Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Sabua Vol.3, No.

3: 40-52, Agustus 2011 ISSN 2085-7020

TINJAUAN

PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN


KAWASAN RAWAN BENCANA DI PULAU SULAWESI

Linda Tondobala

Staf pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi

LATAR BELAKANG teknologi yang untuk jangka waktu tertentu tidak


Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 dapat atau tidak mampu mencegah, meredam,
disebutkan bahwa Bencana alam adalah mencapai kesiapan, sehingga mengurangi
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan bahaya/bencana alam tertentu. Oleh karena itu,
oleh alam antara lain berupa gempa bumi, penyelenggaraan penataan ruang secara
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, keseluruhan haruslah merupakan upaya
angin topan, dan tanah longsor. Oleh karena intervensi terhadap kerentanan wilayah dan
itu pada pada bagian metodologi ini akan meningkatkan kondisi ketahanan ruang wilayah
difokuskan pada bagaimana cara terhadap kemungkinan adanya bahaya/bencana
mengidentifikasi bencana alam yang mungkin alam yang terjadi.
terjadi di suatu daerah yang dalam penelitian ini
adalah Pulau Sulawesi. Bencana alam pada TUJUAN
dasarnya adalah gejala atau proses alam yang Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan
terjadi akibat upaya alam mengembalikan identifikasi kawasan rawan bencana di Pulau
keseimbangan ekosistem yang terganggu baik Sulawesi sehingga dapat digunakan sebagai
oleh proses alam itu sendiri ataupun akibat ulah dasar dan acuan dalam menyusun Rencana Tata
manusia dala memanfaatkan sumber daya alam. Ruang yang berbasiskan mitigasi bencana.
Untuk mengidentifikasi bencana alam
yang mungkin terjadi tersebut berkenan SASARAN
dengan peristiwa peristiwa alam yang pernah Sasaran yang hendak dicapai dari kegiatan ini
(dalam sejarah kebencanaan) dan mungkin akan adalah :
terjadi di masa yang ayang akan datang, a. Tersedianya data dan informasi kawasan
maka pada tahap pertama adalah dilakukan rawan bencana di Pulau Sulawesi.
Kajian Geologis, Hidrogeologis dan b. Tersedianya data dan informasi terbaru
Geomorfologis wilayah dengan menggunakan kawasan rawan bencana secara khusus untuk
data Geologi berupa peta Geologi, Peta Lereng, bencana geologi dan banjir di Pulau Sulawesi
Peta Hidrologi, Peta Penggunaan Lahan. yang terdiri dari buku laporan dan peta.
Kawasan rawan bencana adalah suatu c. Terwujudnya peningkatan pemahaman dan
wilayah yang memiliki kondisi atau karakteristik pengetahuan aparat pemerintah daerah terkait
geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, kawasan rawan bencana di Pulau Sulawesi.
geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan

@Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK)


Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik – Universitas Sam Ratulangi Manado
Agustus 2011
41 L. TONDOBALA

