) b/d kehilangan cairan secara aktif
5. Resiko hipovolemia (D.0034) b/d kehilangan cairan secara aktif
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) b/d Ketidakseimbangan cairan,
gangguan mekanisme regulasi, diare, muntah
7. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d Hiperglikemia, peningkatan tekanan
darah, kekurangan volume cairan
8. Resiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) b/d Hiperglikemia, peningkatan
tekanan darah (hipertensi), kekurangan volume cairan
9. Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b/d Perubahan sirkulasi, faktor mekanis
(gesekan)
10. Risiko infeksi (D.0142) b/d penyakit kronis (diabetes mellitus), ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit)
11. Defisit pengetahuan (D.0111) b/d kurang terpapar informasi
12. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b/d ketidakbugaran fisik

3) Intervensi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) b/d Disfungsi Pankreas, Resistensi
insulin, Gangguan toleransi glukosa darah,
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam, maka status kestabilan
kadar glukosa darah pasien meningkat. (L.05022)
Kriteria hasil :
 Pusing pasien menurun
 Lelah/lesu pasien menurun
 Rasa haus pasien menurun
 Kadar glukosa dalam darah pasien membaik (GDS : 70 – 130 mg.dL)
 Kadar glukosa dalam urine (0 – 15 mg/dL)
 Jumlah urin pasien membaik (400 – 2000 mL/hari)
Intervensi :
1.1 Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
Observasi:
o Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
o Identifikasi situsai yang menyebabka kebutuhan insulin meningkat
o Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
o Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria, polidipsia, polifagia)
o Monitor cairan intake dan output
Terapeutik :
o Berikan asupan oral adekuat
o Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
o Fasilitas ambulansi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi :
o Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
o Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
o Ajarkan indikasi pentingan pengujian keton urin, jika perlu
o Ajarkan pengelolaan diabetes (mis, pengguanaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan dll)
Kolaborasi :
o Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
o Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
o Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

2. Defisit nutrisi (D.0019) b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam, maka status nutrisi pasien
membaik. (L.03030)
Kriteria hasil :
 Nyeri abdomen menurun
 IMT (indeks massa tubuh) pasien membaik (18,5 – 22,9 kg/m2)
 Frekuensi makan membaik (3 x/hari)
 Bising usus membaik (5-34 x/menit)
 Nafsu makan membaik
Intervensi :
2.1 Manajemen nutrisi (I.08238)
Observasi:
o Identifikasi status nutrisi
o Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
o Identifikasi makanan yang disukai
o Identifikasi kebutuhan nutrisi dan jenis nutrien
o Monitor asupan makanan
o Monitor berat badan
Terapeutik:
o Sajikan makanan secara menarik dan suhu yabg sesuai
o Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
o Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi:
o Anjuran posisi duduk, jika perlu
o Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
o Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( missalnya pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, Jika perlu
3. Resiko defisit nutrisi (D.0032) b/d ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam, maka status nutrisi pasien
membaik. (L.03030)
Kriteria hasil :
 Nyeri abdomen menurun
 IMT (indeks massa tubuh) pasien membaik (18,5 – 22,9 kg/m2)
 Frekuensi makan membaik (3 x/hari)
 Bising usus membaik (5-34 x/menit)
 Nafsu makan membaik
Intervensi :
3.1 Manajemen nutrisi (I.08238)
Observasi:
o Identifikasi status nutrisi
o Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
o Identifikasi makanan yang disukai
o Identifikasi kebutuhan nutrisi dan jenis nutrien
o Monitor asupan makanan
o Monitor berat badan
Terapeutik:
o Sajikan makanan secara menarik dan suhu yabg sesuai
o Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
o Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi:
o Anjuran posisi duduk, jika perlu
o Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
o Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( missalnya pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, Jika perlu

4. Hipovolemia (D.0023) b/d kehilangan cairan secara aktif


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 12 jam, maka status cairan pasien
membaik. (L.03028)
Kriteria hasil :
 Frekuensi nadi pasien membaik (60-100 x/menit)
 Tekanan darah pasien membaik (120-80 mmHg)
 Membran mukosa pasien membaik (lembab)
 Jugular venous pressure pasien membaik (< 8 cmH2O)
 Kadar Hb pasien membaik (laki-laki : 14-18 g/dL, Perempuan : 12-16 g/dL)
 Tugor kulit pasien meningkat
 Edema perifer pasien menururn
 Perasaan lemah pasien menurun
Intervensi :
4.1 Manajemen hipovolemia (I.03116)
Observasi :
o Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, tugor kulit
menururn, membran mukosa kering, volume urin menururn, hematokrit
meningkat, lemah)
o Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi telendenburg
o Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
o Anjurkan memperbanyak cairan oral
o Ajarkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
o Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)
o Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0.4%)
o Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
o Kolaborasi pemberian produk darah

