Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

SISTEM HUKUM ISLAM DI ASIA TENGGARA

Dosen Pengampu :
Dr. Indah Dewi Megasari, SHI. MHI

Oleh :
ADE ADISTYA
18810118

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN


MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat Rahmat dan Hidayat-Nya lah sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan tepat waktu. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada

pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan makalah ini yang berjudul “

Sistem Hukum Islam Di Asia Tenggara ”.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin

masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Banjarbaru, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................i

Daftar isi .............................................................................................................. ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah. ......................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................ 2

D. Manfaat...............................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Islam Di Asia Tenggara ...................................................................... 1

1. Hukum Islam Di Malaysia .................................................................................. 6

2. Hukum Islam Di Brunai Darussalam .................................................................... 6

3. Hukum Islam Di Filiphina .................................................................................. 6

4. Hukum Islam Di Singapore ................................................................................. 6

5. Hukum Islam Di Indonesia ................................................................................. 6

6. Hukum Islam Di Myanmar ................................................................................. 6

7. Hukum Islam Di Timor Leste .............................................................................. 6

8. Hukum Islam Di Vietnam ................................................................................... 6

9. Hukum Islam Di Laos ........................................................................................ 6

10. Hukum Islam Di Kamboja ................................................................................ 6

ii
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan........................................................................................................ 25

Saran ................................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Latar Belakang Hukum Islam adalah salah satu aspek ajaran Islam

yang menempati posisi yang sangat krusialdalam pandangan umat islam,

karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari hukum Islam

sebagai sebuahagama. Sedemikian pentingnya hukum Islam dalam skema


1
doktrinal-Islam, sehingga seorang orientalis, Joseph Schacht menilai,

bahwa “adalah mustahil memahami Islam tanpa memahami hukum

Islam”.1Jika dilihat dari perspektif historisnya,Hukum Islam pada awalnya

merupakan suatu kekuatan yang dinamis dan kreatif. Hal inidapat di lihat

dari munculnya sejumlah madzhab hukum yang responsif terhadap

tantangan historisnya masing-masing dan memiliki corak sendiri-sendiri,

sesuai dengan latar sosio kultural dan1Lihat Joseph Schacht, An

Introduction to Islamic Law.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan

di atas, perlu dibuat rumusan masalah yang berhungan dengan

penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab semua

1
52Abdul Halim Barklatullah, CD dan Dr. Teguh Prasetyo, SH., M.Si, Hukum
Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang(Yoghyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006),145.3Tim Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum
Islam(Jakarta: Ichtiar Baaru van Hoeve, cet ke 1, 1997), 1864.4Undandang-
undang perkawinan nomer 1Tahun 1974 Bab 1 Pasal 15Anwar Haryono,
Keluwesan dan keadilan HukumIslam(Jakarta: Bulan Bintang, 1968),219.

1
permasalahan yang ada. Adapun rumusan masalah yang ada dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Sistem Hukum Islam Di Asia Tenggara ?

2. Bagaimana Sistem Hukum Islam Di Berbagai Negara Di Asia

Tenggara ?

C. Tujuan

1. Mengetahui Bagaimana Sistem Hukum Islam Di Asia Tenggara !

2. Mengetahui Bagaimana Sistem Hukum Islam Di Berbagai Negara Di

Asia Tenggara !

D. Manfaat

1. Mahasiswa dapat menambah wawasan tentang bagaimanan Sistem

Hukum Islam Di Berbagai Negara Khususnya Negara-negara di Asia

Tenggara

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Islam Di Asia Tenggara

1. Hukum Islam di Malaysia

Malaysia adalah negara yang berdiri pada 31 agustus 1957 yang dipimpim

oleh perdana menteri pertamanya Tengku Abdul Rahman. Malaysia adalah

merupakan negara federasi yang terdiri dari 13 negara bagian dengan ketentuan 11

di semenanjung Malaysia dan 2 lagi di pulau kalimantan, negara ini juga

merupakan negara bekas jajahan inggris yang penduduknya meliputi campuran

aneka latar belakang, warna kulit, suku bangsa dan budaya. Jumlah penduduknya

terdiri dari 16.500.000 jiwa yang separuh lebih masyarakatnya beragama islam

yang berlatar belakang melayu.

Implementasi hukum Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi yang

dilakukan yang telah melewati tiga fase, yaitu:

a. periode Melayu

Kodifikasi hukum paling awal termuat dalam prasasti Trengganu yang di

tulis dalam aksara Jawi, memuat daftar singkat mengenai sepuluh aturan dan bagi

siapa yang melangarnya akan mendapat hukuman. Selain kodifikasi hukum

tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu diantaranya

adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang memuat
2
aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam.

http://nalar-langit.blogspot.co.id/(diakses pada 30 Desember 2020, Pukul 14.05)

3
b. Periode penjajahan Inggris

Pada fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara

berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa

masalah tentang pelanggaran agama.

c. Periode kemerdekaan

Pada fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar hukum

Inggris masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah diundangkan

undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewengan pada Majelis Agama

Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari’ah.

Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai

negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasional telah diadakan di Kedah

untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah

hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri dari ahli hukum

Islam dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke berbagai negara

Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di negara-negara

tersebut. Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka

pada saat yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk

menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari’ah dan

merekomendasikan pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada

hakim Pengadilan Syaria’ah, mempertimbangkan suatu kitab UU hukum keluarga

Islam yang baru guna mengantikan yang lama sebagai penyeragaman UU di

4
negara-negara bagian. Dan salah satu komite juga mempertimbangkan proposal

adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syari’ah.

Pada dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut persoalan perdata

dan ada yang menyangkut persoalan pidana.

Dalam bidang perdata meliputi :

1. Pertunangan, nikah cerai, membatalkan nikah atau perceraian.

2. Memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara di atas.

3. Nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah, penjagaan dan pemeliharaan

anak.

4. Pemberian harta wakaf.

5. Perkara lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang.

Dalam persoalan pidana mengatur hal sebagai berikut :

1. Penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami.

2. Melakukan hubungan seks yang tidak normal.

3. Penyalah-gunaan minuman keras.

4. Kesalahan terhadap anak angkat.

5. Kesalahan-kesalahan lain yang telah diatur lebih jauh dalam undang-undang.

Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia,

namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan

yudisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak

didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti

hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam

hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan

5
keluarga dan pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata

tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta

pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan

syari’ah, maka kewenagan peradilan perdata lebih diutamakan. Melihat kenyataan

tersebut di atas, eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku

secara menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena

masih adanya pengaruh hukum koloni Inggris yang pernah menjajah Malaysia.

2. Hukum Islam di Brunai Darussalam

Masuknya Islam ke Brunei sejalan dengan masuknya Islam ke

Nusantara,dan setidak-tidaknya terjadi setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis

tahun 1511 M. Sebelum datangnya Inggris, Undang-Undang yang dilaksanakan di


3
Brunei ialah Undang-Undang Islam yang telah dikanunkan dengan hukum qanun

Brunei. Hukum Qanun Brunei tersebut sudah ditulis pada masa pemerintahan

Sultan Hassan (1605-1619 M) yang disempurnakan oleh Jalilul jabbar (1619-1652

M).

Pemberian kekuasaan di bidang hukum secara penuh baru diberikan

kepada Inggris setelah ditandatanganinya perjanjian pada 1888 dalam Artikel VII

yang membuat aturan :

a. Bidang kuasa sivil dan jinayah kepada jawatan kuasa Inggris untuk

mengendalikan kes rakyat, kes rakyat asing dari negara-negara jajahan Inggris dan

kes rakyat negara lain jika mendapat persetujuan kerajaan negara mereka.

3
Jogianto HM, MetodologiPenelitianSistemInformasi;
PedomandancontohMelakukanPenelitian di
BidangSistemTeknologiInformasi(Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2008),2-
3. (diakses pada 30 Desember 2020, Pukul 14.05)

6
b. Bidang kuasa untuk menghakimkan kes yang melibatkan rakyat Brunei jika

rakyat Brunei dalam kes tersebut merupakan seorang penuntut atau pendakwa.

Tetapi jika didalam sesuatu kes tersebut, rakyat Brunei adalah orang yang dituntut

atau didakwa maka kes itu akan diadili oleh Mahkamah Tempatan.

Kekuasaan yang lebih luas lagi dalam bidang hukum diberikan setelah adanya

perjanjian tahun 1906. Dengan perjanjian tersebut Inggris lebih leluasa mendapat

kekuasaan yang luas untuk campur tangan dalam urusan per-Uuan, Pentadbiran

keadilan dan kehakiman, masalah negara dan pemerintahan kecuali dalam

perkara-perkara agama Islam.

Perlu diketahui di Brunei Darussalam terjadi perjanjian kurang lebih sekitar lima

perjanjian yaitu:

1. Perjanjian pada tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan

Inggris Raya untuk memajukan hubungan dagang dan penumpasan para

pembajak.

2. Perjanjian kedua pada tahun 1881 yaitu perjanjian negara brunei berada dibawah

proteksi Inggris Raya.

3. Perjanjian pada tahun 1856 intervensi Inggris dalam tulisan hukum Brunei

(intervensi )

4. Perjanjian pada tahun 1888 tentang bidang kekuasaan kehakiman di Brunei

(pembagian kekuasaan kehakiman dengan pihak Inggris)

5. Perjanjian pada tahun 1906 tentang kekuasaan dalam bidang hukum (kekuasaan

intervensi perundangan-undangan, pentadbiran keadilan, dan kehakiman, masalah

negara dan pemerintahan )

7
Perjanjian-perjanjian tersebut menimbulkan efek yang sangat jelas bagi

perkembangan hukum di negara Brunei. Brunei Darussalam memiliki kekuasaan

kehakiman yang terpisah yaitu kekuasaan kehakiman Inggris dan kekuasaan

kehakiman Brunei. Sungguh mengherankan bukan suatu negara mempunyai

kekuasaan kehakiman yang lain disamping kekuasaan kehakiman Brunei.

