Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“LANGKA RESUSITASI”
DOSEN PENGAMPUH : SITI CHOIRUL DWI ASTUTI. M. Tr. Keb

DI SUSUN OLEH :

PRODI D-III KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Langkah
Resusitasi”.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang langkah-langkah resusitasi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Gorontalo, Januari 2021

Keolompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Stabilitas Awal......................................................................................3
B. Ventilasi Tekanan Positif......................................................................4
C. Kompresi Dada.....................................................................................5
D. Latihan Soal..........................................................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................7
B. Saran.....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resusitasi Jantung Paru merupakan salah satu rangkaian tindakan
penyelamatan nyawa untuk meningkatkan angka kelangsungan pasien
henti jantung mendadak (Sasson et al., 2010). Teknik resusitasi jantung
paru dilakukan dengan cara mengkombinasikan antara kompresi dada
dan napas buatan untuk memberikan oksigen yang diperlukan bagi
kelangsungan fungsi sel tubuh. Metode ini dilakukan untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi selama terjadi henti jantung.
Saat henti jantung terjadi, jantung berhenti berdenyut dan sirkulasi
darah berhenti. Jika sirkulasi tidak segera berfungsi kembali, kematian
organ-organ tubuh akan mulai terjadi. Organ tubuh yang paling sensitif
adalah otak, yang akan mengalami kerusakan secara permanen dan
ireversibel jika tidak ada sirkulasi kembali dalam 4-6 menit.
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat untuk
mencegah kematian biologis dengan tujuan mengembalikan keadaan
henti jantung dan napas (kematian Klinis) ke fungsi yang optimal
(Muttaqin,2009). RJP terdiri dari pemberian bantuan sirkulasi dan
napas, dan merupakan terapi umum, diterapkan pada hampir semua
kasus henti jantung atau napas. Kompresi dan ventilasi merupakan
tindakan yang efektif dalam melakukan RJP. Orang awam dan orang
terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat melakukan tindakan RJP
(Kaliammah, 2013).
Kasus kegawatdaruratan henti jantung merupakan suatu kondisi
dimana jantung kehilangan fungsi secara mendadak dan sangat tiba-tiba
ditandai dengan terjadinya henti nafas dan jantung. Kondisi
kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja dan pada siapa saja dan
merupakan kondisi kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa yang
membutuhkan penanganan segera (Pusat Siaga Bantuan Kesehatan
188,2013).

1
Resusitasi jantung paru yang efektif, dapat mencegah kondisi
ventrikel vibrilasi jatuh ke kondisi asistole, yang dapat menjadi
prognose buruk untuk korban. Resusitasi jantung paru yang efektif
dapat mengirimkan 1/3 dari jumlah darah normal ke otak. Mouth to
mouth asaat resusitasi jantung paru akan memberikan cukup oksigen
bagi korban untuk tetap bertahan hidup, sedangkan kompresi dada akan
membantu mengalirkan darah dan mengirimkan oksigen menuju organ-
organ vital, terutama otak, jantung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah:
1. Bagaimana Stabilitas Awal Resusitasi?
2. Bagaimana Ventilasi Tekanan Positif?
3. Bagaimana Kompresi Dada?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Stabilitas Awal Resusitasi
2. Untuk mengetahui Ventilasi Tekanan Positif
3. Untuk mengetahui Kompresi Dada
D. Manfaat
Tujuan dari membuatan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan
pembaca tentang langkah-langkah resusitasi. Dengan demikian
pembaca diharapkan dapat mengetahui langkah-langkah Resusitasi dan
dapat mempraktikannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Stabilitas Awal
Teknik resusitasi bayi dan anak saat awal adalah melakukan
penilaian kondisi anak secara cepat dengan menggunakan segitiga
penilaian pediatrik, atau pediatric assessment triangle/PAT. Dari PAT
ini kita dapat mengenali kondisi distress napas, gagal nafas, syok, henti
napas dan henti jantung, disfungsi otak dan abnormalitas sistemik
lainnya. PAT terdiri atas 3 elemen, yaitu:
1. penampilan anak: tonus, interaksi anak dengan lingkungan,
kenyamanan, arah pandangan anak, suara/tangisan anak
2. upaya napas anak: suara napas abnormal, posisi tubuh
abnormal, retraksi, dan napas cuping hidung
3. kondisi sirkulasi: pucat, mottling, sianosis, perdarahan
Selanjutnya dilakukan primary assessment , secondary assessment,
dan tertiary assessment.
a. Primary Assessment
Pada penilaian primer ini dilakukan penilaian:
1. Airway: patensi jalan napas
2. Breathing: usaha napas, napas cuping hidung, retraksi
3. Circulation: evaluasi nadi, tensi, warna kulit, suhu
badan, capillary refill time/CRT
4. Disability: nilai status neurologis dengan metode alert, verbal
response to pain, unresponsive/AVPU, atau Glasgow coma
scale/GCS
5. Exposure
b. Secondary Assessment
Setelah selesai melakukan primary assessment dan manajemen dari
masalah yang mengancam nyawa, lakukan secondary assessment yang
menghimpun anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih detail meliputi
gejala dan tanda yang dikeluhkan, adanya alergi, pengobatan yang

