Laporan Tutorial 2
Laporan Tutorial 2
Pembimbing :
Dr. H. Sukardy, Sp. OG
Disusun Oleh :
Cendy Andestria (2015730020)
Dhiya Andini (2015730030)
Khayrul Fikri (2015730071)
Nadiyah Bayan Hafizah (2015730098)
Jullinar Aulia Hasna (2015730067)
Mutiara Nurul Qalby (2015730095)
α-fetoprotein (AFP)
Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal kehamilan
Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu dan kemudian
akan berkurang.
Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil kolin esterase
menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect atau defek janin
lainnya.
Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar asetilkolinesterase
menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya kontaminasi dari darah janin.
Lesitin – Sfingomielin
Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting dalam
formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan
respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam cairan
amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin
relatif meningkat.
Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar sfingomielin (L/S
Ratio), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika
perbandingan kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat nafas pada
janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium,
kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan
sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan
suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan
persalinan.
Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama kehamilan
merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang unik dari agen agen
bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 , PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-
produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion setelah proses persalinan dimulai.
Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam proses dilatasi servik.
Sitokin
Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum proses
persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal melalui membran
janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari desidua pada
partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan amnion, fenomena juga pada partus
yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati
membran janin.
Interleukin -1β
Interleukin -1β merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat sebagai respon
dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1β akan merangsang sitokin lain dan
mediator inflamasi lainnya.
Interleukin -1β secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan, Interleukin -1β
baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau sebagai reaksi dari
infeksi pada cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1β diproduksi pada desidua
setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan pada
cairan amnion dan vagina. Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah
Interleukin -6 atau Interleukin – 8.
Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2α di dapatkan pada cairan amnion pada semua
tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan amnion
dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit , paru-paru dan tali pusat.
Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar prostaglandin dalam cairan amnion meningkat
secara bertahap.
Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat dihubungkan
atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya jumlah total kadar prostaglandin
dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan sebelum persalinan dimulai sangat
kecil (sekitar 1µg) , karena waktu paruh prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu
6 – 12 jam jumlah dari prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil.
Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion dan inisiasi dari
persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir.
Gerakan menelan
Serupa dengan cairan paru, penelitian mengenai gerak menelan ini baru dilakukan pada
domba dan belum dilakukan manusia. Berdasarkan penelitian dengan menggunakan domba
ini, Sherman melaporkan bahwa janin domba menelan secara bertahap dengan volume
sekitar 100-300 ml/kg/hari dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah ketidaksesuaian
antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan konsumsinya oleh proses
menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan konsumsi cairan amnion, didapatkan
selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja ini akan menyebabkan polihidramnion.
Namun setelah dilakukan beberapa penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml
cairan amnion diabsorpsi melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan
amnion pada fetus. Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas
bahwa terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada
kehamilan normal.
Cara Pengukuran Cairan Amnion
1. Membuat garis khayal vertical yang mengikuti garis linea alba, kemudian membuat garis
khayal mediolateral yang melewati umbilical ibu. Setelah dibuat kedua garis tersebut,
maka akan didapatkan abdomen yang terbagi menjadi 4 kuadran, yaitu kuadran kanan
atas dan bawah, serta kuadran kiri kanan dan bawah
2. Mencari kantung yang paling besar dan dalam pada setiap kuadran
3. Pada setiap kantung, lakukan penarikan garis vertical dari tepi atas kantung ke tepi
bawah kantung untuk mengukur kedalaman dari setiap katung
4. Mencatat hasil ukur dari setiap kantung. Pencatatan dilakukan dengan satuan ‘sentimeter;
5. Menjumlahkan hasil pengukuran dari setiap kantung
6. Menginterpretasikan hasil penjumlahan. Jika hasilnya < 5 cm, maka hal ini menandakan
adanya oligohidroamnion dan jika hasilnya > 25 cm, maka hal ini menunjukkan adanya
polihidroamnion. Hasil penjumlahan yang normal pada usia kehamilan 5-25 cm dengan
hasil penjumlahan tertinggi pada usia kehamilan 32 minggu, dan mulai mengalami
penurunan pada usia 42 minggu.
Kelainan Cairan Ketuban
1. Hidramnion (polihidramnion)
Air ketuban berlebihan, diatas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya
disertai kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan
sirkulasi, atau hiperaktifitas sistem urinarius janin.
