Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

KELAINAN AIR KETUBAN

Pembimbing :
Dr. H. Sukardy, Sp. OG

Disusun Oleh :
Cendy Andestria (2015730020)
Dhiya Andini (2015730030)
Khayrul Fikri (2015730071)
Nadiyah Bayan Hafizah (2015730098)
Jullinar Aulia Hasna (2015730067)
Mutiara Nurul Qalby (2015730095)

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSIAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2019
KELAINAN AIR KETUBAN

Definisi Air Ketuban


Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan ini
ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin.
Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan
bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12
minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni.
Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.

Anatomi dan Fisiologi Cairan Ketuban


Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang
didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel. Jaringan-jaringan penyangga
terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non kolagen, seperti fibronectin,
integrin, febrilin, laminin dan proteoglican. Dibawah ini digambarkan struktur selaput
ketuban yang membentuk kantong kehamilan, yaitu:
1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung dengan jaringan
desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput. Terdiri 4 lapisan :
2. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua maternal, terdiri dari
2–10 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan sesuai dengan usia kehamilan.
3. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang berada antara
trophoblas dengan lapisan reticular.
4. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama dari membrane
khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer yang bertugas dalam proses
transport metabolit aktif dan sebagai makrofag.
5. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion, berbatasan dan
melekat langsung dengan lapisan amnion.
6. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling elastis
dibandingkan lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan:
a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion. Merupakan lapisan
reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus. Mempunyai kemampuan
bergeser dan meregang. Merupakan lapisan “stress absorber” yang terdiri kolagen
tipe III. Walaupun lapisan amnion lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut
lebih elastis.
b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal dari
mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering terlibat dalam
proses penipisan selaput ketuban.
c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung kolagen
interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama dengan membran basal
merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.
d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast kompleks
dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan jaringan selaput
ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya serabut kolagen tipe III dan IV.
e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri dari selapis
sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini ditutupi oleh mikrovili.
Antar sel dihubungkan dengan desmosom. Embriologis berasal dari ektoderm. Pada
lapisan ini disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin,
nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal
Di dalam rongga amnion yang terbentuk dari lapisan amnion terdapat cairan amnion
yang berasal dari sekresi aktif epitel amnion, transudasi sirkulasi janin, air seni janin, dan
transudasi sirkulasi maternal. Cairan amnion umumnya berwarna jernih agak pucat dan
sedikit basa (pH 7,2), dengan komposisi air (98-99%), karbohidrat (glukosa dan fruktosa),
protein (albumin dan globulin), lemak, hormon (estrogen dan progesteron), enzim (alkali
fosfatase), mineral (natrium, kalium, dan klorida), material lain (vernix caseosa, rambut
lanugo, sel epitel yang terkelupas, dan mekonium). Cairan ini mempunyai berbagai fungsi
selama masa kehamilan maupun saat persalinan.
Lapisan korion merupakan lapisan terluar dari selaput ketuban dan terdiri dari jaringan
mesenkim yang berasal dari mesoderm. Sel mesenkim berfungsi untuk menghasilkan kolagen
sehingga selaput ketuban menjadi lentur dan kuat. Selain itu, sel mesenkim juga
menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) yang
bermanfaat untuk melawan bakteri. Lapisan korion, mempunyai ketebalan 100-500 µm, yang
secara histologis terdiri atas tiga lapisan di bawahnya, yaitu (1) yang melekat pada lapisan
trofoblas (yang berhubungan dengan desidua maternal), (2) membran basalis yang
mendukung (3) lapisan retikular, yang merupakan komponen mayoritas untuk ketebalan
lapisan korion.
Amnion jelas lebih dari sekedar membran avaskular yang berfungsi menampung cairan
amnion. Membran ini aktif secara metabolik, terlibat dalam transpor air dan zat terlarut untuk
mempertahankan homeostasis cairan amnion, dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif
seperti peptida vasoaktif, faktor bioaktif, dan sitokin.
Peptida Vasoaktif. Sejumlah peneliti telah membuktikan bahwa amnion memiliki
kemampuan untuk mensintesis vasokonstriktor endotelin-1 serta vasorelaksan parathyroid
hormone-related protein. Epitel amnion juga menghasilkan peptida natriuretik otak (BNP)
dan corticotropin-releasing hormone (CRH), dan kedua peptida ini juga merupakan
pelumpuh otot polos. Dengan demikian, peptida vasoaktif yang diproduksi di amnion dapat
memperoleh akses ke tunika adventisia pembuluh korion. Temuan-temuan ini
mengisyaratkan bahwa amnion plasenta mungkin terlibat dalam proses modulasi tonus dan
aliran darah di pembuluh korion. Peptida vasoaktif amnion juga berfungsi di jaringan lain
pada beragam proses fisiologis, termasuk peningkatan replikasi sel dan metabolisme kalsium.
Setelah disekresikan dari amnion, zat-zat bioaktif ini dapat masuk ke cairan amnion sehingga
tersedia bagi janin melalui proses menelan dan gerakan thoraks janin.
Cairan Amnion. Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga
amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai
menjelang aterm. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat 1000 ml cairan amnion, walaupun
jumlah ini dapat sangat bervariasi dari beberapa mililiter sampai beberapa liter dalam
keadaan abnormal (oligohidramnion dan polihidramnion atau hidramnion). Cairan amnion ini
memiliki berbagai fungsi yaitu: menjadi bantalan yang menjaga janin dari trauma luar,
antibakterial, menjaga kestabilan suhu, membuat janin dapat bebas bergerak sehingga
membantu perkembangan neuromuskular.

