Anda di halaman 1dari 10

STUDI PERBANDINGAN KADAR ALBUMIN PADA IKAN SIDAT

(Anguilla bicolor) PADA FASE GLASS EEL DAN SILVER EEL


ASAL DANAU POSO
Ade Fazliana Mantika1*, Jamaluddin1, Agustinus Widodo1
1
Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Abstrak: Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh
manusia dan dapat bermanfaat untuk pembentukan jaringan tubuh yang baru
ataupun mempercepat penyembuhan jaringan tubuh (pasca operasi, pembedahan,
dan luka bakar). Albumin yang bersumber dari protein hewani dapat diperoleh
dari daging, ikan dan susu. Albumin diperoleh dari daging ikan seperti pada ikan
sidat (Anguilla bicolor). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
kadar albumin ikan sidat fase glass eel dan silver eel asal Danau Poso. Penelitian
ini menggunakan ikan sidat fase glass eel dengan panjang 4,5 cm (45 mm) dan
pakan yang diberikan yaitu pelet atau sejenis plankton sedangkan silver eel
dengan panjang 47 cm dan pakan yang diberikan yaitu ikan-ikan kecil. Pengujian
kadar albumin menggunakan metode Bromocresol green dengan alat fotometer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar albumin ikan sidat fase glass eel 0,29
g/100g dan fase silver eel 1,19 g/100g. Hasil uji statistik Independent t-test
terhadap kadar albumin menunjukkan perbedaan yang signifikan (p≤0,05).

Kata kunci: Anguilla bicolor, albumin, glass eel, silver eel, bromocresol green,
fotometer.

Abstract: Albumin is a plasma protein that is at most in the human body and can
be beneficial in new body tissues formation or accelerate the healing of body
tissue (post-surgery and burns). Albumin may derived from animal protein such as
meat, fish and milk. Albumin is gain from meat fish such as Eel fish (Anguilla
bicolor). This study aims to determine the ratio of albumin on Eel fish (Anguilla
bicolor) in glass eel and silver eel phase taken from Lake Poso. This study uses of
eel fish in glass eel phase with a length of 4.5 cm (45 mm) and the feed with
pellets or similar of it like plankton while in silver eel phase with a length of 47
cm and feed with small fish. Albumin testing done with Bromocresol green with
photometer instrument. The results showed that the albumin levels in glass eel and
silver eel phase respectively are 0.29 g/100g and 1.19 g/100g. Statistical
Independent t-test indicates albumin levels both of sample significant differences
(p ≤ 0.05).

Keywords: Anguilla bicolor, Albumin, Glass eel, Silver eel, Bromocresol green,
Photometer

1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dengan keanekaragaman hayati di
perairan tawar. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan budidaya ikan sidat
karena Indonesia memiliki iklim tropis (Sasongko dkk, 2007). Ikan sidat
(termasuk benih ikan sidat) yang tersebar di perairan Indonesia meliputi pantai
selatan timur Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau
Kalimantan, di sekeliling pantai Pulau Sulawesi, dan pantai utara Papua (Affandi,
dkk 2013). Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki banyak ikan air tawar
adalah Sulawesi. Di Sulawesi populasi ikan sidat ditemukan di beberapa sungai
dan danau. Potensi perkembangbiakan ikan sidat di Sulawesi sangat besar (Fadly
Y.Tantu, 2014). Menurut Mc Kinnon (2006), tingkat endemisitas yang tinggi
ditemukan di perairan Sulawesi Tengah (Danau Poso), dan Sulawesi Selatan
(Danau Matano dan Danau Towuti).

Ikan sidat memiliki sifat katadromus yaitu masa menjelang dewasa ikan sidat
hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau berkembang biak di
air laut (Affandi dan Riani, 1995). Ikan sidat memiliki siklus dengan beberapa
tahapan, yaitu telur akan mengapung karena massa jenis maka telur-telur tersebut
naik ke permukaan dan menetas menjadi larva leptocephalus. Larva
leptochepalus akan mengalami perubahan bentuk (metamorfosis). Bentuk ikan
sidat sudah menyerupai bentuk ikan sidat dewasa tetapi tubuhnya belum memiliki
pigmen sehingga disebut glass eel (umur 4,5-7 bulan dengan panjang 55-60 mm).
Ikan sidat kaca tersebut mengikuti arus kearah pantai, kemudian beruaya ke muara
sungai menjadi ikan sidat kecil yang disebut elver (umur <1-5 tahun dengan
panjang ≤ 30 cm). Elver akan bermigrasi ke arah hulu kemudian tumbuh menjadi
ikan dewasa yang memiliki pigmentasi disebut yellow eel (umur 5 tahun lebih
dengan panjang panjang > 30 cm ). Ikan sidat tumbuh dan warnanya akan berubah
menjadi perak (Xanthocrhomatism) yang terlihat pada bagian dasar perutnya
disebut silver eel (umur 10-20 tahun lebih dengan berat >250 g (McKinnon, LJ,
2006; Sasono, 2001).

