Menurutnya, seorang wali mendidik dan memberikan aturan bagi anak kecil yang mana itu
berat dan tidak disukai oleh si kecil ketika itu. Tetapi aturan tersebut mengandung manfaat di
kemudian hari bagi si kecil yang akan disadari maslahatnya kelak ketika ia telah dewasa. Dengan
kata lain, maslahat dan manfaat kewajiban ibadah itu akan disadari oleh manusia kelak di
akhirat. Semua maslahat itu berpulang kepada manusia, bukan kepada Allah karena Allah tidak
butuh pada ibadah hamba-Nya. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K) TAGS: ibnu athaillah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/94257/kenapa-harus-ada-kewajiban-ibadah-untuk-
manusia
bahwa sebenarnya dalam setiap pekerjaan itu ada makna ganda. Yaitu,
suatu pekerjaan dilakukan sebagai jalan untuk mencari uang/nafkah, tetapi
juga sekaligus sebagai jalan untuk nyenengke/ngabekti kepada Allah.
Bahkan Mbah Nun mengatakan, “Setiap yang kita putuskan itu berdimensi
banyak, maka isilah dengan niat baik yang banyak.” Pekerjaan dan niat
sangat berhubungan, dan jangan dipisah.
Bahkan berangkat dari pertanyaan Mbah Nun dan obrolannya tadi, sempat
pula saya bertanya-tanya, sebenarnya yang dimaksud pekerjaan itu apa ya.
Wah, maaf, jadi berkembang. Mbah Nun pernah bertanya apakah menjadi
seorang Bupati atau Gubernur itu pekerjaan ataukah pengabdian?
Berdasarkan apakah sesuatu itu disebut pekerjaan? Apakah berdasarkan
kaitannya dengan uang yang diperoleh dari pekerjaan tersebut? Jika iya,
sulitlah kiranya seseorang yang menjabat sebagai bupati disebut,
pekerjaan: bupati; dikarenakan tekanan utama jabatan bupati adalah
pengabdiannya kepada masyarakat. Term pekerjaan tiba-tiba menjadi
tidak fixed dan tidak stabil maknanya dalam pikiran saya. Tetapi, dari
semua itu, saya merasa melalui triple keywords yang sedang kita pelajari,
Mbah Nun telah mengantarkan pada detail di dalamnya: meninjau kembali
pandangan mengenai uang dan pekerjaan. Sebagian detail terkait sudah
teman-teman pahami: uang sebagai akibat, uang sebagai tanda syukur, dll.
Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah”. (HR.
Thabrani dan Baihaqi)