Anda di halaman 1dari 39

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi


Program Studi Magister Ilmu Ekonomi
Dosen Pembimbing:
Prof.Dr. Theresia Militina, M.Si.

Disusun Oleh :

Lismana, SE

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
TUGAS

Sejarah Pemikiran Ekonomi

Dosen : Prof. Dr. Theresia Militina, SE., M.Si

Oleh : Lismana, SE

Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis

Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan Dan Pembangunan

Tugas : Memilih Tiga Filsuf, menulis teori- teori mereka dan


Pergerakannya Serta Sudah Diterapkan Dimana

Apa Itu Filsafat ?

Filsafat merupakan sebuah studi yang membahas segala fenomena yang

ada dalam kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan skeptis dengan

mendalami sebab-sebab terdala, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar.

Selain pengertian di atas dalam pengertiannya filsafat dibagi menjadi dua

yaitu, secara etimologis dan terminologis. Secara etimologis, istilah filsafat

berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu

philosophia yang terdiri dari kata philien yang berarti cinta dan sophia yang

berarti kebijaksanaan. Jadi bisa kita artikan bahwa filsafat berarti cinta akan

kebijaksanaan atau love of wisdom dalam arti yang sedalam-dalamnya.


A. Tokoh Filsafat Yunani Klasik

1. SOCRATES (469–399 SM)

Socrates yang hidup antara tahun 469399 SM adalah seorang

filsuf Yunani. la sangat menaruh perhatian pada manusia dan

menginginkan agar manusia itu mampu mengenali dirinya sendiri.

Menurutnya, jiwa manusia merupakan asas hidup yang paling dalam.

Jadi, jiwa merupakan hakikat manusia yang memiliki arti sebagai penentu

kehidupan manusia Berdasarkan pandangannya itu, ia tidak mempunyai

niat untuk memaksa orang lain menerima ajaran atau pandangan

tertentu. Ia justru mengutamakan agar orang lain dapat menyampaikan

pandangan mereka sendiri. Untuk itu, ia menggunakan metode dialektika,

yaitu dengan cara melakukan dialog dengan orang lain sehingga orang

lain dapat mengemukakan atau menjelaskan pandangan atau idenya.

Dengan demikian, dapat timbul pandangan atau alternatif yang baru.

Socrates tidak meninggalkan tulisan-tulisan tentang pandangannya,

namun pandangan Socrates tadi dikemukakan oleh Plato, salah seorang

muridnya.

Sacrotes adalah gurunya plato, Dalam pemahaman Socrates filsafat adalah

suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas

dari kehidupan yang adil dan bahagia ( principle of the just and happy life ).

Sacrotes merupakan sosok orang yang sangat bijaksana selama menghadapi

berbagai persoalan, ia mampu menyelesaikan Masalah dengan baik dan bijak. Ia

sangat banyak disukai masyarakat. Bagaimana mungkin ia tidak disukai

masyarakat jika sifat kebijaksanaan sudah tertanam pada dirinya. Tentulah

masyarakat sangat menyukainya bukan? Nah dengan kebijaksanaan yang


2

dimiliki itu Sacrotes membantu terciptanya pengetahuan yang baru dengan cara

berdiskusi bersama sama.

a. TEORI SOCRATES : HUKUM SEBAGAI TATANAN KEBAJIKAN

Bagi Socarates, hukum merupakan tatanan kebajikan. Hukum bukanlah

aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat (kontra dilsuf Ionia),

bukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonisme diri (kontra kaum Sofis).

Hukum sejatinya tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum.

Tujuan kehidupan manusia menurut Socrates adalah eudaimonia

(kebahagiaan). Kebahagiaan seperti yang dipahami orang Yunani, yaitu suatu

keadaan obyektif yang tidak tergantung pada perasaan subyektif. Bagi bangsa

Yunani, eudaimonia berarti kesempurnaan jiwa yang oleh Plato dan Aristoteles

diakui sebagai tujuan tertinggi dalam hidup manusia.

Menurut Socrates, untuk mencapai eudaimonia harus melalui arete yang

biasa diterjemahkan dalam bahasa inggris sebagai virtue (kebajikan). Manusia

harus mempunyai arete. Arete membuat manusia sebagai manusia yang baik.

Seseorang yang sudah mempunyai arete sudah pasti tahu apa yang baik

dan hidup yang baik serta mempraktekan pengetahuan yang baik itu.

Ungkapan Socrates yang terkenal adalah Gnothi Seauton, Kenalilah

dirimu. Ini merupakan kata kunci bagi manusia agar menjadi bijak dan adil.

 Kenalilah dirimu bahwa kamu adalah bagian dari akal Tuhan.

 Kenalilah dirimu bahwa kamu memiliki tempat tertentu menurut

stratifikasi sosial dalam negara (pemimpin atau warga biasa).

 Kenalilah dirimu bahwa kamu memiliki tugas ganda, sebagai

warga negara sekaligus warga religi.


3

 Kenalilah dirimu bahwa kamu harus memiliki pengetahuan yang

cukup mengenai berbagai ilmu dalam encyclopedia.

 Kenalilah dirimu bahwa kamu memiliki hak untuk memerintah.

Teori Socrates menampilkan teori tertib hidup yang lain lagi.

Sebagai orang yang berada dalam rezim olympus, ia menghadapi

keluhuran religi itu sebagai kekuasaan yang membutuhkan jawaban

strategis tertentu. Socrates memilih jalan kebijaksanaan sebagai tatanan

tertib hidup manusia. Maka teorinya tentang hukum pun, bertumpu pada

jalan kebijaksanaan.

a. Gagasan - gagasan Socrates

Saat orang - orang begitu fokus pada pemahaman tentang gejala

alam, astronomi, perbintangan dan semua benda luar angkasa. Socrates

lebih suka memahami tentang gejala sosial, perilaku manusia, semua

tentang manusia, sosial politik dan etika politik kenegaraan. dan inilah

yang menjadikan Socrates berbeda dari tokoh idola (Sofis) lain. Saat para

Sofis begitu bangga dengan ilmu yang dimilikinya, dan menjual ilmu - ilmu

nya pada setiap orang yang membutuhkan jasa - jasanya, atau meminta

upah pada setiap muridnya. tetapi Socrates menolak itu semua, dengan

alasan dia tidak tahu apa -- apa. inilah yang membuat Socrates dijuluki

orang bijak di seluruh kota. Socrates menyoroti kehidupan masyarakat

athena waktu itu, dan kata - katanya yang terkenal salah satunya adalah

"ini bukan masalah siapa yang hidup, tapi bagaimana hidup dengan

baik.", jadi salah satu yang diperjuangkan Socrates adalah

memperjuangkan kehidupan sosial yang lebih baik.

b. Metode Filsafat Socrates


4

Socrates mempunyai metode untuk berfilsafat dan mengajarkan

filsafat pada orang - orang, yaitu dengan Percakapan. metode ini

mengajak orang untuk saling bercakap - cakap, bisa terdiri dari dua orang

atau lebih sehingga bisa mendiskusikan pertanyaan - pertanyaan atau

masalah yang ada. tujuan percakapan ini agar siswa atau orang -- orang

mampu menemukan jawabannya sendiri bisa juga saling membantu agar

tercipta keharmonisan antara manusia. Dasar metode ini adalah

pandangan Socrates, bahwa setiap individu mempunyai potensi untuk

mengetahui kebaikan, kebenaran atau kesalahan. metode ini sampai

sekarang masih populer, baik diterapkan di sekolah atau lembaga --

lembaga yang lain. 3/3 Selanjutnya metode Socrates ini disebut sebagai

metode dialog, Dialog yang terdiri dari "Dia-Logos" yang artinya "Logos"

adalah kata/nalar, "Dia" adalah melintasi atau menyeberangi. Metode ini

akan menghasilakn etika dan edukasi, Socrates ingin mengajak orang

agar memperhatikan dan memuaskan jiwanya.Lewat dialog juga bisa

menelanjangi jiwa dan refleksi agar orang menjadi sadar akan kehidupan.

c. Filosofi Socrates

Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada

cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu

permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki

melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf

selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi

manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi

objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para

pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi


5

landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian

hari.

d. Pengaruh

Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat

adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos,

yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena

itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral,

dan juga filsafat secara umum.

e. Metode Pembelajaran Socrates

Nana Sudjana (2005:76) mengungkapkan bahwa metode

pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan

hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.sejalan

dengan hal itu, M. Sobri Sutikno (2009:88) mendefinisikan metode

pembelajaran sebagai cara-cara untuk menyajikan materi pelajaran yang

dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa

dalam upaya untuk mencapai tujuan. Menurut Gerlach dan Elly (1980:14)

metode pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis

untuk menyampaikan informasi. Berdasarkan pengertian metode

pembelajaran yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa

metode pembelajaran merupakan suatu cara sistematis yang dilakukan

oleh seorang guru guna mewujudkan proses belajar pada diri siswa untuk

mencapai tujuan.