3
diberikan, riwayat kesehatan sebelumnya, waktu makan terakhir, dan
kejadian yang menyebabkan kondisinya saat ini.
c. Tertiary Assessment
Meliputi pemeriksaan penunjang diagnostik, seperti pemeriksaan
laboratorium seperti gula darah dan analisa gas darah, pemeriksaan
radiologi, dan sebagainya, untuk mengidentifikasi penyakit dan kondisi
anak.
d. Persiapan Pasien
Pastikan lingkungan aman untuk penolong dan anak. Nilai kesadaran
anak dengan cara menilai respon yaitu dengan cara memanggil, menepuk
pundak, atau menggoyangkan badan anak. Penilaian denyut nadi anak
dibawah usia 1 tahun yang paling tepat adalah dengan meraba arteri
brakialis. Pemeriksaan denyut nadi anak diatas 1 tahun pada nadi karotis.

e. Peralatan
Alat yang diperlukan untuk melakukan RJP pada bayi dan anak adalah:
1. Bag-valve mask untuk memberikan ventilasi yang efektif dan aman
2. Defibrillator, dibutuhkan dalam memberikan bantuan hidup lanjut
bila ada irama jantung yang dapat dilakukan shock
3. Laringoskop

4. Endotrakeal tube, supraglottic airway devices, laryngeal mask


airway/LMA
5. Tabung oksigen, suction
6. Alat monitor detak dan irama jantung seperti stetoskop,
monitor EKG
7. Monitor saturasi dan EtCO2 (end-tidal carbon dioxide)
Pada keadaan kritis, mengukur berat badan bayi dan anak seringkali
tidak memungkinkan. Untuk itu dapat digunakan Broselow tape, yaitu suatu
grafik yang dapat memprediksi berat badan bayi dan anak berdasarkan
panjang atau tinggi badannya. Broselow tape adalah perangkat penting
dalam keadaan darurat untuk membantu menghitung dosis obat yang tepat,

4
menentukan jumlah pemberian cairan yang akurat, dan memilih ukuran
peralatan yang benar, seperti ukuran laringoskopi atau endotrakeal tube.
f. Posisi Pasien
Posisi pasien yang akan dilakukan resusitasi jantung paru adalah
posisi telentang, pada permukaan yang datar dan keras, agar kompresi
jantung dapat optimal. Pada bayi, teknik kompresi dapat menggunakan 2 ibu
jari (jari telunjuk dan jari tengah). Pada anak usia ≤8 tahun dapat
menggunakan teknik 1 tangan, dan pada anak usia >8 tahun dapat
menggunakan teknik 2 tangan. Petugas kesehatan yang melakukan kompresi
dada harus berada dalam posisi yang cukup tinggi untuk mencapai regangan
lengan yang cukup sehingga dapat menggunakan berat badannya secara
adekuat untuk mengkompresi dada. Pada bayi, digunakan kekuatan jari
tangan untuk mengkompresi dada secara adekuat.
g. Prosedural
Prosedur RJP bayi dan anak berdasarkan European Resuscitation
Council (ERC) dilakukan dengan urutan A-B-C. Sedangkan
berdasarkan American Heart Association (AHA) dengan urutan C-A-B.
Dimana A yaitu airway/jalan napas, B untuk breathing/pernapasan,
sedangkan C adalah circulation/kompresi dada.
1) Resusitasi dasar pada bayi dan anak menurut ERC sebagai berikut:
1. Bila pasien tidak sadar/tidak berespon, panggil bantuan, lalu
buka jalan nafas
2. Bila anak tidak bernafas dengan normal, lakukan 5 bantuan nafas

3. Bila tidak ada tanda kehidupan, lakukan 15x kompresi dada,


kemudian lakukan 2 bantuan nafas diikuti 15x kompresi dada

4. Panggil tim henti jantung (cardiac arrest team) atau Pediatric


advance life support team setelah 1 menit melakukan RJP.
2) Resusitasi tingkat lanjut pada bayi dan anak menurut ERC adalah:
1. Bila anak tidak berespon, tidak bernafas, atau gasping, panggil
tim resusitasi

