Anda di halaman 1dari 21

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada


Tenaga Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Covid-19
Dosen Pengampu
Apriyani Puji Hastuti, S.Kep Ners, M.Kep

Di susun oleh :

BAGUS SATRIO
191132
2C KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI SAINS KESEHATAN
RS dr. SOEPRAOEN MALANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB 1
LATAR BELAKANG
Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh tipe baru
coronavirus dengan gejala umum demam, kelemahan, batuk, kejang dan
diare (WHO, 2020; Repici et al., 2020). Pada Desember 2019, sejumlah
pasien dengan pneumonia misterius dilaporkan untuk pertama kalinya di
Wuhan, Cina (Phelan, Katz, & Gostin, 2020). Virus ini telah dinamai
sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dan dapat
bergerak cepat dari manusia ke manusia melalui kontak langsung (Li et
al., 2020; Rothe et al., 2020). Kejadian kasus Covid-19 terus bertambah
dari hari ke hari sehingga petugas kesehatan sebagai garis depan semakin
tertekan karena meningkatnya beban kerja, mengkhawatirkan kesehatan
mereka, dan keluarga (Cheng et al., 2020). Satu hal yang dapat
menyebabkan petugas kesehatan akan mengalami peningkatan
kecemasan, salah satunya adalah kurangnya Alat Pelindung Diri (APD)
di tempat kerjanya (Ramadhan, 2020). Petugas kesehatan berisiko
mengalami gangguan psikologis dalam merawat pasien Covid-19 karena
perasaan depresi, penyebab utamanya adalah perlindungan diri yang
masih kurang dari kebutuhan petugas kesehatan (Lai et al., 2020).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 6 April 2020, jumlah
penderita di dunia adalah 1.278.523 yang terinfeksi kasus Covid-19. Dari
1,2 juta kasus positif korona, 69.757 (5,46%) pasien Covid-19 telah
meninggal dan 266.732 (20,9%) orang telah sembuh dari total kasus
positif. Sedangkan di Indonesia, data terakhir tentang jumlah kasus
positif virus korona (Covid-19) masih menunjukkan peningkatan 2.491
kasus. Tingkat kematian pasien Covid-19 juga terus meningkat 209 orang
(8,39%) dan 192 orang (7,70%) sembuh dari jumlah penderita positif.
Dari perbandingan data tersebut bahwa di Indonesia masih mengalami
peningkatan dari jumlah kematian dan tingkat kesembuhan pasien
(WHO, 2020).
Menurut data dari Pusat Krisis Departemen Kesehatan (2020),
jumlah penderita atau kasus tertinggi di Provinsi DKI Jakarta adalah
1.232 positif. kasus, dengan 99 kematian dan 65 orang pulih, Provinsi
Jawa Barat dengan posisi kedua dengan 263 kasus positif, 29 meninggal
dan 13 sembuh, dan Jawa Timur di tempat ketiga dengan 189 kasus
positif, 14 meninggal dan 38 pulih. Sementara Provinsi Sulawesi Selatan
menempati posisi keenam dengan 113 kasus positif, 6 meninggal dan 19
pulih (Kemenkes. RI., 2020).
Insiden tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan adalah di Kota
Makassar dengan 49 kasus positif, 125 PDP, 373 ODP dengan 16 orang
meninggal (8 positif dan 8 PDP) dan 44 pulih (11 positif dan 13 PDP).