Disamping itu pula Inggris mempunyai kekuasaan untuk intervensi dalam urusan

perundang-undangan kehakiman masalah negara terkecuali perkara-perkara

agama islam. Terlihat jelas sekali bahwa perjanjian-perjanjian dengan pihak

Inggris banyak berdampak negatif yaitu merugikan bangsa Brunei dalam hal

mereka sebagai bangsa yang ingin merdeka.faktor-faktor yang menyebabkan

Brunei selalu terposok atau tersudut dalam perjanjian kemungkinan karna

lemahnya sultan dalam menghadapi tekanan-tekanan Inggris dan juga lemahnya

pengetahuan strategis politik sehingga terjadi ketidak adilan dalam pembagian

kekuasaan. Seperti pada petisi yang diajukan pada Kesultanan Brunei kepada

seluruh Jaya British pada 2 Juli 1986 dimana petisi itu berisi dua tuntutan dari

kedua petisi hanya masalah nomor satu yang disetujui oleh Inggris dan tidak

dilanjuti dengan mengembangkan Mahkamah Syari'ah sedangkan yang kedua

ditolak karena isinya bertentangan dengan isi perjanjian tahun 1906. Mahkamah

syari'ah Bunei hanya dibenarkan melaksanakan Undang-undang Islam yang


4
berkaitan denagn perkara-perkara kawin, cerai, dan ibadah (khusus). Sedangkan

masalah yang berkaitan dengan jinayah diserahkan kepada Undang-undang

4
http://www.wikipwdia.com.html (diakses pada 30 Desember 2020, Pukul 14.05)

8
Inggris yang berdasarkan Common Law England. Untuk seterusnya peraturan dan

perundang-undangan di Brunei terus-menerus mengalami perombakan.

3. Hukum Islam di Filiphina

Filipina adalah negara kepulauan dengan 7.107 buah pulau. Penduduknya

yang berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda-beda yang

mencerminkan banyaknya suku dan komunitas entis.

Kodifikasi syariah yang sistematis telah dimulai sejak tahun empat

puluhan untuk diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi selatan.

Kodifikasi tersebut sekarang telah tercakup dalam Undang-Undang Sipil Thailand

yang berkenaan dengan keluarga dan warisan. Dalam hal ini, kandungan syariah

bersifat inklusif untuk mengadili kasus di antara umat Islam. Bagaimanapun,

seluruh sistemnya berkaitan langsung dengan fiqih Syafi'i. karena mayoritas

masyarakat Muslim Thailan menganut mazhab ini. Pertentangan antara orang

Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak dapat diselesaikan oleh sistem

peradilan yang ada, karena yang digunakan hanyalah yang telah sah

dikodifikasikan, meskipun Dato Yuttitham sendiri mampu mengatasinya. Suatu

kodifikasi yang sistematis dan penerapannya yang inklusif di Thailand pasti akan

menguntungkan umat Islam, sekaligus seluruh masyarakat.

Dalam mengkaji "Ajuan UU tentang Administrasi UU Islam 1974" yang

dipersiapkan oleh Staf Riset dan juga dalam rancangan tentang "Kitab UU

Perseorangan Muslim Filipina", kerja Komite diarahkan berdasarkan kriteria

sebagai berikut:

9
a. Mengenai sistem hukum Islam, yang dipertimbangkan merupakan sebuah

sistem yang lengkap yang terdiri dari hukum perdata, pidana, perdagangan,

politik, internasional, serta agama, hanya yang secara benar-benar bersifat

pribadilah yang dikodifikasi.

b. Hukum perorangan memasukkan tindakan serta praktik yang diwajibkan oleh

hukum Islam. Sementara itu, sesuatu yang dilarang serta membutuhkan hukuman

tak bersyarat tetap berstatus larangan.

d. Jika aturan hukum mengenai suatu masalah dirasa terlalu rumit, maka hanya

prinsip umumnya yang dicantumkan. Adapun rincian dari aturan tersebut

diserahkan kepada hakim untuk menjabarkan secara tepat.

e. Tidak ada aturan dalam bentuk apa pun untuk dimasukkan ke dalam UU jika

hal itu bertentangan dengan Konstitusi Filipina.

f. Tidak ada aturan yang harus dimasukkan, kecuali hal itu didasarkan pada

prinsip hukum Islam yang telah dikemukakan oleh empat mazhab fiqih.

4. Hukum Islam di Thailand

Negara bukan Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat

minoritas kaum Muslim yang berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari

penduduk Thailand, Mayoritas Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya

Pattani, Yala, dan marathiwat.

Adapun dinamika pelaksanaan Hukum Islam di Thailand, dapat kita lihat

sebagai berikut:

1. Pra-kolonialisasi

10
Sebelum kolonial eropa ( asia Tenggara adalah negara jajahan eropa )

mengukuhkan kekuasaannya di Dunia Melayu,hukum islam sebagai hukum yang

berdiri sendiri telah ada didalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di

kesultanan-kesultanan Melayu disamping kebiasaan atau adat masyarakat.Bahkan

pelaksanaan hukum Islam terlihat meliputi aspek yang lebih luas,tidak saja hanya

menyangkut perkara-perkara pribadi sperti nikah,talak,rujuk,waris,hadhanah,tetapi

juga mencakup hukum pidana termasuk hukum hudud.