5
1. Lakukan RJP diawali dengan 5 bantuan nafas/initial
breaths dilanjutkan kompresi dada. Rasio yang diberikan adalah
15x kompresi disertai 2x bantuan napas (15:2)
2. Pasang monitor/defibrillator. Minimalkan interupsi dalam
melakukan RJP

3. Tentukan atau baca irama yang muncul pada layar monitor


defibrillator. Bila irama shockable (VF/VT tanpa nadi) lakukan
shock 4J/kgBB, lanjutkan RJP dengan minimal interupsi. Pada
siklus ke-3 dan ke-5, pertimbangkan pemberian amiodaron
4. Bila irama non-shockable (PEA/asistol), lakukan RJP selama 2
menit dengan minimal interupsi
5. Bila sirkulasi spontan kembali (ROSC/Return of spontaneous
circulation), lakukan tatalaksana post henti jantung, yaitu kontrol
oksigenasi dan ventilasi, investigasi, atasi penyebab henti
jantung, dan kontrol suhu/temperature.
3) Resusitasi pada bayi dan anak yang mengalami henti jantung,
menurut AHA adalah sebagai berikut:
a. Bila ada henti jantung, mulai RJP, beri oksigen, pasang
monitor/defibrillator.
b. Bila irama shockable (VF/VT tanpa nadi), berikan kejut listrik 2
J/kgBB. Dilanjutkan RJP selama 2 menit sambil mencari akses
intravena atau intraoseus.
c. Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, berikan kejut
listrik kedua dengan 4 J/kgBB. Dilanjutkan RJP selama 2 menit.
Beri epinefrin tiap 3-5 menit (epinefrin 1:10.000 sebanyak 0,1
ml/kgBB intravena atau intraoseus). Pertimbangkan intubasi
(advanced airway)
d. Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, beri kejut listrik
≥4 J/kgBB maksimal 10 J/kgBB (dosis dewasa). Lanjutkan RJP
selama 2 menit. Masukkan amiodaron atau lidokain. Tatalaksana
penyebab henti jantung

6
e. Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, beri kejut listrik,
lanjut RJP, dan masukkan epinefrin tiap 3-5 menit
f. Bila irama jantung non-shockable (PEA/asistol), lakukan RJP 2
menit, cari akses IV/IO, beri epinefrin tiap 3-5 menit,
pertimbangkan intubasi
g. Bila sirkulasi spontan kembali (ROSC/Return of spontaneous
circulation), lakukan tatalaksana post henti jantung

h. Prosedur Airway/Jalan Napas
Buka jalan napas dengan head tilt dan chin lift. Jangan tekan
jaringan di bawah dagu karena bisa menyebabkan obstruksi jalan
napas, terutama pada bayi. Bila masih sulit membuka jalan napas,
coba jaw thrust dengan cara tempatkan 2 jari kedua tangan pada tiap
sisi mandibula anak dan dorong rahang ke bawah. Bila curiga
adanya cedera leher, membuka jalan napas dengan jaw thrust saja
tanpa head tilt. Bila jalan napas tidak terbuka optimal,
tambahkan head tilt sedikit sampai jalan napas terbuka. Dengan hati-
hati singkirkan bila ada penyebab obstruksi jalan napas.

i. Prosedur Breathing/Pernapasan
Pertahankan jalan napas tetap terbuka, kemudian  look listen and
feel (lihat, dengar, rasakan) pernapasan normal dengan meletakkan
wajah penolong mendekati wajah anak sambil melihat dinding dada
anak. Lihat pengembangan dada, dengarkan suara napas pada mulut
dan hidung anak, lalu rasakan pergerakan udara pada pipi penolong.
Lakukan look listen and feel tidak lebih dari 10 detik. Bila ragu
bernapas normal atau tidak, anggap sebagai tidak normal. Bila napas
tidak normal atau tidak ada napas, beri 5 initial rescue breaths.
Langka awal stabilisasi :
1. Menjaga kehangatan dengan meletakkan bayi dibawah pemanas,
membuka jalan napas dengan memposisikan sniffing dan

7
membersihkan jalan napas dengan suction, mengeringkan bayi,
memberi stimulasi napas.
2. Ventilasi dan oksigenasi.
3. Pemberian efinetrin dan atau cairan.
Dalam waktu 60 detik (Golden Minute) harus dapat melakukan langkah
awal stabilitas, evaluasi ulang, dan ventilasi jika diperlukan. Keputusan
untuk melakukan lebih dari langkah awal stabilitas ditentukan dari penilaian
simultan 2 tandah vital, yaitu respirasi (apneu, terengah-engah, sulit/tidak
sulit bernapas) dan denyut jantung (apakah lebih atau kurang dari 100 kali
per menit). Penilaian denyut jantung dilakukan dengan auskultasi prekordial
secara intermitten.
Pulse oximetry dapat digunakan untuk menilai denyut nadi tanpa
menghalangi jalannya resusitasi, namun membutuhkan waktu 1-2 menit
untuk aplikasinya dan mungkin juga tidak berfungsi atau cardiac output
buruk. Ketika ventilasi tekanan positif atau suplementasi oksigen mulai
diberikan lakukan penilaian sumultan dari denyut jantung, respirasi, status
oksigenasi. Indikator paling sensitif untuk menilai respon atau tidaknya
terhadap resusitasi adalah peningkatan denyut jantung.