Albumin merupakan protein yang dapat larut didalam air serta dapat terkoagulasi
oleh panas (Allington NI, 2002). Albumin memiliki fungsi sebagai alat
transportasi molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstrasel serta
mengikat obat-obatan dan menjaga tekanan osmotik plasma sehingga banyak
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan karena dapat digunakan sebagai
antioksidan, senyawa proteksi hati serta mengatasi berbagai penyakit terutama
yang disebabkan oleh minimnya jumlah protein darah seperti patah tulang, infeksi
paru-paru, dan proses penyembuhan luka seperti luka bakar dan pasien pasca
operasi (Santoso, 2009; Suprayitno, 2003).

2
Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian kadar albumin pada
ikan sidat Anguilla bicolor fase glass dan silver eel yang berasal dari Danau Poso
untuk melihat pada fase manakah yang paling memiliki kadar albumin yang
tinggi.

BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah ikan sidat spesies Anguilla bicolor fase glass
eel dan silver eel yang diperoleh dari Danau Poso.
Bahan untuk uji kadar albumin menggunakan metode bromocresol green yaitu
reagen bromocresol green, reagen standar albumin, dan reagen kontrol. Bahan
lain yaitu akuades, asam nitrat (HNO3) pekat, natrium hidroksida (NaOH) 10%,
dan tembaga (II) sulfat (CuSO4) 0,2%.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018 – Maret 2019. Pembuatan
ekstrak ikan sidat dan pengujian kadar albumin secara kualitatif dilakukan di
Laboratorium Kimia Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Tadulako,
Palu, Sulawesi Tengah. Pengujian kadar albumin secara kuantitatif dilakukan di
Laboratorium Kesehatan, Palu, Sulawesi Tengah.

Tahap Persiapan Bahan Uji


Ikan ditangkap menggunakan jaring di daerah sungai dan danau kemudian
dimasukkan kedalam wadah polystryene dan diberi es. Selanjutnya dibersihkan
kotorannya dan dicuci menggunakan air mengalir, kemudian dihaluskan dengan
blender hingga homogen dan ditempatkan dalam wadah yang bersih dan tertutup,
disimpan dalam freezer sampai saatnya dianalisis (Hastarini, dkk., 2012).

Tahap Ekstraksi
Ekstraksi albumin dilakukan dengan menggunakan metode pengukusan water
bath. Sampel yang sudah disiapkan, ditambahkan pelarut akuades sebanyak 100
mL, kemudian dilakukan pengukusan water bath pada suhu 37°C selama 10
menit. Kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstrak yang
diperoleh siap untuk dianalisis (Nugroho, 2012).

Tahap Uji Kualitatif Protein Albumin


Ekstrak ikan sidat (Anguilla bicolor) diuji secara kualitatif menggunakan uji
biuret, uji xanthoprotein, dan uji secara visual terhadap adanya protein albumin
(Yazid, 2006; Hairima, 2014).

3
Tahap Uji Kuantitatif Protein Albumin
Ekstrak albumin ikan sidat disentrifugasi sebanyak 10 mL selama 10 menit,
kemudian dipipet ekstrak albumin, larutan standar albumin dan bromocresol green
sebanyak 10 µL dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Lalu
ditambahkan 1000 µL bromocresol green pada setiap tabung reaksi,
dihomogenkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm.
Pengujian ini dilakukan secara triplo (Rodkey, 1964; Doumas et al, 1971).