2. Masa Kolonial

Dibawah jajahan negara-negara eropa, pelaksanaan hukum Islam di Asia

Tenggara tidak mengalami perkembangan berarti, sebaliknya malah banyak

mengalami pengebirian. Melalui berbagai kebijaksanaan, kolonial berhasil

mereduksi dan membatasi pelaksanaan hukum islam. Bila sebelumnya,

pelaksanaan hukum islam mencakup masalah perdata dan pidana, sekarang

menjadi terbatas hanya pada perkara-perkara yang berhubungan kekeluargaan.

3. Pasca-kolonialisasi

Setelah meraih kemerdekaan,umat islam di negara-negara Asia Tenggara

kembali berupaya setahap demi setahap untuk melaksanakan hukum Islam selain

bidang ibadah,seperti masalah kekeluargaan (seperti perkawinan,perceraian, rujuk

dan kewaisan), juga dalam hal-hal yang berkaitan dengan mu’amalah. Namun,

semua itu tentu melalui upaya keras dan proses yang cukup panjang.

Di negara ini belum ada pengadilan agama.Wewenang untuk

mengadili urusan yang berkaitan dengan keluarga dan warisan diserahkan kepada

hakim agama yang disebut Dato Yutitham. Inipun hanya berlaku di empat

11
propinsi daerah Muslim di Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala, Naratiwat, dan

Satun. Dato Yuttitam biasanya di pilih oleh imam-imam masjid, dan langsung

dikontrol oleh pengadilan umum setempat. Seluruh keputusan yang dikeluarkan

tentunya mempunyai kekuatan hukum, meski terbatas di propinsi tersebut.

Hukum Islam (mengenai keluarga dan warisan) hanya berlaku di empat

propinsi bagian selatan. Bagi muslim di propinsi lain, karena syari’ah tidak diakui

secara hukum, satu-satunya jalan adalah melalui lembaga negara bila ingin di akui

secara sah.

Kodifikasi syariah yang sistimatis telah dimulai sejak tahun empat puluhan

untuk diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi selatan Thailand.

Kodifikasi sekarang telah tercakup dalam Undang Undang Sipil Thailand yang

berkenaan dengan keluarga dan warisan, dimana kandungan syariahnya bersifat

inklusif mengadili kasus di antara umat Islam. Seluruh sistem berkaitan langsung

dengan mazhab Syafi’i, karena mayoritas masyarakat Muslim Thai menganut

mazhab ini. Pertentangan antara orang Islam yang menganut mazhab yang

berbeda tidak dapat diselesaikan dengan sistem peradilan yang ada karena yang

digunakan hanyalah yang telah sah dikodifikasikan. Sampai kini kodifikasi

syariah yang ada beserta administrasinya tidak pernah ditinjau ulang. Mungkin

karena kenyataan ini, dan sebab-sebab lain seperti yang telah dikemukakan di

atas, tidak banyak kasus yang kemudian dibawa ke Dato Yuttitham. Selain itu,

kurangnya kualifikasi hakim islam, juga menimbulkan sikap ragu dan tidak

percaya di kalangan Muslim untuk menyelesaikan perkaranya melalui otoritas ini.

sejauh ini, tidak adanya standar pendidikan agama minimum yang di persyaratkan

12
bagi hakim kecuali kesepakatan umum bahwa hakim harus memiliki pengetahuan

Syari’ah yang luas.

Keterbatasan ikatan hukum bagi hukum islam, karena keterbatasan subjek

materinya. Misalnya, Secara hukum, adalah sah perkawinan atau perceraian yang

dilaksanakan oleh Dato yuttitam atau imam. Namun demikian, karena hukum

negara tidak membenarkan poligami, maka perkawinannya dengan wanita

berikutnya, istri-istri dan anak cucunya tidak diakui secara resmi. Semua registrasi

selain dengan istri pertama dianggap tidak sah. Konsekuensinya, bagi mereka

yang menganut poligami, istri berikut serta keturunan tidak mendapatkan hak

privilese secara hukum, seperti biaya pendidikan dan kesehatan yang diperoleh

oleh sang suami.

5. Hukum Islam di Singapore

Perkembangan Islam di singapura boleh dikatakan tidak ada hambatan,

baik dari segi politik maupun birokratis. Muslim di Singapura ± 15 % dari jumlah

penduduk, yaitu ± 476.000 orang Islam. Sebagai temapt pusat kegiatan Islam ada

± 80 masjid yang ada di sana. Pada tanggal 1 Juli 1968, dibentuklah MUIS

(majelis Ulama Islam Singapura) yang mempunyai tanggung jawab atas aktivitas

keagamaan, kesehatan, pendidikan, perekonomian, kemasyarakatan dan

kebudayaan Islam. Singapura menganut sistem sekuler, di mana pemerintah

menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada. Berdasarkan hasil sensus

tahun 2000, diketahui bahwa penduduk singapura yang berumur di atas 15 tahun

menganut beberapa agama, yaitu Budha 42.5%. Islam 14.9%, Kristen 14.6%, Tao

13
8.5%, Hindu 4.0% dan Agama lain (Yahudi, Zoroaster,dll 0.6%). Kecuali itu,

masih ada sekitar 14.8% yang tidak memiliki atau menganut agama tertentu.

Pada fase awal, Islam yang disuguhkan kepada masyarakat Asia Tenggara

lebih kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran Islam di Singapura

juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini. Buktinya pengajaran tasawuf ternyata

sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja Melayu. Kumpulan

tarekat sufi terbesar di Singapura yamg masih ada sampai sekarang ialah Tariqah

‘Alawiyyah yang terdapat di Masjid Ba’lawi. Tarekat ini dipimpin oleh Syed

Hasan bin Muhannad bin Salim al-Attas. Selain tarekat itu juga dijumpai tarekat

Al-Qadiriyyah Wa al Naqshabandiyyah yang berpusat di Geylang Road yang

dikelola oleh organisasi PERPTAPIS (Persatuan Taman Pengajian Islam).

Lembaga-lembaga Islam di Singapura diantaranya adalah, Majelis Ugama

Islam Singapura (MUIS), Himpunan Dakwah Islamiyah Singapura (JAMIYAH)

dan Majelis Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI). Berkenaan dengan

MUIS, Pada bulan agustus 1966, parlemen singapura mengeluarkan pengaturan

pelaksanaan hukum Islam (administration of Islam law act) atau biasa disingkat

AMLA. Yang mengantar pada suatu tahap baru dalam sejarah perundangan dan

administrasi Islam di negara ini. MUIS yang berada dibawah undang-undang

tersebut, dibentuk pada tahun 1968. MUIS ini, merupakan suatu badan hukum

yang mengurusi hal-hal yang berkenaan dengan agama Islam di Singapura. Antara

lain memusatkan terhadap pengumpulan zakat, yang pada awalnya ditangani oleh

masjid-masjid lokal, selain itu juga mengambil alih administrasi wakaf.

14
Kemudian, MUIS juga brtanggung jawab untuk komite fatwa dan menjadi panitia

haji.

Kemudian, lembaga Islam JAMIYAH. Lembaga ini didirikan oleh

Maulana Muhammad Abdul Sidiiqui. Ia merupakan seorang sufi yanga sangat

kahrismatik, seorang mujaddid (refomer, pembaru) atau muballigh (pendakwah).

Lembaga ini mendirikan lembaga wakaf, membuka rumah sakit, membangun

masjid atau madrasah serta menyumbangkan uang dan fasilitas untuk hari-hari

besar Islam seperti maulid nabi.

Selain itu aktivitas dari lembaga ini, termasuk pula memberikan kebutuhan

orang-orang yang ada dirumah sakit atau dipenjara, dan mengajari mereka

pengajaran agama (Islam). Pengajaran ini, juga diberikan pada orang-orang yang

baru masuk Islam Yang terakhir adalah lembaga Islam MENDAKI. Lembaga ini,

didirikan pada tahun 1981, yang bergerak dalam bidang pendidikan, yang

menangani permasalahan pendidikan anak muslim. Lembaga ini memperoleh

dukungan yang luar biasa, baik dari etnis Melayu Muslim sendirimaupun dari

pemerintah, sehingga pada tahun 1982 status lembaga ini meningkat menjadi

yayasan setelah sukses menyelenggarakan kongres tentang pendidikan anak-anak

Muslim. Dan keberadaan MENDAKI ini, juga memepercepat lahirnya publikasi

bahan-bahan dan karya yang terkait dengan pendidikan bagi minoritas muslim di

Singapura. Walaupun, pada masa-masa awal masih berbentuk makalah dan belum

berbentuk buku. Akan tetapi, MENDAKI dan organisasi muslim lainnya yaitu

JAMIYAH dan MUIS tetap menerbikan artikel dan makalah yang disampaikan

dalam beberapa seminar dan konferensi.

15
Sementara, untuk penerapan hukum Islam di Singapura dapat dilihat

antara lain dalam upacara penikahan. AMLA, menggariskan bahwa orang yang

ingin menikah harus mencapai umur 16 tahun. Namun, meskipun demikian

apabila ada permohonan kawin oleh orang yang belum mencapai usia 16 tahun,

pengadilan agama dalam situasi tertentu dapat mengabulkan permohonan tersebut

bila memang yang memohon sudah “dewasa”.

Selain itu, AMLA, juga mengharuskan suami yang ingin menikah lagi atau

beristri lebih dari satu untuk membuat permohonan khusus yang menyatakan

alasan-alasannya serta membuat pernyataan yang menunjukkan kesanggupannya

untuk menghidupi dua istri atau lebih. Sementara, untuk kepentingan

administratif, AMLA meminta agar melaporkan setiap setiap talak yang

dijatuhkan dalam jangka waktu seminngu untuk dicatat pasangan suami istri

tersebut juga harus mengisi lembaran yang sudah ditentukan.

6. Hukum Islam di Indonesia

Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh

cabang peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban Islam yang

berpusat di Baghdad tahun 1258 M). Ketujuh cabang peradaban Islam itu secara

lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Persia, Islam Turki, Islam Afrika

Hitam, Islam anak Benua India, Islam Anak Melayu, dan Islam China.

Kebudayaan (peradaban) yang di sebut Arab Melayu tersebar di wilayah Asia

Tenggara memiliki ciri-ciri universal menyebabkan peradaban itu tetap

mempertahankan bentuk integralitasnya, tetapi pada saat yang sama tetap

mempunyai unsur-unsur yang khas di kawasan itu.

16
Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan

rakyat pada umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu

kerajaan kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan

keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau

pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan

pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai

pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasannya

melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu bukanlah persoalan

agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di

sekitarnya.

Sebenarnya penerapan hukum Islam sudah lama dilaksanakan di

Nusantara sebelum masa kolonial. Berikut akan pemakalah uraikan

perkembangan hukum Islam di Indonesia dari masa kolonial sampai

kemerdekaan.

a. Masa kolonial

Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa kolonial dapat kita lihat

melalui beberapa teori, yaitu:

2. Teori Kredo

Teori kredo ini berlaku di Indonesia ketika negeri ini berada di bawah

kekuasaan para Sultan. Dalam hal ini, biasanya pemberlakuan hukum Islam

sangat bergantung pada mazhab yang dianut oleh para Sultan tersebut. Terlepas

dari mazhab yang dianut, hukum Islam telah dilaksanakan oleh masyarakat. Tidak

semata-mata dalam bidang hukum perdata tetapi juga dalam bidang pidana, dan

17
juga dalam bidang hukum tata negara. Walaupun pada awalnya pelaksaan hukum

Islam mendapat campur tangan kerajaan, tetapi lambat-laun hukum Islam menjadi

kesadaran hukum Islam yang bersifat massif. Dengan kata lain, sosialisasi hukum

Islam pada saat itu berjalan sangan hebat.

3. Teori Receptio in Complexu

Atas dasar penerimaan hukum Islam sebagai norma hukum yang berlaku

dalam masyarakat, muncullah teori Receptio in Complexu yang di introdusir oleh

van deg Berg. Teori ini menetapkan bahwa bagi orang Islam berlaku hukum Islam

sebab dia telah memeluk agama Islam. Kenyataan ini dapat didukung oleh bukti-

bukti historis berikut ini:

a. Di daerah Bone dan Goa Sulawesi Selatan, dipergunakan kitab Muharrar dan

Papekem Cirebon serta peraturan lain yang dibuat oleh B.J.D. Clootwijk. Jadi,

selama VOC berkuasa selama 2 abad (1602-1800 M), kedudukan hukum Islam

tetap seperti semula, berlaku dan berkembang di kalangan kaum Muslimin

Indonesia.

b. Dalam Statuta Batavia 1642 disebutkan bahwa:

“Sengketa Warisan antara orang pribumi yang beragama Islam harus

diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipakai

oleh rakyat sehari-hari.”

c. Tanggal 25 Mei 1760 M, VOC mengeluarkan peraturan senada yang disebut

dengan Resolutie der Indische Regeering untuk diberlakukan.

18
d. Solomon Keyzer (1823-1868) dan Cristian van Berg (1845-1927) membiarkan

hukum Islam berlaku bagi masyaraka Islam. Mereka menyatakan bahwa hukum

Islam mengikuti agama yang dinut seseorang.

Sebenarnya pada awal abad ke-19 telah mulai muncul sikap-sikap curiga

dari sebagian pejabat kolonial. Ketua Mahkamah Agung Belanda, Scholten van

Oud Harlem misalnya, menasehati para pejabat di Hindia Belanda agar berhati-

hati. Namun sejalan dengan itu, ia tetap menegaskan agara bagi kaum Muslimin

tetap diberlakukan hukum agamanya (pasal 75, Regeering Reglement, 1854).

4. Teori Receptie

Teori ini muncul sebagai akibat dari kecurigaan-atau lebih tepatnya-

ketakutan Pemerintah Belanda terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari politisi

Islam yang terbukti cukup merepotkan mereka. Bila hukum Islam dibiarkan terus

berkembang, maka itu akan sangat berbahaya. Oleh karena itu, pemerintah

Belanda mengintrodusir istilah het indische adatrecht atau hukum adat Indonesia.

Kemudian dikembangkan oleh seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda

tentang soal Islam dan anak-anak Negeri jajahan, Cristian Snouck Hugronje

(1857-1936). Dalam gagasan mereka, intinya bahwa hukum Islam yang berlaku

bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat

berlaku apabila telah diresepsi atau telah diterima oleh hukum Adat. Jadi, hukum

Adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. Konsep inilah yang

kemudian dikenal dengan teori reseptie.

b. Setelah kemerdekaan

19
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus

1945, upaya untuk melakukan pembahaharuan hukum warisan kolonial mulai

dicanangkan, walaupun dalam rangka menghindarkan kekosongan hukum, hukum

warisan kolonial itu masih tetap diberlakukan (sesuai bunyi aturan peralihan pasal

2 dari UUD 1945: “semua Badan Negara dan Peraturan yang ada masih

langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang

Dasar ini”). Namun menurut Hazairin, setelah Indonesia merdeka, seharusnya

teori receptie itu harus “exit” (keluar) dari tata hukum Indonesia merdeka. Karena

menurutnya, teori ini bertentangan dengan Jiwa UUD 1945 dan juga bertentangan

dengan Al-quran dan al-Sunnah. Sehingga sangat tidak menguntungkan bagi umat

Islam.

7. Hukum Islam di Myanmar

Negara Myanmar ini sebenarnya bukanlah negara Islam, karena mayoritas

penduduknya beragama Hindu dari kalangan Biksu-biksu, lalu di susul kemudian

dengan Islam, namun dalam perkembanganya sekarang, kini negara yang

termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan beribdah dam memeluk agama

Islam, jumlah penduduknya hanya kurang lebih 4% yang menganut agama Islam,

sehingga banyak umat islam di kalangan ini yang harus mengalah demi kebaikan

mereka dan tentu sangat berat bagi negara ini untuk menjalankan hukum islam

dan syariat islam karena faktor minoritas dalam hal kuantits, dan dapat di

pastiakan perkembangan dakwah islam juga masih minim sekali, ditambah

banyaknya pengikut kaum biksu.

8. Hukum Isam di Timor Leste

20
Timor Timur adalah negeri bekas jajahan Portugis yang datang ke wilayah

Hindia untuk menjarah kekuasaan kaum muslimin seperti yang telah

dilakukannya di Malaka, dan terakhir mendududuki Timor Timur. Setelah

Portugis pergi, Timor Timur resmi bergabung ke dalam Negara Kesatuan RI sejak

7 Juli 1976. Menurut pendapat madzhab Syafi'i di atas, maka wilayah Timor

Timur termasuk Darul Islam atau dalam realitas geopolitik sekarang adalah negeri

Islam (bilad Islami). Karenanya dengan integrasi selama 24 tahun, nyatalah

bahwa Timor Timur adalah bagian dari negeri Islam Indonesia yang secara

universal adalah bagian dari dunia Islam.

Masuknya birokrasi sipil maupun militer Indonesia --disamping

menyebarnya penduduk Timor Timur di berbagai pulau di seluruh negeri Islam

Indonesia-- selama hampir seperempat abad itu, menurut hukum Islam menjadi

fakta bahwa Timor Timur adalah bagian yang tak terpisahkan dan tak boleh

dipisahkan dari dunia Islam.

Dengan demikian tidak ada alasan bagi kaum muslimin Indonesia

menyerahkan masalah Timor Timur kepada kebijakan PBB atau pun melakukan

referendum terhadap rakyat Timor Timur. Demikian juga tak bisa diterima dalam

perspektif Islam melepaskan Timor Timur untuk dikuasai orang-orang kafir.

Suatu negeri yang telah menjadi negeri Islam, tetap hukumnya sebagai

negeri Islam selamanya meskipun telah dikuasai oleh orang-orang kafir. Demikian

pula wajib hukumnya bagi kaum muslimin untuk mengembalikan negeri tersebut

ke pangkuan kekuasaan kaum muslimin.

21
Timor Timur adalah negeri yang telah bergabung dengan Indonesia pada tahun

1976 setelah lepas dari penjajahan Portugis yang menyengsarakan mereka selama

ratusan tahun.

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu

dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada

Allah, supaya kamu beruntung"]00[1]

9. Hukum Islam di Vietnam

Negara yang kini beribukotakan hanoi ini sebenarnya bukanlah negara

Islam, karena mayoritas penduduknya beragama Hindu, Kristen lalu di susul

kemudian dengan Islam, namun dalam perkembanganya sekarang, kini negara

yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan beribdah dam memeluk

agama Islam, Vietnam juga sangat mendukun sebuah lebel Halal pada setiap

makan dan benda konsumsi karena mereka berfokus pada pasar muslim dunia.

Salah satunya yaitu Restoran halal di kota Ho Chi Minh yaitu sebuah rumah

makan milik seorang pelancong dari Malaisyayang bernama Shamsudin serta

sebuah rumah makan Saigon lokasi berhadapan dengan masjid Musulman, di

kota ini terdapat kurang lebih 16 Masjid. Awalnya negara Vietnam Dikuasai oleh

kerajaan melayu Champa, Cham merupakan penyebar awal islam di Vetnam.

Islam minorias di Vietnam di pecah atas dua golongan yaitu :

1. Islam Sunni

2. Islam Bashi

10. Hukum Islam di Laos

22
Masyarakat Muslim adalah penduduk kecil dalam negara yang

kebanyakannya menganut Buddha ini. Orang Islam dapat dilihat di ibu negaranya

iaiatu Vientiane, yang juga terdapat Masjid Jamek.

Penduduk Muslim di sini terlibat dengan perniagaan dan berniaga kedai0kedai

daging. Komuniti kecil Orang Islam Cham dari Kemboja yang juga pelarian dari

tentera Rejim Khmer juga boleh dijumpai di sini. Masyarakat Muslim sini

kebanyakannya penduduk bandar.

Adherents.com menganggarkan yang masyarakat Muslim adalah lebih kurang 1%

daripada bilangan penduduk.

11. Hukum Islam di Kamboja

Sudah diketahui bahwasannya agama Islam di Kamboja merupakan

minoritas dan mayoritas beragama Budha. Menurut estimasi, terdapat sekitar

700.000 Muslim di Kamboja. Sekitar 80% dari Muslim Kamboja adalah

keturunan etnis Cham.

Umat Islam di Kamboja khususnya keturunan etnis Cham mengikuti

mazhab Syafi’I dalam bidang Fiqih, sedangkan dalam bidang Tauhid mereka

mengikuti mazhab Imam Abu Hasan Al-As’ari. Dalam bidang amalih atau

peribatan, mereka mengikuti faham Ahlusunnah wal Jama’ah. Karena itu mereka

sangat toleran dan bisa hidup berdampingan dengan komunitas Budha sebagai

agama mayoritas Kamboja.

Mengenai hukum di Kamboja, bisa dibilang lemah. Terutama yang

berkaitan dengan situasi hak-hak Manusia (HAM). Hal ini karena peradilan tidak

berjalan secara independen sebagaimana semestinya dan dasar kebebasan

23
berekspresi dan berkumpul sedang dibatasi. Sedangkan mengenai hukum Islam di

Kamboja belum terlembagakan. Secara umum, umat Islam di Kamboja

menjalankan syari’at Islam sebagaimana umat Islam di Indonesia terutama hukum

keluarga yang meliputi perkawinan, ruju’, talaq dan warisan. http://nalar-

langit.blogspot.co.id/

Dalam hal perkawinan, orang-orang Campa di Kamboja tidak

mengijinkan perkawinan antar agama kecuali dengan syarat bahwa pihak yang

bukan Islam masuk Islam. Oleh karena itu, orang-orang Khmer dikatakan tak

pernah akan meninggalkan agama Budha karena tidak mungkin kedua Bangsa

akan terpadu. Sedangkan orang Campa dengan orang Melayu sering terjadi

perkawinan.

Dalam hal sosio-ekonomi, umat Islam di Kamboja dapat bantuan dari

Malaysia yang akan didirikan beberapa institusi khusus bagi sarana pembangunan

insan di negara Indochina yang pernah hancur di bawah kekuasaan Khmer Merah.

Lembaga ini adalah Majelis Mufakat Dakwah Malaysia-Kamboja (MMDMK).

Lembaga ini adalah sebuah organisasi yang mirip seperti Lembaga Tabung Haji

dan akan dibentuk segera dalam usaha membantu umat Islam negara itu

menabung dan menunaikan haji ke tanah Suci Makkah.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut

diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara

penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Dari segi

jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku

sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya

wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang

mempunyai penduduk Muslim terbesar.

Perkembangan hukum islam di asia tenggara meliputi berbagai aspek dari

hukum pidana, perdata, yaitu: fiqih Ahwalusaskia, muamalah, dan fiqih ibadah

dari hukuman orang yang minum-minuman keras, hukuman criminal dan

keluarga. Didalam perkembanganya peran kerajaan Islam dalam menanamkan

semangat untuk menerapkan hukum Islam sangat tinggi hal ini dipengaruhi faktor

penghambat yang kecil dan belum masuknya ide-ide kaum barat untuk itu

pengaruh kerajaan Islam dalam perkembangan dan penerapan hukum Islam

sangatlah memainkan peranan penting..

B. Saran

Seharusnya, setelah negara Islam bebas daripada kuasa penjajah, langkah-

langkah positif perlu diambil bagi mengembalikan Undang-undang Islam ke

pangkuan umat. Untuk itu perlulah kepada penyediaan dan penggubalan undang-

undang yang lengkap untuk mengambil alih undang-undang penjajah, dan

25
membina pemahaman umat terhadap kepentingan Undang-undang Islam untuk

kekuatan negara dan perpaduan umat, serta menyusun sistem pentakbiran

kehakiman yang sesuai dengan keperluan undang-undang syariah.

Dan untuk pembaca, pemakah sarankan juga untuk merujuk kembali

kepada referensi-referensi yang berkenaan tentang Hukum Islam di Asia Tenggara

dari sejarah sampai perkembangannya hingga sekarang, karena ini sangat penting

untuk kita ketahui sebagai mahasiswa juga sebagai umat Islam tentunya.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://nalar-langit.blogspot.co.id/ (diakses pada 30 Desember 2020, Pukul 14.05)

http://etheses.uin-malang.ac.id/409/5/09210020%20Bab%201.pdf (diakses pada

30 Desember 2020, Pukul 14.05)

https://makalah-jadi.blogspot.com/2016/01/hukum-islam-di-asia-tenggara.html

(diakses pada 30 Desember 2020, Pukul 14.05)

http://www.wikipwdia.com.html

Muchsin, A.Misri. 2004. studi islam kawasan. Banda Aceh: Ar-Raniry Press

Abdullah, Fahmi. 1991. Mahkamah Syari’ah Islam dan

Permasalahannya dalam Mimbar Hukum no.38 Tahun IX. Jakarta: Al-Hikmah

Othman, Haji Mahmud Saedon Awang, Mahkamah Syari’ah di Negara Brunei

Darussalam dan Permasalahannya, dalam Mimbar hukum No. 23 Tahun VI,

1995, p. 41-42

Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta:

PT Raja Grafindo

Putsuan, Surin. 1989. Islam di Muangthai, Nasionalisme Melayu Masyarakat

Patani. Jakarta: LP3ES

http://baharcool89.blogspot.com/2009/06/review-buk

perkembangan kontemporer. html

27

Anda mungkin juga menyukai