Jumlah kasus tertinggi kedua di Kabupaten Gowa adalah 12 kasus positif,
34 PDP, ODP 114 dengan 2 kematian dalam kasus PDP dan 7 sembuh (4
positif dan 3 PDP). Sementara Kabupaten Sidrap berada di peringkat
keempat dengan 8 kasus positif, 20 orang PDP, ODP 50 tanpa kasus
kematian dan 3 orang sembuh (2 positif dan 1 PDP) (Pemprov. SulSel.,
2020)
Ketersediaan alat pelindung diri untuk petugas kesehatan masih
kurang, sehingga banyak petugas kesehatan telah terpapar virus dan
beberapa bahkan meninggal (Ramadhan, 2020). Respon psikologis yang
dialami oleh petugas kesehatan terhadap pandemi penyakit menular
semakin meningkat karena disebabkan oleh perasaan cemas tentang
kesehatan diri sendiri dan penyebaran keluarga (Cheng et al., 2020).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dirasakan oleh
seseorang dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2016).
Rasa panik dan rasa takut merupakan bagian dari aspek emosional,
sedangkan aspek mental atau kognitif yaitu timbulnya gangguan terhadap
perhatian, rasa khawatir, ketidakteraturan dalam berpikir, dan merasa
binggung (Ghufron & Risnawita, 2014). Sehingga dari kejadian Covid-
19 ini tenaga kesehatan merasa tertekan dan khawatir.
Penelitian Cheng et al. (2020) menyatakan bahwa dari 13
partisipan mengalami kecemasan karena persediaan pelindung belum
terpenuhi saat melakukan tindakan kepada pasien. Tenaga kesehatan
merupakan kelompok yang sangat rentan terinfeksi covid-19 karena
berada di garda terdepan penaganan kasus, oleh karena itu mereka harus
dibekali APD lengkap sesuai protokol dari WHO sehingga kecemasan
yang dialami berkurang. Menurut IASC (2020) penyebab tenaga
kesehatan mengalami kecemasan yakni tuntutan pekerjaan yang tinggi,
termasuk waktu kerja yang lama jumlah pasien meningkat, semakin sulit
mendapatkan dukungan sosial karena adanya stigma masyarakat terhadap
petugas garis depan, alat perlindungan diri yang membatasi gerak, kurang
informasi tentang paparan jangka panjang pada orang-orang yang
terinfeksi, dan rasa takut petugas garis depan akan menularkan Covid-19
pada teman dan keluarga karena bidang pekerjaannya.
Hasil Penelitian Lai et al (2020) tentang tenaga kesehatan beresiko
mengalami gangguan psikologis dalam mengobati pasien Covid-19, hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat 50,4% responden memiliki
gejala depresi dan 44,6% memiliki gejala kecemasan karena perasaan
tertekan. Hal yang paling penting untuk mencegah masalah kecemasan
adalah menyediakan alat pelindung diri yang lengkap, sehingga tenaga
kesehatan dalam menjalankan tugasnya tidak merasa khawatir dengan
dirinya sendiri bahkan dengan anggota keluarga mereka. Oleh karena itu,
tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui faktor yang paling
berpengaruh terhadap kecemasan tenaga kesehatan dalam upaya
pencegahan Covid-19 di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Indonesia
bagian timur.