2. Oligohidramnion
Air ketuban sedikit, dibawah 500 cc, umumnya kental, keruh, berwarna kuning
kehijauan4
3. Hydrops Fetalis Non Imun
Merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi cairan ekstraseluler tanpa adanya
antibodi yang menyerang antigen sel darah merah dalam sirkulasi. Akumulasi CES ini
terjadi dalam jaringan dan rongga serosa.
1. Polihidramion (hidramnion)
a. Defenisi
Polihidramnion(hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan berupa
kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban.Hal ini biasanya didiagnosis jika
indeks cairanamnion(AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar dari 20cm(≥ 20cm). Di
mana volume dari air ketuban > 2000 ml.
13
b. Patofisiologi
Integrasi dari aliran cairan yang masuk dan keluar dari kantung ketuban
menentukanvolume cairan ketuban. Urine janin, produksi cairan paru-paru, proses
menelan, penyerapan intramembranous (ke dalam kompartemen vaskulerjanin)
memberikan kontribusi penting terhadap pergerakan cairan diakhir kehamilan, faktor
lain (misalnya, produksi air liur) memberikan kontribusi minimal. Kontribusi relative
dari setiap rute pertukaran cairan bervariasi pada setiap kehamilan.Variasi dalam
cairan tubuh janin atau homeostasis endokrin juga mempengaruhi volume produksi
urin janin, menelan, dan sekresi paru-paru.Selama trimester terakhir, output urin
setara sekitar 30 persen dari berat badan janin, proses menelan sekitar 20 sampai 25
persen,sekresi paru-paru10 persen(satu-setengah dari sekresi paru-paru tertelan oleh
dan setengah lainnya diekskresikan ke dalam cairan ketuban), sedangkan sekresi oral-
nasal dan aliran transmembranous (langsung ke dalam kompartemen ibu) mewakili
sekitar<1 persen dari berat badan janin. Janin yang hampir cukup bulan
mengeluarkan500-1200mL urin dan menelan 210-760ml cairan ketuban setiap hari.
Jadi, perubahan harian yang relative kecil dalam produksi urin janin atau proses
menelan dapat menyebabkan perubahan volume cairan amnion. Akumulasi cairan
amnion yang berlebihan biasanya berhubungan dengan penurunan proses menelan
janin atau meningkatnya urine janin.
c. Etiologi
Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion
berlebihan bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya dapat
diketahui pada beberapa kondisi klinis lainnya.Penyebabnya dapat meliputi:
Kehamilan kembar dengan sindrom transfusi antar janin kembar (peningkatan
cairan ketuban pada janin kembar penerima dan penurunan cairan ketubanpada
janin kembar pendonor) atau kehamilan multipel.
Anomali janin, termasuk atresia esophagus (biasanya berhubungan dengan
fistula trakeoesofageal), atresia duodenum, dan atresia usus lainnya.
14
Kelainan SSPdan penyakit neuromuskuler yang menyebabkan disfungsi menelan
Anomali irama jantung kongenital terkait dengan hidrops, perdarahan janin-ke-
ibu, dan infeksi parvovirus
Diabetes mellitus tidak terkontrol pada ibu
Kelainan kromosom, trisomyi 21 yang paling umum, diikuti dengan trisomi18
dantrisomi13.
Sindroma kinesia janin dengan tidak adanya proses menelan pada janin.
d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, polihidramnion terjadi pada 1% kehamilan. Sebuah studi
retrospektif tentang hasil USG pasien yang dating klinikantenatal secara rutin di
Inggris menunjukkan prevalensi 0,15% terjadinya polihidramnion.
Evaluasi angka kematian perinatal (PMR) menggunakan ultrasonografi Chamberlin
pada 7562 pasien dengan risiko tinggi kehamilan. PMR pada pasien dengan volume
cairan normal adalah 1,97 kematian per 1000 pasien. PMR meningkat menjadi 4,12
kematian per 1000 pasien dengan polihidramnion, dan 56,5 kematian per 1000 pasien
dengan oligohidramnion.
Persalinan prematur terjadi pada sekitar 26% dari ibu dengan polihidramnion.
Komplikasi lain termasuk ketuban pecah dini (KPD), lepasnya plasenta, malpresentasi
janin, SC, dan perdarahan postpartum.
Penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko anomali janin yang terkait
dalam bentuk yang lebih parah akibat polihidramnion.Dalam tahun 1990, 20% kasus
polihidramnion mengakibatkan anomali janin, termasuk masalah sistem
Gastrointestinal (40%), SSP (26%), sistem kardiovaskular (22%), atau sistem
genitourinari (13%). Pada kasus-kasus polihidramnion tersebut, 7,5% terjadi pada
kehamilan multipel, 5% karena diabetes pada ibu, dan 8,5% sisanya karena penyebab
lain. Namun, setidaknya 50% dari pasien tidak memiliki faktor risiko yang terkait.
e. Gejala Klinis
Tanda – tanda dan gejala polihidramnion merupakan hasil dari tekanan yang
diberikan dalam uterus dan pada organ terdekat.
Tanda-tanda yang didapatkan dapat berupa :
Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
Denyut Jantung Janin (DJJ) sulit terdengar
15
Balotemen janin jelas
Polihidramnion ringan menujukkan sedikit tanda atau gejala. Polihidramnion berat
dapat menyebabkan:
Sesak napas atau ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali ketika berdiri
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, vulva dan dinding perut
Penurunan produksi urin
Gangguan pencernaan
Edema
Bila polihidramnion terjadi antara minggu ke 24 – 30 maka keadaan ini sering
berangsung secara akut dengan gejala nyeri abdomen akut dan rasa seperti
“meledak” serta rasa mual.
Kulit abdomen mengkilat dan edematous disertai striae yang masih baru4,5,6
16
o Kelainanpada gerakan janin menandakan kelainan neurologis primer atau
dalam hubungannya dengan sindrom genetik.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Tes toleransi glukosa untuk ibu yang dengan diabetes mellitus tipe2
Tes hidrops janin: Jika adanya hidropsjanin, imunologi dan infeksi janin harus
diselidiki. Termasuk skrining untuk anti bodi ibu ke antigen D, C, Kell, Duffy,
dan Kidd untuk menentukan produksi anti bodi ibu terhadap sel darah merah
janin. Infeksi janin dapat meliputi cytomegalovirus (CMV), toksoplasmosis,
sifilis, dan Parvovirus B19. Pemeriksaan harus mencakup sebagai berikut:
Tes Venereal Disease Research Laboratories(VDRL) untuk tessifilis
Titer Imunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM) untuk
mengevaluasi paparan terhadap rubella, CMV, toksoplasmosis dan parvovirus
Tes untuk virus bawaan dalam cairan ketuban dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR)
Tes Kleihauer-Betke untuk mengevaluasi perdarahan janin-ibu
Hemoglobin Bartpada pasien keturunan Asia (yang mungkin didapatkan
heterozigot pada alfa-thalassemia)
Karyotyping Janin untuk trisomy 21, 13d
h. Pemeriksaan Ultrasonografi
Operator berpengalaman dapat mendeteksi polihidramnion secara subyektif
.Suatu pendekatan kuantitatif dapat dilakukan dengan membagi rongga rahim menjadi
empat kuadran atau kantong. Kantong vertical terbesar diukur dalam sentimeter dan
volume total dihitung dengan mengalikan tingkat ini dengan 4. Hal ini dikenal sebagai
Amnion Fluid Index(AFI). Polihidramnion didefinisikan sebagai AFI lebih dari 24 cm
atau kabtong tunggal cairan minimal 8cm yang menghasilkan volume cairan total
lebih dari 2.000 mL.
AFI adalah salah satu dari lima cara untuk menilai komponen dari profilbio
fisik (tes non-invasif yang dapat mendeteksi ada atau tidak adanya asfiksia janin).
Komponen lainnya adalah gerakan pernapasan janin, gerakan tubuh, nada janin dan
monitoring jantung janin.
Prenatal ultrasonografi pada polihidramnion dapat berupa:
Evaluasi proses menelan janin. Penurunan tingkat menelan janin terjadi pada
anencephaly, trisomi 18, trisomi 21, distrofi otot, dan displasia tulang.
17
Evaluasi anatomi janin; menilai hernia diafragma, massa paru-paru, dan tidak
adanya gelembung perut (yang berhubungan dengan atresia esofagus). Tanda
gelembung ganda atau duodenum melebar menunjukkan kemungkinan atresia
duodenum.
