Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

Pembimbing:
dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A

Penulis:
NADIRA ALIA BINTI MOHMAD (112018203)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R SAID SUKANTO
PERIODE 22 FEBRUARI 2020- 2 MEI 2020
JAKARTA 2020

1
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadrat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul
“Hiperbilirubinemia pada Neonatus ” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RS Bhayangkara Tk. I R Said Sukanto.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A, selaku pembimbing referat yang telah membimbing dan
memberikan ilmu kepada penulis.
2. Para perawat dan pegawai di Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak RS Bhayangkara Tk.
I R Said Sukanto yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan sehari-hari.
3. Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan referat ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
referat ini. Oleh kerana itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Segala puji, hormat dan kemuliaan bagi namaNya.
Jakarta, 1 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................................................................5
2.2 Klasifikasi .......................................................................................................5
2.3 Metabolisme bilirubin .....................................................................................6
2.4 Patosfisiologi...................................................................................................9
2.5 Epidemiologi .................................................................................................11
2.6 Etiologi dan faktor risiko ..............................................................................11
2.7 Manifestasi Klinis .........................................................................................13
2.8 Diagnosis.......................................................................................................15
2.9 Managemen dan tatalaksana .........................................................................17
2.10 Komplikasi ..................................................................................................23
2.10 Prognosis .....................................................................................................24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….25

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari. Masa ini merupakan masa transisi
dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak perubahan yang dialami
mulai dari organ fisik maupun fungsi organ tubuhnya. Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin
dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung
diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya, ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus terjadi apabila
terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen
bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Pada masa transisi setelah lahir,hepar
belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara
maksimal. Keadaan ini menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada
kebanyakan bayi baru lahir ini merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada
beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga berpotensi menjadi
toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada
jangka panjang akan menimbukan sekuele nerologis. Dengan demikian setiap bayi yang
mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang
fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang
menjadi hiperbilirubinemia yang berat.1,2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Ikterus neonatorum
Ikterus (‘Jaundice’) keadaan klinis pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit, sklera dan mukosa akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang
berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
darah 5-7 mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia. 1,2

Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
deviasi atau lebih kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.
Biasanya istilah hiperbilirubinemia dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia bisa
disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.1

Klasifikasi

Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun
cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensi pada bayi cukup bulan dan
kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama > 2 mg/dL. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24
jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya
antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan
ikterus fisiologis dan untuk kebanyakan bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik tanpa
pengobatan, hal ini terjadi akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan
sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.1 Diantara bayi-bayi prematur,
kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm,
tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,
puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu
yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi
bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-
kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam
kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin,
kadar tersebut tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
“kernikterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.3 Ikterus akibat perubahan
ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin
yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.3

5
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan
laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :3
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari
14 mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

Ikterus non fisiologis


Ikterus non fisiologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari
banyak penyakit neonatus, walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi
klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern ikterus maka keadaan ini disebut ikterus non fisiologi.
Ikterus non fisiologis timbul dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh
kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan
peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. 1-3
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
3. Peningkatan kadar bilirubin total serum >0.5 mg/dL/jam
4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,letargis,
malas menetek, penurunan berat badan bayi yang cepat, apnea, takipnea atau
suhu yang tidak stabil)
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.
6. Ikterus yang disertai:
- Berat lahir < 2.000 g
- Masa gestasi < 36 minggu
- Asfiksia, hipoksia, sindroma gawat nafas pada neonatus
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia, hiperkarbia

Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
dari heme bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Perbedaan utama metabolisme pada
neonatus adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut: 3
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai hasil degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari
6
pada bayi yang lebih tua. 1 gram hemoglobin dapat menghasilkan 34 mg bilirubin indirek.
Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi
hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.3
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang
selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel
ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada
ligandin (protein g, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase
lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan
afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang
masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar,
ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi
konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. 3
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide.
Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase
merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat
glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanalikulus. Isomer
bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat
diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi
sesudah terapi sinar (isomer foto). 3
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim β
glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin.
Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi
sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. 3

7
Gambar 1. Metabolisme bilirubin4

Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus yaitu pada liquor amnion yang normal
dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan
36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat
dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada
obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan
jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi
bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil
bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. 3
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir
semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke
sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada
hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus.
Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini
berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. 3
Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan
dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil

8
transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam
serum. 3
Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti
bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena
bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar
pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek
mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang
mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. 3

Patofisiologi Ikterus

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.2,5
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan
proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau
bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatik.2,5
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas,
berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang
terjadi karena trauma atau infeksi.2,5

Ikterus dengan pemberian ASI

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan


bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu:6
1. Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh
asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama.