Rumusan masalah
1. Apa yang mempengaruhi kecemasan tenaga kesehatan saat
pandemic ?
2. Apa yang menyebabkan kecemasan tenaga kesehatan meningkat ?
3. Apa manfaat APD bagi tenaga medis saat kontak dengan pasien
penderita covid 19?
4. Bagaimana menanggulangi atau mengatasi kecemasan tersebut
pada tenaga medis ?
5. Apa kecemasan tersebut mempengaruhi kinerja dan kesehatan
tenaga medis ?
Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab kecemasan tenaga medis saat
pandemic
2. Untuk mengetahui pengaruh kecemasan pada tenaga medis
3. Untuk mengetahui fungsi apd pada tenaga medis
4. Untuk mengetahui problem kecemasan pada tenaga medis
Manfaat
1. Rumah sakit
Menjadi masukan dan pertimbangan kepada pihak rumah sakit
untuk menambah apd serta mengembangkan atau menambah
kinerja tenaga medis untuk menanggulanggi wabah covid ini.

2. Tenaga medis
Dapat mengurangi kecemasan saat kontak langsung dengan pasien
penderita virus covid 19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
2.1 Definisi Covid19

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)


yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari
coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa
saja, seperti lansia (golongan usia lanjut), orang dewasa, anak-anak, dan
bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.Infeksi virus Corona disebut
COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di
kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan
sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk
Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.Hal tersebut membuat
beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown
dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri,
diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk
menekan penyebaran virus ini.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).Virus ini
menular melalui percikan dahak (droplet) dari saluran pernapasan,
misalnya ketika berada di ruang tertutup yang ramai dengan sirkulasi
udara yang kurang baik atau kontak langsung dengan droplet.Selain virus
SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk dalam
kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS). Meski disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu
coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan
MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan
gejala.
Tingkat Kematian Akibat Virus Corona (COVID-19)
Virus Corona yang menyebabkan COVID-19 bisa menyerang siapa saja.
Menurut data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-
19 Republik Indonesia, jumlah kasus terkonfirmasi positif hingga 14
Desember 2020 adalah 617.820 orang dengan jumlah kematian 18.819
orang. Tingkat kematian (case fatality rate) akibat COVID-19 adalah
sekitar 3%.Jika dilihat dari persentase angka kematian yang di bagi
menurut golongan usia, maka kelompok usia 46-59 tahun memiliki
persentase angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan golongan usia
lainnya.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, 56,7% penderita yang meninggal
akibat COVID-19 adalah laki-laki dan 43,3% sisanya adalah perempuan.
2.2 Gejala Virus Corona (COVID-19)
Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala
flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit
kepala. Setelah itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah
memberat. Penderita dengan gejala yang berat bisa mengalami demam
tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada.
Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan virus
Corona.
Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang
terinfeksi virus Corona, yaitu:
Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)
Batuk kering
Sesak napas
Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus
Corona meskipun lebih jarang, yaitu:
Diare
Sakit kepala
Konjungtivitis
Hilangnya kemampuan mengecap rasa
Hilangnya kemampuan untuk mencium bau (anosmia)
Ruam di kulit
Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari
sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian
pasien yang terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen
tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.
Guna memastikan apakah gejala-gejala tersebut merupakan gejala dari
virus Corona, diperlukan rapid test atau PCR. Untuk menemukan tempat
melakukan rapid test atau PCR di sekitar rumah Anda, klik di sini.
Kapan harus ke dokter
Segera lakukan isolasi mandiri bila Anda mengalami gejala infeksi virus
Corona (COVID-19) seperti yang telah disebutkan di atas, terutama jika
dalam 2 minggu terakhir Anda berada di daerah yang memiliki kasus
COVID-19 atau kontak dengan penderita COVID-19. Setelah itu,
hubungi hotline COVID-19 di 119 Ext. 9 untuk mendapatkan pengarahan
lebih lanjut.
Bila Anda mungkin terpapar virus Corona tapi tidak mengalami gejala
apa pun, Anda tidak perlu memeriksakan diri ke rumah sakit, cukup
tinggal di rumah selama 14 hari dan membatasi kontak dengan orang
lain. Bila muncul gejala, baru lakukan isolasi mandiri dan tanyakan
kepada dokter melalui telepon atau aplikasi mengenai tindakan apa yang
perlu Anda lakukan dan obat apa yang perlu Anda konsumsi.

2.3 Penyebab Virus Corona (COVID-19)


Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus, yaitu
kelompok virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Pada sebagian
besar kasus, coronavirus hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan
sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Ada dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke
manusia. Namun, kemudian diketahui bahwa virus Corona juga menular
dari manusia ke manusia.
Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:
Tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar saat
penderita COVID-19 batuk atau bersin
Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah
menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita COVID-19
Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19
Virus Corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih
berbahaya atau bahkan fatal bila terjadi pada orang lanjut usia, ibu hamil,
orang yang memiliki penyakit tertentu, perokok, atau orang yang daya
tahan tubuhnya lemah, misalnya pada penderita kanker.
Karena mudah menular, virus Corona juga berisiko tinggi menginfeksi
para tenaga medis yang merawat pasien COVID-19. Oleh karena itu,
para tenaga medis dan orang-orang yang memiliki kontak dengan pasien
COVID-19 perlu menggunakan alat pelindung diri (APD).

2.4 Diagnosis Virus Corona (COVID-19)


Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus Corona, dokter akan
menanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien baru saja
bepergian atau tinggal di daerah yang memiliki kasus infeksi virus
Corona sebelum gejala muncul. Dokter juga akan menanyakan apakah
pasien ada kontak dengan orang yang menderita atau diduga menderita
COVID-19.

Guna memastikan diagnosis COVID-19, dokter akan melakukan


beberapa pemeriksaan berikut:
Rapid test untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) yang diproduksi
oleh tubuh untuk melawan virus Corona
Swab test atau tes PCR (polymerase chain reaction) untuk mendeteksi
virus Corona di dalam dahak
CT scan atau Rontgen dada untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di
paru-paru
Hasil rapid test COVID-19 positif kemungkinan besar menunjukkan
bahwa Anda memang sudah terinfeksi virus Corona, namun bisa juga
berarti Anda terinfeksi kuman atau virus yang lain. Sebaliknya, hasil
rapid test COVID-19 negatif belum tentu menandakan bahwa Anda
mutlak terbebas dari virus Corona.