Embriologi Air Ketuban


Hari ke 6–7 setelah fertilisasi, embrio akan nidasi kedalam endometrium. Sel-sel
stroma endometrium mengalami perubahan yang disebut Decidual reaction, yang ditandai
dengan pembengkakan sel akibat akumulasi glikogen dan lipid kedalam sitoplasmanya.
Tujuan perubahan ini guna menyiapkan tempat untuk nidasi dari embrio. Sel yang mengalami
perubahan ini disebut Sel desidua. Setelah proses nidasi, bagian sel desidua yang menutupi
lapisan atas dari kantong khorionik disebut Lapisan sel desidua kapsularis, sedangkan lapisan
yang membatasi antara kantong khorionik dengan dinding endometrium uterus disebut
Lapisan sel desidua basalis. Jaringan endometrium yang mengalami desidualisasi selain
ditempat nidasi blastokist disebut Lapisan sel desidua parietalis. Dinding khorion yang
berbatas dengan Lapisan desidua basalis disebut Khorion frondusum. Sedangkan dinding
khorion yang berbatasan dengan Lapisan desidua kapsularis yang nantinya mengalami
regresi disebut Khorion laeve.
Akibat perkembangan yang progresif pada trimester pertama, kantong khorion akan
memenuhi seluruh rongga kavum uteri dan menyebabkan Lapisan sel desidua kapsularis
terdorong menjauhi pasokan darah dari dinding endometrium sehingga Lapisan desidua
kapsularis mengalami degenarasi menjadi lebih tipis. Berikutnya, Khorion laeve akan kontak
langsung dengan Desidua parietalis dan berfusi menjadi satu pada pertengahan trimester
kedua membentuk Membran khorion amnion(selaput ketuban). Selaput Ketuban merupakan
membran yang avaskuler tetapi secara aktif terlibat dalam pengaturan jumlah cairan ketuban
serta memproduksi zat-zat bioaktif berupa peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitokin
1. Volume Air Ketuban
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum
volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat
menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun
secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal
volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai
400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan
postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.
Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12
penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar
terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 –
2100 ml

Kandungan Cairan Ketuban


Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal
trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin
sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu, kornifikasi kulit
janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari urin janin.
Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat dibandingkan
plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami deskuamasi, verniks, lanugo
dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring bertambahnya usia
gestasi, osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap
volume amnion secara keseluruhan dan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan
membentuk sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein,
peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.
Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya adalah
protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat aminotransferase, alkalin
fosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin kinase, isoenzim keratin kinase,
dehidrogenase laktat, dehidrogenase hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida,
High Density Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density
lipoprotein (VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk,
bilirubin indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea,
kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas.
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di cairan amnion.
Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan pertumbuhan
dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan menelan cairan amnion.
Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk α-
fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125),
dan 199 (CA-199).

