Anda di halaman 1dari 17

HERPES ZOSTER OFTALMIKUS

Pendahuluan

Herpez zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Herpes Zoster merupakan
suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap
varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air). Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6%
setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. 1,2
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus horpes zooster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus
(N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Pada pasien ini, mengeluhkan nyeri
dan gatal pada daerah mata yang diikuti timbulnya plenting-plenting. Plenting tersebut
dalam 5 hari makin melebar dan menyebar ke dahi. 3 Pada pemeriksaan daerah mata
sampai dahi tampak vesikobulosa eritematosa dengan batas tegas, bentuk bulat,
multipel, zoosterivormis, unilateral.3

Definisi

Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus 3
(Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox). Virus ini
termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan
Cytomegalovirus.2

Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus
(VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa
terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum
terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular. 2

1
Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis infiltratif
disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran dermatom N.V cabang
oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Lesi palpebra mirip
lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi palpebra ataupun palpebra secara
keseluruhan, dan sering menimbulkan parut.

Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya, sesuai
dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya tergolong jinak,
pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang berakibat kebutaan. 4

Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid yang
tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter
100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung
yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh
bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang
tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1). 3

Epidemiologi

Lebih dari 90% dari dewasa di Amerika Serikat mempunyai bukti serologik mengenai
infeksi VZV dan merupakan resiko untuk HZ. Laporan tahunan insidens HZ bervariasi
5,6
daripada 1.5 – 3.4 kasus per 1000 orang. Faktor resiko untuk perkembangan HZ ini
ialah kekebalan imun sistem yang rendah berasosiasi juga dengan proses penuaan yang
normal. Bagaimanapun, insidens ini terjadi pada individu berusia di atas 75 tahun rata –
ratanya iaitu 10 kasus per 1000 orang. 5,6
HZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua
dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada
populasi Caucasian adalah 131 : 100.000. 7 Populasi American-Afrika mempunyai insiden

2
50 % dari Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami.
Kebanyakan kasus HZO disebabkan reaktivasi dari virus laten.

Lebih dari 90 % dewasa di Amerika terbukti mempunyai serologi yang terinfeksi VZV.
Dari hasil tahunan, insiden dari herpes zoster bervariasi, dari 1,5 – 3, 4 kasus per 1000
orang. Faktor resiko dari perkembangan oleh herpes zoster adalah menyusutnya sel
mediated dari sistem imun yang berhubungan dengan perkembangan usia. Insiden HZO
pada usia 75 tahun ke atas melebihi 10 kasus per 1.000 orang per tahun, dan risiko
seumur hidup diperkirakan 10-20 %.8

Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respon sel mediated
imun, seperti pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV, dan yang lebih spesifik
dengan AIDS. Pada kenyataannya, risiko relatif dari herper zoster sedikitnya 15x lebih
besar dengan HIV dibandingkan tanpa HIV. HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus
herpes zoster. Resiko komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat
berhubungan dengan umur, jenis kelamin, atau keganasan dari ruam kulit. 8

Faktor predisposisi

Faktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah :

a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T)

- Usia tua
- HIV
- Kanker
- Kemoterapi

b. Faktor reaktivasi

- Trauma lokal

3
- Demam
- Sinar UV
- Udara dingin
- Penyakit sistemik
- Menstruasi
- Stres dan emosi

Patogenesis

Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar air) dan
sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di
kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung
dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV
biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam
waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat
fatal. 3,4

Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise, dermatitis
vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata (berupa
vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion saraf
dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari.
HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama
masa anak-anak.

4
Gambar 1. Morfologi golongan virus DNA & RNA dan patogenesis virus dalam sel target
penderita. Gambar dikutip daripada Suwarji Haksuhusodo, Bagian Mikrobiologi,
Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.

Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae. Selama
infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion. Bagaimanapun,
jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang
terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran
virus dalam ganglion dan ke kulit.5

Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan
inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai
respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit
dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena. 6,7

5
Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan
mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson),
yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam
suatu studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan.