BATASAN
Pada bagian Pendekatan dan
Metodolologi ini akan difokuskan identifikasi
rawan bencana yang telah ditetapkan dalam Pola
Pemanfaatan Ruang RTRWN dan RTRWP.
Dengan demikan scope penelitian identifikasi
kawasan rawan bencana ditetapkan sebagai
berikut :
1. Kawasan rawan letusan gunung berapi
2. Kawasan rawan gempa bumi
3. Kawasan rawan tanah longsor
4. Kawasan rawan gelombang pasang akibat
tektonik
5. Kawasan rawan banjir
Kemungkinan bencana alam yang
akan timbul di suatu daerah, dalam hal ini
bencana alam beraspek geologi, seperti: banjir,
longsor/gerakan tanah, amblesan, letusan
gunung berapi, gempa bumi, kekeringan, dan
lainnya, pada dasarnya dapat dikenali dari
kondisi geologi, sejarah bencana alam yang Gambar 1.
pernah terjadi di wilayah tersebut, dan gejala Penyebab Peristiwa Bencana Alam
bencana alam dalam bentuk lokal atau mikro
yang kemungkinan akan meluas atau merupakan Bagian paling kritis dari pelaksanaan
indikasi terjadinya bencana yang lebih makro. mitigasi adalah pemahaman penuh sifat
Kemungkinan bencana atau daerah rawan bencana. Tipe-tipe bahaya bencana pada setiap
bencana alam ini tentunya perlu dikenali sedini daerah berbeda-beda, ada suatu daerah yang
mungkin, agar tindakan pengamanan bila rentan terhadap banjir, ada yang rentan
daerah tersebut memang akan dikembangkan, terhadap gempa bumi, ada pula daerah yang
telah disiapkan, atau sejak dini dihindari rentan terhadap longsor dan lain-lain.
pengembangan pada daerah rawan bencana ini. Pemahaman bahaya-bahaya mencakup
memahami tentang bagaimana bahaya- bahaya
itu muncul :
PENDEKATAN - kemungkinan terjadi dan besarannya
Berbagai jenis bencana alam dan daerah - mekanisme fisik kerusakan
pengaruhnya adalah data bencana alam yang - elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang
dimintakan dalam studi ini, dan bila perlu paling rentan terhadap pengaruh-
masing-masing jenis bencana disajikan dalam pengaruhnya
peta terpisah sesuai dengan ketersediaan - konsekuensi-konsekuensi kerusakan.
datanya. Berikut ini adalah penyebab peristiwa Sedangkan bencana alam itu sendiri dapat
Bencana Alam sebagaimana diilustrasikan pada diklasifikasikan menurut penyebabnya secara
Gambar di bawah ini. diagramatis sebagaimana tersaji pada Gambar
berikut ini.
PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN KAWASAN RAWAN BENCANA 42

Gambar 2. Klasifikasi Bencana Menurut Penyebabnya

terjadi
Dalam identifikasi kawasan bencana
7) Penggunaan Lahan
alam ini maka perlu memperhatikan data-data
8) Data Demografi pada daerah rawan bencana
yang ada. Data yang diperlukan adalah :
1) Klimatologi :
METODOLOGI
 Curah hujan
 Hari hujan
Metode Identifikasi Gerakan Tanah/
 Intensitas hujan
Land Slide
 Temperatur rata-rata
Tanah longsor (landslide) merupakan
 Kelembaban relatif
salah satu bentuk erosi yang pengangkutan atau
 Kecepatan dan arah angin
pemindahan masa tanahnya terjadi pada suatu
 Lama penyinaran (durasi) matahari
saat secara tiba-tiba dalam volume yang besar
2). Topografi
(sekaligus). Oleh Brook dkk. (1991)
 Morfologi
disebutkan bahwa tanah longsor adalah salah
 Lereng
satu bentuk dari gerakan masa tanah, batuan dan
3) Geologi
reruntuhan batu/tanah yang terjadi seketika
4) Hidrologi
bergerak menuju lereng bawah yang
5) Sumber Daya Mineral/ Bahan Galian
dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur di
6) Sejarah/kejadian Bencana Alam yang pernah
43 L. TONDOBALA

atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang Jenis pengunaan lahan yang mempunyai
luncur). Tanah longsor terjadi jika dipenuhi 3 kepekaan rendah adalah lahan kebun, ladang,
keadaan yaitu lereng cukup curang, terdapat lahan kering.
bidang peluncur di bawah permukaan tanah Penggunaan lahan-penggunaan lahan
yang kedap air dan terdapat cukup air (dari tersebut mempunyai pengelolaan yang sedang
hujan) dalam tanah di atas lapisan kedap dengan beban yang tidak terlalu berat dan
(bidang luncur) sehingga tanah jenuh air. Air kemampuan air untuk meresap kedalam tanah
hujan yang jatuh di atas permukaan tanah mudah. Jenis parameter penggunaan lahan yang
yang kemudian menjenuhi tanah sangat memiliki kepekaan sangat rendah yaitu berupa
menentukan kestabilan lereng, yaitu melalui lahan hutan. Hutan mempunyai pengelolaan
menurunnya ketahanan geser tanah yang jauh vegetasi yang baik, dengan jenis tanah yang
lebih besar daripada penurunan tekanan geser relative stabil dan porusivitas air ke dalam tanah
tanah, sehingga faktor keamanan lereng sangat baik.
menurun tajam, menyebabkan lereng rawan Dari peta yang dihasilkan akan
longsor. memberikan sebaran gambaran yang telah
Menurut Van Zuidam (1983) gerakan terdefinisikan jenis penggunaan lahan dan juga
tanah merupakan terminologi umum semua nilai kepekaan terhadap gerakan tanah. Nilai ini
proses dimana masa dari material bumi disebut juga suatu skor. Setiap jenis penggunaan
bergerak oleh gravitasi baik lambat atau cepat lahan memiliki skor yang berbeda tergantung
dari suatu tempat ke tempat lain. Proses akan kemudahan terhadap gerakan tanah.
gerakan tanah dipengaruhi oleh Parameter penggunaan lahan ini merupakan
faktor/parameter penggunaan lahan, faktor penentu terakhir dalam menentukan proses
kemiringan lereng, ketebalan lapisan tanah, gerakan tanah, sehingga dalam penelitian ini
dan stratigrafi (geologi). Data-data dari setiap agar diperoleh nilai yang tertimbang setiap
parameter tersebut dilakukan suatu analisis dan parameter dikalikan dengan bobot
diberikan pengkelasan sesuai dengan kepekaan kepentingan sesuai dengan urutan kepekaan
untuk terjadinya proses gerakan tanah. setiap parameter.
Parameter pertama, penggunaan lahan Parameter kedua proses gerakan
dilakukan analisis berdasarkan pengelolaan tanah adalah kemiringan lereng. Pengolahan
(vegetasi), beban gaya berat, serta porusivitas data spasial berupa kemiringan diperoleh dari
air dalam setiap jenis penggunaan lahan. Dari data kuantitatif yang dirubah menjadi data
analisis yang dihasilkan bahwa jenis spasial yang bersifat kualitatif. Untuk
penggunaan lahan pemukiman merupakan jenis mendapatkan poligon peta kemiringan lereng
dari parameter dari gerakan tanah yang garis kontur dirubah menjadi TIN
mempunyai kepekaan tinggi hal tersebut (kenampakan 3 Dimensional) kemudian diubah
dikarenakan tidak adanya pengelolaan menjadi grid-grid dan dilakukan
(vegetasi) yang efektif, mempunyai gaya beban reklasifikasi. Setiap pixel dalam grid
yang berat, serta mempunyai tingkat memberikan nilai sesuai dengan ketinggian
porosivitas air ke dalam tanah rendah. Jenis tempat.
penggunaan lahan yang kedua yang
Kemiringan lereng merupakan salah
mempunyai kepekaan sedang terhadap gerakan
satu parameter pemicu terjadinya gerakan
tanah adalah lahan sawah. Sawah mempunyai
tanah. Hal tersebut karena semakin terjal
pengelolaan yang baik akan tetapi tingkat
suatu lereng material yang ada diatas
porusivitas air ke dalam tanah sangat rendah
permukaan akan semakin mudah untuk
sehingga beban menjadi lebih berat.
jatuh/tergelincir ke bawah karena adanya gaya
PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN KAWASAN RAWAN BENCANA 44

