Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI DALAM REAL ESTATE(PERBEDAANNYA

DENGAN PERUSAHAAN REAL ESTATE DI NEGARA LAIN)


POSTED BY MILANOVIRA ⋅ 05/04/2015 ⋅ 2 KOMENTAR

AKUNTANSI REAL ESTATE

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya usaha di bidang real estate pada umumnya terjadi pada saat negara yang belum berkembang (underdevelop) tumbuh

menjadi negara yang sedang berkembang (developing country), dimana prioritas pemenuhan kebutuhan tidak lagi pada masalah

sandang dan pangan, melainkan masalah papan akibat meningkatnya kesejahteraan sosial. Itu berarti kegiatan industri konstruksi

semakin meningkat, karena  diperlukan lebih banyak pihak untuk menangani dan memprakarsainya sesuai dengan cara dan pola

pembangunan yang diterapkan.

Dunia Properti atau Real Estate Indonesia sedang berkembang dengan pesat seiring dengan kebutuhan terhadap perumahan

rakyat yang semakin besar dan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan

berdampak pada peningkatan kebutuhan akan gedung perkantoran dan fasilitasnya. Berbagai jenis perumahan sedang dan akan

dibangun, termasuk jenis apartemen, kondomonium, rumah susun, resort dan sebagainya. Penentuan siklus operasi normal

perusahaan yang bergerak di bidang Real Estate pada umumnya lebih dari satu tahun dan dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian

yang sangat tinggi (high risk).

Di saat bersamaan, Jasa Konstruksi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan Properti dan atau Real Estate ikut

berakselarasi pula. Kebutuhan dunia properti/real estate terhadap jasa konstruksi terlihat dalam keterlibatan awal

pembentukan/pembangunan suatu properti dan atau real estate, saat pemeliharaan, dan renovasi di pasar sekunder. Jasa

Konstruksi terlibat penuh dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, instalasi dan pemeliharaan konstruksi tanah dan

atau bangunan.

Pertumbuhan pesat dalam industri penjualan tanah secara eceran dan rumitnya kegiatan pengembangan yang dilakukan oleh

industri tersebut menimbulkan masalah-masalah akuntansi yang pelik. Dari sisi akuntansi, Properti atau Real Estate sangat

menarik untuk dicermati karena dalam transaksi-transaksi yang secara khusus berkaitan dengan aktivitas pengembangan real

estate (real  estate development activities) dan transaksi nyata yang menyangkut operasi real estate (kawasan bangunan)

menimbulkan prinsip-prinsip pengakuan pendapatan dan metode penetapan laba yang harus diterapkan dari penjualan tanah

secara eceran (retail) tersebut.

Pada awal periode pertumbuhan ini, berbagai metode digunakan untuk membukukan pendapatan operasi, yang seringkali

mengaburkan intisari operasi sebenarnya. Sebagai contoh, kebutuhan modal tambahan yang mendesak menyebabkan

penggunaan metode akuntansi yang menyimpang dari prinsip-prinsip realisasi pendapatan yang semestinya. Pendapatan diakui

terlalu dini dengan suatu prosedur yang disebut “pembebanan awal” (“front-end-loading”). Isi neraca dan perhitungan laba rugi

jadi meragukan kendatipun efektif dalam menarik modal bagi perusahaan real estate. Metode-metode pengakuan pendapatan

tersebut menimbulkan kritik keras terhadap akuntansi dalam industri real estate dan menimbulkan kegelisahan baik pada diri

akuntan maupun investor.

Penggunaan metode-metode yang menyesatkan akhirnya memaksa profesi akuntansi untuk mengevaluasi bagaimana prinsip-

prinsip pengakuan pendapatan dapat diterapkan terhadap industri ini, termasuk bagaimana penentuan harga jual dari real estate

(kawasan bangunan) tersebut.


Pada saat Perusahaan Real Estate melakukan perhitungan dalam pengakuan pendapatannya, perlu adanya prinsip atau metode

yang akan digunakan oleh perusahaan tersebut atas penjualan yang dilakukan secara eceran (retail) agar dapat menentukan harga

jual dari bangunan rumah, ruko dan bangunan sejenis lainnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini menyajikan bagaimana laporan keuangan yang baik unntu perusahaan real

estate, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terhadap Aktivitas Pengembangan Real Estate. Khususnya mengenai metode

pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh Perusahaan Real Estate yang sebagian besar penjualannya dilakukan secara eceran

(retail), serta pengembangan-pengembangannya menghadapi permasalahan-permasalahan yang pelik

1.2  Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan real Estate?
2. Apa perbedaan real estate, real Property dan kontrak konstruksi?
3. Bagaimana akuntansi dalam perusahaan real estate?
4. Apa perbedaan pencatatan akuntansi pada perusahaan real estate yang ada di Indonesia dengan perusahaan real
estate di negara lain?

1.3  Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan real estate.
2. Untuk mengetahui perbedaan real etate, real property dan kontrak konstruksi.
3. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi dalam perusahaan real estate.
4. Untuk mengetahui perbedaan pencatatan akuntansi pada perusahaan real estate di Indonesia dengan perusahaan
real estate di negara lain.

1.4  Manfaat studi


1. Sebagai informasi bagi pembaca
2. Bagi penulis untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam pengolahan pencatatan akuntansi dalam
perusahaan real estate.

BAB II

ISI

2.1       Real Estate

2.1.1    Pengertian Real Estate

Larry E Wofford dan Terrence M. Clauretie dalam Real estat (1995) mengemukakan bahwa “Real estat is defined as land and

everyting, natural or of human construction, attachet to it.’

Dari pengertian diatas, jelaslah yang dimaksud real estate adalah tanah dan segala sesuatunya, bangunan ataupun properti lainnva

yang melekat. Sementara menurut Joseph W. hierl (1964) dalam Hidayat (1999) “Real estate firm engage in selling and leasing

various types of properties, exhange properties, managing properties, apprising, financing and refinancing, home building,

remodeling,

and modernizing and insuranse.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan real estate adalah perusahaan yang usahanya menilai, membiayai,

membangun rumah yang kemudian dijual atau disewakan.

Aktivitas pengembangan subsektor industri Real Estate adalah kegiatan perolehan tanah untuk kemudian dibangun perumahan

dan atau bangunan komersial dan atau bangunan industri. Bangunan tersebut dimaksudkan untuk dijual atau disewakan,sebagai
satu kesatuan atau secara eceran (retail). Aktivitas pengembangan ini juga mencakup perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa

bangunan.

Secara spesifik, aktivitas subsektor industri Real Estate lebih mengarah pada kegiatan pengembangan perumahan konvensional

berikut sarana pendukung berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial. Di sisi lain, aktivitas subsektor industri properti lebih

mengarah pada kegiatan pengembangan bangunan hunian vertikal (antara lain apartemen, kondominium, rumah susun),

bangunan komersial (antara lain perkantoran, pusat perbelanjaan) dan bangunan industri.

Dari segi pengelolaan, subsektor industri Real Estate cenderung lebih bebas karena adanya pemindahan hak kepemilikan dari

pengembang kepada pemilik bangunan (penghuni pemukiman) sehingga pemeliharaan dan pengelolaan bangunan diserahkan

sepenuhnya kepada pemilik yang bersangkutan, sedangkan subsektor industri properti lebih memiliki ketergantungan dalam hal

pemeliharaan dan pengelolaan bangunan miliknya.

Dari segi pendapatan, pendapatan subsektor industri Real Estate diperoleh dari penjualan dan peningkatan harga tanah,

sedangkan pendapatan subsektor industri properti berasal dari penjualan, penyewaan, pengenaan service charge, dan lain-lain.