9
2. Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama, bersifat familial
disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI.

Ikterus dini

Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan
oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama. Bayi mengalami kekurangan
asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan
dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah
menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan
diberi air putih atau air gula. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai
berikut :6

▪ Bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
▪ Posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
▪ Berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan
segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan,
bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam
darah.
▪ Jayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
▪ Jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena
akan mengurangi asupan susu.
▪ Monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang 6-
7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.

Ikterus karena ASI

Ikterus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik ikterus
karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama,
berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab
lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena ASI berhubungan dengan pemberian
ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang
disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi
mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi
ikterus).6

Peran genetik dalam hiperbilirubinemia neonates

Hiperbilirubinemia terjadi akibat ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi


bilirubin. Salah satu proses paling penting dalam eliminasi bilirubin adalah konjugasi asam
glukuronat dengan bilirubin. Bilirubin terikat lebih polar dan lebih mudah dieliminasi
dibandingkan dengan bilirubin bebas. Kelainan genetis, seperti defisiensi enzim gluvose-6-
phosphate dehydrogenase (G6PD), Crigler-Najjar type I and II syndromes, dan Gilbert’s
syndrome (akibat kelainan pada gen UGT1A1) akan mengganggu proses konjugasi dan uptake

10
bilirubin di hepar sehingga memicu terjadinya hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia berat
yang dapat menyebabkan kernikterus pada umumnya terjadi akibat gabungan dari beberapa
faktor risiko. Penelitian yang dilakukan Maruo dkk menunjukkan terjadinya peningkatan risiko
hiperbilirubinemia berat pada pasien yang mendapatkan asi eksklusif diserta polimorfisme gen
uridine-diphosphoglucuronosyltransferase 1A1 (UGT1A1). Gen solute carrier organic anion
transporter 1B1 (SLCO1B1) yang berperan dalam transpor senyawa dari dalam darah ke hepar,
juga sedang banyak diteliti. Polimorfisme SLCO1B1 diduga dapat meningkatkan risiko
hiperbilirubinemia dengan membatasi uptake bilirubin di hepar, dengan demikian semakin
banyak bilirubin bebas yang beredar di dalam darah. Frekuensi terjadinya polimorfisme
terutama pada gen UGT1A1 sangat dipengaruhi oleh ras, terutama Kaukasia dan Asia Timur.
Mereka memiliki banyak mutasi pada promotor dan ekson gen UGT1A1. Risiko
hiperbilirubinemia pada ras Asia Timur meningkat 12,5 kali lebih tinggi dibandingkan non-
Asia Timur. Penelitian di Jawa dan Bengkulu menunjukkan banyak terdapat mutasi gen
UGT1A1 di populasi Indonesia. Namun demikian, faktor genetik tidak menjadi risiko
terjadinya hiperbilirubinemia berat pada neonatus. Hasil ini sejalan dengan penelitian serupa
yang sedang berjalan di RSCM dan RS Biak Papua.2

Epidemiologi

Hiperbilirubinemia merupakan masalah umum yang sering dijumpai pada bayi baru
lahir. Keadaan ini disebabkan oleh gabungan peningkatan katabolisme heme dan imaturitas
fisiologis hepar dalam konjugasi dan ekskresi bilirubin.1 Maisels dkk melaporkan bahwa 60%
dari neonatus >35 minggu akan mengalami hiperbilirubinemia dan 80% pada neonatus sepsis,
asidosis, dan hipoalbuminemia. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam
minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.2 Bayi dengan hiperbilirubinemia
tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.
Angka kejadian ikterus pada bayi sangat bervariasi di Indonesia persentase ikterus neonatorum
pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9 %, sedangkan
di Amerika Serikat sekitar 60% bayi lahir menderita ikterus. Lebih dari 50% bayi-bayi yang
mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin melebihi 10mg/dl.2
Ikterus terjadi apabila terdapat hiperbilirubin dalam darah. Pada sebagian besar
neonatus ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa
kejadian ikterus terdapat pada 80% bayi kurang bulan. Didunia rata-rata dilaporkan 32,19 %
bayi baru lahir menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena setiap bayi dengan
ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin
meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat
merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis,
galaktosemia, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya.3