gravitasi. Pengkelasan kemiringan lereng citra/foto udara dan data primer dari lapangan
mendasarkan pada kemudahan untuk menjadi yang dilakukan intepretasi serta digitasi,
gerakan tanah, semakin tinggi kemiringan kelas dalam penelitian ini digunakan diqityzing on
lereng akan semakin besar. Bobot kepentingan screen. Proses dalam SIG mencakup suatu
yang diberikan pada parameter kemiringan teknik query dari parameter-parameter input
lereng ini adalah 2 atau tingkat sedang. yang dilakukan tumpang susun (overlay).
Parameter yang ketiga dalam Untuk melakukan analisis pada peta
kaitannya dengan gerakan tanah adalah terlebih dahulu dilakukan penyamaan koordinat
ketebalan tanah. Ketebalan tanah ini dapat serta sistem proyeksi setiap parameter peta. Di
dilakukan pengukuran dengan cara tidak dalam penelitian ini digunakan koordinat UTM
langsung, yaitu dengan mengetahui jenis tanah (Universal Trade Mercator) dengan tujuan
dan kemiringan lerengnya. Kemiringan lereng agar dalam perhitungan luasan didapatkan
yang semaki landai maka tanah akan semakin nilai yang akurat. Pada query dilakukan suatu
landai karena adanya pegendapan, agradasi perhitungan data baik berupa penjumlahan,
tanah dari daerah diatasnya. Setiap kelas pengurangan, pembagian serta perkalian nilai
ketebalan tanah diberikan niliai/skor sesuai dari peta. Sebagai output yaitu berupa data peta
dengan kemudahanya untuk menjadi gerakan yang disajikan guna tujuan tertentu.
tanah. Nilai bobot untuk paramater ketebalan
Metode yang digunakan dalam analisis
tanah ini tergolong yang terkahir seperti
SIG mengenai kerentanan terhadap bahaya
parameter penggunaan lahan dan diberikan
gerakan tanah ini adalah metode tidak
nilai 1 sehingga pengaruhnya terhadap gerakan
langsung, yaitu suatu metode yang
tanah ringan.
digunakan dengan malalui beberapa
Parameter terbesar yang sangat
pendekatan berdasarkan parameter yang
menentukan proses gerakan tanah adalah kondisi
mendukung. Parameter-parameter tersebut
stratigrafi (tipologi kerentanan lereng),
antara lain: tipologi lereng rentan, jenis
parameter ini tidak lepas dari kondisi geologi.
penggunaan lahan, kemiringan lereng dan
Pengkelasan pada parameter stratigrafi ini
ketebalan tanah diberikan suatu nilai (skor)
didasarkan pada kriteria-kriteria adanya bidang
sesuai dengan tingkat kerentanannya.
lincir/slicing pada permukaan, adanya
Rumus umum yang digunakan untuk
perlapisan yang terdapat tanah diatasnya
membuat pemetaan gerakan tanah pada
dengan kondisi yang tidak stabil, serta
penelitian ini mengacu pada rumus yang
kenampakan lereng keluar. Bobot kepentingan
dikembangkan oleh UG ;
yang diberikan pada parameter stratigrafi ini
N
adalah 3 yaitu nilai paling tinggi dari semua
Σ ( B1 x I1)
parameter yang memicu terjadinya gerakan
tanah. Untuk mendapatkan peta gerakan tanah I=1
peta peta tersebut dilakukan tumpang susun dimana: B = Bobot kepentingan
(overlay) serta dilakukan query, perhitungan dari I = Intensitas bobot (skor)
jumlah skor dikalikan dengan bobot kepentingan Nilai bobot tertinggi pada parameter
untuk mendapatkan nilai/hasil yang tertimbang. geologi, kemiringan lereng merupakan bobot
tertinggi kedua dan terakhir adalah adalah
Komponen yang ada di dalam SIG parameter penggunaan lahan dan ketebalan
mencakup tiga hal, yaitu input, proses, dan tanah yang mempunyai bobot sama.
output. Input dapat berupa bahan data berupa
45 L. TONDOBALA

Gambar 3. Diagram Alir: Identifikasi Gerakan Tanah/Longsor

Setelah didapat peta rawan bencana longsor maka dilakukan klasifikasi yang menjadi
longsor tinggi, sedang dan ringan.