2.1.2    Pihak-Pihak Yang terlibat dalam Real Estate


 Developer ialah pihak pengembang yang mengawali pembangunan usaha real estate.
 Kontraktor ialah pihak yang melaksanakan pembangunan fisik usaha real estate.
 Konsultan ialah tempat developer melakukan konsultasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan real estate.
 Advokat ialah pihak yang mengurusi masalah hukum usaha real estate.
 Manajemen Pembiayaan ialah pihak yang mengurusi keuangan.
 Broker/pialang ialah pihak yang mempertemukan penjual dengan pembeli usaha real estate.
 Inverstor ialah pihak yang mendanai usaha real estate dengan mengharapkan keuntungan real estate.
 Perbankan ialah media yang digunakan oleh broker/pialang dalam melakukan transaksi dengan si pembeli.

Dalam usaha real estate, Investor mendanai permodalan developer untuk mengadakan sebuah proyek. Developer sendiri, dalam

menjalankan kegiatannya dibantu oleh konsultan dan advokat. Konsultan yang dimaksud di sini adalah tempat konsultasi

permasalahan yang menyangkut fisik proyek. Sedangkan advokat lebih menekankan pada aspek hukum dan legalitas.

2.1.3    Kelompok-kelompok Terkait


1. Kelompok Infrastruktur Publik/Public Infrastucture Group

Kelompok Infrastruktur Publik yang merupakan kisaran jasa yang variatif yang biasanya disediakan sector public (pemerintah)

dengan maksud agar pembangunan real estate dapat berjalan secara efisien. Di dalamnya termasuk pembangunan jalan-jalan,

system transportasi, fasilitas komunikasi, ketentuan yang berkenaan dengan air PAM/air tanah, listrik, drainase, dan sebagainya.

2. Kelompok Pengembang/ Space Production Group dalam Real Estate.

Space Production Group yang merupakan kelompok yang terdiri dari 3 kelompok kecil utama yaitu skills, material dan capital

(modal). Skills dalam hal ini adalah semua perdagangan dan profesi yang memberikan sumbangan terhadap pembangunan dan

beroperasinya real estate seperti surveyor, broker, manajer, arsitek, pengacara, penilai, agen pemasaran, dan pedagang yang

berskala besar. Material terdiri dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap produksi dari semua komponen pembangunan

real estate mulai dari tanah dan semen, sampai dengan sistem manajemen pembangunan yang rumit dan memerlukan keahlian.

Capital yang disediakan di pasar real estate dapat tersedia dalam berbagai bentuk yang berbeda, dari kredit yang diberikan oleh

perorangan, fasilitas overdraft, KPR, penggunaan ruangan secara bersama-sama dan sebagainya.

3. Pengguna Ruangan di Masa yang Akan Datang/Future Users

Future Users adalah mereka yang membentuk permintaan atas properti dimasa yang akan datang. Gejala itu dicerminkan pada

perubahan yang bersifat progresif pada penggunaan real estate, seperti perubahan atas perumahan ke dalam perkantoran yang

akan menyebabkan pembangunan kembali sebagai bagian dari suatu komplek bangunan komersial. Penilai harus waspada
terhadap bekerjanya unsur semacam itu karena gejala semacam itu akan menyebabkan terjadinya kekuatan dinamis yang besar di

dalam pasar.

4. Kelompok Pengguna Ruangan/Colective Users

Coollective users dalam real estate merupakan kelompok yang membentuk suatu kesatuan agar memperoleh suatu tujuan tertentu

atau keuntungan yang berhubungan dengan penggunaan ruangan. Misalnya, kelompok pemrotes menghalangi suatu

pembangunan perumahan atau real estate yang akan mengancam bisnisnya, pengembang pasar yang besar sering membentuk

kelompok industri untuk mengamankan baik secara politis maupun untuk memperoleh keuntungan ekonomis, dan sebagainya

5. Pemakai Ruangan/Space Consumer

Space consumer dibagi kedalam 3 kategori, yaitu space users, collective users, dan future users. Space users adalah mereka yang

menginginkan membeli semua real estate yang disewakan. Ketika mereka berada pada posisi untuk membeli ruangan, mereka

akan mengkajinya dan menilai semua kemungkinan yang ada pada daerah sasaran. Beberapa penggunaan ruangan tersebut akan

memakan biaya tinggi, sedang yang lainnya akan berbiaya rendah, dan pilihan akan merupakan sebuah trade off yang diperoleh

dari penggunaan potensial. Contohnya, pengusaha kecil akan memulai usahanya dengan menggunakan ruang usaha dengan biaya

rendah, letak yang kurang strategis dan lingkungan yang kurang menyenangkan. Dengan berkembangnya bisnis dan

meningkatnya kekayaan, faktor lain akan dipertimbangkan seperti prestise, promosi dan sebagainya. Pemikiran yang demikian

juga akan berlaku pada pembeli rumah.

2.1.4    Risiko Industri

Siklus operasi normal perusahaan pengembang pada umumnya lebih dari satu tahun

dan dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian yang cukup tinggi. Banyak risiko yang mungkin timbul dalam aktivitas subsektor

industri Real Estate, di antaranya adalah:

1. Risiko Keberadaan Tanah

Risiko atas keberadaan tanah yang dikembangkan dapat disebabkan oleh :

1. Kelangkaan tanah;
2. Ketergantungan pada kebijakan pemerintah dalam pengembangan perumahan masyarakat.
3. Risiko Gugatan hukum

     Dalam proses pembebasan tanah, kemungkinan akan timbul sanggahan-sanggahan atas keabsahan hak atas tanah, antara lain

disebabkan karena Indonesia menganut sistem negatif untuk sistem pendaftaran tanah. Untuk mengurangi timbulnya sengketa

tanah, dalam melakukan pembebasan tanah perusahaan subsektor industri Real Estate harus bertindak hati-hati dengan meneliti

kebenaran dan keaslian dokumen-dokumen tanah pada instansi yang berwenang serta wajib mengadakan pemeriksaan fisik

tanah.
3. 3. Peraturan Pihak Terkait

     Industri Real Estate memiliki posisi yang strategis berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan pelaku

bisnis serta keterkaitannya dengan masalah lingkungan dan politik sehingga menjadi obyek regulasi. Keberadaan dan perubahan

dalam regulasi ini akan secara langsung mempengaruhi operasi industri ini.
4. Risiko berfluktuasinya nilai tukar rupiah

Sebagaimana dalam industri lain, perusahaan memiliki risiko mengalami kerugian atas transaksi valuta asing (misal : pembelian

peralatan untuk pembangunan dan bahan baku dalam valuta asing secara kredit) yang terjadi karena perubahan naiknya kurs

valuta asing.

5. Risiko Pemogokan atau kerusuhan (riot)

Terjadinya pemogokan atau kerusuhan (riot) dapat terjadi antara lain karena ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang

diterima, kondisi perekonomian, atau kondisi politik yang tidak stabil.


6. Risiko leverage (leverage risk)

     Risiko-risiko yang terkait pada kewajiban perusahaan karena pendanaan yang berasal dari luar perusahaan (external

financing).
7. Risiko tidak tertagihnya piutang (accounts receivable risk)

Risiko yang muncul karena rendahnya kolektibilitas piutang. Risiko ini terkait langsung pada subsektor industri Real Estate

karena sistem penjualan pada subsektor industri Real Estate umumnya dilakukan secara kredit.

8. Risiko Bencana Alam

     Terjadinya bencana alam dapat menyebabkan nilai wajar dari persediaan

perusahaan mengalami penurunan.

2.2  Pedoman Laporan Keuangan Pada Perusahaan Real Estate

Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik dimaksudkan untuk memberikan

suatu panduan penyajian dan pengungkapan yang terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan penuh

(full disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai bagi pengguna informasi

yang disajikan dalam pelaporan keuangan. Laporan keuangan harus cukup informatif untuk mempengaruhi pertimbangan dan

keputusan seorang pemakai yang berpengetahuan.

Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengakui bahwa penyajian jumlah dan sifat informasi dalam laporan keuangan

harus memenuhi kaidah keseimbangan antara biaya dan manfaat.

2.2.1    Pedoman Umum


1. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, perubahan ekuitas dan arus kas

perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta

menunjukkan pertanggung-jawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada

mereka.
1. Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan

       Manajemen Emiten atau Perusahaan Publik bertanggung jawab atas penyusunan

dan penyajian laporan keuangan.

1. Komponen Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari:

1. Neraca,
2. Laporan Laba Rugi,
3. Laporan Perubahan Ekuitas,
4. Laporan Arus Kas, dan
5. Catatan atas Laporan Keuangan.
6. Bahasa Laporan Keuangan

Laporan keuangan harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Jika laporan keuangan juga dibuat selain dalam bahasa Indonesia, maka

laporan keuangan tersebut harus memuat informasi yang sama.

Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa, maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan

keuangan dalam bahasa Indonesia.

1. Mata Uang Pelaporan

Mata uang pelaporan perusahaan Indonesia adalah Rupiah. Perusahaan dapat menggunakan mata uang lain selain rupiah sebagai

mata uang pelaporan hanya apabila mata uang tersebut memenuhi kriteria mata uang fungsional.

1. Periode Pelaporan
Tahun buku perusahaan mencakup periode satu tahun. Apabila, dalam keadaan luar biasa, tahun buku perusahaan berubah dan

laporan keuangan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau pendek dari periode satu tahun maka sebagai tambahan

terhadap periode cakupan laporan keuangan, perusahaan harus mengungkapkan:

1. Alasan perubahan tahun buku;


2. Alasan penggunaan tahun buku yang lebih panjang atau pendek dari periode satu tahun; dan
3. Fakta bahwa jumlah komparatif dalam laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan tidak dapat diperbandingkan.
4. Penyajian Secara Wajar
5. Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan ekuitas, dan arus
kas perusahaan dengan disertai pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan, sesuai dengan PSAK.
6. Informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan sesuai laporan keuangan, serta yang sesuai
dengan praktik akuntansi yang lazim berlaku di pasar modal tetap dilakukan untuk menghasilkan penyajian yang
wajar walaupun pengungkapan tersebut tidak diharuskan oleh PSAK.
7. Penyajian aktiva dan kewajiban tidak dikelompokkan menurut lancar dan tidak lancar (unclassified) karena
penentuan siklus operasi normal perusahaan pengembang seringkali merupakan proses yang rumit.
8. Saldo transaksi sehubungan dengan kegiatan operasi normal perusahaan, disajikan pada neraca secara terpisah
antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pihak ketiga pada masing-masing akun.
9. Laporan laba rugi perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang
diperlukan bagi penyajian secara wajar. Perusahaan menyajikan di laporan laba rugi, rincian beban dengan
menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada fungsi beban di dalam perusahaan, sedangkan pada catatan atas
Laporan Keuangan beban tersebut dirinci menurut sifatnya.
10. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut ini
disajikan dan diulangi pada setiap halaman laporan keuangan:
 Nama perusahaan pelapor atau identitas lain;
 Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu entitas atau beberapa entitas;
 Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan
keuangan;
 Mata uang pelaporan; dan
 Satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
1. g) Laporan Arus Kas harus disajikan dengan menggunakan metode langsung (direct method).
2. h) Catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan, yang sifatnya
memberikan penjelasan baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif terhadap laporan keuangan sehingga
menghasilkan penyajian yang wajar.
3. i) Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian sesuai dengan
komponen utamanya. Setiap pos dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan
Arus Kas harus direferensi silang (cross-reference) dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan
Keuangan, jika dilakukan pengungkapan.
4. j) Pengungkapan dengan menggunakan kata “sebagian” tidak diperkenankan untuk menjelaskan adanya bagian
dari suatu jumlah. Pengungkapan hal tersebut harus dilakukan dengan mencantumkan jumlah atau persentase.
5. k) Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar harus diperlakukan sebagai berikut :
6. Perubahan Estimasi Akuntansi

Suatu estimasi direvisi jika terjadi perubahan kondisi yang mendasari estimasi tersebut, atau karena adanya informasi baru,

bertambahnya pengalaman atau perkembangan lebih lanjut. Dampak perubahan ini harus diperlakukan secara prospektif.

2. Perubahan Kebijakan Akuntansi

Perubahan kebijakan akuntansi dilakukan hanya jika penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh

peraturan perundangan atau standar akuntansi keuangan yang berlaku, atau jika diperkirakanbahwa perubahan tersebut akan

menghasilkan penyajian kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu perusahaan.

3. Kesalahan Mendasar

Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi,

kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.

1. l) Bila perusahaan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan yang telah diterbitkan
sebelumnya, maka penyajian kembali tersebut berikut nomor catatan atas laporan keuangan yang
mengungkapkannya harus disebutkan pada neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan
ekuitas yang mengalami perubahan.
2. m) Pada setiap halaman neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas harus diberi
pernyataan bahwa “catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan keuangan”.
3. n) Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan secara terpisah jumlah dari setiap jenis transaksi dan
saldo dengan para direktur, pegawai, komisaris, pemegang saham utama, karyawan kunci, dan pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa. Ikhtisar terpisah tersebut diperlukan untuk piutang, hutang, penjualan, atau
pendapatan dan beban. Apabila jumlah transaksi untuk masing-masing kategori tersebut dengan Pihak tertentu
melebihi Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka jumlah tersebut harus disajikan secara terpisah dan nama
pihak tersebut harus diungkapkan.
4. Kebijakan Akuntansi
5. a) Manajemen memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi agar laporan keuangan memenuhi ketentuan dalam
PSAK dan peraturan Bapepam.
6. b) Apabila PSAK dan peraturan Bapepam belum mengatur masalah pengakuan, pengukuran, penyajian, atau
pengungkapan dari suatu transaksi atau peristiwa, maka manajemen harus menetapkan kebijakan untuk
memastikan bahwa laporan keuangan menyajikan informasi yang relevan terhadap kebutuhan para pengguna
laporan untuk pengambilan keputusan dan dapat diandalkan, dengan pengertian:
7. Mencerminkan kejujuran penyajian hasil dan posisi keuangan perusahan;
8. Menggambarkan substansi ekonomi dari suatu kejadian atau transaksi dan tidak semata-mata bentuk hukumnya;
9. Netral yaitu bebas dari keberpihakan;
10. Mencerminkan kehati-hatian; dan
11. Mencakup semua hal yang material.

Manajemen menggunakan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi yang bermanfaat

dengan memperhatikan:

1. Persyaratan dan pedoman PSAK yang mengatur hal-hal yang mirip dengan masalah terkait;
2. Definisi, kriteria pengakuan dan pengukuran aktiva, kewajiban, penghasilan dan beban yang ditetapkan dalam
kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan; dan
3. Pernyataan yang dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industri yang lazim sepanjang konsisten
dengan angka 1) dan 2).
4. Konsistensi Penyajian
5. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten, kecuali:
6. Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi perusahaan atau perubahan penyajian akan menghasilkan
penyajian yang lebih tepat atas suatu transaksi atau peristiwa; atau
7. Perubahan tersebut dipersyaratkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau diwajibkan oleh suatu
ketentuan peraturan perundangundangan
8. Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah maka penyajian periode sebelumnya
direklasifikasi untuk memastikan daya banding. Sifat, jumlah, serta alasan reklasifikasi harus diungkapkan.
Apabila reklasifikasi tersebut tidak praktis dilakukan maka alasannya harus diungkapkan.