Periksa Keamanan

Jika korban tidak sadar, segera panggil bantuan, aktifkan


panggilan gawat darurat dan dapatkan AED disekitar lokasi
kejadian

Lihat apakah pasien bernapas atau bernapas gasping


dan periksa nadi carotis mas. 10 detik

Jika pasien bernapas normal dan terdapat Jika pasien tidak bernapas normal tetapi
nadi carotis : Observasi pasien sampai 8 terdapat nadi carotis : Lakukan bantuan napas
petugas kesehatan yang yang dipanggil tiap 5-6 detik (10-12 kali bantuan nafas per
datang menit). Lakukan pemeriksaan ulang nadi
carotis tiap 2 menit
Jika pasien tidak bernapas dan tidak ada nadi : Lakukan RJP dimulai dengan 30x kompresi dada
dan 2 kali bantuan napas. Gunakan AED segera jika terdapatbbdi lokasi

AED Datang

Periksa irama. Apakah Irama Butuh Kejutan Listrik

Butuh Kejutan Listrik :


Tidak butuh kejutan listrik : Lakukan
RJP selama ±2 menit (diikuti yang Berikan satu kali kejutan listrik dan lanjutkan
diperintahkan AED) dan lanjutkan RJP selama ±2 menit (ikuti yang
sampai petugas yang dipanggil datang diperinyahkan AED) dan lanjutkan sampai
petugas yang dipanggil datang

B. Ventilasi Tekanan Positif Non-Invasif


Ventilasi non-invasif (NIV) merupakan pilihan terapi bermakna dalam
manajemen gagal napas akut dan kronis. Penerapan NIV mendahului
pengenalan laringoskopi di awal tahun 1990-an dan penggunaan ventilasi
mekanik dengan tekanan positif melalui pipa endotrakea di tahun 1950-an.
Keberhasilan penggunaan HIV pada gagal napas pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1936. Semua modalitas NIV menggunakan sirkuit tertutup atau
semi tertutup dan dengan demikian mampu mengontrol dan memberikan
FiO₂ yang tinggi. Hal ini merupakan mekanisme penting di mana NIV
memperbaiki oksigenasi, terlepas dari beberpa mekanisme lain-lain.
Ventilasi tekanan positif non-invasif (non-invasive positive pressure
ventilation, NPPV) menambah penggunaan ventilasi spontan yang
menggunakan masker hidung yang ketat atau masker oronasal tanpa intubasi
endotrakea. Teknik ini dapat digunakan dalam banyak kondisi jika tidak ada
kontraindikasi. Aplikasi dari ventilasi tekanan positif non-invasif tidak
seharusnya menunda intubasi endotrakea jika memiliki indikasi klinis.
Kriteria klinis penggunaan NPPV antara lain :
1. Gangguan pernapasan sedang sampai berat.
2. Takipneu (laju pernapasan >25/menit).

1
3. Penggunaan otot napas tambahan atau paradokus abdominal.
4. Kelainan pada analisis gas darah (pH <7,35, PaCO₂ >45 mmHg)
5. PaO₂/FiO₂ <300 ATAU SpO₂ <92% dengan FiO₂ 50%
Kontraindikasi Pemasangan NPPV meliputi :
1. Tidak terjadinya tenaga kesehatan yang terlatih.
2. Ketidakmampuan untuk melindungi jalan napas pasien koma, pasien
dengan kecelakaan serebrovaskuler atau keterlibatan bulbar, pasien
kebingungan atau agitasi, obstruksi jalan napas bagian atas.
3. Ketidakstabilan hemodinamik (aritmia yang tidak terkontrol, pasien
dengan penggunaan initropik dosis tinggi,infark miokardium yang baru
terjadi).
4. Keidakmampuan untuk memperbaiki kerusakan wajah (abnormalitas
wajah, luka bakar pada wajah, trauma wajah, anomali wajah).
5. Gejalah gastrointestinal yang berat (muntah, obtruksi pada usus,
pemebedahan gastrointestinal yang baru terjadi, perdarahan
gastrointestinal bagian atas).
6. Hipoksemia yang mengancam jiwa.
7. Sekret yang berlebihan.
8. Keadaan di mana ventilasi tekanan positif non-invasif didapatkan tidak
bekerja efektif.
Protokol penerapan ventilasi tekanan positif non-invasif adalah sebagai
berikut :
1. Hubungkan masker hidung atau oronasal dengan pasien.
2. Mode ventilasi :
a. Tekanan positif bilevel pada jalan napas secara spontan atau
spontan / modus waktunya dalam ventilator tekanan portabel atau
pilihan ventlasi tekanan positif non-invasif pada ventilator
konvesional.
Risiko cedera laring akibat pipa endotrakea merupakan salah satu alasan
dilakukannya trakeostomi untuk mengantisipasi intubasi yang memanjang.
Spektrum kerusakan laring meliputi ulkus, granuloma, parese plika