Gambar 4. Diagram Klasifikasi Longsor


PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN KAWASAN RAWAN BENCANA 46

Metode Identifikasi Tsunami genangan kecil


Tsunami akan terjadi di wilayah c. terlihat banjir di fasilitas terbuka
pesisir, oleha krena itu identifikasi wilayah seperti kebun/ taman di struktur dekat
yang rawan tsunami harus memperhatikan pantai
topografi kawasan pesisir dan kemungkinan
6. Slighly damaging (2 m)
tinggi gelombang yang akan terjadi, Tsunami
a. banyak orang ketakutan dan lari ke
ini akan didasarkan pada skala intensitas.
tempat yang lebih tinggi
Skala IntensitasTsunami menurut Gerassimos
b. banyak perahu kecil yang kandas di
Papadopoulos dan Fumihiko Imamura (2001),
pantai dan bertabrakan diantaranya
disusun berdasarkan:
c. kerusakan dan banjir di beberapa struktur
a. Efek tsunami terhadap manusia
kayu
b. Efek tsunami terhadap obyek di pantai,
misalkan perahu atau kapal 7. Damaging (3 m)
c. Kerusakan pada bangunan a. banyak orang ketakutan dan lari ke
Secara umum, skala ini disusun berdasarkan tempat yang lebih tinggi
tinggi tsunami itu sendiri, berikut skala b. banyak perahu kecil rusak. Beberapa
intensitasnya sebagai berikut: kapal besar hanyut, obyek dengan
1. Not felt berbagai ukuran hanyut. Lapisan pasir
2. Scarcely felt dan dan akumlasi kerikil tebawa ke
a. tsunami dirasakan oleh sedikit orang di darat. Beberapa karamba
perahu kecil dan tidak teramati di pantai budidaya/aquakultur hanyut terbawa
b. tidak terasapengaruhnya ombak.
c. tidak merusak b. Banyak bangunan kayu rusak,
3. Weak beberapa diantaranya hancur atau
a. tsunami dirasakan oleh sedikit orang tersapu. Kerusakan pada tingkat 1 dan
di perahu kecil dan teramati oleh banjir pada sebagian gedung.
beberapa orang di pantai 8. Heavily damaging (4 m)
b. tidak terasa pengaruhnya a. Semua orang menyelamatkan diri ke
c. tidak menimbulkan kerusakan tempat yang lebih tinggi, beberapa di
4. Largely observed antaranya hanyut terbawa gelombang
a. tsunami dirasakan oleh semua perahu b. Sebagian besar kapal kecil rusak dan
kecil dan terasa oleh beberapa orang di yang lainnya hanyut tersapu
kapal besar gelombang. Beberapa kapal besar
b. beberapa kapal kecil terbawa ke arah terdampar di darat dan rusak. Benda
pantai benda berukuran besar terbawa sampai
c. tidak terjadi kerusakan ke darat. Erosi terjadi sepanjang pantai.
5. Strong (tinggi tsunami 1 meter) Terjadi genangan dalam skala luas.
a. tsunami terasa oleh semua kapal besar Kerusakan pada hutan pantai, karamba
dan terlihat di pantai. Beberapa orang apung untuk akuakultur hanyut dan
menyelamatkan diri ke tempat yang lebih sebagian rusak
tinggi c. Sebagian besar bangunan kayu tersapu
b. banyak perahu kecil yang bertubrukan atau rusak. Kerusakan pada beberapa
dan kandas di pantai, terlihat jejak gedung tingkat dua. Sebagian beton
lapisan pasir di tanah dan terlihat bertulang rusak pada tingkat 1 dan
47 L. TONDOBALA