1. Materialitas dan Agregasi


2. “Material” adalah istilah yang digunakan untuk mengemukakan sesuatu yang dianggap wajar untuk diketahui
oleh pengguna laporan keuangan. Informasi dianggap material apabila tidak disajikannya (omission) atau terdapat
kesalahan dalam mencatat (misstatement) informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.
Kecuali ditentukan secara khusus, pengertian material adalah 5% dari jumlah seluruh aktiva untuk akun-akun
aktiva, 5% dari jumlah seluruh kewajiban untuk akun-akun kewajiban, 5% dari jumlah seluruh ekuitas untuk
akun-akun ekuitas, 10% dari pendapatan untuk akun-akun laba rugi, dan 10% dari laba sebelum pajak untuk
pengaruh suatu peristiwa atau transaksi seperti perubahan estimasi akuntansi.
3. Akun-akun yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan. Untuk akun-akun yang nilainya tidak
material, tetapi merupakan komponen utama laporan keuangan, harus disajikan tersendiri. Sedangkan untuk akun-
akun yang nilainya tidak material, dan tidak merupakan komponen utama, dapat digabungkan dalam pos
tersendiri, namun harus dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
4. Akun yang berbeda tetapi mempunyai sifat atau fungsi yang sama dapat digabungkan dalam satu pos jika saldo
masing-masing akun tidak material. Contoh pos hasil penggabungan antara lain Biaya Dibayar Dimuka,
Pendapatan Diterima Dimuka dan lain sebagainya. Jika penggabungan beberapa akun mengakibatkan jumlah
keseluruhan menjadi material, maka unsur yang jumlahnya terbesar agar disajikan tersendiri.
5. Saling Hapus (Offsetting)

Pos aktiva dan kewajiban, dan pos penghasilan dan beban tidak boleh saling hapus, kecuali diperkenankan oleh PSAK. Contoh:

beban bunga dan penghasilan bunga tidak boleh disalinghapuskan dan harus disajikan terpisah, sedangkan keuntungan dan

kerugian kurs disalinghapuskan.

1. Informasi Komparatif
2. Informasi kuantitatif harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya, kecuali dinyatakan lain
oleh PSAK. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya
diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan.
3. Laporan keuangan disajikan secara perbandingan, setidaknya untuk 2 (dua) tahun terakhir sesuai peraturan yang
berlaku. Sedangkan Laporan Keuangan Interim disajikan secara perbandingan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya. Perhitungan Laba Rugi Interim harus mencakup periode sejak awal tahun buku sampai dengan
periode interim yang dilaporkan.
4. Peristiwa Setelah Tanggal Neraca

       Peristiwa atau transaksi yang terjadi antara tanggal neraca dan tanggal penerbitan laporan keuangan yang mempunyai akibat

material terhadap laporan keuangan, yang memerlukan penyesuaian atau pengungkapan dalam laporan keuangan, harus

diungkapkan.

2.2.2 Komponen Utama Laporan Keuangan


1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan terdiri dari:

1. Neraca;

1)    Aktiva

2)    Kewajiban

3)    Ekuitas

1. Laporan Laba Rugi;


2. a) Pendapatan Usaha;
3. b) Beban Pokok Penjualan;
4. c) Laba (Rugi) Kotor;
5. d) Beban Usaha;
6. e) Laba (Rugi) Usaha;
7. f) Penghasilan (Beban) Lain-lain;
8. g) Bagian Laba (Rugi) Perusahaan Asosiasi;
9. h) Laba (Rugi) Sebelum Pajak Penghasilan;
10. i) Beban (Penghasilan) Pajak;
11. j) Laba (Rugi) dari Aktivitas Normal;
12. k) Pos Luar Biasa;
13. l) Laba (Rugi) Bersih;
14. m) Laba (Rugi) Per Saham Dasar;
15. n) Laba (Rugi) Per Saham Dilusian.
16. Laporan Perubahan Ekuitas;

Komponen Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan ini harus menyajikan:

1)    Laba (rugi) bersih periode bersangkutan

2)    Setiap pos yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas. Contoh pos ini antara lain keuntungan

(kerugian) yang belum direalisasi dari efek tersedia untuk dijual.

3)    Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi atas kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam

PSAK terkait, yaitu berupa:

1. a) Efek Kumulatif atas Perubahan Kebijakan Akuntansi. Efek kumulatif bersifat retrospektif terhadap laba rugi
perusahaan sebagai akibat dari suatu perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan. Misalnya,
perubahan kebijakan akuntansi metode penyusutan aktiva dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda.
2. b) Koreksi atas Kesalahan Mendasar. Kesalahan mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis,
kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, dan kecurangan atau kelalaian.
Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi atas kesalahan mendasar disajikan bersih
setelah memperhitungkan pajak.

4)    Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik, antara lain berupa penyetoran modal saham dan pembagian

dividen.

5)    Saldo laba atau rugi pada awal dan akhir periode, yang dibagi dalam:

1. a) Yang Telah Ditentukan Penggunaannya. Pos ini merupakan saldo laba yang ditentukan penggunaannya dan
disajikan terpisah antara jumlah yang telah ditentukan penggunaannya oleh perusahaan dan yang diwajibkan oleh
peraturan yang berlaku.
2. b) Yang Belum Ditentukan Penggunaannya. Pos ini merupakan saldo laba yang belum ditentukan penggunannya
oleh perusahaan.

6)    Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal ditempatkan dan disetor penuh, tambahan modal disetor

dan pos-pos ekuitas lainnya pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

1. d. Laporan Arus Kas;


2. Komponen Utama Laporan Arus Kas
     Laporan Arus Kas harus menyajikan arus kas selama periode tertentu dan dikelompokkan menurut klasifikasi aktivitas

sebagai berikut :

1)  Arus Kas dari Aktivitas Operasi.

1. a) Arus Kas dari Aktivitas Operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan
dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan,
membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar.
2. b) Arus Kas dari Aktivitas Operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan.
Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi
penetapan laba (rugi) bersih.
3. c) Arus Kas dari Aktivitas Operasi antara lain dapat berupa :
4. Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa;
5. Penerimaan kas dari royalti, fees, komisi dan pendapatan lain;
6. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa;
7. Pembayaran kas kepada karyawan;
8. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan. kecuali jika dapat diidentifikasikan secara
khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan atau investasi;
9. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan transaksi usaha dan perdagangan;
10. Bunga yang dibayarkan dan bunga serta dividen yang diterima, diklasifikasi sebagai arus kas operasi karena
mempengaruhi laba (rugi) bersih;
11. Hasil penjualan atau jatuh tempo atas efek yang diperdagangkan dan kas yang dikeluarkan untuk pembelian efek
yang diperdagangkan termasuk dalam aktivitas operasi; atau
12. Arus kas yang berkaitan dengan pajak penghasilan.
13. d) Perusahaan harus menyajikan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode langsung, yaitu
mengungkapkan kelompok utama dari penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto.

2)  Arus Kas dari Aktivitas Investasi.

1. a) Arus Kas dari Aktivitas Investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber
daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan.
2. b) Arus Kas dari Aktivitas Investasi antara lain dapat berupa :
3. Pembayaran kas untuk membeli aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan aktiva jangka panjang lain, termasuk
biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan aktiva tetap yang dibangun sendiri;
4. Penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan dan peralatan, aktiva tidak berwujud, dan aktiva jangka panjang
lain;
5. Perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain;
6. Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain serta pelunasannya;
7. Pembayaran kas sehubungan dengan futures contracts, forward contracts, option contracts dan swap contracts,
kecuali apabila kontrak tersebut dilakukan untuk tujuan perdagangan (dealing or trading), atau apabila
pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan;
8. Hasil penjualan atau jatuh tempo atas efek yang tersedia untuk dijual dan efek yang dimiliki hingga jatuh tempo
merupakan arus kas dari aktivitas investasi; atau
9. Kas yang dikeluarkan untuk pembelian efek yang tersedia untuk dijual dan efek yang dimiliki hingga jatuh tempo
termasuk dalam aktivitas investasi.