2
vokalis,dan edema laring. Beberapa jenis kerusakan laring biasanya tampak
72 jam setelah intubasi translaring dan edema laring dilaporkan pada 5%
kasus. Untungnya, sebagian besar kasus cedera laring tidak menyebabkan
obstruksi jalan napas atau cedera laring tidak menyebabkan obstruksi jalan
napas atau cedera permanen yang signifikan, dan masalahnya teratasi dalam
beberapa minggu setelah ekstubasi.
Aspirasi sekret mulut memainkan peran besar dalam patogensesis
pneumonia akibat ventilator (ventilator associated pneumonia, VAP). Hal ini
mengantarkan pada pengenalan pipa endotrakea yang didesain khusus yang
mampu mengalirkan sekret mulut yang terakumulasi dibawah balon, pipa ini
dapat mengurangi insiden VAP.
Trakeostomi dipilih pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanik
lama (>2 minggu). Terdapat beberapa kelebihan trakeostomi, antara lain
kenyamanan pasien lebih besar, akses jalan napas lebih, dan risiko cedera
laring berkurang. Waktu yang optimal untuk melakukan trakeostomi telah
diperdebatkan selama bertahun-tahun. Penelitian terbaru yang
membandingkan trakeostomi dini (satu minggu setelah intubasi) dengan
trakeostomi lambat (dua minggu setelah intubasi) menunjukkan bahwa :
1. Trakeostomi dini tidak mengurangi insiden VAP dan tidak
mengurangi laju mortalitas.
2. Trakeostomi dini mengurangi kebutuhan sedasi dan mendorong
mobilisasi dini.
Berdasarkan data pneumonia dan mortalitas, trakeostomi
direkomendasikan setelah 2 minggu intubasi endotrakea. Jika
mempertimbangkan kenyamanan pasien, tidak seharusnya menunggu 7-10
hari setelah intubasi untuk mempertimbangkan trakeostomi jika kemungkinan
ekstubasi dalam satu minggu kecil, tidak lagi direkomendasikan sebagai
prosedur rutin, tetapi harus dilakukan hanya ketika terdapat sekret respirasi.
Larutan salin sering kali diberikan kedalam trakea untuk memudahkan
membersihkan sekret, tetapi tidak lagi dianjurkan sebagai prosedur rutin.
Alasan pertama, salin tidak akan mencairkan atau mengurangi kekentalan

3
sekret respirasi. Kedua, larutan salin dapat memindahkan organisme patogen
yang membentuk kolonisasi di permukaan dalam pipa trakea. Sebuah
penelitian telah membuktikan bahwa 5 ml larutan salin dapat memindahkan
300.000 koloni bakteri viabel dari permukaan dalam pipa endotrakea. Salah
satu manifestasi cedera paru akibat ventilator adalah distensi alveoli dan
valutrauma. Salah satu akibat valutrauma adalah ruptur alveoli.
C. Kompresi Dada
Untuk meningkatkan keefektifan kompresi dada, posisikan korban pada
permukaan yang datar, keras, dan rata dengan posisi terlentang dan penolong
mengambil posisi disebelah dada korban. Kompresi di atas matras di atas
tempat tidur pasien dapat menyebabkan kompresi dada tidak maksimal.
Backboard dapat dipakai selama resusitasi jantung paru dilakukan dan
menginterupsi kompresi dada.
Penolong harus menekan sternum dengan kedalaman 5-6 cm dan diberi
kesempatan untuk mengembang kembali setelah setiap kali penekanan.
Pengembangan dada kembali yang tidak adekuat, peningkatan tekanan
intratorakal dan pemburukan hemodinamik diantaranya penurunan perfusi
koroner, cardiac index, perfusi otot, jantung, dan perfusi ke otak.
Kecepatan kompresi dada merujuk pada kecepatan kompresi, bukan
merupakan jumlah kompresi dada aktual yang diberikan selama 1 menit.
Jumlah kompresi dada aktual yang diberikan selama 1 menit. Jumlah aktual
kompresi dada yang diberikan per menit ditentukan oleh kecepatan kompresi
dan jumlah dan durasi interupsi untuk membuka jalan napas, memberikan
rescue breathing, dan analisis AED. Jumlah kompresi dada yang diberikan
per menit merupakan faktor penting kembalinya sirkulasi spontan dan
keutuhan fungsi neurologis. Penelitian pada pasien henti jantung di rumah
sakit menunjukkan bahwa kompresi dada >80 kalo per menit berhubungan
dengan kembalinya sirkulasi spontan. Karena itu sangat rasional apabila
petugas kesehatan profesional harus melakukan kompresi dada pada korban
henti jantung dewasa 100-120 kali per menit.