terlihat adanya genangan. e. Terjadi tumpahan minyak, kebakaran


9. Destructive (8 m) mulai terjadi. Penurunan muka tanah
a. Banyak orang tersapu gelombang terjadi dalam skala yang lebih luas.
b. Sebagian besar perahu kecil hancur f. Kerusakan level 4 pada banyak
atau tersapu gelombang. Sebagian besar gedung, sebagian kecil beton bertulang
kapal besar kandas dan beberapa mengalami kerusakan pada level 3.
diantaranya hancur. g. Breakwater mengalami kerusakan.
c. Terjadi erosi di pantai dalam skala
yang lebih luas.
11. Devastating (16 m)
d. Terlihat penurunan tanah secara lokal. a. Kerusakan pada lifelines. Kebakaran
e. Kehancuran pada sebagian hutan meluas. Arus balik (backwash)
pantai. membawa mobil dan obyek lain ke laut.
f. Sebagian besar karamba akuakultur Bongkahan besar dari dasar laut terbawa
tersapu, sebagian besar rusak. ke darat.
g. Kerusakan tingkat 3 pada gedung, b. Kerusakan level 5 pada gedung.Sebagian
beberapa bangunan beton bertulang kecil beton bertulang mengalami
rusak pada level 2. kerusakan level 4 dan sebagian besar
mengalami kerusakan 3.
10. Very destructive (8 m)
a. Terjadi kepanikan pada massa sebagian 12. Completely devastating (32 m)
Semua gedung praktis hancur dan sebagian
besar orang tersapu gelombang
besar gedung beton bertulang mengalami
b. Sebagian besar kapal besar terbawa ke
kerusakan paling tidak level 3 Pulau
pantai sebagian besar hancur dan
Sulawesi termasuk dalam Zona D dan
menghantam gedung.
c. Bongkahan kecil dari dasar laut terbawa Zona E Pembagian Zona seismotektonik
di Indonesia yang sangat berkenaan
gelombang ke darat
dengan kemungkinan terjadinya Tsunami.
d. Mobil hanyut oleh gelombang.
(Gambar 5).

Gambar 5. Pembagian Zona Seismotektonik Indonesia


PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN KAWASAN RAWAN BENCANA 48

(Latief dkk, 2002) Setelah wilayah rawan rawan tinggi, sedang dan rendah (zona 1, zona 2
tsunami didentifikasi maka dikelompokan dan zona 3).
juga wilayah tersebut menjadi kelas. Kelas

Gambar 6. Zona Rawan Tsunami

Teknik Identifikasi Bahaya Banjir mengganggu kehidupan dan penghidupan


Banjir (flood) adalah debit aliran air manusia serta mengancam keselamatan.
sungai yang secara relative lebih besar dari
Dalam memformulasikan banjir,
biasanya/normal akibat hujan yang turun di hulu
parameter-parameter yang terkait dibedakan
atau disuatu tempat tertentu secara terus
antara karateristik potensi air banjir dan
menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh
kerentanan daerah rawan banjir. Potensi banjir
alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar
terkait dengan sumber (asal) penyebab air banjir
dan menggenangi daerah sekitarnya. Banjir
itu terjadi dimana hal ini berkaitan dengan
merupakan suatu peristiwa alam biasa,
faktor meterologis dan kerakteristik DAS-nya.
kemudian menjadi suatu masalah apabila sudah
Sehingga paameter-parameter yang digunakan
49 L. TONDOBALA

untuk memformulasikan kerentanan potensi Data yang diperlukan adalah Peta Kawasan
banjir dilakukan melalui estimasi berdasarkan Rawan Bencana Gunung Api skala 1 : 50.000,
kondisi alami manajemen daerah tangkapan terbitan Direktorat Volkanologi.
airnya atau pengukuran langsung dari nilai debit Peta Rawan bencana Gunung api ini
spesifik maksimum tahunannya. kemudian di digit dan di plot kedalam peta
Data yang diperlukan dalam identifikasi rawan dasar yang ada. Setelah itu dengan Sistem
banjir ini adalah: informasi geografi di lakukan overlay peta
 Data Curah Hujan untuk mendapatkan peta rawan bencana
 Data Sejarah Banjir gunung api sebagaimana yang disyaratkan
 Peta Topografi dalam KAK.
 Peta Landuse
 Peta Hidrologi Identifikasi Kawasan Rawan Gempa Bumi
 Data yang berkaitan dengan lama luas Pulau Sulawesi terletak di zona
genangan dan lama genangan Gempa sebagaimana digambarkan pada Peta
 Peta Daerah Aliran Sungai kegempaan (Gambar 7). Berdasarkan peta
Dengan teknik Sistem Informasi Geografi peta- tersebut maka hampir seluruh Sulawesi rawan
peta yang dibuat kemudian di overlay dan terhadap Gempa bumi hanya kekuatannya yang
dilakukan klasifikasi untuk ditentukan zona mungkin berbeda- beda. Data yang digunakan
genangan dan lama genangan pada daerah yang adalah Peta Administrasi, Peta Penggunaan
rawan terhadap banjir. Lahan, Peta Rawan Gempa Bumi, Peta Geologi,
terutama letak sesar-sesar aktif.
Identifikasi Kawasan Bahaya Gunung Api
Bahaya Gunung Api ini meliputi
antara lain: persebaran awan panas, banjir
lahar dingin, Lontaaran material pijar, hujan
abu lebat, aliran lava dan gas beracun dan juga
tsunami apabila ada gunung bawah laut,
semisal gunung di Kepulauan Sangihe.

Gambar 7. Gempa Bumi di Indonesia


PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN KAWASAN RAWAN BENCANA 50

Setelah Data-data yang ada dipetakan Secara umum proses pemetaan dan
dengan Sistem Informasi Geografi maka identifikasi Bencana Alam dapat digambarkan
diklasifikasikan zona-zona bahaya gempa dan sebagai berikut:
tingkat kerusakan yang terjadi.

Secara umum proses pemetaan dan identifikasi


Bencana Alam dapat digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 8. Diagram proses Pemetaan dan Identifikasi Bencana Alam


51 L. TONDOBALA

Peta banjir, longsor, tsunami, gempa, gunung berapi

Gambar 9. Diagram Proses Pemetaan dan Identifikasi Bencana Alam (lanjutan)

DAFTAR PUSTAKA
Unit Pemetaan
Untuk memudahkan dalam melakukan Andi Oetomo, Penataan Ruang Berbasis Mitigasi
pemetaan dalam rangkain identifikasi rawan Bencana, dalam Buletin Tata Ruang,
bencana ini sebaiknya digunaka satuan peta yang Edisi Mei-Juli 2007, BKTRN, Jakarta
mengkombinasikan antara morfologi, B. A. Herbowo, Perencanaan dan Perancangan
penggunaan lahan dan Lereng. Tata Ruang Wilayah Rentan Bencana
Dengan pertimbangan bahwa satuan Tsunami dalam Buletin Tata Ruang,
pemetaan tersebut akan mencerminkan tingkat edisi Januari-Februari 2005, BKTRN,
rawan bencana yang mana rawan bencana itu Jakarta
dipengaruhi oleh faktor morfologi dan lereng Soesastro, Hadi, Jacob Oetama, Indonesia Abad
yang akan berakibat pada kerugian/resiko pada XXI di tengah Kepungan Perubahan
masing penggunaan lahan, terutama di pusat- Global, Harian Kompas, Jakarta
pusat kegiatan yaitu permukiman penduduk atau UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
instalasi strategis. Bencana
PENDEKATAN UNTUK MENENTUKAN KAWASAN RAWAN BENCANA 52

Permendagri No 33 tahun 2006, Pedoman dan


Mitigasi Bencana
Permen PU No 21 tahun 2007, Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Bencana
Longsor
Permen PU No 22 tahun 2007, Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Letusan
Gunung Api dan Kawasan Rawan
Bencana Gempa Bumi.

ISSN 2085-7020

Anda mungkin juga menyukai