 α-fetoprotein (AFP)
Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal kehamilan
Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu dan kemudian
akan berkurang.
Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil kolin esterase
menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect atau defek janin
lainnya.
Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar asetilkolinesterase
menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya kontaminasi dari darah janin.

 Lesitin – Sfingomielin
Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting dalam
formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan
respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam cairan
amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin
relatif meningkat.
Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar sfingomielin (L/S
Ratio), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika
perbandingan kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat nafas pada
janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium,
kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan
sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan
suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan
persalinan.
Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama kehamilan
merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang unik dari agen agen
bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 , PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-
produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion setelah proses persalinan dimulai.
Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam proses dilatasi servik.

 Sitokin
Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum proses
persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal melalui membran
janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari desidua pada
partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan amnion, fenomena juga pada partus
yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati
membran janin.

 Interleukin -1β
Interleukin -1β merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat sebagai respon
dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1β akan merangsang sitokin lain dan
mediator inflamasi lainnya.
Interleukin -1β secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan, Interleukin -1β
baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau sebagai reaksi dari
infeksi pada cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1β diproduksi pada desidua
setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan pada
cairan amnion dan vagina. Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah
Interleukin -6 atau Interleukin – 8.

 Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2α di dapatkan pada cairan amnion pada semua
tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan amnion
dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit , paru-paru dan tali pusat.
Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar prostaglandin dalam cairan amnion meningkat
secara bertahap.
Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat dihubungkan
atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya jumlah total kadar prostaglandin
dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan sebelum persalinan dimulai sangat
kecil (sekitar 1µg) , karena waktu paruh prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu
6 – 12 jam jumlah dari prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil.
Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion dan inisiasi dari
persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir.

Keadaan normal cairan ketuban :


 Volume cairan ketuban pada hamil cukup bulan : 1000 – 1500ml
 Warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas (agak amis dan manis)
 Cairan ketuban dengan berat jenis 1,008 terdiri atas 98% air, sisanya terdiri dari
garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo,
sel-sel epitel, dan verniks kaseosa
 Protein ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin

Fungsi air ketuban :


 Melindungi janin terhadap trauma dari luar
 Memungkinkan janin bergerak bebas
 Melindungi suhu tubuh janin
 Meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka
 Membersihkan jalan lahir

Distribusi Cairan Ketuban


 Urin Janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai memproduksi urin
sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan aterm.
Wladimirof dan Campbell melaporkan bahwa produksi urin janin adalah sekitar 230 ml /
hari kemudian pada usia kehamilan 36 minggu produksinya akan meningkat sampai 655
ml/hari pada kehamilan aterm. Rabinowitz menemukan volume produksi urin janin
sebesar 1224 ml/hari. Sedangkan berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, didapatkan
produksi urin janin dengan rata-rata adalah sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan
aterm.
 Cairan Paru
Hingga saat ini belum dilakukan penelitian untuk mengukur jumlah kontribusi cairan paru
terhadap produksi cairan amnion pada manusia, namun penelitian yang dilakukan pada
domba menunjukkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari,
dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan sebagai cairan
amnion melalui mulut

 Gerakan menelan
Serupa dengan cairan paru, penelitian mengenai gerak menelan ini baru dilakukan pada
domba dan belum dilakukan manusia. Berdasarkan penelitian dengan menggunakan domba
ini, Sherman melaporkan bahwa janin domba menelan secara bertahap dengan volume
sekitar 100-300 ml/kg/hari dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.