2. PLATO (427347 SM)


6

Plato (427347 SM) adalah murid dari Sacrotes. Pemikiran yang

dikemukakan oleh plato banyak dipengaruhi dengan pemikiran Sacrotes. Sangat

wajar jika pemikiran plato di dipengaruhi oleh pemikiran Sacrotes karena

memang di antara mereka ada keterkaitan yaitu sebagai guru dan murid jadi

pasti nya pengajarannya masih berhubungan. Plato berpendapat bahwa dunia

hanyalah sebuah bayangan dan dunia sifatnya hanya fana atau dapat rusak.

Plato dilahirkan di Athena, sekitar tahun 427 SM, dari sebuah keluarga

terpandang di negerinya. Semasa muda, Plato mempelajari filsafat dari seorang

filsuf terkenal, Socrates. Pada 399 SM, ketika Socrates berusia 70 tahun, ia

diadili atas tuduhan yang tidak jelas, seperti ketidaktaatan akan kebijakan

pemerintah dan merusak kaum muda Athena. Socrates divonis mati oeh

pengadilan. Oleh Plato, Socrates disebut sebagai orang paling bijak, adil, dan

terbaik yang pernah dikenalnya, maka wajar jika setelah kematiannya, Plato

sangat muak terhadap pemerintahan demokratik.

Plato kemudian memutuskan untuk pergi dari Athena dan berkelana ke

berbagai tempat selama 12 tahun. Tahun 387 SM, Plato kembali ke Athena

untuk mendirikan sebuah sekolah, bernama Academy. Sekolah itu beroprasi

lebih dari 900 tahun dan Plato menghabiskan sisa hidupnya di sana untuk

mengajar dan menulis filsafat. Murid paling terkenal yang pernah diajarkan oleh

Plato adalah Aristoteles, yang datang ke Academy ketika berusia 17 tahun.

Plato menulis sekitar 36 buku yang bertemakan politik, etika, metafisika,

dan teologi. Salah satu karya terkenalnya adalah Republic, yang mewakili

konsep masyarakat ideal menurut pemikirannya. Bentuk pemerintah terbaik

menurut Plato adalah aristokrasi. Bukan aristokrasi turun-temurun, atau monarki,

melainkan sebuah aristokrasi kepiawaian. Bentuk aristokrasi kepiawaian


7

memungkinkan kekuasaan berada di tangan orang-orang terbaik dan paling bijak

di negerinya. Orang-orang tersebut dipilih bukan melalui pemungutan suara,

tetapi melalui proses seleksi yang ketat. Mereka yang telah terpilih menjadi

anggota kelas wali (pemimpin), harus memasukkan anggota tambahan ke jajaran

mereka berdasarkan kepiawaiannya.

Karya Plato, Republic, telah dibaca oleh banyak orang di seluruh penjuru

dunia selama berabad-abad. Namun, tidak ada satupun pemerintahan yang

menerapkan sistem negara ideal Plato. Selama rentang waktu antara masa Plato

hingga abad modern, sistem pemerintahan sebuah negara umumnya

menerapkan asas monarki, demokratik, atau tirani demagogik, tidak ada satupun

yang mengikuti asas aristokrasi Plato. Walaupun begitu, konsep Plato tidak

sepenuhnya diabaikan. Memang benar jika pemerintahan sipil tidak ada yang

menerapkannya, tetapi ada sebuah kemiripan yang kental antara posisi Gereja

Katolik Eropa abad Pertengahan dengan kelas wali ala Plato. Jelas di sini,

konsep negara ideal Plato tidak dapat langsung diterapkan pada sebuah negara

besar yang terdiri dari berbagai latar belakang manusia, tetapi mungkin dapat

diterapkan pada sebuah kelompok yang menginginkan adanya keanggotaan

yang ideal.

Plato (427347 SM) mengemukakan pandangannya bahwa realitas yang

mendasar adalah ide atau idea. Ia percaya bahwa alam yang kita lihat atau alam

empiris yang mengalami perubahan itu bukanlah realitas yang sebenarnya.

Dunia penglihatan atau dunia persepsi, yakni dunia yang konkret itu hanyalah

bayangan dari ide-ide yang bersifat abadi dan immaterial. Plato menyatakan

bahwa ada dunia tangkapan indrawi atau dunia nyata, dan dunia ide. Untuk

memasuki dunia ide, diperlukan adanya tenaga kejiwaan yang besar dan untuk
8

itu manusia harus meninggalkan kebiasaan hidupnya, mengendalikan nafsu

serta senantiasa berbuat kebajikan. Plato menyatakan pula bahwa jiwa manusia

terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bagian tertinggi ialah akal budi, bagian tengah

diisi oleh rasa atau keinginan, dan bagian bawah ditempati oleh nafsu. Akal

budilah yang dapat digunakan untuk melihat ide serta menertibkan jiwa-jiwa yang

ada pada bagian tengah dan bawah.

Perlu Anda ketahui bahwa Plato meninggalkan lebih dari 30 buah tulisan

dalam bentuk sastra yang mengandung keindahan dan kemurnian. Tulisan

tulisannya yang awal mengemukakan pandangan Socrates, sedangkan yang

akhir menyatakan pandangannya sendiri. Plato mendirikan sekolah dan salah

seorang muridnya yang pandai ialah Aristoteles yang di kemudian hari dikenal

sebagai seorang pemikir dan penulis yang amat berpengaruh.

Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat

spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran.

Filsafat Plato itu kemudian digolongkan sebagai filsafat spekulatif.

a. Teori Idea Plato

Plato dalam mengungkapkan teori ideanya, dengan banyak sekali

diskusidiskusi dengan temannya hal ini terwujud didalam bukunya yaitu

Replubik,yang secara literatur sulit dipahami, tidak secara terstruktur yang

memiliki konsep dengan bagian tertentu. Ada banyak ahli filsafat yang

berusaha memahami, dan mengungkapkan melalui bukunya salah

satunya yaitu Bertand Russel, ia mengungkapkan bahwa teori Idea

adalah sebuah pandangan Plato mengenai sesuatu yang ada itu terwujud

karena adanya idea satu yang menyebabkan patikular atau idea yang lain

dan idea asli itu adalah sesuatu yang mewujudkan yang lain. Untuk
9

memudahkan kita ambil contoh ketika kita melihat ranjang maka itu

adalah ranjang yang dibuat oleh tukang kayu, dan semua ranjang adalah

buatan tukang kayu dimana semua ranjang itu sebuah opini kita. Tukang

kayu itu bukan pembuat ranjang yang hakikat tetapi peniruan dari indrawi

manusia, dengan kata lain kita tidak bisa menyebut tukang kaya itu

sebagai pembuat, tetapi peniru dari particular lain dimana yang asli itu

adalah satu idea yng menghasilkan yang lain artinya sang pembuat itu

adalah yang satu, yang awal.