Test untuk aritmia dan malformasi janin yang menyebabkan kegagalan jantung
dan hidrops.
Lingkar perut besar yang abnormal dapat diamati dengan ascites dan hidrop
janin.
Janin makrosomia diamati dalam kaitannya dengan diabetes ibu yang tidak
terkontrol.
Menilai kecepatan aliran darah pada arteri serebral anterior janin untuk melihat
adanya anemia janin.
i. Penatalaksanaan
Langkah pertama adalah untuk mengidentifikasi apakah penyebab yang
mendasari.
Polihidramnion ringan dapat cukup dipantau dan diobati secara konservatif.
Persalinan prematur biasa dilakukan karena overdistensi dari rahim, dan
langkah-langkah harus diambil untuk meminimalkan komplikasi ini. Termasuk
pemeriksaan antenatal yang teratur dan pemeriksaan rahim dan bedrest sampai
cukup bulan.
Steroid intramuskular harus diberikan kepada ibu pada antenatal jika
dipertimbangkan untuk dilakukannya persalinan prematur. Hal ini membantu
untuk meningkatkan kematangan paru-paru.
Scan ultrasound serial harus dilakukan untuk memantau AFI dan monitor
pertumbuhan janin.
Anemia hidrops janin diobati dengan transfusi eritrosit, baik intravaskular atau
melalui perut janin. Hal ini mengurangi kemungkinan kegagalan kongestif janin,
sehingga memungkinkan perpanjangan kehamilan dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
Jika didiagnosis adanya diabetes kehamilan, kontrol glikemik yang ketat harus
dipertahankan. Hal ini biasanya dilakukan dengan manipulasi diet dan insulin
jarang dibutuhkan.
18
Indometacin adalah obat pilihan untuk pengobatan medis polihidramnion. Hal ini
sangat efektif, terutama dalam kasus dimana kondisi ini terkait dengan
peningkatan produksi urin janin. Mekanisme aksi menjadi efek pada produksi
urin oleh ginjal janin, mungkin dengan meningkatkan efek dari vasopresin. Hal
ini tidak efektif dalam kasus di mana penyebab yang mendasari adalah penyakit
neuromuskuler yang mempengaruhi proses menelan janin, atau hidrosefalus.
Tapi hal ini merupakan kontraindikasi pada sindrom kembar-ke-kembar atau
setelah 35 minggu, karena efek samping yang ditimbulkan lebih besar daripada
manfaat dalam kasus ini.
Amniosentesis direkomendasikan dalam kasus di mana indometacin menjadi
suatu kontraindikasi, pada polihidramnion berat, atau pada pasien yang
simptomatik. Ini menjadi kontraindikasi pada ketuban pecah dini atau pelepasan
plasenta, atau korioamnionitis (peradangan selaput chorioamniotic dan cairan -
biasanya infektif).
Induksi persalinan harus dipertimbangkan jika gawat janin berkembang. Di atas
35 minggu mungkin lebih aman untuk dilahirkan. Induksi dengan ruptur buatan
pada membran (ARM) harus dikontrol, dilakukan oleh dokter kandungan dan
dengan persetujuan untuk melanjutkan dengan sectio caesar jika diperlukan.
j. Komplikasi
Risiko dan komplikasi amnio infusi, termasuk emboli cairan amnion, gangguan
pernapasan ibu, peningkatan tekanan rahim ibu, dan gangguan pernapasan
sementara janin.
Risiko amnio sentesis termasuk kehilangan janin (1-2%). Komplikasi lainnya
adalah terlepasnya plasenta, persalinan prematur, perdarahan janin-ibu,
sensitisasi rahim ibu, dan pneumotoraks pada janin. Risiko infeksi janin dapat
sedikit meningkat.
k. Prognosis
Jika kondisi ini tidak terkait dengan temuan lain, prognosis biasanya baik.
Menurut Desmedt dkk, PMR pada polihidramnion yang berhubungan dengan
malformasi janin atau plasenta adalah sekitar 61%.
Seperti disebutkan sebelumnya, 20% dari bayi dengan polihidramnion memiliki
beberapa anomali. Dalam hal ini, prognosis tergantung pada beratnya anomali.
19
Penelitian menunjukkan bahwa, jika keparahan polihidramnion meningkat,
kemungkinan untuk menentukan etiologi akan meningkat.
Dalam kasus polihidramnion ringan, kemungkinan adanya masalah yang
signifikan hanya sekitar 16,5%; hal ini harus dikomunikasikan kepada orang tua.
2. Oligohidramnion
a. Defenisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang
kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan).
b. Patofisiologi
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan
Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal
bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada.Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral)
maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan
tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa :
20
Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal
hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
Tidak terbentuk air kemih
Gawat pernafasan.
c. Epidemiologi
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.
Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada
umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita
yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42
minggu) juga mengalami olygohydramnion, karena jumlah cairan ketuban yang
berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu
d. Etiologi
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.Sekitar 7%
bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti
gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin
berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah
tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor (mis
captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion parah dan
kematian janin.Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis
seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum
merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap
terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan
mereka.
Fetal :
Kromosom
Kongenital
Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
Kehamilan postterm
21
Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
Maternal :
Dehidrasi
Insufisiensi uteroplasental
Preeklamsia
Diabetes
Hypoxia kronis
Induksi Obat :
Indomethacin and ACE inhibitors
Idiopatik2
e. Faktor Resiko
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi :
Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).
Retardasi pertumbuhan intra uterin.
Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).
Sindrom pasca maturitas15
f. Manifestasi Klinis
Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
Sering berakhir dengan partus prematurus.
Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
Persalinan lebih lama dari biasanya.
Sewaktu his akan sakit sekali.
Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar16.
g. Diagnosis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan
dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan
nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban)
yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami
oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa
mengalami poluhydramnion
22
h. Penatalaksanaan
Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan
janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah
berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air
seni biasa, baunya sangat khas.Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk
membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni.
23
kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-
kadang harus tinggal di rumah sakit.
Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter
mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher
rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan
dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan
bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut
jantung janin yang menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan
para wanita dengan oligohydramnion dapatmembantu meningkatkan jumlah cairan
ketubannya dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk
mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest18
i. Prognosis
Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk
prognosisnya
Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas3
j. Komplikasi
Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin,
bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam
”kamar sempit” yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus
extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak
mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin ”terjepit” atau ”terpotong” oleh
amniotic band tersebut.
Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran
kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan.Sesaat
setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara
spontan dan teratur.
Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes sebelum
tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh
kuman yang berasal daribawah.Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban
juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban
berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa
kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat
24
serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu
sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin
dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga
meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam
kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini
mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir
kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan
kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin
dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih
cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya.
b. Etiologi
a. Kelainan kardiovaskuler : aritmia, congestive heart failure.
b. Idiopatik
c. Kelainan kromosom : trisomi 21, turner’s syndrome, trisomi 13, 16, 18.
Mekanisme terjadinya karena kelainan kardiovaskuler.
Higroma
Kelainan hematologi : ά thalasemia major yang disertai dengan anemia janin
dan cardiac failure.
Kelainan paru : cystic adenomatoid, hematoma pada dinding dada, hernia
diafragma congenital.
Infeksi : pavovirus, rubella, HIV, toxoplasma, CMV, sifilis.
Lain-lain : kembar, displasia skelet, kelainan gastrointestinal.
c. Diagnosis
USG adanya polihidramnion. Kulit edema, ascites, plasenta besar, efusi
pleura, dan kardiomegali. Gejala paling menonjol pada umumnya adalah ascites dan
ascites janin tidak dapat diketahui bila tidak dilakukan USG.
25
d. Prognosis
Mortalitas perinatal sebesar 40-90% tergantung penyebabnya. Bila terdapat
kelainan anatomi, prognosisnya jelek.
e. Penatalaksanaan
Penanganan hydrops fetalis non imun bersifat individual tergantung
penyebabnya dan pertimbangan orang tua. Bila kelainan berat dan bayi tidak mungkin
hidup, maka dilakukan terminasi kehamilan. Jika bayi diperkitakan mampu hidup,
maka penanganannya dilakukan sesuai dengan penyebab dan prognosisnya. Bila
diperkirakan janin sudah cukup matang untuk dilahirkan, maka persalinan segera
dilakukan. Amniosintesis dilakukan jika hidramnion menyebabkan sesak nafas dan
untuk mengurangi risiko premature.
26
DAFTAR PUSTAKA.
27