Konsentrasi (g/dL) = x 4g/dL

Analisis Data
Data yang diperoleh pada pengujian kadar albumin dianalis menggunakan uji
statistik Independent T Test menggunakan program SPSS 16.0 (Statistical
Product and Service Solution).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Analisis Secara Kualitatif
Hasil pengujian secara kualitatif dilakukan dengan 3 metode uji yaitu uji biuret,
uji xanthoprotein dan uji secara visual. yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah
ini :

Tabel 1. Hasil Uji Analisis Kualitatif

Ulangan Perubahan
Ekstrak Metode Uji
I II III warna/endapan

Larutan berwarna ungu


Anguilla Biuret + + +
muda
bicolor Fase
Glass eel Larutan berwarna
Xanthoprotein + + +
Asal Danau kuning jingga
Poso Visual + + + Terbentuk endapan

Larutan berwarna ungu


Anguilla Biuret + + +
muda
bicolor Fase
Larutan berwarna
Silver eel Xanthoprotein + + +
kuning jingga
Asal Danau
Poso Visual + + + Terbentuk endapan
Keterangan: (+) = Ekstrak mengandung albumin

4
(-) = Ekstrak tidak mengandung albumin
Hasil Uji Secara Kuantitatif
Hasil pengujian albumin ikan sidat Anguilla bicolor fase glass eel dan silver eel
asal Danau Poso diuji dengan menggunakan metode Bromocresol green (BCG)
dengan alat fotometer. Didapatkan hasil sesuai dengan table yang dapat dilihat
pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 2 Data Hasil Analisis Albumin Ekstrak Ikan Sidat


Rata-rata
Kadar Kadar Standar
Sampel Berat Kadar
(g/dL) g/100 g Deviasi
(g/100 g)
Anguilla bicolor 100 gr 0,25 0,25
Fase Glass eel
100 gr 0,35 0,35 0,29 0,05
Asal Danau
Poso 100 gr 0,28 0,28
Anguilla bicolor 100 gr 1,12 1,12
Fase Silver eel 100 gr 1,16 1,16
1,19 0,08
Asal Danau
100 gr 1,29 1,29
Poso

PEMBAHASAN
Ikan sidat (Anguilla bicolor) yang digunakan dalam penelitian ini adalah fase
glass eel dengan panjang 4,5 cm dan silver eel dengan panjang 47 cm. Pada
penelitian ini digunakan fase glass eel dan silver eel bertujuan untuk mengetahui
kandungan protein albumin dari kedua fase dimana terdapat perbedaan ukuran dan
berat ikan yang dapat mempengaruhi kandungan gizi tersebut.

Sampel yang sudah disiapkan, ditambahkan pelarut akuades, kemudian dilakukan


pengukusan dengan water bath pada suhu 37°C selama 10 menit. Kemudian
disaring untuk memisahkan filtrat dan residu. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menghilangkan kadar air ikan dan kadar lemak pada ikan, namun tidak
merusak protein yang ada pada ikan sidat sendiri (Maulal, dkk, 2018). Protein
albumin pada ikan akan mengalami kerusakan atau denaturasi pada suhu 50-70ºC
(Wirahadikusumah. M, 1981). Ekstrak yang diperoleh siap untuk dianalisis
(Nugroho, 2012). Setelah didapatkan ekstrak dilakukan pengujian kualitatif
meliputi uji biuret, uji xanthoprotein dan uji visual serta pengujian kuantitatif.

Pada proses analisisnya dilakukan dua jenis pengujian, yakni analisis secara
kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan tujuan
untuk mengidentifikasi adanya protein (albumin) secara kimia melalui terjadinya
reaksi perubahan warna dan pengendapan jika ditambahkan senyawa-senyawa

5
kimia tertentu. Uji kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji biuret,
uji xanthoprotein, dan uji secara visual (Hairima, dkk, 2014).

Analisis protein dengan menggunakan metode biuret warna kompleks ungu


menunjukkan adanya protein. Intensitas warna yang dihasilkan merupakan ukuran
jumlah ikatan peptide yang ada dalam protein. Larutan protein dibuat alkalis
dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Ion Cu 2+ dari
pereaksi biuret dalam suasana basa akan beraksi dengan polipeptida atau ikatan-
ikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida
atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau satu ikatan peptide. Uji ini
untuk menunjukkan senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang
berada bersama gugus amida yang lain (Bintang, 2010).

Analisis protein dengan menggunakan metode xanthoprotein, larutan asam nitrat


pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam ekstrak. Setelah dicampur terjadi
endapan putih yang berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi ini terjadi
ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein (nitrobenzena).
Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin, dan
triptofan (Suprayitno, 2017). Tujuan dilakukan pemanasan adalah agar struktur
albumin mengalami denaturasi sehingga ikatan polipeptidanya dapat terputus
menjadi molekul-molekul penyusunnya sehingga dapat mempercepat reaksi.
Warna kuning jingga yang terbentuk dapat dipertegas agar terlihat makin jelas
dengan penambahan NaOH (Poedjadi, 1994).