Etiologi

Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:1,2,6,7


i. Ikterus Prahepatik

11
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan
pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: - Kelainan sel darah merah - Infeksi seperti
malaria, sepsis. - Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.
ii. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut
dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel
hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal
sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran
bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena
tidak mengandung sterkobilin.
iii. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan
meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,
sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya ikterus neonatorum :1,2,6,7


Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu ( Asia, Native American, Yunani)
- Komplikasi kehamilan ( DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI

Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom,ekimosis)
- Infeksi (bakteri,virus,protozoa)

Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat ( streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis1

12
Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis
Dasar Penyebab
Peningkatan bilirubin yang tersedia
 Peningkatan produksi bilirubin - Peningkatan produksi sel darah merah
- Penurunan umur sel darah merah
- Peningkatan early bilirubin

 Peningkatan resirkulasi melalui - Peningkatan aktifitas B-glukoronidase


enterohepatik shunt tidak adanya flora bakteri
- Pengeluaran mekonium yang terlambat

Penurunan bilirubin clearance


 Penurunan clearance dari plasma - Defisiensi protein karier
 Penurunan metabolisme hepatik - Penurunan aktifitas UDPGT

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya ikterus dikatakan non fisiologis atau
patologis jika pigmennya dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebutkan
pada ikterus fisiologis. Walaupun kadar bilirubin masi dalam batas-batas fisiologis, tetapi
klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut ikterus non fisiologis
atau patologis.8

Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro
mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL
secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut :3,6,8
- pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (disiang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit
dan jaringan subkutan.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.

13
Gambar 2. Pembagian ikterus menurut Kramer.9

Tabel 3. Hubungan kadar bilirubin (mg/dL) dengan daerah hiperbilirubinemia


menurut Kramer.1,9
Kadar bilirubin
Daerah (mg/dL)
Penjelasan
hiperbilirubinemia
Prematur Aterm

1 Kepala dan leher 4–8 4–8


2 Dada sampai pusat 5 – 12 5 – 12
3 Pusat bagian bawah sampai lutut 7 – 15 8 – 16
4 Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu 9 – 18 11 – 18
sampai pergelangan tangan
5 Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan > 10 > 15
telapak tangan

Tabel 4. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus1,9


Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan
ikterus

Hari 1 Bagian tubuh Berat


manapun

Hari 2 Lengan dan tungkai

Hari ke 3 dan Tangan dan kaki


seterusnya
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh mananpun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkaim tangan dan kaki pada hari keduam maka digolongankan sebagai ikterus
sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatmya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilurbin serum untuk memulai terapi sinar.1

14
Diagnosis

Ikterus dapat timbul saat lahir atau setiap saat selama masa neonatus, tergantung pada
etiologinya. Ikterus biasanya dimulai pada daerah wajah dan ketika kadar serum bilirubin
bertambah akan turun ke abdomen dan selanjutnya ke ekstremitas. Untuk menegakkan
diagnosis diperlukan langkah-langkah mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.
Hal – hal penting yang menunjang diagnosis meliputi: 1
1. Waktu terjadinya onset ikterus. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula
dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai
kaitan erat dengan etiologinya.
2. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra
uterin, infeksi intranatal)
3. Usia gestasi
4. Riwayat persalinan dengan tindakan atau komplikasi
5. Riwayat ikterus, kernikterus, kematian, defisiensi G6PD, terapi sinar, atau transfusi tukar
pada bayi sebelumnya
6. Inkompatibilitas darah (golongan darah ibu dan janin)
7. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
8. Munculnya gejala-gejala abnormalitas seperti apnu, kesulitan menyusu, intoleransi susu,
dan ketidakstabilan temperatur.
9. Bayi menunjukkan keadaan lesu, dan nafsu makan yang jelek
10. Gejala-gejala kernikterus
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan cahaya sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan
untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi
apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. 8,10,11

Pemeriksaan fisis penting yang menunjang diagnosis meliputi:8,10,11


1. Kondisi umum, penentuan usia gestasi neonatus, berat badan, tanda-tanda sepsis, status
hidrasi.
2. Tanda-tanda kern ikterus seperti letargi, hipotonia, kejang, opistotonus, high pitch cry.
3. Pucat, plethora, sefalhematom, perdarahan subaponeurotik.
4. Tanda-tanda infeksi intrauterin, peteki dan splenomegali.
5. Progresi ikterus sefalo-kaudal pada ikterus berat.