2.5 Pengobatan Virus Corona (COVID-19)


Belum ada obat yang benar-benar efektif untuk mengatasi infeksi virus
Corona atau COVID-19. Pilihan pengobatan akan disesuaikan dengan
kondisi pasien dan tingkat keparahannya. Beberapa pasien dengan gejala
ringan atau tanpa gejala akan di sarankan untuk melakukan protokol
isolasi mandiri di rumah sambil tetap melakukan langkah pencegahan
penyebaran infeksi virus Corona.

Selain itu, dokter juga bisa memberikan beberapa beberapa langkah


untuk meredakan gejalanya dan mencegah penyebaran virus corona,
yaitu:

Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani perawatan dan


karatina di rumah sakit rujukan
Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan sesuai kondisi
penderita
Menganjurkan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi mandiri
dan istirahat yang cukup
Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air putih untuk
menjaga kadar cairan tubuh
Komplikasi Virus Corona (COVID-19)
Pada kasus yang parah, infeksi virus Corona bisa menyebabkan beberapa
komplikasi berikut ini:
Pneumonia (infeksi paru-paru)
Infeksi sekunder pada organ lain
Gagal ginjal
Acute cardiac injury
Acute respiratory distress syndrome
Kematian
Selain itu, pada beberapa kasus, seseorang juga bisa mengalami kondisi
yang disebut post-acute COVID-19 syndrome, meski telah dinyatakan
sembuh dari infeksi virus Corona.

2.6 Pencegahan Virus Corona (COVID-19)


Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus Corona
atau COVID-19. Namun, beberapa perusahaan farmasi dan institusi
kesehatan tengah berupaya untuk meneliti dan mengembangkan vaksin
COVID-19. Apabila lulus uji klinis dan dinyatakan efektif dan aman
untuk mencegah COVID-19, vaksin tersebut akan mulai diproduksi lebih
banyak agar dapat diberikan pada masyarakat.

Oleh sebab itu, cara pencegahan yang terbaik adalah dengan menghindari
faktor-faktor yang bisa menyebabkan Anda terinfeksi virus ini, yaitu:

Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dari


orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada keperluan
mendesak.
Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian,
termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan dan mengikuti ibadah di
hari raya, misalnya Idul Adha.
Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang
mengandung alkohol minimal 60%, terutama setelah beraktivitas di luar
rumah atau di tempat umum.
Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, beristirahat
yang cukup, dan mencegah stres.
Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai positif
terinfeksi virus Corona, atau orang yang sedang sakit demam, batuk, atau
pilek.
Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian
buang tisu ke tempat sampah.
Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan,
termasuk kebersihan rumah.
Untuk orang yang diduga terkena COVID-19 (termasuk kategori suspek
dan probable) yang sebelumnya disebut sebagai ODP (orang dalam
pemantauan) maupun PDP (pasien dalam pengawasan), ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan agar tidak menularkan virus Corona ke
orang lain, yaitu:

Lakukan isolasi mandiri dengan cara tinggal terpisah dari orang lain
untuk sementara waktu. Bila tidak memungkinkan, gunakan kamar tidur
dan kamar mandi yang berbeda dengan yang digunakan orang lain.
Jangan keluar rumah, kecuali untuk mendapatkan pengobatan.
Bila ingin ke rumah sakit saat gejala bertambah berat, sebaiknya hubungi
dulu pihak rumah sakit untuk menjemput.
Larang orang lain untuk mengunjungi atau menjenguk Anda sampai
Anda benar-benar sembuh.
Sebisa mungkin jangan melakukan pertemuan dengan orang yang sedang
sedang sakit.
Hindari berbagi penggunaan alat makan dan minum, alat mandi, serta
perlengkapan tidur dengan orang lain.
Pakai masker dan sarung tangan bila sedang berada di tempat umum atau
sedang bersama orang lain.
Gunakan tisu untuk menutup mulut dan hidung bila batuk atau bersin,
lalu segera buang tisu ke tempat sampah.