Gambar 2. Tanda Hutchinson. Gambar dikutip dari C. Stephen Foster, MD,


Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.

Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis HZO ini, antara lain:

a. Prodormal (didahului ruam sampai beberapa hari)

-
Nyeri lateral sampai mengenai mata
-
Demam
-
Malaise
-
Sakit kepala
-
Kuduk terasa kaku

6
Gambar 2. Herpes zoster oftalmikus. Gambar dikutip daripada C. Stephen Foster, MD,
Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.

Gejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul 1
- 2 hari sebelum terjadi erupsi.

b. Dermatitis
c. Nyeri mata
d. Lakrimasi
e. Perubahan visual
f. Mata merah unilateral

7
Gambar 3. Defek epitel dan infeksi sekunder varicella-zoster virus. Gambar dikutip
daripada C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute,
Harvard Medical School.

-
Kelopak mata :

HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan
kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis, dan bisa
timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis,
disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain.

-
Konjungtiva

Konjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva sering
terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini
biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di
kemudian hari.

8
-
Sklera

Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama
beberapa bulan.

Gambar 4. Ulkus kornea dengan pemberian fluorescein. Gambar dikutip daripada C.


Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard
Medical School.

-
Kornea3,5

Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai dengan
keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien.
Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan.
Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat
erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris. 7

Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya mengenai
epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi epitelnya

9
keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang mirip dendrit
pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering
berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.7

Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal dengan
fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma. Ini merupakan
reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion.
Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan
astigmatisme.

- Traktus uvea

Sering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa
menyebabkan glaukoma dan katarak.

-
Retina

Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan
eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari bagian
retina perifer.

Diagnosis

Anamnesis

-
Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza –
like illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin
berakhir sehingga 1 minggu sebelum perkembangan rash unilateral
menyelubungi daerah kepala, atas kening dan hidung (divisi dermatome
pertama daripada nervus trigeminus).3,5

10
-
Kira – kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom
sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan
yang lama kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri daripada papula
dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan
membentuk krusta dalam masa 5 – 7 hari.

Pemeriksaan Fisik
-
Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut
urutan daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.
-
Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang
pandang.6
-
Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia
untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas
kornea dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton.
-
Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel
dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.
-
Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen
anterior dan kewujudan infiltrat stroma
-
Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal
ialah dibawah 12 – 15 mmHg).

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, iaitu: 4

a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik

- Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel


raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi
intranukleus asidofil

11
b. Pemeriksaaan serologik.

- HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang


kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi
retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu
muda daripada 50 tahun yang nonimunosupres).

c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.

Diferensial Diagnosis

a. Kondisi yang memperlihatkan penampakan luar yang sama

-
Herpes simplek
-
Ulkus blefaritis

b. Kondisi yang menyebabkan penyebaran nyeri

-
Tic Douloureux3
-
Migrain
-
Pseudotumor orbita
-
Selulitis orbita
-
Nyeri akibat sakit gigi

c. Kondisi yang menyebabkan inflamasi stromal kornea

-
Epstein-Barr Virus
-
Sifilis

12
Komplikasi

Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada
beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan
luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini akan terjadi
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal.5

-
Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari pasien
tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh itu semua,
terjadi anterior uveitis pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6 bulan, 28% mengenai
mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus neuropatik.

-
Komplikasi mata yang jarang, termasuk optik neuritis, retinitis, dan kelumpuhan
nervus kranial okuler. Ancaman ganguan penglihatan oleh keratitis neuropatik,
perforasi, glaukoma sekunder, posterior skleritis, optik neuritis, dan nekrosis
retina akut.

-
Komplikasi jangka panjang, bisa berhubungan dengan lemahnya sensasi dari
kornea dan fungsi motor palpebra. Ini beresiko pada ulkus neuropati dan
keratopati. Resiko jangka panjang ini juga terjadi pada pasien yang memiliki
riwayat HZO, 6-14% rekuren.