Analisis protein dengan menggunakan metode visual, ekstrak dipanaskan dalam


penangas air dengan suhu 70-80°C selama 30 menit agar mudah mengalami
perubahan bentuk. Menurut Winarno (1997) menyatakan, bahwa larutan protein
yang mengalami kerusakan sebagai akibat pemanasan, larutan protein tidak lagi
terdispersi sebagai koloid, dan partikel-partikel tersebut cenderung terpisah dan
mengendap ketika didiamkan. Menurut De Man (1997), suhu koagulasi albumin
yaitu antara 56-72°C.

Analisis protein albumin secara kuantitatif selanjutnya dilakukan dengan


menggunakan metode bromocresol green dengan menggunakan alat fotometer.
Metode ini dapat mengikat albumin (protein) dengan cepat, albumin juga terkenal
dapat berinteraksi dengan berbagai pewarna. Panjang gelombang yang digunakan
yaitu 546 nm, merupakan panjang gelombang serapan maksimum dalam analisis
kadar protein albumin pada sampel (Ahmed, 2011). Tujuan dilakukannya uji
kuantitatif ini adalah unuk mengetahui secara pasti kadar albumin dari kedua fase
ikan sidat yang digunakan.

6
Grafik 4.1 Nilai rata-rata kadar albumin ikan sidat (g/100 g)
Grafik 4.1 di atas merupakan hasil data histogram rata-rata kadar albumin dari
ikan sidat Anguilla bicolor fase glass eel dan silver eel. Kadar albumin tertinggi
yaitu pada fase silver eel dibandingkan dengan fase glass eel seperti Tabel 4.2
diatas. Menurut hasil analisis kadar albumin (Asikin, 2018) menunjukkan kadar
albumin paling besar terdapat pada ekstrak ikan gabus berukuran sedang (600-900
g), hal ini sebanding dengan kadar protein ekstrak yang diperoleh dengan jumlah
paling besar terdapat pada ikan berukuran sedang dan besar. Menurut Rohmawati
(2010) berat badan ikan berpengaruh terhadap kandungan albumin. Namun pada
penelitian ini ikan gabus berukuran besar mempunyai kadar albumin lebih rendah
dibanding ekstrak dari ikan berukuran sedang. Tingginya kandungan albumin
dipengaruhi oleh tingkat stress serta kondisi alam lingkungan tempat hidupnya
(Chasanah et al., 2015). Komposisi kimia ikan sangat bervariasi dari spesies atau
individu yang satu dengan lainnya, tergantung umur, makanan yang tersedia,
jenis kelamin dan kondisi seksual yang berhubungan dengan masa bertelur,
musim dan lingkungan (Paul et al, 2013).

Hasil uji perbandingan rata-rata dengan menggunakan uji independent t-test


menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara kadar albumin ikan sidat jenis
Anguilla bicolor pada fase glass eel dan silver eel. Penelitian lain terkait analisis
kandungan albumin pada jenis ikan lainnya yang telah dilakukan, seperti
penelitian yang telah dilakukan oleh Putri A.A.B. (2016) pada ikan sidat
(Anguilla bicolor) asal Danau Poso, dengan menggunakan tahapan ekstraksi
pemanasan dan pengujian bromocresol green dengan alat photometer. Hasil
pengujian yang didapatkan bahwa kadar rata-rata albumin sebanyak 8,998 mg/100
gram.

7
Pada penelitian Chasanah U. (2017) kadar albumin ikan gabus didapatkan 1,42
gram albumin untuk setiap 100 gram dan Nugroho. M (2013) kadar albumin ikan
gabus didapatkan 2,459 gram albumin untuk setiap 100 gram. Dapat dilihat bahwa
hasil kadar albumin ikan sidat fase silver eel yang dapat dikonsumsi tidak berbeda
jauh dari kadar albumin ikan gabus.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
kadar albumin ikan sidat Anguilla bicolor fase silver eel dan glass eel asal Danau
Poso memiliki perbedaan yang signifikan dengan kadar albumin masing-masing
1,19 g/dl dan 0,29 g/dl.

TERIMA KASIH
Terima kasih kepada UPT Laboratorium Kesehatan Palu yang telah menjadi
tempat dilakukannya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. dan Riani. (1995). Pengaruh Salinitas Terhadap Derajat Kelangsungan


Hidup Pertumbuhan Benih Ikan Sidat (Elver), Anguilla bicolor. Jurnal Ilmu-
ilmu Perairan dan Perikanan.