Berbagai faktor telah menyebabkan gangguan kecemasan pada tenaga


kesehatan di dunia bahkan di Indonesia. Angka penularan Covid-19 pada
tenaga kesehatan terus meningkat. Beberapa langkah harus segera
dipertimbangkan guna menjaga kesehatan mental para tenaga kesehatan.
Berdasarkan tinjauan literatur, penulis menyarankan beberapa langkah
yang dapat menjadi alternatif antara lain: 1. Battle Buddies:
menempatkan tenaga psikologis dengan cepat. Wabah penyakit
Coronavirus 2019 (Covid19) dan penyebaran globalnya yang cepat telah
menciptakan tantangan yang belum pernah terjadi pada sistem perawatan
kesehatan. Secara substansial perhatian kurang difokuskan pada
perawatan kesehatan psikologis tenaga medis. Para ahli dari departemen
anastesiologi dan psikiatri Amerika Serikat merancang model intervensi
atas dukungan teman sebaya dengan model (Battle Buddies) yang
dikembangkan oleh para tentara (Albott, Wozniak, McGlinch, Wall,
Gold, Vinogradov, 2020). Battle budies dimulai dengan menunjuk
pendamping atau partner atau psikolog atau teman sekitar 2-3 orang yang
dapat memvalidasi stresor, mengalihkan perhatian, mempertahankan
fokus pelayanan, membantu menemukan solusi untuk tantangan. Seorang
partner ini diharapkan menjadi orang yang pertama menanamkan
pemikiran positif dan meminimalisir pikiran negatif (Ramsberger,
Legree, Milles, 2003). Tujuan pembentukan battle budies adalah untuk
menciptakan secara cepat dan merata pasangan berdasarkan perspektif
profesional yang serupa, pengalaman hidup, dan paparan stres, sehingga
percakapan harian dapat dimulai dan akan menumbuhkan rasa
keterhubungan, validasi, dukungan, kepercayaan, dan umpan balik yang
bermanfaat tentara (Albott, Wozniak, McGlinch, Wall, Gold,
Vinogradov, 2020). 2. Mengajarkan para tenaga kesehatan untuk
menerapkan strategi koping Berdasarkan penelitian (Balasubramanian
Paleri, Bennett, Paleri, 2020) kita bisa memulai koping dengan beberapa
langkah diantaranya:
(1)Mengapitalisasi strategi koping yang mirip dengan perilaku gaya
hidup positif dapat sangat meningkatkan kesejahteraan kesehatan mental.
Makan makanan sehat, melakukan aktivitas fisik yang teratur,
mempraktikkan kebersihan tidur yang baik, dan menjaga istirahat yang
cukup antara sif. Menghindari perilaku berisiko tinggi seperti
pengeluaran yang berlebihan, minum alkohol, penggunaan media sosial
yang berlebihan yang berkaitan dengan Covid-19 dapat berdampak
negatif pada kesehatan mental.
(2)Perhatian kepatuhan dengan program berbasis perhatian telah
ditunjukkan untuk mengurangi gejala kelelahan pada dokter. Studi
menunjukkan bahwa disposisi perhatian terkait dengan penurunan risiko
tekanan psikologis pada dokter. Demikian juga, penelitian telah
menunjukkan bahwa teknik relaksasi spesifik (relaksasi otot progresif)
berdasarkan unsur-unsur dalam kesadaran telah ditunjukkan untuk
mengurangi gejala kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur. Era
kemajuan teknologi eksponensial ini, aplikasi kesehatan seluler semakin
banyak digunakan. Aplikasi Mindfulness telah terbukti secara signifikan
memperkuat ketahanan dan mengurangi kelelahan pada peserta pelatihan
medis, selain itu hal berikut juga direkomendasikan untuk keadaan
tertentu seperti meditasi, latihan bernapas (Breath2Relax), dan terapi
perilaku kognitif berbasis web (MoodGYM, Stress Gym) (Bansal,
Bingemann, Greenhawt, Mosnaim, Anil, Oppenheimer, Sharma, Stukus,
Shaker., 2020). Program trauma healing, hypnoterapi, dan pendampingan
ahli kejiwaan yang secara rutin melakukan penyegaran psikologis bagi
para tenaga kesehatan, sebaiknya menjadi pertimbangan (Handayani,
Kuntari, Darmayanti, Widiyanto, Atmojo., 2020).
3. Dukungan keluarga, sosial, dan institusi Organisasi dan lembaga
penyedia layanan kesehatan memiliki peran penting dalam hal
mendukung staf layanan kesehatan dari semua latar belakang dalam
menangani dampak psikologis di masa pandemi. Dukungan finansial,
platform digital, logistik, dan dukungan layanan psikologis mungkin
diperlukan sesuai dengan kebutuhan setiap individu.
Mekanismemekanisme utama akan didiskusikan yang dapat
diimplementasikan di seluruh lokasi rumah sakit (Balasubramanian,
Paleri, Bennett, Paleri, 2020). Konsultasi psikologi dan layanan
konseling melalui platform digital di banyak lembaga, harus mudah
diakses oleh tenaga kesehatan. Liang, Li, Guo, Fei, Wang, He, Sheng,
Cai, Li, Wang, Zhang, 2020) menemukan bahwa kesehatan mental dapat
diperkuat secara kreatif dengan membentuk tim spesifik yang dirancang
untuk memberikan dukungan psikologis. Sangat penting mendukung
sumber daya utama yang harus disediakan oleh rumah sakit (tempat yang
nyaman untuk istirahat, pelatihan APD
B. Kerangka Konsep
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian
yang
di pilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan
pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitian yang
digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan penelitian cross sectional
yaitu
penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow
up.
Pada penelitian ini mengukur sejauh mana Pengetahuan Klien Tentang
COVID19
3.2 Kerangka Kerja