Semua yang ada dalam alam semesta ini adalah bagian-bagian yang

banyak yang aslinya itu dikarnakan adanya satu, semua yang ada itu

sebuah opini kita. Idea mengandung unsur metafisika atau ghoib

mengenai adanya alam semesta terwujud karena ada unsur satu, dan

satu itu tidak diwujdan tetapi mewujudkan. Dalam hal ini kenyataan dunia

ini itu adalah sebab dari satu,seperti contoh bahwa Ayam Bangkok ayam

lehor ayam jawa semua itu adalah jenis ayam,dan ayam adalah jenis

hewan. kita ambil lagi manusia kulit putih manusia kulit kuning manusia

kulit hitam semua itu adalah jenis manusia, bisa kita Tarik kesimpulan

bahwa manusia dan hewan adalah jenis makhluk, dan makhluk itu yang

banyak itu adalah hasil dari satu pencipta yang menyiptakan itu satu.

Dari uraian tersebuat dapat kita mengerti bahwa Plato lebih

mengutamkan idea yaitu alam yang tidak indrawi sesuatu yang tidak

terwujud, dan juga Plato mengatakan bahwa kebenaran itu bersumber

dari satu tidak ada kebenaran yang materi, materi hanyalah kebenaran

yang membohongkan kebenaran hakiki itu ada dalam Idea, dengan kata

lain plato mengatakan sesuatu yang ada terdapat dua Unsur yaitu
10

jasmani dan rohani dimana rohani akan abadi tidak akan rusak dengan

perbedaan ini maka konsep Idea Plato itu melihat dua unsur yaitu jasmani

dan Rohani. Adapun mengenai materi manurut Plato hanyalah gambaran

yang digerakan oleh Idea maka dunia ini hanyalah rangkaian yang

asalinya itu terdapat pada Idea.

b. Bentuk-bentuk Negara

Dalam bukunya Republic bagian VIII, Plato menyebutkan ada lima

macam bentuk negara. Menurutnya kelima bentuk negara itu tidak dapat

hidup kekal, karena dasar-dasar kehidupan yang prinsipil yang dijalankan

mengubah kesehatan mereka menjadi sakit, dan akhirnya membunuh

mereka. Bentuk-bentuk negara itu adalah :

a. Aristokrasi: penguasa pemerintahan dari kalangan cendekiawan atau

para budiman yang memerintah dengan bijaksana dengan berpedoman

pada keadilan.

b. Timokrasi: pemerintahan dijalankan oleh orang-orang yang bertujuan

mencapai kemasyhuran dan kehormatan, bukan untuk menciptakan

keadilan.

c. Oligarki: tampuk pemerintahan dipegang oleh golongan hartawan dan

tujuan mereka adalah untuk memperkaya diri sendiri.

d. Demokrasi: pemerintahan berada di tangan kalangan rakyat biasa dimana

kebebasan sangat diutamakan.

e. Tirani: bentuk pemerintahan yang menindas bahkan menelan rakyatnya,

sehingga dia berkuasa dengan sewenang-wenang dan tak terbatas.

Tirani itu timbul akibat kemerosotan demokrasi. Tirani merupakan bentuk

yang paling jauh dari bentuk negara ideal yang didambakan Plato.
11

c. Negara Ideal Plato: Antara Utopia dan Realitas

Bertrand Russell menyebutkan bahwa negara yang ingin dibangun Plato

adalah “negara utopia”38. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan

bahwa utopia berarti “sistem politik yang sempurna yang hanya ada di

bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam

kenyataan.”39 Kalau demikian secara sepintas memang konsep negara

yang diinginkan Plato seolah-olah hanyalah khayalan dan tidak mungkin

diterapkan dalam kehidupan nyata.

Bertrand Russell juga menyebutkan bahwa Republiknya Plato

kemungkinan dimaksudkan untuk benar-benar diwujudkan. Hal itu

bukanlah suatu yang ganjil atau mustahil sebagaimana umumnya

pandangan orang. Ide negara Plato memang telah diterapkan oleh

bangsa Sparta. Pemerintahan oleh para filsuf sudah pernah diupayakan

oleh Pythagoras, Architas (pengikut Pythagoras). Bahkan negara

Republik juga pernah didirikan di wilayah pesisir Spanyol. Akan tetapi

dalam perkembangannya, negara-negara Republik yang merupakan

negara-negara kecil, akhirnya mengalami berbagai kemunduran yang

diakibatkan oleh peperangan dan persaingan dengan negara yang lebih

besar.

Menurut Plato negara ideal adalah suatu komunitas etis untuk mencapai

kebajikan. Pada hakikatnya negara adalah suatu keluarga, dimana

mereka yang menjadi warganya menjunjung tinggi persaudaraan. Plato

juga mengatakan bahwa negara memang diciptakan atau dibentuk oleh

manusia. Terbentuknya negara dikarenakan adanya keinginan dan


12

kebutuhan manusia yang tidak dapat terpenuhi secara perorangan. Satu

hal yang penting negara haruslah menjadikan dirinya sebagai sistem

pelayanan, sehingga eksistensi negara selalu dibutuhkan rakyatnya di

segala zaman. Tujuan negara menurutnya adalah mewujudkan

kesenangan dan kebahagiaan seluruh warga negara berlandaskan

keadilan, kearifan, keberanian, atau semangat dan pengendalian diri

dalam menjaga keselarasan dan keserasian hidup bernegara. Untuk

merealisasikan tujuan negara tersebut, warga negara harus memiliki

pengetahuan, terutama tentang ide kebaikan, serta mengaplikasikannya

dalam segala aspek kehidupan. Mengenai bentuk negara yang diidamkan

Plato adalah “negara aristokrasi”, yakni suatu pemerintahan yang

dipimpin oleh cendekiawan atau filsuf yang bijaksana dengan

berpedoman pada keadilan. Negara utopia Plato memang pernah

diaplikasikan oleh filsuf seperti Pythagoras, namun dalam

perkembangannya mengalami kemunduran yang disebabkan oleh

peperangan. Yang terpenting dari konsep negara utopia Plato adalah

muatan nilai-nilai etis yang tentunya sangat relevan dengan realitas

manusia sekarang, dimana nilai-nilai tersebut merupakan sesuatu yang

diperjuangkan di tengah-tengah bangsa kita saat ini. Pergerakannya

Sudah Diterapkan dalam Ide negara Plato memang telah diterapkan oleh

bangsa Sparta.

d. Pandangan Plato Tentang Ide, Dunia Ide dan Dunia Indrawi

 Idea-idea

Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai ide.

Pandangan Plato terhadap ide-ide dipengaruhi oleh pandangan Sokrates


13

tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang

dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide

adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.

Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea adalah

dunia yang melampaui manusia maka ide tidak tergantung pada

pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada

dunia ide. Ide adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial,

abadi, dan tidak berubah. Ide sudah ada dan berdiri sendiri di luar

pemikiran kita. Ide-ide ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Misalnya, ide tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari ide dua,

ide dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan ide genap. Namun, pada

akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan ide-ide

tersebut. Puncak inilah yang disebut ide yang “indah”. Ide ini melampaui

segala ide yang ada.

 Dunia indrawi

Dunia indrawi adalah dunia nyata yang mencakup benda-benda jasmani

yang konkret, yang dapat dirasakan oleh pancaindra kita. Dunia indrawi

ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu

terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat

dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.

 Dunia ide

Dunia ide adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia

ini tidak ada perubahan, semua ide bersifat abadi dan tidak dapat diubah.

Hanya ada satu ide “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia ide semuanya

sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang


14

kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep

pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai

"kebajikan" dan "kebenaran".

3. ARISTOTELES (384322 SM)

Aristoteles (384322 SM) pernah menjadi murid Plato selama 20 tahun

hingga Plato meninggal. Ia senang melakukan perjalanan ke berbagai tempat

dan pernah menjadi guru Pangeran Alexander yang kemudian menjadi Raja

Alexander Yang Agung. Selanjutnya, perlu Anda pahami bahwa Ia juga

mendirikan sebuah sekolah yang disebut Lyceum.