Affandi, R. Budiardi, T. Wahju, I.R. Taurusman, A.A. (2013). Pemeliharaan Ikan


Sidat Dengan Sistem Air Bersirkulasi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol.
18.

Ahmed, N. (2011). Clinical Biochemistry. New York: Oxford University.

Asikin A.N, Kusmaningrum I. (2018). Karakteristik Ekstrak Protein Ikan Gabus


Berdasarkan Ukuran Berat Ikan Asal DAS Mahakam Kalimantan Timur.
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.

Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Chasanah E, Nurilmala M, Purnamasari AR, Fithriani D. (2015). Komposisi


Kimia, Kadar Albumin dan Bioaktivitas Ekstrak Protein Ikan Gabus
(Channa Striata) Alam dan Hasil Budidaya. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Chasanah U., Nugraheni, R.W. (2017). Pengaruh Metode Ekstraksi terhadap


Kadar Albumin Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata). Program Studi
Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang.

8
Fadly Y.T. (2014). Budidaya Belut dan Sidat. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya.

Hairima, Andrie, M., & Fahrurroji, A. (2014). Uji Aktivitas Salep Obat Luka Fase
Air Ekstrak Ikan Toman (Channa micropeltes) pada Tikus Putih Jantan
Galur Wistar. Pontianak: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran.

Hasnawati. (2016). Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Albumin Ikan


Sidat Jenis Anguilla marmorata Quoy & Gaimard Dan Anguilla bicolor.
Palu: Galenika Journal of Pharmacy.

Hastarini E. (2012). Karakteristik Minyak Ikan dari Limbah Pengolahan Filet Ikan
Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) dan Ikan Patin Jambal (Pangasius
djambal). [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Maulal Fafa, Hari Santoso dan Ahmad Syauqi. (2018). Analisa Kadar Protein
Albumin Ikan Sidat (Anguilla bicolor) Air Tawar Segar dan Dikukus di
Maduran Lamongan. Malang: Known Nature.

McKinnon, L. J. (2006). A Review of Eel Biology: Knowledge and Gaps.


Victoria: Audentes Investment Pty. Ltd.

Menkes. (2010). Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:


1792/Menkes/SK/XII/2010. Tentang Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Nugroho, M. (2012). Pengaruh Suhu dan Lama Ekstraksi secara Pengukusan


Terhadap Rendamen dan Kadar Albumin Ikan Gabus (Opiocephalus
Striatus). Jurnal Teknologi Pangan.

Paul DK, Islam R, Sattar MA. (2013). Physico-Chemical Studies Of Lipids And
Nutrient Content Of (Channa striatus) And (Channa marulius). Turkish
Journal Of Fisheries And Aquatic Sciences.

Poedjiadi, A. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Putri, A. (2016). Analisis Kadar Albumin Ikan Sidat (Anguilla Marmorata Dan
Anguilla Bicolor) Dan Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Terbuka Pada
Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Palu: Galenika Journal of Pharmacy.

Rodkey Lee. (1964). Tris (hydroxymethyl) Aminomethane as A Standard for


Kjeldahl Nitrogen Analysis. Clinical Chemistry.

9
Rohmawati S. 2010. Kandungan Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus streatus)
Berdasarkan Berat Badan Ikan. [Skripsi]. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Santoso, A H, (2009). Uji Potensi Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) sebagai
Hepatoprotector pada Tikus yang diinduksi dengan Parasetamol. Thesis.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sasongko, Agus., J. Purwanto, S. Mu'minah dan U. Arie. (2007). Sidat. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Sasono, A. D. (2001). Kebiasaan Makan Ikan sidat (Anguilla bicolor) di Desa


Citepus, Kecamatan Pelabuhan Ratu dan Desa Cimaja, Kecamatan Cisolok,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Suprayitno, E. (2003). Potensi Serum Albumin dari Ikan Gabus (Ophiocephalus


streatus). Malang: Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.

Suprayitno, E. Dan Sulistiyati, T. D. (2017). Metabolisme Protein. Malang: UB


Press.

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Wirahadikusuma, M. (1981). Biokimia Proteina, Enzima dan Asam Nukleat.


Bandung: Penerbit ITB.

Yazid, E., & Nursanti, L. (2006). Penuntun Praktikum Biokimia Untuk


Mahasiswa Analisis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai