BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
c. Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki, dan Dimiliki (Love and Belonging Needs)
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relative dipenuhi, maka timbul
kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingness and love needs). Setiap
orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin
mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya “akar” dalam masyarakat. Setiap
orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampong, suatu
marga, dan lain-lain. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa
sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa
dirinya oengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan
harga diri orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini meliputi sebagai berikut
1) Memberi dan menerima kasih sayang;
2) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain;
3) Kehangatan;
4) Persahabatan; dan
5) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta lingkungan
sosial.
d. Kebutuhan Harga Diri (self-Esteem Needs)
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relative sudah terpenuhi, maka
timbul kebutuhan akan harga diri (self-Esteem Needs). Ada dua macam
kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan
kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri, dan kemandirian. Sementara
yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status,
ketenaran, dominasi, kebanggan, dianggap penting, dan apresiasi dari orang lain.
Orang0orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai
orang yang percaya diri, tidak bergantung pada orang lain, dan selalu siap untuk
berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu
aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan ini meliputi sebagai berikut
1) Perasaan tidak bergantung pada orang lain;
2) Kompeten; dan
3) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
9
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil
yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat
saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang
mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T
terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.
Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil
persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen
dan reaksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,
sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan
rangsangan nyeri.
d. Teori Transmisi atau Inhibasi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter
yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-
impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut
lamban dan endogen system supresif. (Hidayat,2009)
4. Klasifikasi Nyeri
a. Bentuk nyeri
Nyeri dapat digambarkan dalam hal durasi, lokasi, atau etiologinya.
Saat nyeri hanya berlangsung selama periode pemulihan yang telah
diperkirakan, nyeri digambarkan sebagai nyeri akut, baik nyeri memiliki
artian mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intensitas nya. Di sisi lain,
nyeri kronik berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau menetap
selama 6 bulan atau lebih, dan mengganggu fungsi tubuh. Nyeri kronik
malignan atau ganas, jika dihubungkan dengan kanker atau kondisi
mengancam jiwa lainnya, atau sebagai nyeri kronik nonmalignan atau jinak
jika etiologinya adalah gangguan yang tidak bersifat progresif. Nyeri akut dan
kronik menyebabkan respons fisiologis dan perilaku yang berbeda, seperti
ditunjukan dalam tabel.
13
setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada
akhir hari yang melelahkan.
8. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri
dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak
lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita penyakit yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang
sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untyk menghilangkan nyeri.
9. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda
merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri dikeadaan perawatan
kesehatan, seperti di runah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi
itu. Hal yang sering terjadi adalah klien merasa kehilangan kontrol terhadap
lingkungan atau kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, gaya koping mempengaruhi
kemampuan individu tersebut untuk mengatasi nyeri.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
Individu dari kelompok sosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang
berbeda tentang orang tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang
nyeri (Meinhart dan McCaffery, 1983 dalam Potter dan Perry, 2016). Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau
20
b. Teknik relaksasi
Teknik ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh merespons pada
ansietas (ketakutan). Hal inilah yang merangsang pikiran sehingga
menyebabkan rasa nyeri. Teknik relaksasi memiliki bwragam jenis, salah
satunya adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini lebih mudah dilakukan
serta tidak berisiko. Pada prinsipnya pasien harus mampu berkonsentrasi
sambil membaca mantra atau doa dalam hati, sambil melakukan ekspirasi
udara paru. Tujuannya untuk menurunkan tegangan fisiologis
1) Baringkan tubuh pasien. Kepala disangga dengan bantal serta
memejamkan mata;
2) Atur napas sehingga menjadi lebih teratur; dan
3) Tarik napas sekuat-kuatnya, lalu buang secara perlahan-lahan, sambil
mengatakan dalam hati, “saya damai dan tenang”. (Susanto dan
Fitriana, 2017).
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri
yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu
mengkaji semua faktor yang memengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis,
psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri
atas dua komponen utama, yakni
a) Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien; dan
b) Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjektif.
2. Diagnosa Keperawatan
Penegakan diagnosa keperawatan yang akurat untuk klien yang
mengalami nyeri dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang
27
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.3 Intervensi keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
29
30
Edukasi:
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Perawatan Integritas Kulit - Dukungan perawatan diri
berhubungan dengan penurunan mobilitas Observasi: - Edukasi perawatan diri
Definisi: - Identifikasi penyebab gangguan integritas - Edukasi perawatan kulit
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) kulit (mis. perubahan sirkulasi, perbahan - Edukasi perilaku upaya kesehatan
atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu - Edukasi pola perilaku kebersihan
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) - Edukasi program pengobatan
atau ligamen). Teraupetik: - Konsultasi latihan rentang gerak
Tujuan: - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring - Manajemen nyeri
Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Lakukan pemijatan pada area penonjolan - Pelaporan status kesehatan
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas tulang jika perlu - Pemberian obat
kulit dengan kriteria hasil sebagai berikut: - Bersihkan perineal dengan air hangat - Pemberian obat intradermal
- Perfusi jaringan normal terutama selama periode diare - Pemberian obat intramuskular
- Tidak ada tanda-tanda infeksi - Gunakan produk berbahan petrolium atau - Pemberian obat intravena
- Ketebalan dan tekstur jaringan normal minyak pada kulit kering - Pemberian obat kulit
- Menunjukan pemahaman dalam proses - Gunakan produk berbahan ringan/alami dan - Pemberian obat subkutan
perbaikan kulit dan dan mencegah hipoalergic pada kulit sensitif - Pemberian obat tropikal
terjadinya cidera berulang - Hindari produk berbahan dasar alkohol pada - Penjahitan luka
- Menunjukkan terjadinya proses kulit kering - Perawatan area insisi
penyembuhan luka Edukasi: - Perawatan imobilitas
Penyebab: - Anjurkan menggunakan pelembab (mis. - Perawatan kuku
- Perubahan sirkulasi Lotion, serum) - Perawatan luka bakar
- Perubahan status nutrisi (kelebihan atau - Anjurkan minum air yang cukup - Perawatan luka tekan
kekurangan) - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi - Perawatan pasca seksio sesaria
- Kekurangan/kelebihan volume cairan - Anjurkan meningkatkan asupan buah dan - Perawatan skin graft
- Penurunan mobilitas sayur - Tekhnik latihan penguatan otot dan sendi
- Bahan kimia iritatif - Anjurkan menghindari terpapar suhu - Terapi lintah
- Suhu lingkungan yang ekstrem ekstrem - Skrinning kanker
- Faktor mekanis (mis. penekanan pada - Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
tonjolan tulang, gesekan) atau faktor minimal 30 saat berada diluar rumah
32
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Nurafif & Kusuma (2015).
35
36
5. Implementasi
Lakukan, informasikan, dan tuliskan, adalah frase tindakan implementasi.
Melakukan asuhan keperawatan dengan dan untuk klien. Menginformasikan
hasil dengan cara berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan
kesehatan lain, secara individual atau dalam konferensi perencanaan.
Menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia
layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan
pemahaman. Selalu ingat bahwa komunikasi dan dokumentasi yang adekuat
akan memfasilitasi kontinuitas asuhan (Rosdahl dan Kowalski, 2017)
6. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis,
perencanaan, dan implementasi. Klien adalah fokus evaluasi. Langkah-langkah
dalam mengevaluasi asuhan keperawatan adalah, menganalisis respon klien,
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalan, dan perencanaan untuk asuhan di masa depan.
Menurut Dinarti, dkk, (2013). Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assesment,
planning). Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan
keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (obyektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara
langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment)
adalah kesimpulan dari data subyektyif dan obyektif (biasanya ditulis dalam
bentuk masalah keperawatan), P (planning) adalah perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana
kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Pengertian Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Apendiks merupakan suatu tambahan seperti
kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab
yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang
36
37
g. Temuan dari hasil USG berupa cairan yang berada di sekitar apendiks menjadi
sebuah tanda sonografik penting (Mardalena, 2018).
4. Klasifikasi Apendisitis
a. Apendisitis Akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan
ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa
jam, nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini, nyeri yang
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
b. Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan tiga hal
yaitu
1) Pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama
paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosis lain;
2) Setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang;
dan
3) Secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi
kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Mardalena, 2018).
5. Patofisiologi Apendisitis
Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang
tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus
menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi juga menyebabkan
mukus yang diprosuksi mukosa terbendung. Semakin lama, mukus terbatas
sehingga meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi
memperberat pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada pembuluh
39
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 20x30 menit;
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar; dan
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
8. Komplikasi
Yang paling sering adalah:
1. Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20% paling sering terjadi pada usia
muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak dibawah 2
tahun antara 40-75%, kasus usia diatas 60 tahun keatas. Perforasi jarang
timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit. Perforasi terjadi 70% pada
kasus dengan peningkatan suhu hingga 9,5 derajat celcius tampak toksin,
nyeri tekan seluruh perut, dan leukositisis meningkat akibat perforasi dan
pembentukan.
2. Peritonitis
Adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan
panas tinggi 39 derajat celcius sampai 40 derajat celcius menggigil dan
ikterus merupakan penyakit yang relatif jarang
a. Tromboflebitis supuratif dari system portal, jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal;
b. Abses subfrenikus dan fokal sepsis intra abdominak lain; dan
c. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Razan, 2018).
3. Hemoragi
Selama atau setelah pembedahan dapat memicu syok (keluarnya darah
dari pembuluh darah yang robek) sehingga memerlukan transfusi darah atau
pengganti cairan lain. Tindakan yang cepat dan tepat diperlukan dalam
peristiwa hemoragi (perdarahan) karena perdarahan yang berlebihan dapat
berakibat fatal.
4. Hipotensi dan Syok
42