Aristoteles merupakan murid dari Plato, jadi diantara ketiga tokoh ini

masih berkesinambungan atau berkaitan. Aistoteles adalah orang yang pertama

kali mengklasifikasi kan spesies biologi dan membuktikan bahwa bumi itu

bentuknya bulat. Pemikiran aristoteles menggunakan aliran empirisme yang

didasarakan dengan bukti dan pengalaman yang mereka miliki.

Aristoteles merupakan seorang pemikir yang kritis, banyak melakukan

penelitian dan mengembangkan pengetahuan pada masa hidupnya. Ia banyak

menaruh perhatian pada ilmu kealaman dan kedokteran. Tulisan-tulisannya

dapat dikatakan, meliputi segala ilmu yang dikenal pada masanya, termasuk ilmu

kealaman, masyarakat dan negara, sastra dan kesenian, serta kehidupan

manusia.

Tulisan Aristoteles yang terkenal hingga sekarang ialah mengenai logika

yang disebut analitika. Analitika ini bertujuan mengajukan syarat-syarat yang

harus dipenuhi pemikiran yang bermaksud mencapai kebenaran. Dalam hal ini,

inti logika Aristoteles disebut silogisme, yaitu cara berpikir yang bertolak dari dua
15

dalil atau proposisi yang kemudian menghasilkan proposisi ketiga yang ditarik

dari dua proposisi semula. Pentingnya logika dalam perkembangan ilmu, akan

dapat Anda pelajari dalam bahasan tersendiri.

Ia memberikan dua macam definisi terhadap prote philosophia itu, yakni

sebagai ilmu tentang asas-asas pertama (the science of first principles) dan

sebagai suatu ilmu yang menyelidiki peradaan sebagai peradaan dan ciri-ciri

yang tergolong pada objek itu berdasarkan sifat alaminya sendiri. Dalam

perkembangannya kemudian prote philosophia dari Aristoteles disebut

metafisika. Ini merupakan suatu istilah tehnis untuk pengertian filsafat spekulatif.

a. Pemikiran dan Pandangan Aristoteles (384 – 322 BC)

Pemikiran Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan, pertama ketika ia

masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan

gurunya tersebut, kemudian ketika ia memimpin akademi Lyceum, dan

yang terakhir pada waktu ia mengungsi ke daerah Yunani utara, di tempat

kelahirannya.

Selama memimpin Lyceum, ia menerbitkan enam karya tulis yang

membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang

paling penting, selain kontribusinya di bidang metafisika, fisika, etika,

politik, ilmu kedokteran, ilmu alam dan karya seni.

Memang ciri khas kebudayaan Yunani, yang selalu ingin mengubah

ketidakteraturan menjadi keberaturan, menerapkan keberaturan buatan

manusia ke dalam dunia alami yang kacau. Aristoteles juga berusaha

membuat keberaturan dalam sistem pemerintahan. Ia menciptakan

sistem klasifikasi monarki, oligarki, tirani, demokrasi dan republik, yang

masih dipakai hingga sekarang.


16

Di bidang ilmu pengetahuan alam, ia merupakan orang pertama yang

mengelompokkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara

sistematis. Observasinya ini termasuk suatu bentuk dari keberaturan yang

ia ciptakan untuk menggambarkan hukum alam dan keseimbangan pada

alam, yaitu metabolisme, perubahan suhu, pemrosesan informasi,

embriogenesis, dan pewarisan sifat.

Hingga kini, Metode Aristoteles digunakan oleh ahli biologi moderen

ketika menjelajahi wilayah baru, yaitu dengan mengumpulkan data secara

sistematis, menemukan pola, dan membuat kesimpulan dari penjelasan

kausal yang mungkin saja terjadi. Berlawanan dengan Plato, yang

menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles

menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada

(eksis).

Pemikiran lainnya adalah tentang gerak, ia selalu mengatakan bahwa

semua benda bergerak menuju satu tujuan. Karena benda tidak dapat

bergerak dengan sendirinya, maka harus ada penggerak. Penggerak itu

harus mempunyai penggerak lainnya, hingga tiba pada penggerak

pertama yang tak bergerak, yang kemudian disebut dengan theos, yaitu

Tuhan dalam pengertian Bahasa Yunani.

b. Pemikiran Aristoteles

Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika

dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat

dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir

pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang

membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang


17

paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika,

Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.

Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan

dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis.

Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis, dan

pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.

Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk

ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa

bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak di

mana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah

pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat

bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak di mana

penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada

penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan

theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap

berarti Tuhan.

Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive

reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar

dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam

penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen

dan berpikir induktif (inductive thinking).

Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting

Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik

kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada.

Misalkan ada dua pernyataan (premis):


18

• Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).

• Sokrates adalah manusia (premis minor)

• maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati

Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal

adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Karena luasnya

lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap

berkontribusi dengan skala ensiklopedis, di mana kontribusinya

melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika,

Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-

prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika,

politik, dan bahkan teori retorika dan puisi. Di bidang seni, Aristoteles

memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike.

Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan

pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar

pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut

keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah

karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil

chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan

kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu

disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah

dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut.

Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. Aristoteles juga

mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem

yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk

kronologi. Pada masa yang sama, menurut dia juga Sejarah adalah
19

peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau

bukti-bukti yang konkret.

B. Tokoh Filsafat Muslim dan Pemikirannya

1. AL-KINDI (185-252 H/ 801-866 M)

Al-Kindi Dari suku Kays di Kindah (Yaman) lahirlah Abu Yusuf

Ya’kub bin Ishaq Ash-Sabbah bin Imran bin Ismai’il bin Asy’ats bin Qays

Al-Kindi. Ia lahir di Kufah tahun 185 H (801 M). Ayahnya Ishaq Ash-

Shabbah, seorang gubernur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi

dan Harun Al-Rasyid. (Yunasril Ali, 1991: 27). Al-Kindi hidup pada masa

keemasan kekuasaan Bani Abbas. Pada masa pemerintahan Harun Al-

Rasyid yang sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan ilmu

pengetahuan, Bagdad menjadi pusat perdagangan dan ilmu

pengetahuan. Al Rasyid mendirikan akademi atau lembaga tempat

pertemuan para ilmuwan yang disebut Bayt Al-Hikmah (Balai Ilmu

Pengetahuan). Al-Kindi mempelajari Al-Qur’an, membaca, menulis dan

berhitung di Basrah. Kemudian melanjutkan ke Bagdad. Ia mahir sekali

dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada waktu itu seperti ilmu

kedokteran, filsafat, ilmu berhitung, logika, geometri, astronomi. Disinilah

Al-Kindi lebih luas mengenal ilmu pengetahuan, kesusastraan dan

kebudayaan Yunani dan Siria Kuno, ia juga menguasai bahasa Suryani,

kemudian menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Arab. (A.

Mustofa, 1997: 100).

Al-Kindi dikenal sebagai filsuf pertama yang lahir dari kalangan

Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa


20

Yunani. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam

bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinos. Sayangnya ada

sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan

Aristoteles yang berjudul Teologi menurut Aristoteles, yang di kemudian

hari menimbulkan sedikit kebingungan.

Ia adalah filsuf berbangsa Arab dan dipandang sebagai filsuf

Muslim pertama. Secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab

yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah

Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat

Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan

pikiran-pikiran asing tersebut.

Al Kindi telah menulis banyak karya dalam pelbagai disiplin ilmu,

dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan,

farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis

seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.

Di antaranya ia sangat menghargai matematika. Hal ini

disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi

siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting

sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam

filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini

meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.

Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu

(appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau

rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini

dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua


21

kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang

menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik,

maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang

yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan

amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka

yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai

raja.

Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk

menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang

lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah

sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju

kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi

wahyu.

Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala

sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi

dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan

bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka,

dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi

mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani,

mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh

Tuhan.

a. Karya-karyanya AL-KINDI (185-252 H/ 801-866 M)

Dalam bidang filsafat karangan Al-Kindi diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah

(1950) dengan Judul Rasail Al-Kindi Al-falasifah beisi 29 makalah dan


22

oleh Prof. Ahmad Fuad Al Ahwani dengan judul Fi-Al Kitab Al-Kindi Ila

Mu’tashim Billah falsafah Al-ula. Dari karangan-karangannya diketahui

bahwa Al-Kindi adalah penganut aliran Eklektisitas, dalam metafisika dan

kosmofologi ia mengambil pendapat Aristoteles, dalam psikologi ia

mengambil pendapat Plato. (A. Mustofa, 1997:102).

b. Pemikirannya Tentang Ketuhanan

Persoalan metafisika dibicarakan oleh Al-Kindi dalam bahasa risalahnya

antara lain risalah yang berjudul “Tentang Filsafat Pertama” dan “Tentang

Keesaan Tuhan dan Berakhirnya Benda-benda Alam.” Pembicaraan

dalam soal ini meliputi Hakekat Tuhan, Wujud Tuhan, dan Sifat-sifat

Tuhan.

c. Hakikat Tuhan

Tuhan menurut Al-Kindi adalah wujud yang haq (benar) yang bukan

asalnya tidak ada kemudian ada. Ia selalu mustahil tidak ada. Ia selalu

ada dan akan selalu ada. Oleh karenanya Tuhan adalah wujud sempurna

yang tidak didahului wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada

wujud kecuali dengan-Nya.

d. Bukti-bukti Wujud Tuhan

Untuk membuktikan wujud Tuhan ia menggunakan tiga jalan, yaitu :1)

Barunya alam; 2) Keanekaragaman dalam wujud; dan 3) Kerapian alam.

e. Sifat-sifat Tuhan

Al-Kindi membuktikan keesaan Tuhan dengan mengatakan bahwa :”Ia

bukan benda (huyula, mddah); bukan form (shrah); tidak mempunyai

kualitas; tidak berhubungan dengan yang lain (idlfah); misalnya sebagai

ayah atau anak; tidak bisa disifati dengan apa yang ada dalam pikiran;
23

bukan genus; bukan differentia (fals); bukan proprium (khssah), bukan

Accident (‘aradl); tidak bertubuh; tidak bergerak. Karenanya , maka Tuhan

adalah keesaan belaka, tidak ada lain kecuali keesaaan itu semata.

(Hanafi, 1990: 77-78) Kesimpulannya ialah bahwa Tuhan adalah Sebab

Pertama (Firs Cause), dimana wujudNya bukan karena sebab yang lain.

Ia adalah Zat yang menciptakan, tetapi bukan diciptakan, menciptakan

segala sesuatu dari tiada. Ia adalah Zat yang menyempurnakan, tetapi

bukan disempurnakan. Dalam kitab Fi’al-Falsafah al Ula dan juga dalam

kitab Fi Wahdaniyyati L-lahi Watanahi Fijirmil-‘Alam Al-Kindi telah

membahas tentang adanya Allah, sifat dan dzat-Nya. Sebagai orang yang

dijuluki Filosof Arab pertama dalam dunia Islam Al-Kindi telah

mengemukakan sejumlah dalil tentang adanya Allah yang umumnya

didasarkan pada pengamatan empiris terhadap kenyataan-kenyataan

indrawi. Dan ini pada hakikatnya sejalan dengan tuntutan Al-Qur’an yang

dalam berbagai ayat-Nya telah menghimbau manusia untuk mengamati,

memperhatikan dan memikirkan segala kenyataan di sekelilingnya dan

juga dalam dirinya. Dalil adanya Tuhan Diantara dalildalil terpenting yang

dikemukakan oleh Al-Kindi tentang adanya Allah adalah sebagai berikut :

Dalil Barunya Alam Dalil Keragaman dan Kesatuan Alam Dalil

Keteraturan Alam (Ahmad Daudy, 1986: 16).

 Dalil Barunya Alam

Penggunaan konsep bahwa alam ini baru sebagai dalil adanya Allah telah

dikenal dalam kalangan Mutakallimin sebelum Al-Kindi. Perbedaannya

hanya terletak pada isi kandungan dalil tersebut tidak pada dasarnya

ejaannya. Menurut Al-Kindi bahwa segala sesuatu dalam alam ini dengan
24

sendirinya ada yang mendahului. Dengan demikian alam ini ada sebab

bagi adanya. Hal ini berarti alam ini ada permulaannya baik dari segi

gerak maupun dari segi zaman. Dari segi gerak, karena gerak pada

wataknya mengikut jisim karena tidak mungkin adanya gerak jika tidak

ada jisim yang bergerak. Dengan demikian gerak juga baru dan ada titik

awalnya. Sedangkan dari segi zaman, karena zaman adalah ukuran

gerak dan juga baru seperti gerak. Jadi jisim, gerak dan zaman tidak

dapat saling mendahului dalam wujud dan semuanya itu ada secara

bersamaan. Ini berarti alam ini baru dan karena itu ada penciptanya.

 Dalil Keragaman dan Kesatuan

Dalil ini didasarkan pada suatu konsepsi bahwa keragaman yang terdapat

dalam kenyataan empiris tidak mungkin ada tanpa adanya kesatuan dan

kesatuan tidak mungkin ada tanpa adanya keragaman. Fenomena

keterkaitan segala kenyataan empiris dalam keragaman dan kesatuan

bukanlah karena kebetulan tetapi ada sebabnya. Dan sebab itu bukan

jenis zat tersebut karena jika demikian maka tidak akan ada

kesudahannya secara secara aktual yakni sebab-sebab yang tidak

berakhir. Menurut AlKindi tidak mungkin adanya sesuatu secara aktual

tanpa akhir. Dengan demikian tentunya dalam keragaman dan kesatuan

ada suatu zat yang lebih tinggi dan luhur serta lebih mendahului adanya

karena sebab itu harus mendahului musabab, dan itu adalah Allah.

 Dalil pengendalian Alam


25

Adanya pengaturan dan pengendalian yang terdapat dalam alam ini

sebagai gejala dan bukti atas kepastian adanya pengatur dan pengendali

(Tuhan). Selain dalil-dalil di atas Al-Kindi berpendapat bahwa alam itu

temporal dan berkomposisi yang karenanya ia membutuhkan pencipta

yang menciptakannya. “Yang Esa yang Hak adalah yang pertama yang

menahan segala yang diciptakan sehingga sesuatu yang tidak mendapat

pertahannan dan kekuatan-Nya pasti akan hancur (Ibrahim, 1995: 118)

1. Zat dan Sifat Tuhan

Adapun tentang hakekat Allah Al-Kindi menjelaskan bahwa Allah wujud

yang hak (Al Inaiyyah, Al Haqqah) yang tidak ada ketiadaan selama-

lamanya yang senantiasa dan akan selalu demikian oleh wujud apapun.

Wujud-Nya tak berakhir dan tak ada wujud sesuatu tanpa wujud-Nya.

Dalam masalah sifat Allah Al-Kindi tampaknya telah memilih mazhab

Mu’tazilah yang menafsirkan tauhid sebagai kesatuan zat dan sifat. Oleh

karena itu Al-Kindi memandang ke-Esaa-an itu suatu sifat Allah yang

khas. Jadi Allah adalah Esa dalam bilangan dan Esa dalam Zat. Untuk

membuktikan wujud Tuhan, Al-Kindi berbijak adanya gerak, keanekaan,

dan keteraturan alam sebagaimana argumentasi yang sering

dikemukakan oleh filosof Yunani. Sehubungan dengan dalil gerak, Al-

Kindi mengajukan pertanyaan sekaligus memberikan jawaban dalam

ungkapan berikut : Mungkinkah sesuatu menjadi sebab adanya sendiri,

atau hal-hal itu tidak mungkin ? Jawabannya : Yang demikian itu tidak

mungkin. Dengan demikian, alam ini adalah baru, ada permulaan dalam

waktu; demikian pula ada akhirnya. Oleh karenanya, alam ini harus ada

yang menciptakannya. Dari segi filsafat, argumen Al-Kindi itu sesuai


26

dengan argumen Aristoteles tentang causa prima dan penggerak

pertama, penggerak yang tidak bergerak. Dari segi agama, argumen Al-

Kindi itu sejalan dengan Mutakallimin. Alam berubah-ubah, semua yang

berubah-ubah adalah baru. Karena alam adalah baru, maka alam adalah

ciptaan yang mengharuskan adanya penciptanya, yang mencipta dari

tiada (creatio exnihilo). Tentang dalil keanekaan alam wujud, Al-Kindi

mengatakan bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa

adanya kesatuan, demikian juga sebaliknya tidak mungkin adanya

kesatuan tanpa keanekaan alam indrawi atau yang dapat dipandang

sebagai indrawi. Karena dalam wujud mempunyai persamaan keanekaan

(keberagaman) dan kesatuan (keseragaman), maka sudah pasti hal ini

terjadi karena ada sebab, bukan karena kebetulan. Dan sebab ini bukan

alam wujud yang mempunyai persamaan dan keseragaman itu sendiri.

Jika tidak demikian akan terjadi sebab akibat yang tidak berkesudahan,

dalam hal ini tidak mungkin terjadi. Oleh karenanya, sebab itu di luar

wujud itu sendiri, eksistensinya lebih tinggi, lebih mulia dan lebih dulu

adanya. Sebab ini tidak lain adalah Tuhan. Mengenai dalil keteraturan

alam sebagai wujud adanya Tuhan, Al- Kindi mengatakan bahwa

keteraturan alam indrawi tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya zat

yang tidak terlihat, dan zat yang tidak terlihat itu tidak mungkin diketahui

adanya kecuali dengan adanya keteraturan dan bekas-bekas

menunjukkan ada-Nya yang terdapat dalam alam ini. Argumen demikian

ini disebut argumen teleologik yang pernah digunakan Aristoteles, tetapi

juga bisa diperoleh dari ayat-ayat Al-Qur’an (Hasan, 1998: 4-5).


27

2. AL-FARABI (258-339 H/872-950 M)

Riwayat Hidup Al-Farabi Dalam sejarah, riwayah hidup Al-Farabi tidak

termaktub dengan jelas, karena Al-Farabi sendiri maupun pengikutnya

tidak pernah menulis dan merekam kehidupannya. Yang ada hanya

beberapa karangan yang menerangkan tentang sebagian biografi beliau

seperti buku Wafayat Al-A’yan karangan Ibnu Khalikan. Beliau adalah

orang Turki, lahir di desa Wasij dekat daerah Farab, Transoxiana pada

tahun 258 H.  Nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad

bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi, yang dikenal dengan Avennoser.

Bapaknya seorang perwira tentara dari Parsi sedang ibunya berasal dari

Turkistan. Bahasa yang dipakainya sehari-hari ialah bahasa Arab,

disamping itu ia tidak lupa mempelajari bahasa Turki dan bahasa Parsi

seperti juga ia belajar dan mengamalkan ajaran Islam yang dipeluknya

dengan penuh keyakinan. Kealiman Al-Farabi dalam filsafat ditunjang

oleh keahliannya dalam bidang logika, sehingga disebut oleh para ahli

sejarah filsafat dengan sebutan Al-Mu’allim as-Tsani (guru kedua) Artinya

dialah guru kedua sesudah Aristoteles. Keahlian Al-Farabi dalam bidang

logika melebihi Al-Kindi. Meskipun diakui bahwa Al-Kindi mempunyai

filsafat yang sudah demikian baik, tetapi karena ia kalah dalam bidang

logika maka ia dapat mengungguli Al-Farabi. Al-Farabi telah

membicarakan berbagai sistem logika sehingga mudah dipahami, iapun

telah dapat menjelaskannya dengan baik dan mensistematisirnya dengan

teratur, dengan demikian logika itu bertambah mudah dimengerti

(Yunasril Ali, 1991: 40). Pada masanya, sudah banyak kemajuan yang

dibangun dari berbagai  bidang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun


28

kebudayaan. Dengan begitu, hal ini berpengaruh besar terhadap pola

pikir Al-Farabi, termasuk di dalam membangun sendi-sendi pemikiran dan

sistem filsafat. Aliran filsafat yang banyak berpengaruh pada pemikiran

beliau adalah Filsafat Plato, Aristoteles dan Neo Platonisme. Sebelum

membicarakan tentang hakekat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, Al-Farabi

terlebih dahulu membagi wujud yang ada kepada dua bagian :

1. Wujud yang Mumkin atau wujud yang nyata karena lainnya

Seperti wujud cahaya yang tidak ada, kalau sekiranya tidak ada

matahari. Cahaya itu sendiri menurut tabiatnya bisa wujud dan bisa tidak

berwujud. Atau dengan kata lain, cahaya adalah wujud yang mumkin.

Akan tetapi karena matahari telah wujud, maka cahaya tersebut menjadi

wujud yang nyata (wajib) karena matahari. Wujud yang mumkin tersebut

menjadi bukti adanya Sebab Yang Pertama (Tuhan).

A. Wujud Yang Nyata dengan sendirinya

Wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-

Nya, yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, maka akan timbul

kemustahilan sama sekali. Kalau Ia tidah ada, maka yang lain pun tidak

akan ada sama sekali. Ia adalah Sebab Yang Pertama bagi semua wujud.

Wujud Yang Wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah). Hakikat Tuhan

Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa suatu sebab,

karena kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab

tergantung kepadanya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang

paling dahulu adanya. Karena itu Tuhan adalah Zat yang azali (tanpa

permulaan) dan yang selalu ada. Zat-Nya itu sendiri sudah cukup menjadi

sebab bagi keabadian wujud-Nya. Wujud-Nya tidak berarti hule (matter,


29

benda) dan form (shrah), yaitu dua bagian yang terdapat pada makluk.

Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara tersebut, tentunya akan

terdapat sususnan (bagian-bagian) pada zat-Nya. Sifat-sifat Tuhan Tuhan

yang digambarkan oleh Al-Farabi adalah Tuhan yang jauh dari makhluk-

Nya dan Ia tidak dapat dicapai kecuali dengan jalan renungan dan

amalan serta pengalaman-pengalaman (pengalaman batin). Al-Farabi

juga mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui alam dan tidak

memikirkannya pula, yakni tidak menjadikan alam sebagai objek

pemikiran Tuhan. Pendapat tersebut didasarkan atas anggapan bahwa

alam terlalu rendah tingkatannya untuk dijadikan objek pemikiran Tuhan,

Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Agung. Tuhan hanya memikirkan