3)  Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan.

Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan adalah arus kas yang timbul dari penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan

transaksi pendanaan jangka panjang dengan kreditur dan pemegang saham perusahaan. Dapat berupa:

1. penerimaan kas dari emisi saham atau instrumen modal lainnya;


2. pembayaran kas kepada para pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan;
3. penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotik, dan pinjaman lainnya;
4. Pelunasan pinjaman; atau
5. Dividen yang dibayar dapat diklasifikasikan sebagai arus kas pendanaan karena merupakan biaya perolehan
sumber daya keuangan;
6. Pembayaran hutang sewa guna usaha.
7. Ketentuan Penyajian Laporan Arus Kas
8. Arus kas dari bunga dan dividen yang diterima dan dibayarkan, masing-masing harus diungkapkan tersendiri.
Bunga dan dividen harus diklasifikasikan secara konsisten antar periode sebagai aktivitas operasi, investasi, atau
pendanaan, berdasarkan sumber dan tujuan penggunaannya. Bunga dan dividen yang diterima harus
diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi atau investasi. Bunga yang dibayarkan diklasifikasikan sebagai arus kas
dari aktivitas operasi atau pendanaan, sedangkan dividen yang dibayarkan diklasifikasikan sebagai aktivitas
pendanaan.
9. Jumlah bunga yang dibayarkan selama suatu periode diungkapkan dalam laporan arus kas baik yang telah diakui
sebagai beban dalam laporan laba rugi maupun yang dikapitalisasi menurut alternatif perlakuan yang
diperkenankan oleh PSAK.
10. Arus kas yang berasal dari transaksi dalam valuta asing harus dibukukan dalam mata uang yang digunakan dalam
pelaporan keuangan dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut menurut kurs pada tanggal arus kas.
11. Keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi yang timbul akibat perubahan kurs bukan merupakan arus kas.
Namun demikian, pengaruh perubahan kurs terhadap kas dan setara kas dalam mata uang asing dilaporkan dalam
laporan arus kas untuk merekonsiliasikan saldo awal dan akhir kas dan setara kas. Jumlah selisih kurs tersebut
disajikan terpisah dari arus kas aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
12. Jika suatu kontrak dimaksudkan untuk menangkal (hedge) suatu posisi yang sebagai aktivitas pendanaan.
13. Perusahaan harus menyajikan secara terpisah kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto
yang berasal dari aktivitas investasi dan pendanaan, kecuali aktivitas berikut, yang disajikan menurut arus kas
bersih, yaitu:
14. Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan para pelanggan, apabila arus kas tersebut lebih
mencerminkan aktivitas pelanggan daripada aktivitas perusahaan, misalnya penerimaan dan pembayaran rekening
giro.
15. Penerimaan dan pengeluaran kas untuk pos-pos dengan perputaran cepat, dengan volume transaksi yang besar dan
dengan jangka waktu singkat (short maturity), misalnya :
16. Pembelian dan penjualan surat-surat berharga; dan
17. Pinjaman jangka pendek lain dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan atau kurang.
18. Arus kas sehubungan dengan pos luar biasa harus diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi, investasi, atau
pendanaan sesuai dengan sifat transaksinya dan disajikan tersendiri.
19. Pengungkapan Aktivitas yang Tidak Mempengaruhi Arus Kas

Transaksi investasi dan pendanaan yang tidak memerlukan penggunaan kas atau setara kas harus disajikan dalam kelompok

Aktivitas yang Tidak Mempengaruhi Arus Kas dalam laporan arus kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan sedemikian rupa

pada catatan atas laporan keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai aktivitas investasi dan

pendanaan tersebut.

Transaksi tersebut dapat berbentuk :

1. Perolehan aktiva secara kredit atau melalui sewa guna usaha pembiayaan (finance lease).
2. Akuisisi perusahaan melalui emisi saham
3. Konversi hutang menjadi modal
4. Kapitalisasi biaya pinjaman selama masa pembangunan.
5. Pedoman Pengungkapan Laporan Keuangan.
6. Catatan atas Laporan Keuangan.
7. Pengertian

Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:

1. Gambaran umum perusahaan;


2. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang diterapkan terhadap
peristiwa dan transaksi yang penting;
3. Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas,
dan laporan perubahan ekuitas;
4. Informasi lain yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara
wajar.
5. Pos-pos yang nilainya material, harus dirinci dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan
untuk pos-pos yang bersifat khusus untuk industri Real Estate, harus dirinci dan dijelaskan pada Catatan atas
Laporan Keuangan tanpa mempertimbangkan materialitasnya.
6. Pos hasil penggabungan beberapa akun sejenis dirinci dan dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
7. Aktiva yang dijaminkan harus diungkapkan dalam penjelasan masing-masing pos. Apabila aktiva perusahaan
diasuransikan, harus diungkapkan jenis dan nilai aktiva yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi serta
pendapat manajemen atas kecukupan pertanggungan asuransi. Dalam hal tidak diasuransikan, harus diungkapkan
alasannya.
8. Unsur-unsur Catatan atas Laporan Keuangan:
9. Gambaran Umum Perusahaan

Bagian ini berisi penjelasan tentang hal-hal umum yang penting untuk diungkapkan berkaitan dengan perusahaan yang

bersangkutan, mencakup :

1. Pendirian Perusahaan.

Menjelaskan mengenai pendirian perusahaan beserta perubahan terhadap anggaran dasar, yang antara lain meliputi:

1. a) Riwayat perusahaan;
2. b) Akta Pendirian dan perubahan anggaran dasar terakhir, pengesahan oleh Menteri Kehakiman atau
pengumuman pada Lembaran Berita Negara;
3. c) Tempat kedudukan perusahaan dan tempat Real Estate.
4. Bidang usaha utama perusahaan sesuai dengan anggaran dasar perusahaan dan kegiatan usaha yang dijalankan.
5. Tanggal mulai beroperasinya perusahaan secara komersial, apabila operasi komersial dimulai pada periode
laporan yang disajikan. Apabila perusahaan melakukan ekspansi atau penciutan usaha secara signifikan pada
periode laporan yang disajikan, harus disebutkan saat dimulainya operasi komersial dari ekspansi atau penciutan
perusahaan dan kapasitas produksinya.
6. 2. Penawaran Umum Efek Perusahaan.
Penjelasan penawaran umum efek perusahaan yang meliputi tanggal efektif penawaran umum perdana, kebijakan/tindakan

perusahaan yang dapat mempengaruhi efek yang diterbitkan (corporate action) sejak penawaran umum perdana sampai dengan

periode pelaporan terakhir, jenis dan jumlah efek yang ditawarkan pada saat penawaran terakhir, dan tempat pencatatan efek

perusahaan.

Dalam hal hanya sebagian saham perusahaan yang dicatat di bursa efek, agar disebutkan jumlah saham, untuk saham yang

tercatat serta yang tidak dicatatkan pada bursa efek.

3. Karyawan, Direksi, dan Dewan Komisaris

Yang harus diungkapkan :

1. Nama anggota direksi dan dewan komisaris;


2. Jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah karyawan selama periode yang bersangkutan
3. 4. Ikhtisar Kebijakan Akuntansi

Dalam bagian ini yang harus diungkapkan sebagai berikut:

1)    Dasar Pengukuran dan Penyusunan Laporan Keuangan.