4
Kelelahan yang terjadi pada penolong memicu terjadinya ketidakkeudatan
kecepatan dan kedalaman kompresi dada. Kelelahan yang signifikan dan
kedalaman kompresi yang kurang biasanya terjadi setelah 1 menit melakukan
resusitasi jantung paru, meskipun biasanya penolong mulai mengalami
adanya kelelahan setelah melakukan kompresi dada >5 menit. Bila terdapat
dua penolong atau lebih, pergantian kompresi dada dilakukan tiap 2 menit
untuk mencegah penurunan kualitas kompresi dada.
Interupsi kompresi dada sebaiknya diselesaikan secepatnya tidak lebih
lama dari 10 detik. Intervensi khusus seperti upaya pembebasan jalan nafas
lanjut atau penggunaan defibrilator. Karena kesulitan untuk mengkaji nadi,
interupsi kompresi dada untuk memeriksa nadi sebaiknya diminimalkan.
Karena sulitnya mempertahankan kompresi dada yang efektif ketika
memindahkan pasien yang sedang di RJP, resusitasi sebaiknya dimulai
dilakukan dimana lokasi pasien ditemukan, kecuali bila kondisi tidak
memungkinkan atau bahaya.
1. Memposisikan tangan untuk kompresi dada
Teknik kompresi dada merupakan tekanan serial dan ritmis pada setengah
bahwa tulang dada. Posisi tangan untuk kompresi dada:
a. Raba tulang iga paling bawah dengan jari tengah sampai anda
menemukan batas bawah sternum (sterna notch)
b. Letakan jari telunjuk anda disebelah jari tengah anda
c. Letakan bantalan telapak tangan anda yang lain di sebelah jari
telunjuk anda
2. Melakukan kompresi dada:
a. Kaitkan jari tangan anda yang diatas kejari tangan yang di bawah
dan angkat jari tangan anda yang di bawah dari dinding dada
korban
b. Luruskan kedua siku anda dan pastikan mereka terkunci dalam
posisinya
c. posisikan bahu anda tepat tegak harus diatas dada korban
d. gunakan berat badan anda untuk menekan sternum sedalam 5-6 cm

5
e. hitung kompresi dada:

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

1,2,3,4,5,6,7,8,9,20

1,2,3,4,5,6,7,8,9,30

f. lakukan kompresi dada dengan kecepatan dengan kecepatan 100-


120 kali per menit
g. Setelah melakukan kompresi dada 30 kali, lanjutkan dengan
melakukan ventilasi (bantuan nafas) sebanyak dua kali
h. Perbandingan kompresi dada dengan ventilasi adalah 30:2
i. Lakukan 30 kompresi dada dan 2 ventilasi selama 5 siklus atau
kira-kira 2 menit
j. Panduan melakukan kompresi dada yang baik, lakukan:
1. pertahankan posisi tangan selama melakukan kompresi dada
2. Berikan kesempatan dada mengembang kembali setelah
kompresi dada
3. Lakukan kompresi dengan kecepatan 100-120 per menit
4. Lakukan kompresi dada dengan kedalaman 5-6 cm
5. Minimalkan interupsi selama kompresi dada (interupsi
kompresi dada tidak lebih dari 10 detik)
k. Jangan melakukan kompresi dada dengan kasar karena dapat
menyebabkan cedera.
E. Latihan Soal
1. Dibawah ini merupakan langkah-langkah dari Resusitasi yaitu...
A. Kompresi hidung
B. Ventilasi tekanan positif
C. Potensi jalan napas
D. Exposure
E. Primary assessment
Jawaban : B