-
Infeksi permanen zoster oftalmik bisa termasuk inflamasi okuler kronik dan
kehilangan penglihatan.5
Penatalaksanaan

Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan
tes DFA (Direct Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika

13
ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV
dengan HSV. Tes bisa dilanjutkan dengan kultur virus.6

Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir (5 x 800 mg
sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama
dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster
oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu
mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior. 6

Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih
tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada
dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu
mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan
nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk
mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan
analgetik oral.3,4

Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster


oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis,
untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres
dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri
(biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant,
jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis
diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat
infeksi sekunder bakteri.7

Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya


Gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg
sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga
mencapai 1,800 mg sehari.8

14
Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada kasus
ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum luas.
Isprinol yang diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat
imunomodulator yang bekerja memperbaiki sistem imun.

Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf. Pada
umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan ibuprofen
sebagai analgetik oral. Ahli THT memberikan obat kumur tantum verde yang berisi
benzydamine hydrochloride,8 merupakan anti inflamasi non steroid lokal pada mulut
dan tengggorokan. Penderita di atas juga mendapatkan antioksidan berupa asthin
force dari ahli penyakit dalam untuk perlindungan kesehatan kulit.

Sindrom Ramsay Hunt dapat diberikan Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari,


setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral.
Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion. 8

Pencegahan

Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata,
menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Bagi
orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita terutama
anak-anak. Obat-obatan antiviral seperti asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir
merupakan terapi utama yang lebih efektif dalam mencegah keterlibatan okuler
terutama jika obat diberikan tiga hari pertama munculnya gejala. Berdasarkan
rekomendasi dari National Guidelines Clearinghouse, dosis asiklovir oral untuk dewasa
ialah 800 mg 5 kali sehari selama 7 sampai 10 hari. 8 Sedangkan antiviral topikal tidak
dianjurkan karena tidak efektif. Antiviral digunakan untuk mempercepat resolusi lesi
kulit, mencegah replikasi virus, dan menurunkan insiden keratitis stroma dan uveitis
anterior.

15
Prognosis

Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini. Prognosis dari segi visus penderita baik karena asiklovir dapat
mencegah penyakit-penyakit mata yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini
umunya baik pada dewasa dan anak-anak dengan perawatan secara dini. Prognosis ke
arah fungsi vital diperkirakan ke arah baik dengan pencegahan paralisis motorik dan
menghindari komplikasi ke mata sampai kehilangan penglihatan. Prognosis kosmetikam
pada mata penderita tersebut baik karena bengkak dan merah pada mata dapat hilang.
Pada kulit dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. 7,8

Penutup

Pada pasien yang menderita herpes zoster oftalmikus, pertimbangkan untuk terkaitnya
persarafan dermatoma yang multipel, kondisi imuno – compromised dan superinfeksi
bakteri yang signifikan di wajah. Pengobatan antiviral IV seharusnya diadministrasi
seperti yang telah disebutkan dalam pengobatan di atas. Pasien yang dirawat jalan
seharusnya mempunyai tindak lanjut yang adekuat untuk penanganan pada HZO.
Pemeriksaan ulang setelah maksimum 1 minggu haruslah dijadualkan pada stadium
awal. Pengobatan dengan menggunakan antiviral haruslah dipraktikkan dan diteruskan
seperti di atas.
Daftar Kepustakaan :

1. American Academy of Ophtalmology. External cornea and


disease. Section 8. 2005-2006.
2. Voughan D, Tailor A. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi
14. Widya Medika. 1995 : 112, 336.
3. Suwarji H. Infeksi viral dan strategi pengobatan anti viral pada
penyakit mata. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08InfeksiViral087.pdf. Oktober 2006.

16
4. Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari
www.fpnotebook.com. January 13, 2008.
5. Gurwood AS. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari
www.optometry.co.uk. November 16, 2001.
6. Maria M Diaz. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article. Disember 10, 2009.
7. Web MD. Herpes of the eye. Diakses dari
http://www.medicinenet.com/herpeseye/. November 2009.
8. Shaikh S. Evaluation and management of herpes zoster. Diakses
dari: www.aafp.org. November 1, 2002.

17

Anda mungkin juga menyukai