Untuk memberikan panduan dalam penyusunan penelitian ini, maka


perlu adanya susunan kerangka kerja (framework) yang jelas tahapan-
tahapannya. Kerangka kerja ini merupakan langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam penyelesaian masalah yang akan dibahas. Adapun
kerangka kerja penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kerangka kerja penelitian ini dilaksanakan dengan urutan sebagai


berikut:
Menentukan populasi penelitian
Menentukan jumlah sampel
Menentukan seleksi sampel berdasarkan kriteria inklusi dan
mengeluarkan
sampel dari penelitian jika terdapat kriteria eksklusi
Melakukan penelitian dengan cara wawancara dan lembar
kuesioner serta
mengumpulkan data dari rekam medis pasien
Melakukan pengolahan data (seleksi,editing,koding,tabulasi)
Menganalisis data secara univariat dan multivariat
Menyajikan hasil penelitian
Membuat hasil kesimpulan penelitian
Memberikan saran dan rekomendasi kepada pihak terkait

Teknik pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu data primer adalah data yang
diperoleh dari hasil jawaban kuisioner yang langsung diberikan
responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
buku rekam medis Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
tentang jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa pertahun mulai
tahun 2009 dan 2010. untuk data primer dilakukan dengan cara :
1. Mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian
2. Melakukan validasi kuesioner dengan memberikan kuisioner kepada
pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa kemudian dilakukan
perhitungan terhadap jawaban kuesioner tersebut dengan menggunakan
SPSS. Uji validasi adalah uji yang dilakukan untuk mengukur sejauh
mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang diinginkan.
3. Melakukan penelitian dengan cara mendekati responden untuk
memberi penjelasan tentang penelitian ini, kemudian meminta
persetujuan untuk menjadi responden, setelah itu kuesioner dibagikan
kepada responden untuk diisi dengan didampingi oleh peneliti.
4. Setelah jumlah sampel terpenuhi maka dilakukan pengolahan data.
G. Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengambilan data, maka kemudian dilakukan
pengolahan
data yang meliputi beberapa bagian yaitu :
1. Editing
Dilakukan setelah data terkumpul untuk memeriksa kelengkapan data,
berkesinambungan data dan memeriksi keseragaman data.
2. Koding
Dillakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberikan
simbol-simbol dari setiap jawaban yang diberikan oleh responden.
3. Tabulasi
Mengelompokkan data kedalam suatu tabel yang memuat sifat
masing-masing variabel dan sesuai dengan tujuan penelitian.

Analisa Data
Sebuah data diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan bantuan
komputer yaitu dengan program SPSS, adapun analisa yang digunakan
yaitu :
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
dengan cara mendiskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam
penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan dependen dengan menggunakan uji Fisher’s Exact
test dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Dari hasil uji statistik tersebut
dapat diketahui tingkat signifikasi hubungan antara kedua variabel
tersebut.
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada
instansi tempat penelitian dalam hal ini Rumah Sakit Dr.Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Setelah memperoleh ijin dari instansi terkait,
penelitian dilakukan dengan menekankan masalah etika, meliputi:
1. Informed Consent
Lembaaran persetujuan diberikan pada setiap calon responden yang
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi. Bila calon responden menolak,
maka peneliti tidak dapat memaksa dan tetap menghormati hak-hak
yang bersangkutan.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi lembar tersebut diberi kode.
3. Confidientiality
Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

Anda mungkin juga menyukai