6
2. Ketika melakukan Resusirtasi langkah awal yang harus dilakukan
pada pasien adalah...
A. Menjaga kehangatan dengan meletakkan bayi dibawah
pemanas, membuka jalan napas, dengan memposisikan
sniffing dan membersihkan jalan nafas dengan suction,
mengeringkan bayi, memberi stimulasi nafas
B. Melakukan pengeringan pada bayi
C. Melakukan operasi paru jantung
D. Penilaian denyut jantung
E. Mengukur tanda-tanda vital
Jawaban : A
3. Dibawah ini merupakan kriteria klinis penggunaan NPPV antara lain,
kecuali..
A. Takipneu
B. Gangguan pernapasan sedang sampai berat
C. Penggunaan otot nafas tambahan atau paradokus abdominal
D. Kelainan pada analisis gas darah
E. Takikardi akut
Jawaban : E
4. Berdasarkan data pneumonia dan mortalitas, trakestomi
direkomendasikan dalam jangka waktu berapa lama..
A. 3-5 minggu
B. 2 hari
C. Setelah 2 minggu intubasi endotrakea
D. Sebelum 2 minggu intubasi endotrakea
E. 1 hari
Jawaban : C
5. Fungsi dari kompresi dada pada langkah Resusitasi dibawah ini
adalah..
A. Untuk mencegah dada sakit
B. Melatih otot jantung

7
C. Dapat mencegah terjadinya infeksi dan sakit pada dada
D. Melatih kecepatan otak, jantung, dan pembuluh darah
E. Untuk meningkatkan keefektifan posisi korban
Jawaban : E
6. Yang termaksud kriteria klinis NPPV adalah...
A. Gangguan pernapasan sedang sampai berat
B. Tidak terjadinya tenaga kesehatan yang terlatih
C. Hipoksemia yang megancam jiwa
D. Sekret yang berlebihan
E. Ventilasi tekanan positif/ non-invasif
Jawaban : A. Gangguan pernapasan sedang sampai berat
7. Pada saat menggunakan AED ada berapa kali melakukan kompresi..
A. Dua kali (Saat analisa irama, Shock dan pergantian posisi)
B. Satu kali (Saat shock)
C. Tiga kali (Saat analisa irama, shock dan pergantian posisi)
D. Empat kali (Saat melakukan aktifitas sehari-hari)
E. Lima kali (Saat melakukan RJP selama 2 menit
Jawaban : A.
8. Tata cara teknik melakukan kompresi dada, kecuali..
A. Kaitkan jari tangan anda yang di atas kejari tangan yang
dibawah dan angkat jari tangan anda yang dibawah dari
dinding dada korban
B. Luruskan kedua siku anda dan pastikan mereka terkunci
dalam posi5-6 cm
C. Lakukan kompresi dada dengan kedalaman 5-6 cm
D. Kaitkan kedua ibu jari
E. Lakukan teknik resusitasi pada dada
Jawaban : C.
9. Teknik resusitasi bayi dan anak saat awal adalah melakukan penilaian
kondisi anak secara cepat dengan menggunakan segitiga penilaian

8
pediatrik, atau pediatric assessment triangle/PAT.. Pernyataan di atas
merupakan pengertian dari...
A. Stabilisasi awal
B. Ventilasi tekanan positif
C. Kompresif dada
D. Secondary asessment
E. Tertiary assesment
Jawaban : A. Stabilisasi awal
10. Manakah yg bukan kelebihan trakeostomi?
A. Kenyamanan pasien lebih besar
B. Akses jalan napas lebih
C. Bertmbah napsu makan
D. Resiko cedera laring berkurang
E. Merasa sesak saat bernapas
Jawaban : C
11. Darurat untuk mencegah kematian biologis dengan tjuan?
A. Membuat relaks
B. Mengembalikan keadaan henti jantung dan napas ke fungsi
optimal
C. Menormalkan tensi darah
D. Agar semua organ-organ tubuh normal
E. Melancarkan siklus darah
Jawaban : B
12. Yang bukan pada penilaian primary Assessment yaitu?
A. Petensi jalan napas
B. Usaha napas,napas cuping hidung,retraksi
C. Evaluasi tensi,nadi,warna kulit,suhu badan
D. Evaluasi mata,kuku,dan telinga
E. Nilai status reulogis
Jawaban : D
13. Dibawah yang ttermasuk kedalam 1 elemen PAT ialah...