Yang harus dijelaskan adalah:

1. Dasar pengukuran laporan keuangan yaitu berdasarkan nilai historis (historical cost), namun untuk beberapa
transaksi atau akun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dimungkinkan untuk mengukurnya dengan nilai
kini (current cost), nilai realisasi (realizable value), nilai wajar (fair value) berdasarkan standar akuntansi yang
berlaku.
2. Asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, yaitu dasar akrual kecuali untuk laporan arus kas.
3. Mata uang pelaporan yang digunakan dan alasannya, apabila mata uang pelaporan bukan rupiah. Apabila terdapat
perubahan mata uang pelaporan, diungkapkan alasannya, kurs yang digunakan dalam pengukuran kembali atau
penjabaran, dan ikhtisar neraca dan laporan laba rugi yang disajikan sebagai perbandingan dalam mata uang
sebelumnya.
4. Alasan perubahan periode pelaporan

2)    Kebijakan akuntansi tertentu yang diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi penting.

       Kebijakan akuntansi meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kas dan Setara Kas, yang harus dijelaskan adalah kriteria Kas dan Setara Kas.
2. Piutang, yang harus dijelaskan adalah:
3. Dasar penetapan penyisihan piutang ragu-ragu yang dapat berupa:
4. Penelaahan terhadap masing-masing piutang pada akhir periode, atau
5. Dasar estimasi lainnya bila penelaahan terhadap masing-masing piutang tidak praktis untuk dilakukan. Dalam hal
ini diungkapkan rumusan yang digunakan.
6. Kebijakan akuntansi mengenai transaksi anjak piutang baik without recourse maupun with recourse.
7. Persediaan, yang harus dijelaskan adalah Pengakuan nilai persediaan, yaitu berdasarkan biaya perolehan atau nilai
realisasi bersih secara agregat, mana yang lebih rendah, (the lower of cost and net realizable value).
8. Investasi Efek
9. Investasi selain Efek
10. Aktiva Tetap

etc-

5. Pengungkapan atas Pos-pos Laporan Keuangan dan Pengungkapan Lainnya.

Bagian ini menjelaskan hal-hal yang penting untuk diungkapkan pada tiap-tiap pos, yang dapat mempengaruhi pembaca dalam

pengambilan keputusan, yang disusun dengan memperhatikan urutan penyajian Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan

Ekuitas, dan Laporan Arus Kas, serta informasi tambahan.

 
 

 
 

BAB III

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NOMOR 44

AKUNTANSI AKTIVITAS PENGEMBANGAN REAL ESTATE

Akuntansi Pada Real Estat

Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat yang berlaku efektif mulai 1 Januari 1998. PSAK ini menjelaskan aktivitas

pengembangan real estat sebagai kegiatan perolehan tanah untuk kemudian dibangun perumahan dan atau bangunan komersial

dan atau bangunan industri. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 44 terdiri dari paragraf 63-96. Pernyataan ini harus

dibaca dalam konteks paragraf 01-62.

3.1  Pengakuan Pendapatan Pada Real Estat

Akuntansi pada real estat pada dasamya terdiri dari dua proses yaitu pencatatan penjualan dan pengakuan laba. Metode

pengakuan pendapatan yang digunakan pada PSAK No.44 adalah full accrual method, deposit method dan lease method. Full

accrual method digunakan jika kiteria-kiteria tertentu terpenuhi dan jika kriteria-kriteria tertentu tidak terpenuhi maka digunakan

deposit method, dan lease method digunakan jika penjual memiliki opsi atau kewajiban untuk membeli kembali unit yang telah

teijual. Menurut Nicolas Commarano (1995), jika kriteria-kriteria pengakuan pendapatan menggunakan full accrual method tidak

terpenuhi maka dapat menggunakan deposit method, installement sales method, cost recovery method, financing, lease atau

profit sharing, tergantung dari jenis transaksinya.

1. Metode Akrual Penuh (Fuli Accrual Method)

Berdasarkan PSAK No.44 penjualan bangunan rumah, ruko, dan bangunan sejenis lainnya beserta kapling tanahnya diakui

dengan metode akrual penuh apabila kriteria berikut terpenuhi:

1. Proses penjualan telah selesai


2. Harga jual akan tertagih
3. Tagihan penjual tidak bersifat subordinasi di masa yang akan datang terhadap pinjaman lain yang akan diperoleh
pembeli;
4. Penjual telah mengalihkan resiko dan manfaat kepemilikan unit bangunan kepada pembeli melalui suatu transaksi
yang secara substansial adalah penjualan dan penjual tidak lagi berkewajiban atau terlibat secara signifikan
dengan unit bangunan tersebut.
5. Metode Prosentase Penyelesaian

Menurut Nicolas Comarano (1995) metode prosentase penyelesaian dapat digunakan jika penjual masih terlibat dalam proses

penyelesaian unit bangunan yang telah teijual apabila biaya-biaya pengembangan yang akan datang dan laba dapat diestimasi.

Jika total biaya dan laba tidak dapat diestimasai maka laba harus ditangguhkan sampai kontrak selesai atau sampai total biaya

dan laba dapat diestimasi. Metode prosentase penyelesaian menyediakan petunjuk yang lebih baik tentang arus kas dan

menyediakan data yang lebih relevant dan lebih bermanfaat (Chasteen & Flathery, 1984). Selanjutnya Kieso & Wygant (1998)

mengemukakan bahwa profesi mensyaratkan bahwa metode presentasc penyelesaian harus digunakan bila taksiran kemajuan

penyelesaian, pendapatan dan biaya-biaya layak untuk dipercaya layak untuk dipercaya, serta adanya syarat-syarat berikut:
1. Kontrak itu secara jelas merinci hak untuk dapat dilaksanakan berkenan dengan barang-barang, pertimbangan
untuk pertukaran serta bentuk dan jenis penyelesaiannya.
2. Pembeli dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak.
3. kontaktor dapat diharapkan untuk melakukan kewajiban kontraknya.

Menurut Chasteen & Flathery (1984) metode prosentase penyelesaian dapat diterapkan apabila:

1. Total harga kontrak serta kepastian pembayaran pembeli dapat diketahui dan diestimasi.
2. Total biaya proyek konstruksidapat diestimasi.
3. Biaya yang muncul selama proses produksi antara produsen dan penjual atau persentase proyek selesai dapat
diestimasi.

Berbagai metode digunakan dalam praktek untuk menentukan tingkat kemajuan penyelesaian (the extent of progress toward

completion) Smith dan Skousen (1984) ; yang paling umum adalah:

1. Cost-to-cost method (metode biaya-ke-biaya)


2. Effort expended method (metode usaha yang dicurahkan),serta
3. Units of work performed method (metode unit-unit prestasi)
4. Metode Kontrak selesai

Pendapatan, beban, dan laba kotor diakui hanya ketika kontrak telah diselesaikan. Ketika biaya konstruksi terjadi, biaya tersebut

diakumulasi dalam akun persediaan (Bangunan dalam Pelaksanaan). Pada akhir kontak tersebut, semua akun ditutup, dan seluruh

laba kotor dari proyek konstruksi diakui.

4. Metode Deposit

Dalam PSAK No.44 dikemukakan apabila suatu transaksi real estat tidak memenuhi kriteria pengakuan laba dengan metode

akrual penuh sebagaimana diatur diatas, pengakuan penjualan ditangguhkan dan transaksi tersebut diakui dengan metode deposit

(deposit method) sampai seluruh kriteria penggunaan metode akrual terpenuhi.

5. Metode Penjualan cicilan (Installment sales method)

Commarano (1995) mengemukakan bahwa apabila penjualan real estat mengindikasikan bahwa penjualan telah muncul utuk

tujuan akuntansi tetapi kolektabilitas total harga jual tidak dapat diestimasi secara layak, maka metode penjualan cicilan dapat

digunakan. Pada keadaan tertentu kriteria kolektabilitas piutang tidak dapat secara pasti ditentukan maka meode pemulihan biaya

lebih tepat digunakan.