Distribusi cairan amnion pada kehamilan. Dikutip dari Gilbert

 Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah ketidaksesuaian
antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan konsumsinya oleh proses
menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan konsumsi cairan amnion, didapatkan
selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja ini akan menyebabkan polihidramnion.
Namun setelah dilakukan beberapa penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml
cairan amnion diabsorpsi melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan
amnion pada fetus. Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas
bahwa terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada
kehamilan normal.
Cara Pengukuran Cairan Amnion
1. Membuat garis khayal vertical yang mengikuti garis linea alba, kemudian membuat garis
khayal mediolateral yang melewati umbilical ibu. Setelah dibuat kedua garis tersebut,
maka akan didapatkan abdomen yang terbagi menjadi 4 kuadran, yaitu kuadran kanan
atas dan bawah, serta kuadran kiri kanan dan bawah
2. Mencari kantung yang paling besar dan dalam pada setiap kuadran
3. Pada setiap kantung, lakukan penarikan garis vertical dari tepi atas kantung ke tepi
bawah kantung untuk mengukur kedalaman dari setiap katung
4. Mencatat hasil ukur dari setiap kantung. Pencatatan dilakukan dengan satuan ‘sentimeter;
5. Menjumlahkan hasil pengukuran dari setiap kantung
6. Menginterpretasikan hasil penjumlahan. Jika hasilnya < 5 cm, maka hal ini menandakan
adanya oligohidroamnion dan jika hasilnya > 25 cm, maka hal ini menunjukkan adanya
polihidroamnion. Hasil penjumlahan yang normal pada usia kehamilan 5-25 cm dengan
hasil penjumlahan tertinggi pada usia kehamilan 32 minggu, dan mulai mengalami
penurunan pada usia 42 minggu.
Kelainan Cairan Ketuban
1. Hidramnion (polihidramnion)
Air ketuban berlebihan, diatas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya
disertai kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan
sirkulasi, atau hiperaktifitas sistem urinarius janin.
2. Oligohidramnion
Air ketuban sedikit, dibawah 500 cc, umumnya kental, keruh, berwarna kuning
kehijauan4
3. Hydrops Fetalis Non Imun
Merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi cairan ekstraseluler tanpa adanya
antibodi yang menyerang antigen sel darah merah dalam sirkulasi. Akumulasi CES ini
terjadi dalam jaringan dan rongga serosa.

1. Polihidramion (hidramnion)
a. Defenisi
Polihidramnion(hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan berupa
kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban.Hal ini biasanya didiagnosis jika
indeks cairanamnion(AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar dari 20cm(≥ 20cm). Di
mana volume dari air ketuban > 2000 ml.

13
b. Patofisiologi
Integrasi dari aliran cairan yang masuk dan keluar dari kantung ketuban
menentukanvolume cairan ketuban. Urine janin, produksi cairan paru-paru, proses
menelan, penyerapan intramembranous (ke dalam kompartemen vaskulerjanin)
memberikan kontribusi penting terhadap pergerakan cairan diakhir kehamilan, faktor
lain (misalnya, produksi air liur) memberikan kontribusi minimal. Kontribusi relative
dari setiap rute pertukaran cairan bervariasi pada setiap kehamilan.Variasi dalam
cairan tubuh janin atau homeostasis endokrin juga mempengaruhi volume produksi
urin janin, menelan, dan sekresi paru-paru.Selama trimester terakhir, output urin
setara sekitar 30 persen dari berat badan janin, proses menelan sekitar 20 sampai 25
persen,sekresi paru-paru10 persen(satu-setengah dari sekresi paru-paru tertelan oleh
dan setengah lainnya diekskresikan ke dalam cairan ketuban), sedangkan sekresi oral-
nasal dan aliran transmembranous (langsung ke dalam kompartemen ibu) mewakili
sekitar<1 persen dari berat badan janin. Janin yang hampir cukup bulan
mengeluarkan500-1200mL urin dan menelan 210-760ml cairan ketuban setiap hari.
Jadi, perubahan harian yang relative kecil dalam produksi urin janin atau proses
menelan dapat menyebabkan perubahan volume cairan amnion. Akumulasi cairan
amnion yang berlebihan biasanya berhubungan dengan penurunan proses menelan
janin atau meningkatnya urine janin.
c. Etiologi
Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion
berlebihan bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya dapat
diketahui pada beberapa kondisi klinis lainnya.Penyebabnya dapat meliputi:
 Kehamilan kembar dengan sindrom transfusi antar janin kembar (peningkatan
cairan ketuban pada janin kembar penerima dan penurunan cairan ketubanpada
janin kembar pendonor) atau kehamilan multipel.
 Anomali janin, termasuk atresia esophagus (biasanya berhubungan dengan
fistula trakeoesofageal), atresia duodenum, dan atresia usus lainnya.

14
 Kelainan SSPdan penyakit neuromuskuler yang menyebabkan disfungsi menelan
 Anomali irama jantung kongenital terkait dengan hidrops, perdarahan janin-ke-
ibu, dan infeksi parvovirus
 Diabetes mellitus tidak terkontrol pada ibu
 Kelainan kromosom, trisomyi 21 yang paling umum, diikuti dengan trisomi18
dantrisomi13.
 Sindroma kinesia janin dengan tidak adanya proses menelan pada janin.
d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, polihidramnion terjadi pada 1% kehamilan. Sebuah studi
retrospektif tentang hasil USG pasien yang dating klinikantenatal secara rutin di
Inggris menunjukkan prevalensi 0,15% terjadinya polihidramnion.
Evaluasi angka kematian perinatal (PMR) menggunakan ultrasonografi Chamberlin
pada 7562 pasien dengan risiko tinggi kehamilan. PMR pada pasien dengan volume
cairan normal adalah 1,97 kematian per 1000 pasien. PMR meningkat menjadi 4,12
kematian per 1000 pasien dengan polihidramnion, dan 56,5 kematian per 1000 pasien
dengan oligohidramnion.
Persalinan prematur terjadi pada sekitar 26% dari ibu dengan polihidramnion.
Komplikasi lain termasuk ketuban pecah dini (KPD), lepasnya plasenta, malpresentasi
janin, SC, dan perdarahan postpartum.
Penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko anomali janin yang terkait
dalam bentuk yang lebih parah akibat polihidramnion.Dalam tahun 1990, 20% kasus
polihidramnion mengakibatkan anomali janin, termasuk masalah sistem
Gastrointestinal (40%), SSP (26%), sistem kardiovaskular (22%), atau sistem
genitourinari (13%). Pada kasus-kasus polihidramnion tersebut, 7,5% terjadi pada
kehamilan multipel, 5% karena diabetes pada ibu, dan 8,5% sisanya karena penyebab
lain. Namun, setidaknya 50% dari pasien tidak memiliki faktor risiko yang terkait.
e. Gejala Klinis
Tanda – tanda dan gejala polihidramnion merupakan hasil dari tekanan yang
diberikan dalam uterus dan pada organ terdekat.
Tanda-tanda yang didapatkan dapat berupa :
 Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
 Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
 Denyut Jantung Janin (DJJ) sulit terdengar

15
 Balotemen janin jelas
Polihidramnion ringan menujukkan sedikit tanda atau gejala. Polihidramnion berat
dapat menyebabkan:
 Sesak napas atau ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali ketika berdiri
 Pembengkakan pada ekstremitas bawah, vulva dan dinding perut
 Penurunan produksi urin
 Gangguan pencernaan
 Edema
 Bila polihidramnion terjadi antara minggu ke 24 – 30 maka keadaan ini sering
berangsung secara akut dengan gejala nyeri abdomen akut dan rasa seperti
“meledak” serta rasa mual.
 Kulit abdomen mengkilat dan edematous disertai striae yang masih baru4,5,6

Abdomen ibu dengan polihidramnion


f. Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
o Pada inspeksi dapat memperlihatkan rahim yang cepat membesar pada ibu
hamil.
o Kehamilan multiple yang berhubungan dengan polihidramnion.
o Kelainan janin yang berhubungan dengan polihidramnion meliputi
makrosomia neonatal, hidrops janinatau neonates dengan anasarca, asites,
efusi pleura atau perikardial, dan obstruksi saluran gastrointestinal
(misalnya, atresia duodenum, fistula trakeoesofageal).
o Malformasi skeletal juga dapat terjadi, termasuk dislokasi pinggul
kongenital dan cacat tungkai.

16
o Kelainanpada gerakan janin menandakan kelainan neurologis primer atau
dalam hubungannya dengan sindrom genetik.
g. Pemeriksaan Laboratorium
 Tes toleransi glukosa untuk ibu yang dengan diabetes mellitus tipe2
 Tes hidrops janin: Jika adanya hidropsjanin, imunologi dan infeksi janin harus
diselidiki. Termasuk skrining untuk anti bodi ibu ke antigen D, C, Kell, Duffy,
dan Kidd untuk menentukan produksi anti bodi ibu terhadap sel darah merah
janin. Infeksi janin dapat meliputi cytomegalovirus (CMV), toksoplasmosis,
sifilis, dan Parvovirus B19. Pemeriksaan harus mencakup sebagai berikut:
 Tes Venereal Disease Research Laboratories(VDRL) untuk tessifilis
 Titer Imunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM) untuk
mengevaluasi paparan terhadap rubella, CMV, toksoplasmosis dan parvovirus
 Tes untuk virus bawaan dalam cairan ketuban dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR)
 Tes Kleihauer-Betke untuk mengevaluasi perdarahan janin-ibu
 Hemoglobin Bartpada pasien keturunan Asia (yang mungkin didapatkan
heterozigot pada alfa-thalassemia)
 Karyotyping Janin untuk trisomy 21, 13d
h. Pemeriksaan Ultrasonografi
Operator berpengalaman dapat mendeteksi polihidramnion secara subyektif
.Suatu pendekatan kuantitatif dapat dilakukan dengan membagi rongga rahim menjadi
empat kuadran atau kantong. Kantong vertical terbesar diukur dalam sentimeter dan
volume total dihitung dengan mengalikan tingkat ini dengan 4. Hal ini dikenal sebagai
Amnion Fluid Index(AFI). Polihidramnion didefinisikan sebagai AFI lebih dari 24 cm
atau kabtong tunggal cairan minimal 8cm yang menghasilkan volume cairan total
lebih dari 2.000 mL.
AFI adalah salah satu dari lima cara untuk menilai komponen dari profilbio
fisik (tes non-invasif yang dapat mendeteksi ada atau tidak adanya asfiksia janin).
Komponen lainnya adalah gerakan pernapasan janin, gerakan tubuh, nada janin dan
monitoring jantung janin.
Prenatal ultrasonografi pada polihidramnion dapat berupa:
 Evaluasi proses menelan janin. Penurunan tingkat menelan janin terjadi pada
anencephaly, trisomi 18, trisomi 21, distrofi otot, dan displasia tulang.

17
 Evaluasi anatomi janin; menilai hernia diafragma, massa paru-paru, dan tidak
adanya gelembung perut (yang berhubungan dengan atresia esofagus). Tanda
gelembung ganda atau duodenum melebar menunjukkan kemungkinan atresia
duodenum.
 Test untuk aritmia dan malformasi janin yang menyebabkan kegagalan jantung
dan hidrops.
 Lingkar perut besar yang abnormal dapat diamati dengan ascites dan hidrop
janin.
 Janin makrosomia diamati dalam kaitannya dengan diabetes ibu yang tidak
terkontrol.
 Menilai kecepatan aliran darah pada arteri serebral anterior janin untuk melihat
adanya anemia janin.
i. Penatalaksanaan
 Langkah pertama adalah untuk mengidentifikasi apakah penyebab yang
mendasari.
 Polihidramnion ringan dapat cukup dipantau dan diobati secara konservatif.
 Persalinan prematur biasa dilakukan karena overdistensi dari rahim, dan
langkah-langkah harus diambil untuk meminimalkan komplikasi ini. Termasuk
pemeriksaan antenatal yang teratur dan pemeriksaan rahim dan bedrest sampai
cukup bulan.
 Steroid intramuskular harus diberikan kepada ibu pada antenatal jika
dipertimbangkan untuk dilakukannya persalinan prematur. Hal ini membantu
untuk meningkatkan kematangan paru-paru.
 Scan ultrasound serial harus dilakukan untuk memantau AFI dan monitor
pertumbuhan janin.
 Anemia hidrops janin diobati dengan transfusi eritrosit, baik intravaskular atau
melalui perut janin. Hal ini mengurangi kemungkinan kegagalan kongestif janin,
sehingga memungkinkan perpanjangan kehamilan dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
 Jika didiagnosis adanya diabetes kehamilan, kontrol glikemik yang ketat harus
dipertahankan. Hal ini biasanya dilakukan dengan manipulasi diet dan insulin
jarang dibutuhkan.

18
 Indometacin adalah obat pilihan untuk pengobatan medis polihidramnion. Hal ini
sangat efektif, terutama dalam kasus dimana kondisi ini terkait dengan
peningkatan produksi urin janin. Mekanisme aksi menjadi efek pada produksi
urin oleh ginjal janin, mungkin dengan meningkatkan efek dari vasopresin. Hal
ini tidak efektif dalam kasus di mana penyebab yang mendasari adalah penyakit
neuromuskuler yang mempengaruhi proses menelan janin, atau hidrosefalus.
Tapi hal ini merupakan kontraindikasi pada sindrom kembar-ke-kembar atau
setelah 35 minggu, karena efek samping yang ditimbulkan lebih besar daripada
manfaat dalam kasus ini.
 Amniosentesis direkomendasikan dalam kasus di mana indometacin menjadi
suatu kontraindikasi, pada polihidramnion berat, atau pada pasien yang
simptomatik. Ini menjadi kontraindikasi pada ketuban pecah dini atau pelepasan
plasenta, atau korioamnionitis (peradangan selaput chorioamniotic dan cairan -
biasanya infektif).
 Induksi persalinan harus dipertimbangkan jika gawat janin berkembang. Di atas
35 minggu mungkin lebih aman untuk dilahirkan. Induksi dengan ruptur buatan
pada membran (ARM) harus dikontrol, dilakukan oleh dokter kandungan dan
dengan persetujuan untuk melanjutkan dengan sectio caesar jika diperlukan.
j. Komplikasi
 Risiko dan komplikasi amnio infusi, termasuk emboli cairan amnion, gangguan
pernapasan ibu, peningkatan tekanan rahim ibu, dan gangguan pernapasan
sementara janin.
 Risiko amnio sentesis termasuk kehilangan janin (1-2%). Komplikasi lainnya
adalah terlepasnya plasenta, persalinan prematur, perdarahan janin-ibu,
sensitisasi rahim ibu, dan pneumotoraks pada janin. Risiko infeksi janin dapat
sedikit meningkat.
k. Prognosis
 Jika kondisi ini tidak terkait dengan temuan lain, prognosis biasanya baik.
 Menurut Desmedt dkk, PMR pada polihidramnion yang berhubungan dengan
malformasi janin atau plasenta adalah sekitar 61%.
 Seperti disebutkan sebelumnya, 20% dari bayi dengan polihidramnion memiliki
beberapa anomali. Dalam hal ini, prognosis tergantung pada beratnya anomali.

19
 Penelitian menunjukkan bahwa, jika keparahan polihidramnion meningkat,
kemungkinan untuk menentukan etiologi akan meningkat.
 Dalam kasus polihidramnion ringan, kemungkinan adanya masalah yang
signifikan hanya sekitar 16,5%; hal ini harus dikomunikasikan kepada orang tua.

2. Oligohidramnion
a. Defenisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang
kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan).
b. Patofisiologi
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan
Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal
bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada.Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral)
maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan
tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa :

20
 Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal
hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
 Tidak terbentuk air kemih
 Gawat pernafasan.
c. Epidemiologi
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.
Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada
umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita
yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42
minggu) juga mengalami olygohydramnion, karena jumlah cairan ketuban yang
berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu
d. Etiologi
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.Sekitar 7%
bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti
gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin
berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah
tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor (mis
captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion parah dan
kematian janin.Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis
seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum
merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap
terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan
mereka.
Fetal :
 Kromosom
 Kongenital
 Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
 Kehamilan postterm

21
 Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
Maternal :
 Dehidrasi
 Insufisiensi uteroplasental
 Preeklamsia
 Diabetes
 Hypoxia kronis
Induksi Obat :
 Indomethacin and ACE inhibitors
 Idiopatik2
e. Faktor Resiko
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi :
 Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).
 Retardasi pertumbuhan intra uterin.
 Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).
 Sindrom pasca maturitas15

f. Manifestasi Klinis
 Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
 Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
 Sering berakhir dengan partus prematurus.
 Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
 Persalinan lebih lama dari biasanya.
 Sewaktu his akan sakit sekali.
 Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar16.
g. Diagnosis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan
dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan
nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban)
yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami
oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa
mengalami poluhydramnion

22
h. Penatalaksanaan
Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan
janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah
berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air
seni biasa, baunya sangat khas.Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk
membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni.

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya


menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan
asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak
cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah
”salah kaprah”. Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa
lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara
operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada kasus kekurangan air ketuban.
Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya, tetap harus diusahakan persalinan
pervaginam dengan cara induksi yang baik dan benar.
Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan normal
tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya kemungkinan
tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat.
Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter
mungkin akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu
bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang.
Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus berlangsung, dokter mungkin
akan merekomendasikan persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk
mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus
oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama sekali. Selain
pemeriksaan USG, dokter mungkin akan merekomendasikan tes terhadap kondisi
janin, seperti tes rekam kontraksi untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin,
dengan cara merekam denyut jantung janin. Tes ini dapat memberi informasi penting
untuk dokter jika janin dalam rahim mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian,
dokter cenderung untuk merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah
timbulnya masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam rahim
ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi
selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen), baik sebelum atau sesudah

23
kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-
kadang harus tinggal di rumah sakit.
Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter
mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher
rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan
dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan
bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut
jantung janin yang menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan
para wanita dengan oligohydramnion dapatmembantu meningkatkan jumlah cairan
ketubannya dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk
mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest18
i. Prognosis
 Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk
prognosisnya
 Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas3
j. Komplikasi
Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin,
bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam
”kamar sempit” yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus
extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak
mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin ”terjepit” atau ”terpotong” oleh
amniotic band tersebut.
Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran
kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan.Sesaat
setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara
spontan dan teratur.
Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes sebelum
tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh
kuman yang berasal daribawah.Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban
juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban
berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa
kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat

24
serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu
sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin
dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga
meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam
kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini
mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir
kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan
kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin
dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih
cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya.

3. Hydrops Fetalis Non Imun


a. Definisi
Merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi cairan ekstraseluler tanpa
disertai adanya antibodi yang menyerang antigen sel darah merah dalam sirkulasi.
Akumulasi CES ini terjadi dalam jaringan dan rongga serosa.

b. Etiologi
a. Kelainan kardiovaskuler : aritmia, congestive heart failure.
b. Idiopatik
c. Kelainan kromosom : trisomi 21, turner’s syndrome, trisomi 13, 16, 18.
Mekanisme terjadinya karena kelainan kardiovaskuler.
 Higroma
 Kelainan hematologi : ά thalasemia major yang disertai dengan anemia janin
dan cardiac failure.
 Kelainan paru : cystic adenomatoid, hematoma pada dinding dada, hernia
diafragma congenital.
 Infeksi : pavovirus, rubella, HIV, toxoplasma, CMV, sifilis.
 Lain-lain : kembar, displasia skelet, kelainan gastrointestinal.
c. Diagnosis
USG adanya polihidramnion. Kulit edema, ascites, plasenta besar, efusi
pleura, dan kardiomegali. Gejala paling menonjol pada umumnya adalah ascites dan
ascites janin tidak dapat diketahui bila tidak dilakukan USG.

25
d. Prognosis
Mortalitas perinatal sebesar 40-90% tergantung penyebabnya. Bila terdapat
kelainan anatomi, prognosisnya jelek.
e. Penatalaksanaan
Penanganan hydrops fetalis non imun bersifat individual tergantung
penyebabnya dan pertimbangan orang tua. Bila kelainan berat dan bayi tidak mungkin
hidup, maka dilakukan terminasi kehamilan. Jika bayi diperkitakan mampu hidup,
maka penanganannya dilakukan sesuai dengan penyebab dan prognosisnya. Bila
diperkirakan janin sudah cukup matang untuk dilahirkan, maka persalinan segera
dilakukan. Amniosintesis dilakukan jika hidramnion menyebabkan sesak nafas dan
untuk mengurangi risiko premature.

26
DAFTAR PUSTAKA.

1. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran bandung. Panduan Praktik Klinik Obstetri


& Ginekologi edisi 2. KSM/Dep Obstetri & Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2018
2. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran bandung. Obstetri Fisiologis edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2018
3. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran bandung. Obstetri Patologis edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2018
4. Fox H. The placenta , membranes and umbilical cord. In: Chamberlain G, Steer P,
editors. Turnbull’s obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002
5. Cunningham et al. William Obstetrics 25th edition. Jakarta: EGC; 2018.

27

Anda mungkin juga menyukai