15
Gambar 2. Derajat ikterus neonatal menurut Kramer 9
1

4 4
2

Penilaian klinis derajat ikterus neonatal menurut Kramer, yaitu: 9


1. Kramer I pada Daerah kepala (Bilirubin total ± 5 – 7 mg)
2. Kramer II pada Daerah dada – pusat (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%)
3. Kramer III pada Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total ± 10 – 13 mg)
4. Kramer IV pada Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampai pergelangan
kaki (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)
5. Kramer V pada hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17 mg%)

Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus
berat, dilakukan terapi sinar sesegera mungkin tanpa menunggu hasil pemeriksaan kadar serum
bilirubin.2
Transcutaneous bilirubinometer (TcB) digunakan untuk menentukan kadar serum
bilirubin total dengan cara yang non-invasif tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat
ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada
kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar. Alat ini digunakan untuk menyaring bayi
yang berisiko. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain : 2
1. Golongan darah dan Coombs test
2. Darah lengkap dan hapusan darah tepi
3. Hitung retikulosit, skrining G6PD
4. Bilirubin total, direk, dan indirek. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap
4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar albumin serum juga
perlu diukur.

16
Gambar 3.Alur diagnosis icterus
Penatalaksaan

Manajemen

Berbagai cara telah dilakukan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
indirek. Strategi tersebut termaksud: pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi, dan
transfusi tukar.1,3,6,11
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan
kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin
dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang
dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi
enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan
yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-

17
obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan
maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

a. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi


Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat
diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum
transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan
transfusi tukar. Glukosa perlu diberikan untuk konyugasi hepar sebagai sumber energy.

b. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi


Indikasi terapi sinar adalah:
• Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL.
• Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL.
• Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 24 jam.

Gambar 4. Kurva fototerapi berdasarkan America Association of Pediatry5

✓ Sebagai patokan digunakan kadar bilirubin total

18
✓ Pada bayi usia kehamilan 35-37 minggu diperbolehkan untuk melakukan foto terapi
pada kadar bilirubin toral sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan
intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah pada bayi-bayi yang
mendekati usia kehamilan 35 minggu dan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi
untuk bayi yang berusia mendekati 37 minggu.
✓ Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau dirumah bila kadar
bilirubin serum total 2-3mg/dL dibawah garis yang ditunjukkan, namun bayi-bayo yang
memiliki faktor resiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan dirumah
Foto terapi intensif adalah fototerapi yang menggunakan sinar blue-green spectrum (
panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2. Bila bilirubin
tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat fototerapi.

c. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut


a. Kadar bilirubin tidak langsung >20 mg/dL
b. Kadar bilirubin tali pusat >4 mg/dL dan Hb <10 mg/dL
c. Peningkatan bilirubin >1 mg/dL

Gambar 4. Kurva pandauan transfusi tukar pada bayi usai kehamilan > atau sama dengan 35
minggu berdasarkan America Association of Pediatry8

19
Terapi Sinar Tranfusi Tukar

Usia Bayi Sehat Faktor Resiko Bayi Sehat Faktor resiko

mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 19 330 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340

Tabel 3. Penanganan Bilirubinemia Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum8

d. Terapi suportif, antara lain :6


a. Minum ASI atau pemberian ASI peras.
b. Infus cairan dengan dosis rumatan.
Terapi medikamentosa Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan
enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif
diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
Penggunaan phenobarbital post natal masih menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya melalui urin
sehingga dapat menurunkan kerja siklus enterohepatika.

Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan laju peningkatannya dengan : 1,3


1) Pencegahan primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk
beberapa hari pertama.
- Tidak memberikan cairan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapatkan
ASI dan tidak mengalami dehidrasi
2) Penccgahan sekunder
- Melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya ikterus atau
hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal yaitu :
✓ Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa
- Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus
dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
pemeriksaan tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari 8-12 jam
3) Evaluasi laboratorium

