Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian substansi ilmu ?
2. Bagaimana telaah mengenai substansi filsafat ilmu ?
3. Apa konsep dasar tentang Tuhan, Al-Qur’an, Manusia dan Alam ?

C. Tujuan
1. Agar kita lebih mengetahui mengenai pengertian substansi ilmu.
2. Agar kita lebih mengetahui telaah substansi filsafat ilmu.
3. Agar kita lebih mengetahui menganai konsep dasar tentang Tuhan, Al-
Qur’an, Manusia dan Alam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Substansi Ilmu


Untuk mengetahui pengertian dari substansi ilmu kita harus tahu
terlebih dahulu arti dari substansi dan ilmu itu sendiri. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Substansi merupakan watak yang sebenarnya dari sesuatu
atau isi atau pokok atau essensi. Sedangkan Ilmu menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa substansi ilmu merupakan essensi dari sebuah
pengetahuan yang memerlukan metode tertentu untuk memaparkan suatu
gejala tertentu dalam bidang pengetahuan tersebut.

B. Telaah Substansi Filsafat Ilmu

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya


dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau
kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.

Kenyataan. Sejauh mana kenyataan hendak digarap dalam filsafatilmu.


Kenyataan alam dan manusia ataukah juga kenyataan Tuhan ? Meta-
science, meta-ideologi, dan metaphisik bagi aliran yang satu menjangkau the
theory of theory; sedangkan aliran lain mungkin menjangkau kekebenaran
wahyu. Paradigma kenyataan : tunggal, atau plural ?

Kebenaran. Benar mana yang hendak dijangkau oleh filsafat ilmu 


benar epistemologik, ontologik, atau benar aksiologik ? Berbagai meta di atas
akan beda telaahnya.

Konfirmasi. Salah satu substansi dari filsafat ilmu ialah konfirmasi.


Yang dimaksud dengan substansi ini ialah menjelaskan, memprediksi proses
dan produk selanjutnya, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan bisa
ditampilkan sebagai konfirmasi mutlak atau biasa disebut probalistik.

Logika Inferensi. Menurut Kamus besar logika adalah jalan berfikir


yang masuk akal sedangkan inferensi adalah kesimpulan. Jadi logika
inferensi merupakan cara berfikir dengan akal yang sehat untuk memperoleh
kesimpulan.

2
C. Konsep Dasar Tentang Tuhan, Al-Qur’an, Manusia, dan Alam.
a) Konsep dasar Tentang Tuhan
Tuhan Yang Maha Kuasa adalah pencipta seluruh alam semesta. Ia
menciptakan segala sesuatu dari diri-Nya sendiri. Karena itulah, Ia adalah
pencipta sejati. Ia merupakan keseluruhannya. Sumber dari hakikat yang
membentuk jiwa kita, itu disebut Tuhan. Bila kita merupakan tetesan
kesadaran, maka Ia adalah lautan kesadaran. Bila merupakan seberkas
sinar dari hakikat kesadaran, maka Ia adalah matahari dari hakikat
kesadaran itu. Jiwa penuh kasih, dan Tuhan adalah sumber dari segala
kasih.
Konsep Allah dalam paganisme (penyembahan berhala) arab Kata
Allah adalah ‘kata fokus’ tertinggi dalam sistem Al-Qur’an, yang nilai
penting dan kedudukanNya tidak ada yang melebihinya. Secara umum,
sebuah nama, dalam arti sebuah kata adalah simbol dari sesuatu. Dalam
dunia arab pra islam, konsep Allah sudah memiliki makna dan arti,
diantaranya:
1)  Allah dalam konsepsi ini adalah Pencipta dunia.
2)  Dialah pemberi kehidupan terhadap segala sesuatu.
3)  Dialah satu-satunya yang memimpin dengan sangat sungguh-sungguh.
4)  Dialah objek dari apa yang kita deskripsikan sebagai monotheisme
(paham keTuhanan yang Maha Esa).
5)  Akhirnya, Allah adalah penguasa Ka’bah.

b) Konsep dasar tentang Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang berisi firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara
malaikat jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk
atau pedoman hidup bagi umat manusia.
Dengan Al-Qur’an yang memang sebagai rujukan atau pondasi untuk
memahami kehidupan, Al-Qur’an pun tentu menjadi bukti bahwa Allah
memang ada. Apabila kita hendak berbicara tentang bukti-bukti material
haruslah dimulai dengan makhluk. Dialah merupakan bukti sepanjang
siang dan malam berada dihadapan kita dan kita rasakan langsung
keberadaannya sebab hal hal tersebutlah yang kita geluti sehari-hari. Itu
adalah perkara yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Dengan demikian
hanya dengan menggunakan bahwa alam semesta telah diciptakan dan
dipersiapkan bagi kehidupan manusia sebelum manusia diciptakan. Allah
berfirman dalam surat Al-Baqarah 29: “Dia-lah yang menjadikan segala
sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan)

3
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan dia Maha mengetahui segala
sesuatu”.

c) Konsep dasar tentang Manusia


Perbedaan hakiki antara manusia dan binatang terletak pada
pengetahuannya. Jika pengetahuan manusia terus berkembang, tidak
demikian halnya dengan binatang. Karena manusia selalu terus menerus
untuk mencari sebuah pengetahuan. Sebagai makhluk ciptaan Khaliq yang
Maha Agung, manusia telah mendapatkan sesuatu yang lebih dari
binatang yaitu “Akal”. Dengan akal manusia selalu berpikir untuk
mengenali sesuatu, bertanya tentang dirinya dan alam di luar dirinya,
selanjutnya menemukan sesuatu yang lebih bermakna. Perkembangan
tersebut terjadi karena adanya rasa ingin tahu manusia.
Rasa ingin tahu manusia sangat dinamis. Secara kumulatif suatu
penemuan akan terus dikembangkan menjadi temuan terbaru. Dimulai
dari penemuan radio yang hanya mengeluarkan suara, selanjutnya film
“bisu” yang hanya menampilkan gambar. Kini manusia telah memasuki
era teknologi yang cepat penggunaannya dan memperoleh hasil yang
berkualitas.
Untuk mengetahui dan mengenali diri dan lingkungan di luar dirinya,
biasanya manusia melakukan tiga langkah. Pertama, perenungan
(contemplacy) yaitu merupakan proyeksi keadaan yang dapat diamati,
selanjutnya diinternalisasikan ke dalam diri, dan diambil ketetapan secara
sederhana. Dari ketetapan itu manusia mengenali diri dan lingkungan di
luar dirinya.
Kedua, percobaan (experiment). Pada tahap awalnya percobaan
belumlah dapat dikategorikan experiment yang memenuhi kriteria ilmiah
tetapi sekedar usaha coba-coba tanpa suatu pola yang teratur dan
sistematis sehingga terkadang manusia merasa berhasil tetapi pada
kesempatan lain percobaannya tersebut gagal (trial and eror). Melalui
usaha berkesinambungan, kini metode experiment telah menemukan
bentuknya yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai
salah satu metode dalam mencari kebenaran.
Ketiga, peniruan. Secara ilmiah, sejak kecil manusia diajari untuk
meniru perbuatan orang tuanya, atau orang disekelilingnya. Kebiasaan-
kebiasaan orang tua dalm melakukan peribadatan agama, realsi sosial, dan
aktifitas lainnya terus terinternalisasi dalam diri anak sehingga lambat
laun ia mengenal diri dan lingkungan di luar dirinya.

4
d) Konsep dasar tentang Alam
 Teori penciptaan alam semesta
Dalam surat Al-Baqarah ayat 117 Allah SWT
berfirman: “Pencipta langit dan bumi, bila Dia berkehendak atas
sesuatu. Dia mengatakan-Nya, Jadilah dan terjadilah ia”. Dalam model
teori ledakan Big Bang, apabila waktu nyata diinterpolasikan ke arah titik
mula kelahiran alam semesta, maka apapun dalilnya akan sampai pada
suatu keadaan kemanunggalan masif awal. Singularitas awal atau
kemanunggalan awal adalah suatu keadaan yang tak terhindarkan dari
kenyataan alam semesta yang tidak bergantung pada ada atau tidaknya
pengamat dalam alam semesta. Teori fisiki kuantum mula-mula muncul
pada awal abad ke-20. Fisika kuantum berpendapat bahwa gerak materi di
dalam situasi atau pada tingkat kuantum tidak memiliki sifat deterministik
atau pasti seperti pada tingkat mekanik klasik, tetapi ia memiliki sifat
probabilistik atau kemungkinan-kemungkinanyang ada.[6]
 Beragam konsepsi tentang alam semesta
Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta
atau identifikasi tentang alam semesta, yaitu :
1)     Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan
eksperimen.
2)   Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat
disangkal lagi oleh akal dan bersifat umum dan konpherensif.
3)   Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujah. Dengan demikian
konsepsi islam mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis.
Selain konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius
tentang alam semesta tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni,
memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam
semesta.

5
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

6
DAFTAR PUSTAKA

Asy-Sya’rawi, Mutawalli. 2000. Bukti Adanya Allah. Jakarta : Gema Insani Press.
Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu (Diktat Kuliah). Bandung : UPI Bandung

Izutsu, Toshihiko. 2003. Relasi Tuhan dan Manusia. Yogyakarta : PT. Tiara


Wacana. 

Marconi, Ahmad. 2003. Bagaimana Alam Semesta Diciptakan. Jakarta : Pustaka


Jaya. 
Muthahhari , Murtadha. 2006. Manusia dan Alam Semesta. Jakarta : Penerbit
Lentera. 
Suradika, Agus dkk. 2012. Filsafat Ilmu. Tanggerang : Pustaka Mandiri.
Surohadikusumo, Sabdono. 2006. Kemana Mencari Tuhan. Yogyakarta : Pustaka
Dian. 

Anda mungkin juga menyukai