Dalam metode cicilan menekankan penagihan daripada penjualan. Metode ini mengakui laba pada periode penagihan dan bukan

pada saat periode penjualan karena pembayaran untuk produk yang dijual itu tersebar selama periode yang panjang Menurut

metode akuntansi cicilan, pengakuan laba ditangguhkan sampai periode penagihan kas. Baik pendapatan dan biaya-biaya

penjualan diakui pada periode penjualan tapi laba kotor yang berkaitan ditangguhkan sampai pada periode penagihan kas.

Jadi bukan penjualan yang ditangguhkan pada periode penagihan yang diantisipasi di masa datang dan kemudian biaya-biaya

serta beban yang berkaitan ditangguhkan, tetapi hanya proporsi laba kotor yang ditangguhkan, yang setara dengan penundaan

penjualan dan harga pokok penjualan. Beban-beban lainnya seperti beban penjualan, beban administrasi dan lain-lain tidak

ditangguhkan.

6. Metode Pemulihan kembali biaya (Cost Recouery Method)

Metode Pemulihan kembali biaya digunakan apabila penjualan real estat telah muncul untuk tujuan akuntansi tetapi tidak ada

laba yang harus diakui sampai seluruh biaya terpulihkan. Sesudah semua kas dipulihkan kembali, setiap tambahan kas yang

ditagih dimasukkan sebagai penghasilan. Metode ini cocok digunakan untuk situasi:

 Piutang disubordinasikan
 Tidak ada kepastian kapan biaya akan terpulihkan
 Tidak ada kepastian tentang jumlah pendapatan
7. Metode Financing
Transaksi penjualan reíd estat lebih memenuhi perjanjian pembiayaan dari pada penjualan. Hal ini terjadi ketika penjual

memiliki kewajiban untuk membeli properti pada harga yang lebih tinggi dari pada total pembayaran yang diterima dan harus

diterima.

8. Metode Lease

Metode Leasc digunakan jika perjanjian mengisyaratkan penjual meminjamkan kepada pembeli, seperti ketika cash flow tidak

seimbang / sama dengan jumlah yang ditentukan atau negatif. Metode ini juga digunakan ketika penjual memiliki opsi atau

keharusan untuk membeli properti dengan harga lebih rendah dari total jumlah yang diterima atau harus diterima.

9. Profit Sharing (or-co-uenture) method

Metode ini digunakan ketika penjualan real estat dilakukan kepada patner persekutuan atau patner lain yang perjanjiannya

berupa pembagian Iaba.

3.2  Unsur-unsur Biaya Pengembangan Proyek Real Estat

Hal-hal yang berhubungan dengan biaya-biaya aktivitas pengembangan real estat dikemukakan pada PSAK No.44. Biaya yang

berhubungan langsung dengan aktivitas pengembangan real estat dan biaya proyek tidak langsung yang berhubungan dengan

beberapa proyek real estat dialokasi dan dikapitalisasi ke poyek pengembangan real estat. Biaya yang tidak jelas hubungannya

dengan suatu proyek real estat, seperti biaya umum dan administrasi diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Berikut ini

adalah biaya aktivitas pengembangan real estat:

1. Biaya praperolehan tanah (preacqusition cost)


2. Biaya perolehan tanah;
3. Biaya yang secara lansung berhubungan dengan proyek;
4. Biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas pengembangan real estat; dan
5. Biaya pinjaman

Biaya Praperolehan tanah dikapitalisasi ke proyek pengembangan real estat apabila kriteria berikut ini terpenuhi:

1. Biaya tersebut teridentifikasi secara langsung dengan proyek tertentu;


2. Biaya tersebut akan dikapitalisasi ke proyek pengembangan real estat apabila tanah telah telah diperoleh; dan
3. Perusahaan pengembang harus secara aktif mengusahakan perolehan tanah dan mampu membiayai atau
memperoleh pendanaan yang memadai.
4. Biaya perolehan tanah mencakup biaya sebelum perolehan tanah atau sampai perusahaan memperoleh izin
perolehan tanah dari pemerintah. Biaya perolehan tanah yang dapat dikapitalisasi adalah biaya yang berhubungan
dengan aktivitas perolehan tanah.

Pada saat tanah berhasil diperoleh, biaya pra perolehan tanah dipindahkan ke biaya proyek pengembangan real estat. Apabila

besar kemungkinan (probable) tanah tidak berhasil diperoleh, biaya pra perolehan tanah langsung diakui sebagai beban pada

laporan laba rugi.

Biaya perolehan tanah mencakup biaya pembelian area tanah, termasuk semua biaya yang secara langsung mengakibatkan tanah

tersebut siap digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Biaya pembangunan sarana umum yang dapat dikomersialkan diperlukan sesuai dengan rencana manajemen sebagai berikut:

1. Apabila sarana tersebut akan dijual atau dialihkan sehubungan dengan penjualan unit yang ada, maka biaya yang
melebihi hasil yang diperkirakancakan diperoleh dialokasi sebagai beban proyek. Biaya itu termasuk perkiraan
beban operasional masa depan yang ditanggung penjual.
2. Apabila sarana tersebut akan dijual tesendiri atau akan dimiliki oleh pengembang, kelebihan biaya dari taksiran
nilai wajar pada saat sarana tersebut secara substansial selesai secara fisik dialokasi sebagai beban proyek.
Alokasi sarana umum dilakukan ke unit-unit tanah yang memperoleh manfaat dari sarana tersebut. Pendapatan yang diperoleh

sebelum sarana secara fisik selesai secara substansial dikurangkan dari biaya sarana.

Biaya pinjaman

Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan aktivitas pengembangan real estat harus dikapitalisasi ke

proyek pengembangan real estat sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 26, Biaya Pinjaman, (Revisi 1997).

Sesuai dengan siklus usahanya yang panjang karena usaha yang diperlukan untuk membebaskan area yang diusahakan dan

kegiatan pengembangan yang dilakukan dalam berbagai tahapan dengan tingkat pengembangan yang berbeda-beda, maka

perusahaan pengembang tetap mengkapitalisasi biaya pinjaman yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan. Kapitalisasi

beban pinjaman tersebut dihentikan pada saat unit real estat tersebut secara substansial siap untuk digunakan sesuai dengan

tujuannya atau jika bagian yang telah selesai dapat digunakan sementara bagian lainnya masih dalam penyelesaian, sesuai

dengan paragaf 33 dan 34 PSAK 26, Biaya Pinjaman (Revisi 1997). Kapitalisasi juga dihentikan apabila kegiatan konstrruksi

bangunan tertunda cukup lama sesuai dengan paragraf 32 PSAK 26 Biaya Pinjaman (Revisi 1997).

Penyisihan dan Alokasi

Akumulasi biaya ke proyek pengembangan real estat tidak boleh dihentikan walaupun realisasi pendapatan masa mendatang

lebih rendah dari nilai tercatat proyek. Namun, dilakukan penyisihan secara periodik atas perbedaan tersebut. Jumlah penyisihan

tersebut akan mengurangi nilai tercatat poyek dan dibebankan ke laba rugi tahun berjalan.

Perlakuan Akuntansi untuk Hal-hal Khusus

Estimasi dan alokasi biaya harus dikaji kembali pada setiap akhir periode pelaporan sampai proyek selesai secara substansial.

Apabila telah teijadi perubahan mendasar pada estimasi kini, biaya direvisi, dan direalokasi.