Zat-nya yang menjadi sebab bagi wujud alam ini. Jadi pemikiran Tuhan

terhadap alam ini tidak langsung, melainkan cukup melalui Zat-Nya,yakni

dalam kedudukan-Nya sebagai sebab adanya alam berserta segala

peristiwanya. Apabila Tuhan lebih dari satu, maka Tuhan itu adakalanya

sama-sama sempurna wujudnya atau berbeda dalam suatu sifat-sifat

tertentu. Dengan demikian tiap-tiap Tuhan mempunyai dua macam sifat

yaitu sifat umum yang dimiliki bersama-sama oleh Tuhan-Tuhan itu dan

sifat-sifat khusus yang ada pada masing-masing Tuhan. Inilah sesuatu

yang tidak mungkin. Demikian pula karena Tuhan itu tunggal, maka Ia

tidak dapat diberi batasan (definite), karena batasan berarti penyusunan

yaitu yang memakai speces dan defferentia atau dengan memakai matter

dan form, seperti halnya dengan jauhar (benda), sedang kesemua itu

adalah mustahil bagi Tuhan. Oleh karena itu Tuhan tidak dapat dibatasi

oleh manusia yang terbatas ini dengan sempurna. Sebagai mana suatu
30

cahaya yang sangat kuat menyilaukan mata, sehingga kita sulit

menguraikan sifat-sifat cahaya itu yang sebenarnya. Adapun kesulitan

tentang pengetahuan kita mengenai Dia, disamping keterbatasan yang

kita miliki, dan wujud yang tidak terbatas itu, juga karena kita telah

tenggelam dalam alam kebendaan yang menutup mata hati kita. Semakin

kita menghindari benda itu semakin dekat kita kepada pengetahuan

tentang Tuhan yang lebih jelas (Mustofa, 1997 : 134-135) Seperti AlKindi,

Al-Farabi juga membagi wujud menjadi dua wujud yang wajib dan yang

mumkin. Di luar wujud itu tak ada wujud yang lain. Wujud yang wajib itu

bersifat abadi, sempurna, hakikat yang sebenarnya. Dia adalah Tuhan

Allah. Wujud yang sempurna ini haruslah hanya satu. Dari zat yang Eka

inilah muncul yang serba aneka. Wujud yang mungkin adalah wujud yang

ada disebabkan oleh lainya, tidak sempurna, beraneka dan berubahubah.

Sedangkan masalah hakikat Tuhan, Ia adalah wujud yang sempurna dan

yang ada tanpa sesuatu sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab

ia tergantung kepada-Nya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang

paling dahulu adanya. Karena itu Tuhan itu adalah zat yang ajaib (tanpa

permulaan) dan yang selalu ada. Zat-Nya itu sendiri sudah cukup menjadi

sebab bagi keabadian wujud-Nya. Wujud-Nya tidak berarti terdiri dari hule

(benda) dan form (bentuk) yaitu dua bagian yang terdapat pada makhluk.

Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara tersebut tentunya akan

terdapat susunan atau bagian-bagian pada zat-Nya.( (Mustofa, 1997:

135). Mengenai sifat-sifat Tuhan tidak berbeda dari zat-Nya karena Tuhan

adalah tunggal. Tuhan benar-benar akal (pikiran) murni, Karena yang

menghalang-halangi sesuatu untuk menjadi akal atau pikiran dan berfikir


31

adalah berada, maka sesuatu itu berada, kalau wujud sesuatu itu tidak

membedakan benda, maka sesuatu itu benar-benar akal (pikiran).

Demikianlah keadaan wujud yang pertama (Tuhan). Jadi dari apa yang

telah diterangkan di atas kita mengetahui bahwa Al-Farabi berusaha

keras untuk menunjukkan ke-Esaan Tuhan dan ketunggala-Nya, dan

bahwa sifat-sifat-Nya tidak lain adalah zat-Nya sendiri. Dari segi ini yakni

kesatuan sifat dengan zat maka Al-Farabi sependapat dengan golongan

Mu’tazilah.

3. AL-GHAZALI (450-505 H/1058-1111 M)

Riwayat Hidup Al-Ghazali Ia adalah Abu Hamid Al-Ghazali

dilahirkan pada tahun 1058 M. di kota Thus Khurasan. Suatu kota kecil di

kota Iran sekarang. Kata Al Ghazali kadang-kadang diucapkan dengan

Al-Ghazzali (dengan dua Z). Kata ini berasal dari Ghazzal yang berarti

tukang pintal benang (Labib dan Firdaus, 1995: 28), hal itu karena ayah

Imam Al-Ghazali dengan memakai satu Z maka itu merupakan nisbat

kepada kata Ghazalah yang diambil dari nama kampung kelahiran Al-

Ghozali yang terakhir ini adalah yang paling tepat. Ayah Al-Ghozali

adalah Muhammad bin Ahmad, seorang ulama yang dikenal juga seorang

sufi. Beliau meninggalkan Al-Ghazali ketika masih kecil, akan tetapi

sebelum wafat beliau telah dititipkan kepada seorang sufi pula untuk

mendapatkan bimbingan dalam hidupnya sehingga tidak heran kalau

pada akhirnya beliau sangat tertarik sekali dengan ilmu tasawuf karena

memang bekal yang beliau terima sedari kecil adalah tentang moral dan

tasawuf (Abu Ahmadi,1982: 161). Al-Ghazali pertama-tama belajar ilmu


32

agama di kota Thus kemudian meneruskan ke kota Jurjan, dan akhirnya

belajar di Naisabur pada Imam Juwainy, sampai akhirnya meninggal pada

tahun 478H/1085M. Kemudian berkunjung pada Nidhzam Al-Mulk, di kota

Mua’skar dan dari padanya beliau mendapat penghormatan yang luar

biasa, kemudian beliau tinggal di kota itu selama 6 tahun lamanya. Pada

tahun 483H/1090M ia diangkat menjadi guru di sekolah nidhzamiyah

Baghdad. Selama di Baghdad selain sebagai pengajar ia sering juga

memberikan bantahan-bantahan kepada Syi’ah Isma’iliyah dan juga

golongan-golongan pemikiran yang dirasa tidak cocok dengan dirinya dan

khususnya dengan Islam. Dan selama waktu itu pula beliau tertimpa

berbagai macam keraguan tentang pekerjaan yang ia geluti sekarang

sehingga beliau mengalami penyakit yang sulitdisembuhkan sehingga ia

dapat memanfaatkan waktunya untuk berpikir ke arah ilahiyah. Sampai

akhirnya beliau meninggalkan pekerjaan sebagai tenaga pengajar dan

pergi menuju kota Damsyik dan di kota tersebut beliau tidak menyia-

nyiakan waktu untuk merenung, membaca dan menulis selama kurang

lebih 2 tahun pada waktu itu tasawuf sebagai jalan hidupnya. Kemudian

pindah menuju Palestina dan di sini beliau tetap merenung, membaca

dan menulis dengan mengambil tempat Baitul Maqdis sebagai tempat

dalam perenungannya. Sesudah itu tergeraklah hatinya untuk

menjalankan ibadah Haji di Baitullah El-Haram dan kemudian kembali ke

negerinya dan di sana beliau berkhalwat dengan khusu’ yang

berlangsung selama 10 tahun lamanya dan selama perpindahannya ke

Damsyik beliau meneruskan beberapa ide tentang keagamaan yang


33

kemudian tercetus dalam sebuah kitab yang bernama IHYA’

ULUMUDDIN.

Karena desakan penguasa pada masanya, yaitu Muhammad

Saudara barkijaruk Al-Ghazali mau kembali mengajar sampai meninggal

pada 505 H/1111 M. Karya Al-Ghazali Al-Ghazali adalah seorang pemikir

Islam, puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai disiplin ilmu

keislaman yang diantaranya Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam

(Fikih), Tasawuf, akhaq dan kesopanan dengan autobiografinya

kebanyakan dituangkan dalam bahasa Arab dan yang lainnya dalam

bahasa Persi. Pengaruh Al-Ghazali di kalangan muslimin sangat besar

sekali sehingga menurut pandangan para ahli ketimuran (Orientalis)

agama Islam kebanyakan digambarkan oleh kaum muslimin banyak yang

bersumber dari konsep AlGhazali. Kitabnya yang terbesar yaitu IHYA’