5. Resiko hipovolemia (D.0034) b/d kehilangan cairan secara aktif


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 12 jam, maka status cairan pasien
membaik. (L.03028)
Kriteria hasil :
 Frekuensi nadi pasien membaik (60-100 x/menit)
 Tekanan darah pasien membaik (120-80 mmHg)
 Membran mukosa pasien membaik (lembab)
 Jugular venous pressure pasien membaik (< 8 cmH2O)
 Kadar Hb pasien membaik (laki-laki : 14-18 g/dL, Perempuan : 12-16 g/dL)
 Tugor kulit pasien meningkat
 Edema perifer pasien menururn
 Perasaan lemah pasien menurun
Intervensi :
5.1 Manajemen hipovolemia (I.03116)
Observasi :
o Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, tugor kulit
menururn, membran mukosa kering, volume urin menururn, hematokrit
meningkat, lemah)
o Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi telendenburg
o Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
o Anjurkan memperbanyak cairan oral
o Ajarkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
o Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)
o Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0.4%)
o Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
o Kolaborasi pemberian produk darah

6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) b/d Ketidakseimbangan cairan,


gangguan mekanisme regulasi, diare, muntah
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 12 jam, maka status keseimbangan
elektrolit pasien meningkat. (L.03021)
Kriteria hasil :
 Serum natrium pasien meningkat (135 – 145 mmol/L)
 Serum kalium pasien meningkat (3,5 – 5,0 mmol/L)
Intervensi :
6.1 Manajemen elektrolit (I.03102)
Observasi :
o Identifikasi tanda dan gejala ketidakseimbangan kadar elektrolit
o Identifikasi penyebab ketidakseimbangan elektrolit
o Identifikasi kehilangan elektrolit melalui cairan (mis. Diare dan drainase)
o Monitor kadar elektrolit
o Monitor efek samping pemberian suplemen elktrolit
Terapeutik :
o Berikan cairan, jika perlu
o Berikan diet yang tepat
o Anjurkan pasien dan kelurga untuk modifikasi diet, jika perlu
o Pasang akses intravena, juka perlu
Edukasi :
o Jelaskan jenis, penyebab dan penanganan ketidakseimbangan elektrolit
Kolaborasi :
o Kolaborasi pemberian suplemen elektrolit

7. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d Hiperglikemia, peningkatan tekanan darah
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 12 jam, maka status perfusi perifer
pasien meningkat. (L.02011)
Kriteria Hasil:

 Denyut nadi perifer pasien meningkat


 Penyembuhan luka pasien meningkat
 Edema perifer pasien menurun
 Pengisian kapiler membaik (2 detik)
 Tugor kulit pasien membaik
Intervensi :
7.1 Perawatan sirkulasi (I.02079)

Observasi:
o Periksa sirkulasi perifer
o Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
o Monitor panas, kemerahan, nyeru atau benkak ekstermitas
Terapeutik :
o Hindari pemasangan infus, pengambilan darah dan pengukuran tekanan
pada daerah keterbatasan perfusi
Edukasi:
o Anjurkan berolahraga rutin
o Anjurkan menggunakan obat (Antikoagulan)

8. Resiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) b/d Hiperglikemia, peningkatan


tekanan darah (hipertensi)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 12 jam, maka status perfusi perifer
pasien meningkat. (L.02011)
Kriteria Hasil:

 Denyut nadi perifer pasien meningkat


 Penyembuhan luka pasien meningkat
 Edema perifer pasien menurun
 Pengisian kapiler membaik (2 detik)
 Tugor kulit pasien membaik
Intervensi :
8.1 Perawatan sirkulasi (I.02079)
Observasi:
o Periksa sirkulasi perifer
o Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
o Monitor panas, kemerahan, nyeru atau benkak ekstermitas
Terapeutik :
o Hindari pemasangan infus, pengambilan darah dan pengukuran tekanan pada
daerah keterbatasan perfusi
Edukasi:
o Anjurkan berolahraga rutin
o Anjurkan menggunakan obat (Antikoagulan) jika perlu

9. Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b/d Perubahan sirkulasi, perubahan status


nutrisi, kelebihan volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam, maka status integritas kulit
dan jaringan pasien meningkat. (L.14125)
Kriteria hasil :
 Perfusi jaringan pasien meningkat
 Kerusakan jaringan menurun
 Kerusakan lapisan kulit menurun
 Nyeri menurun
 Pendarahan dan nekrosis menurun
 Kemerahan menurun
 Jeringan parut menurun
 Suhu kulit membaik (36,5-37,5 ᵒ C)
Intervensi :
9.1 Perawatan integritas kulit (I.11353)
Observasi:
o Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik:
o Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
o Lakukan pemijatan pada area menonjolan tulang, jika perlu
o Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
o Gunakan produk berbahan pertolium atau minyak pada kulit kering
o Gunakan produk berbahan ringan dan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
o Hindarkan produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi:
o Anjurkan menggunankan pelembab (mis. Lotion)
o Anjurkan minum yang cukup
o Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
o Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
o Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
o Anjurkan mandi dengan sabun secukupnya
9.2 Perawtan luka (I.06202)
Observasi:
o Monitor karakteristik luka (mis. Drainasi, warna, ukuran, bau)
o Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
o Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
o Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
o Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
o Bersihkan jaringan nekrotik
o Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
o Pasang balutan sesuai dengan jenis luka
o Pertahankan teknik steril saat melakukan perawtan luka
o Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
o Jadwalkan perubahan posisi setuap 2 jam atau sesuai kebutuhan kondisi
pasien
o Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
gr/kgBB/hari
Edukasi:
o Jelaskan tanda dan gejala infeksi
o Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori
o Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
o Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
o Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

10. Resiko infeksi (D.0142) b/d penyakit kronis (diabetes mellitus), ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi pasien
menurun. (L.14137)
Kriteria hasil :
 Demam pasien menurun
 Kemerahan pasien menurun
 Nyeri pasien menurun
 Bengkak pasien menurun
 Kadar sel darah putih pasien membaik (5-10 x 103/µl)
 Kebersihan pasien meningkat
Intervensi :
10.1 Pencegahan infeksi (I.14539)
Observasi:
o Monitor tanda dan gejala infeksilokal dan sistemik
Terapeutik:
o Batasi jumblah pengunjung
o Berikan perawatan kulit
o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
o Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi:
o Jelaskan tanda dan gejala infeksi
o Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
o Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka operasi
o Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi:
o Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

11. Defisit pengetahuan (D.0111) b/d kurang terpapar informasi


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 3 jam, maka status tinkat
pengetahuan pasien dan keluarga membaik. (L.12111)
Kriteria hasil :
 Pola tidur pasien membaik
 Pasien dan keluarga tidak merasa kebingungan
 Pasien dan keluarga tidak merasa khawatir
 Pasien dan keluarga tidak merasa gelisah dan tegang
Intervensi :
11.1 Edukasi kesehatan (I.12383)
Observasi:
o Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
o Seduajab materi dan media pendidikan kesehatan
o Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
o Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
o Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

12. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b/d ketidakbugaran fisik


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam, maka status mobilitas fisik
pasien meningkat. (L.05042)
Kriteria hasil :
 Pergerakan ekstrimitas pasien membaik
 Kekuatan otot pasien membaik
 Rentang gerak (ROM) pasien membaik
 Nyeri pasien menurun
Intervensi :
12.1 Dukungan ambulansi (I.06171)
Observasi:
o Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
o Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulansi
o Monutor kondisi umum selama melakukan ambulansi
Terapeutik :
o Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan alat bantu (misal tongkat, kruk, dll)
o Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
o Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulansi
Edukasi:
o Jelaskan tujuan dan prosedur ambulansi
o Anjurkan melakukan ambulansi dini
o Ajarkan ambulansi sederhana
12.2 Dukungan mobilisasi (I.05173)
Observasi:
o Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
o Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
o Monutor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik :
o Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misal pagar tempat tidur)
o Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
o Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi:
o Jelaskan tujuan dan prosedur ambulansi
o Anjurkan melakukan mobilisasi dini
DAFTAR ISI

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Operatif Apendiktomy et cause
Appendisitis Acute.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.
Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi
Kedokteran, F. (2018). Teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Basic Physical
Examination : Teknik Inspeksi, Palpasi, dan auskultasi,(0271)

Anda mungkin juga menyukai