Revisi terhadap estimasi biaya/pendapatan yang pada umumnya, dapat diatribusikan pada aktivitas pengembangan real estat

harus dialokasi kepada proyek yang sedang berjalan dan proyek masa mendatang. Penyesuaian yang berasal dari penyesuaian

periode beijalan dan periode sebelumnya harus diakui pada laporan laba rugi periode beijalan, sedangkan penyesuaian yang

berkaitan dengan periode mendatang harus dialokasi selama sisa periode pengembangan.

Apabila timbul kemungkinan pembatalan pengikatan jual beli, pendapatan yang telah diakui segera disesuaikan. Apabila suatu

proyek tertentu diperkirakan akan rugi, penyisihan harus segera

dibuat untuk jumlah kerugian tersebut (termasuk biaya yang akan teijadi pada periode timbulnya kewajiban akibat poduk cacat).

Tanda jadi untuk pembelian yang batal, biaya administasi dan pendapatan bunga dari pembeli, biaya perbaikan (yang tidak

ditanggung oleh kontaktor), dan biaya pemeliharan sebelum penyerahan, harus langsung diakui pada laporan laba rugi pada saat

teijadinya.

3.3  Penyajian

Dalam penyajian neraca perusahaan yang aktivitas utamanaya adalah pengembangan real estat, aktiva dan kewajiban tidak

dikelompokkan menurut lancar dan tidak lancar (unclassified).


Dalam penyajian neraca perusahaan yang melaku akan aktivitas pengembangan real estat tetapi aktivitas pengembangan real

estat tersebut bukan aktivitas utama perusahaan, aktiva real estat disajikan sebagai bagian dari aktiva tidak lancar. Berikut ini

adalah jenis aktiva real estat yang diungkapkan secara terpisah dalam catatan atas laporan keuangan:

1. Tanah dan bangunan


2. Bangunan yang sedang dikonstruksi
3. Tanah yang sedang dikembangkan; dan
4. Tanah yang belum dikembangkan.
5. Aktiva real estat yang dikembangkan disajikan terpisah dari aktiva real estat yang digunakan oleh perusahaan itu
sendiri, yang dilaporkan sebagai aktiva tetap.

3.4  Pengungkapan

Disamping pengungkapan yang diatur dalam standar akuntansi yang berlaku umum, hal-hal berikut wajib diungkapkan:

1. kebijakan akuntansi mengenai pengakuan pendapatan, yaitu mencakup:


 metode pengakuan pendapatan yang digunakan termasuk alasan dan kiteria penggunaan metode tersebut, dengan
menyertakan kriteria apa saja yang tidak memungkinkan pendapatan penjualan unit real estat diakui dengan
metode akrual penuh (untuk penjualan bangunan rumah, ruko, dan bangunan sejenis lainnya beserta kapling
tanahnya dan untuk penjualan kapling tanah tanpa bangunan); atau metode prosentase penyelesaian (untuk
penjualan bangunan kondominium, apartemen, perkantoan, pusat perbelanjaan, dan bangunan sejenis lainnya);
 apabila pendapatan diakui dengan metode prosentase penyelesaian maka metode penentuan tingkat aktivitas
pengembangan real estat diungkapkan dan
 saat pengakuan penjualan dan pendapatan yang berasal dari penjualan real estat.
1. Kebijakan akuntansi mengenai kapitalisasi dan metode alokasi biaya proyek pengembangan real estat;
2. Apabila transaksi penjualan real estat tidak memenuhi kiteria pengakuan pendapatan maka pengungkapan
mencakup :
 Sifat transaksi;
 Jumlah kontrak yang tidak diakui sebagai penjualan dan piutang pembeli yang tidak diakui;
1. Jumlah biaya perolehan aktiva real estat yang pengikatan jual belinya telah berlaku namun penjualannya belum
diakui, termasuk jumlah hutang terkait yang akan dialihkan, bila ada.

Seiring dengan rencana pencabutan PSAK 44, DSAK-IAI pada tanggal 12 Oktober 2010 juga mengesahkan penerbitan ED

ISAK No. 21 : Perjanjian Konstruksi Real Estat yang merupakan adopsi dari IFRIC 15, Agreements for the Construction of Real

Estate.

Dengan dicabutnya PSAK 44, maka selanjutnya pengaturan akuntansi aktivitas pengembangan real estat akan diatur melalui

ISAK No. 21 yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2012.

ISAK 21 diterapkan untuk akuntansi pendapatan dan beban terkait oleh perusahaan yang melakukan konstruksi real estat baik

secara langsung atau melalui subkontraktor.  Pengaturan untuk pengakuan pendapatan dari perjanjian konstruksi real estat dalam

ED ISAK 21 berbeda secara sangat signifikan dengan pengaturan dalam SAK sebelumnya yang dijadikan acuan, yaitu PSAK 44.

Pada dasarnya, ISAK 21 membahas dua permasalahan berkaitan dengan konstruksi real estat, yaitu :

1. Masalah pengakuan pendapatan aktivitas dalam suatu perjanjian konstruksi real estat apakah harus mengacu pada
PSAK 34 (revisi 2010) : Kontrak Konstruksi dalam hal pembeli dapat menentukan elemen struktural utama desain
real estat, atau mengacu pada penjualan barang sesuai PSAK 23 (revisi 2010) : Pendapatan yaitu dalam hal
pembeli memiliki kemampuan terbatas untuk mempengaruhi desain real estat atau hanya menentukan perubahan
kecil atas desain awal.
2. Kapan pengakuan pendapatan dari konstruksi real estat

Perubahan kebijakan akuntansi yang timbul akibat penerapan ISAK 21 ini harus diterapkan secara retrospektif (mengacu ke

belakang dengan menggunakan data untuk melihat apakah ada hubungan atau tidak antara permasalahan dan factor resiko yang

terdapat pada yang bermasalah) sesuai dengan PSAK 25 (revisi 2009) tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi

Akuntansi dan Kesalahan.

PSAK 44 ini pada awalnya dicabut dengan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) No. 7 yang berlaku

efektif secara bertahap mulai 1 Januari 2012 (untuk paragraf 47-48 dan 56-61) dan 1 Januari 2013 (untuk paragraf sisanya).

Akan tetapi, melalui surat Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) nomor

0643/DSAK/IAI/IX/2012 tanggal 21 September 2012 diumumkan bahwa pemberlakuan PPSAK 7 tentang Pencabutan PSAK
44: Akuntansi Aktivitas pengembangan Real Estat yang berlaku efektif 1 Januari 2013 ditunda sampai tanggal yang akan

ditentukan kemudian.

BAB IV

PENUTUP
4.1     Kesimpulan
1. Aktivitas pengembangan subsektor industri Real Estate adalah kegiatan perolehan tanah untuk kemudian
dibangun perumahan dan atau bangunan komersial dan atau bangunan industri. Bangunan tersebut dimaksudkan
untuk dijual atau disewakan,sebagai satu kesatuan atau secara eceran (retail). Aktivitas pengembangan ini juga
mencakup perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa bangunan.
2. Pada dasamya terdapat dua metode pengakuan pendapatan yang terdapat pada PSAK No.44 yaitu metode full
accrual dan metode deposit. Metode full accrual digunakan jika memenuhi beberapa kriteria, apabila riteria-
kriteria tersebut tidak terpenuhi maka dapat menggunakan metode deposit.
3. dalam PSAK No. 44 sebenarnya akuntansi pada real estate meliputi: Pengakuan pendaapatan, Unsur-unsur Biaya
Pengembangan Proyek Real Estat, Penyajian, Pengungkapan.
4. Seiring dengan rencana pencabutan PSAK 44, DSAK-IAI pada tanggal 12 Oktober 2010 juga mengesahkan
penerbitan ED ISAK No. 21 : Perjanjian Konstruksi Real Estat yang merupakan adopsi dari IFRIC
15, Agreements for the Construction of Real Estate.

Anda mungkin juga menyukai