9
A. Penampilan anak: tonus, interaksi anak dengan lingkungan,
kenyamanan, arah pandangan anak, suara/tangisan anak
B. Penampilan gaya anak
C. Penampilan:bicara,jalan,tidur anak
D. Kondisi anak secara normal
E. Konfisi disstres napas
Jawaban : A
14. Resusitasi jantung paru yang efektif, dapat mencegah?
A. Terjadinya penyakit
B. Kurangnya oksigen bagi korban
C. Mengalirkan darah dan mengirimkan oksigen menuju organ-
organ vital, terutama otak, jantung.
D. Kondisi ventrikel vibrilasi jatuh ke kondisi asistole, yang dapat
menjadi prognose buruk untuk korban
E. Tekanan darah korban naik
Jawaban : D
15. Usia gestasi ibu hamil yang benar adalah...
A. Sejak terjadinya konsepsi sampai dengan kelahiran
B. 37-42 minggu
C. 3 bulan
D. 9 bulan
E. 12 hari sebelum konsepsi
Jawaban : A
16. Dibawah ini merupakan contoh bayi yang memilki kelainan. Kecuali..
A. Cerebral palsy
B. Hidrosefalus
C. Shockable
D. Cystic tibrosis
E. Hidronefulus
Jawaban : C

10
17. Teknik kompres yang dilakukan pada bayi dengan menggunakan dua
jari. Keduan jari tersebut ialah...
A. Ibu jari dan telunjuk
B. Jari telunjuk dan jari tengah
C. Jari manis dan jari tengah
D. Jari telunjuk dan jari tengah
E. Ibu jari dan jari manis
Jawaban : D
18. Teknik kompres dada menggunakan dua tangan yang dilakukan pada
anak dengan usia..
A. 6 tahun
B. 7 tahun
C. 8 tahun
D. 5 tahun
E. 1 tahun
Jawaban : D
19. Pada pemilihan primer ini dilakukan pemilihan pada tahap..
A. Terteary assement
B. Persiapan pasien
C. Peralatan
D. Airway : potensi jalan nafas
E. Prosedural
Jawaban : D
20. Ssalah satu yang termasuk PAT elemen adalah..
A. Potensi jalan nafas
B. Kondisi sirkulasi : pucat, mootling, sianosis, perdarahan
C. Circilation
D. Nafas ciping hidung
E. Warna kulit
Jawaban : B

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Stabilitas Awal
Teknik resusitasi bayi dan anak saat awal adalah melakukan penilaian
kondisi anak secara cepat dengan menggunakan segitiga penilaian pediatrik,
atau pediatric assessment triangle/PAT. Dari PAT ini kita dapat mengenali
kondisi distress napas, gagal nafas, syok, henti napas dan henti jantung,
disfungsi otak dan abnormalitas sistemik lainnya. PAT terdiri atas 3 elemen,
yaitu:
1. penampilan anak: tonus, interaksi anak dengan lingkungan,
kenyamanan, arah pandangan anak, suara/tangisan anak
2. upaya napas anak: suara napas abnormal, posisi tubuh abnormal,
retraksi, dan napas cuping hidung
3. kondisi sirkulasi: pucat, mottling, sianosis, perdarahan
2) Ventilasi Tekanan Positif Non-Invasif
Ventilasi non-invasif (NIV) merupakan pilihan terapi bermakna dalam
manajemen gagal napas akut dan kronis. Penerapan NIV mendahului
pengenalan laringoskopi di awal tahun 1990-an dan penggunaan ventilasi
mekanik dengan tekanan positif melalui pipa endotrakea di tahun 1950-an.
Keberhasilan penggunaan HIV pada gagal napas pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1936. Semua modalitas NIV menggunakan sirkuit tertutup atau
semi tertutup dan dengan demikian mampu mengontrol dan memberikan
FiO₂ yang tinggi. Hal ini merupakan mekanisme penting di mana NIV
memperbaiki oksigenasi, terlepas dari beberpa mekanisme lain-lain.
3) Kompresi Dada
Untuk meningkatkan keefektifan kompresi dada, posisikan korban pada
permukaan yang datar, keras, dan rata dengan posisi terlentang dan penolong
mengambil posisi disebelah dada korban. Kompresi di atas matras di atas
tempat tidur pasien dapat menyebabkan kompresi dada tidak maksimal.

12
Backboard dapat dipakai selama resusitasi jantung paru dilakukan dan
menginterupsi kompresi dada.
B. Saran
Untuk memastikan keberhasilan pembedahan diharapkan mahasiswa
kebidanan khususnya bidan untuk menambah wawasan tentang langka-
lamgka resusitasi, serta mengetahui tindakan-tindakan resusitasi untuk
menurunkan tingkat kecemasan pasien ketika hendak melakukan tindakan
resusitasi.

13
DAFTAR PUSTAKA
N. Margarita Rehatta, Elizeus Hanindito. 2019. Anestesisiolgi dan Terapi
Intensif. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI

Ika Setyo Rini, Tony Suharsono. 2019. Pertolongan Pertama Gawat Darura.
Malang: Penerbit UB Press

Sudarman, Akbar Asfar. 2020. Pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Bagi
Kader Kesehatan Dan Masyarakat . Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol. 3. No. 1

14
LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai