Transfer Pasien
Transfer Pasien
KOMUNIKASI PADA
PASIEN GAWAT
DARURAT
NS. BINTARI RATIH, K, M.KEP
OUTLINE
Keputusan transfer
Pertimbangkan keamanan, risiko tambahan, efek samping
konsul dokter senior dan diskusi dengan keluarga pasien
Informed consent
Komunikasi dengan RS rujukan (kondisi klinis pasien,treatment yg
diberikan, alasan transfer, mode transfer, waktu transfer, tertulis di
dokumen.
Stabilisasi dan persiapan pre transfer
Stabilisasi dan persiapan pre transfer
Pasien harus di resusitasi dan distabilisasi secara maksimal
Periksa ABCD dan masalah yang berhubungan dg hal tsb yg bias dicegah
harus bisa dilakukan. Gunakan pre-transfer checklist
A-Airway pasang ETT dg Cuff, amankan posisi dg benar, pasang NGT
untuk mencegah aspirasi, gunakan C-collar untuk pasien trauma
B-Breathing berikan ventilasi yg adekuat, jika diduga pneumothorax,
pasang chest drain dulu sebelum transfer, terutama sblm transport melalui udara
C-Circulation pasang 2 jalur intravena. Jika ada perdarahan, control dulu,
atasi syok dg cairan atau vasopressor, ketersediaan darah
D-Disability periksa GCS ( utk cedera kepala) sebelum dan selama transfer
serta sbelum pemberian agen paralisis.
Lindungi dari kedinganan selimut
Mode transfer
Pesawat : untuk jarak yang jauh >240km, tidak less noise and
vibrating.
Trauma parah dg trauma tusuk dada, injuri multisystem, crush injury, usia
<12 th />35 th, unstable vital sign
ACS, butuh revaskularisasi, cardiac tamponade, cardiogenic shock
Pasien dg organ transplant
Helikopter : untuk transfer pasien jarak dekat. Jika ada helipad.
Getaran dan suara bisa mengganggu.
Transportasi udara tidak cocok untuk pasien yang tidak kooperatif,
pneumothorax yang tidak teratasi, penetrating eye injury, significant
facial injury, distress respirasi., potensial obstructed airway.
Pendampingan pasien
Pendamping pasien harus terlatih, berpengalaman, terlatih dalam transfer pasien serta ACLS, airway
management, critical care.
Peralatan, obat , dan monitoring