ULUMUDDIN yang mempunyai arti meghidupkan ilmu-ilmu agama dan

yang dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan yang

berpindah-pindah dari satu tempat lainnya yang berisi paduan yang indah

antara fiqh, tasawuf, dan filsafat bukan saja terkenal di kalangan kaum

muslimin tetapi juga di dunia Barat dan dunia di luar Islam. Bukunya yang

lain yaitu : ALAMUNQIDZ MIN ADDHALAL (Penyelamat dari kesesatan)

berisi sejarah perkembangan alam fikirannya dan mencerminkan sikap

yang terakhir terhadap berbagai macam ilmu, serta jalan untuk mencapai

Tuhan, ada beberapa penulis modern yang mengikuti jejek AlGhazali

dalam menulis beberapa autobiografi. Ibnu Al-‘Ibri dan Raymound Martin

banyak mengambil fikiran-fikiran Al-Ghazali untuk menguatkan

pendiriannya. Demikian pula Pascal (Perancis 1623-1662) dan filosof


34

Barat lainnya sebagaimana diakui oleh AsinPalacios, banyak persamaan

dengan Al-Ghazali dalam pendiriannya, bahwa pengetahuan agama tidak

bisa diperoleh melalui pemikiran melainkan harus berdasarkan hati dan

rasa (Abu Ahmadi, 1982: 162). Diantara buah prakarsa filosofisnya yang

dikarang selama 3 tahun adalah Maqasid al-Falasifah (Tujuan para

filosofis) dimana beliau mengatakan bahwa tujuan yang sebenarnya

adalah untuk menjelaskan ajaran-ajaran para filosof sebagai persiapan

untuk menolak pandangan mereka. Kitab ini sudah diterjemahkan ke

dalam bahasa latin yaitu; oleh Dominicus gundissalinus yang berjudul;

Logica et philosophia Al-ghazelis Arabis yang menunjukkan adanya

kepercayaan yang luar biasa kepada Al-Ghazali khususnya tentang

penganut neo Planotis sebagaimana juga Ibnu Sina dan yang lainnya.

Buah karya yang lainnya, yang tak kalah pentingnya tentang masalah

logika Aristotelian adalah Mi’yarul Ilm (kriteria ilmu-ilmu) yang mana kitab

ini dapat memberikan segi tiga pemikiran Al-Ghazali dengan satu kita lagi

yaitu ; Tahafatut alfalasifah.Dia telah mengkafirkan para filosof Islam

tentang pendapat-pendapat mereka dalam tiga hal yakni :

1. Qadimnya alam

2. Tuhan tidak mengetahui terhadap hal-hal yang kecil (juziyyat)

3. Pengingkaran terhadap kebangikitan jasmani

Terhadap hal yang kedua ini banyak filosof yang sepakat tentang

pendapat tersebut, tetapi Al-Ghazali sangat menentang. Alasan para

filosof tentang hal ini adalah bahwa yang baru ini dengan segala

peristiwanya selalu berubah, sedangkan ilmu selalu mengikuti apa yang

diketahui. Dengan perkataan lain, perubahan perkara yang diketahui


35

menyebabkan perubahan ilmu. Kalau ilmu itu berubah, yaitu dari tahu

menjadi tidak tahu/sebaliknya, berarti Tuhan mengalami perubahan,

sedangkan perubahan pada zat Tuhan tidak mungkin terjadi (mustahil).

Terhadap alasan tersebut, maka Al-Ghazali memberikan jawabannya.

Menurut Al-Ghazali, ilmu adalah suatu tambahan/ pertalian dengan zat,

artinya lain dari pada zat. Kalau terjadi perubahan pada tambahan

tersebut, maka zat Tuhan tetap dalam keadaannya yang biasa,

sebagaimana halnya kalau ada orang disebelah kiri kita kemudian ia

berpindah kesebelah kanan kita, maka yang berubah sebenarnya dia,

bukan kita. Kalau perubahan ini bisa menimbulkan suatu perubahan pada

zat dan yang dipegangi oleh sebagaian golongan filsuf, apakah mereka

akan mengatakan bahwa berbilangnya ilmu juga menimbulkan bilangan

pada zat Tuhan? Golongan filsuf juga mengatakan bahwa alam ini qadim

dan mengakui adanya peruabahan-peruabahan pengertian yang terjadi di

dalamnya, yang berarti mereka mengakui adanya perubahan-perubahan

pada qadim. Akan tetapi, mengapa mereka tidak membolehkan

perubahan-perubahan pada zat Tuhan yang qadim pula ? Al-Ghazali

membagi yang wujud menjadi dua yaitu qadim dan hadist. Wujud yang

hadis didefinisikan sebagai masiwallah atau wujud selain Tuhan. Apa

yang selain Allah adalah baru dan karena baru ia makhluk, diciptakan

oleh yang qadim atau al khaliq. Kritiknya terhadap 3 kelompok : kelompok

Dahriyun (materialistis), kelompok Thabiiyun (naturalis) dan ILahiyun.

Dalam buku Tahafut al-falasihah Al-Ghazali membicarakan dua puluh

persoalan filsafat yang dipandang oleh Al-Ghazali perlu dikritik. Delapan

diantaranya membahas problematika Ketuhanan. Al-Ghazali


36

mendiskusikan masalah ini satu persatu dengan usaha untuk

mengkritiknya dari azasnya sehingga ia membuktikan bahwa para filosof

tidak mampu menetapkan adanya pencipta, maupun mendatangkan bukti

atas kemustahilan adanya dua Tuhan. (Al-Ghazali, 1947: 126). Ia

menggugurkan pendapat para filosof dengan mengatakan bahwa zat

yang pertama tidak bisa dibagi-bagi secaga genus dan species dan

Tuhan adalah wujud sederhana tanpa substansi. Ia mengkritik dengan

keras penafsiran mereka tentang ilmu Tuhan. Ia menganggap bahwa

penafsiran itu memberikan kesan bahwa ia lebih dekat pada tidak tahu

dibandingkan tahu. a. Dalil Wujud Allah Sebenarnya Dalam Fitroh

Manusia Dan Dalil-Dalil Al-Qur’an Sudah Cukup Untuk Menjadi Bukti

Adanya Allah. Namun, Karena Mengikuti Tradisi Para Ahli Kalam, Al-

Ghazali Mengemukakan Dalil-Dalil Akal Dalam Masalah Ini. Ia

Membedakan Allah Dengan Alam Sebagai Yang “Qadim” Dengan Yang

“Baru”. Wujud Yang Qadim Merupakan Sebab Bagi Adanya Yang Baru.

Oleh Karena Itu Wujud Alam Sebagai Sesuatu Yang Baru Merupakan

Bukti Yang Nyata Bagi Wujud Allah. Bukti Ini Dijelaskan Sebagai Berikut :

-Sesuatu Yang Baru Memerlukan Kepada Sebab Yang Menjadikannya. -

Alam Ini Baru - Jadi, Alam Memerlukan Kepada Sebab Yang

Menjadikannya. Adapun Wujud Allah Itu Qadim, Al-Ghazali Membuktikan

Bahwa Jika Ia Baru Seperti Alam Ini, Maka Tentu Juga Memerlukan

Kepada Sebab Yang Baru.

1. Zat dan Sifat

Menurut Al-Ghazali, ilmu yang sangat tinggi martabatnya ialah mengenal

Allah (Ma’rifatul’l-lah) dengan mengetahui zat, sifat dan af’alNya


37

(perbuatan). Oleh karen zat Allah tidak dapat terjangkau oleh

pengetahuan manusia, maka mereka tidak diwajibkan mengetahuinya.

Dalam hal ini, mereka cukup mengetahui sifat-sifat dan perbuatan-Nya

saja. Nabi bersabda (terjemahan) : “Berfikirlah tentang mahluk ciptaan

Allah dan janganlah kamu berfikir tentang zat-Nya, sehingga kamu tidak

binasa” Allah adalah wujud yang maha sempurna yang tidak ada sebab

bagi wujud-nya. Ia adalah sebab bagi wujud yang selain-Nya. Wujud-Nya

dapat diketahui dengan akal pikiran, karena Ia adalah sebab. Rentetan

semua sebab itu tidak mungkin berlalu terus-menerus tanpa akhirnya.

Oleh karena itu, rentetan sebab harus berakhir pada “Sebab Pertama”,

yakni Allah.

2. Af’alu’l-Lah

Maksudnya adalah perbuatan Allah yang berwujud penciptaan segala

sesuatu di alam ini. Karena itu Allah disebut al-khaliq atau ash-Shani’

(Pencipta, Pembuat).

Anda mungkin juga menyukai