20
- Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada
setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan
waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutan atau bilirubin serum total
tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak, umur bayi dan
evolusi hiperbiliruinemia.
- Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila
tampak ikterus yang berlebihan, jika derajat ikterus meragukan dan pada kulit hitam
oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual sering sekali salah.
4) Penyebab kuning
- Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau
bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis.
✓ Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus
dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk
mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis.
✓ Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk
mengindentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid
dan galaktosemia.
✓ Pemeriksaan terhadap G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang
mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang
menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon
terhadap fototerapi yang buruk.
5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan
- Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat dan semua perawatan harus menetapkan
protokol untuk menilai resiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang
sebelum umur 72 jam.
✓ Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu : pengukuran kadar bilirubin
transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS, secara
individual atau kombinasi untuk pengukuran yang sistematis terhadap resiko
✓ Penilaian faktor resiko klinis.
6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit
Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS,
termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning dan anjuran
bagaimana monitoring harus dilakukan
✓ Tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional
yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk menilai keadaan bayi
dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian
ditentukkan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya faktor resiko
untuk hiperbilirubinemia dan resiko masalah neonatal lainnya.

21
✓ Saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah ini

Bayi keluar RS Harus dilihat saat umur


Sebelum umur 24 jam 72 jam
Antara umur 24 dan 72 jam 96 jam
Antara umur 48 dan 72 jam 120 Jam
Tabel 5. Saat tindak lanjut1

Selainan itu pencegahan juga dilakukan dengan cara :


a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, mislnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin, dan lain-lain.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
d. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
e. Pemberian makanan yang dini
f. Pencegahan infeksi
g. Pemberian ASI eksklusif

1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses
tidak keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu
yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi
yang jaranh walaupun total waktu yang diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang
pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa dan menggunakan protokol
penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,
sehingga penghentian menyusui sebagai suatu asupan upaya hanya diindikasikan jika
ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki
riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI.1,3

22
Monitoring

Monitoring yang dilakukan antara lain :1


1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama
bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS

Komplikasi

Komplikasi yang ditakuti dari hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak
terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nukleus
batang otak. Patogenesis kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara
kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,
kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan
sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko
terjadinya kern icterus.5,11,12
Pada bayi sehat yang menyusu, kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL
dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi
dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain :5,11,12
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2) : tidak kuat menyusui, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus,
retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.
2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),
gangguan pendengaran.
Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan
tindak lanjut sebagai berikut: 5
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa
.
Prognosis

Ikterus baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru

23
tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan
dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin
kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya
atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan
memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia
dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun
perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.1

BAB III

KESIMPULAN

Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin.
Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl dan untuk
selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis sedangkan ikterus
patologis yaitu bila bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl / 24
jam pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila tidak didiagnosa dan
ditangani secara dini.
Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang menurun
dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan tanda-tanda
kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya kernikterus.
Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar konsentrasi
bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas,
pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi dan transfusi tukar. Prognosis ikterus
tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanan yang cepat dan tepat.

24
Daftar pustaka:
1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
Yuliarti K. Hiperbilirubinemia: pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak
Indonesia. Edisi ke 2. Jakarta: IDAI; 2011
2. Rohsiswantmo R, Amandito R. Hiperbilirubinemia pada neonates >35 minggu di
Indonesia: pemeriksaan dan tatalaksana terkini. Sari Pediatri 2018 August; 20(2):
115-22
3. Mathindas S, Wilar R, Wahani A. Hiperbilirubinemia pada neonates. Jurnal
Biomedik 2013 Maret; 5(1): 4-10.
4. Dennery P. Degradation of heme and the formation of bilirubin. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/figure/Metabolic-Pathway-of-the-Degradation-of-
Heme-and-the-Formation-of-Bilirubin-Heme_fig1_12124598 pada 6 Maret 2020.
5. Mitra S, Rennie J. Neonatal jaundice: aetiology, diagnosis and treatment. British
Journal of Hospital Medicine; 78(12): 699-704
6. Ullah S, Rahman K, Hedayati M. Hyperbilirubinemia in neonates: types, causes,
clinical examinations, preventive measures and treatments: a narrative review
article. Iran J Public Health. 2016 May; 45(5): 558–568
7. Welsh A. Neonatal jaundice. 1st edition. London: NICE; 2010.
https://www.nice.org.uk/guidance/cg98/evidence/full-guideline-245411821
8. Maisels M, Bhutani VK, Bogen D, Newman TB, Stark AR, Watchko JF.
Hyperbilirubinemia in the newborn infant >=35 weeks’ gestation: an update with
clarifications. PEDIATRICS 2009; 124(4): 1193-8.
9. Rai S, Kaur S, Hamid A, Shobha P. association of dermal icterus with serum
bilirubin in newborns weighing <2000 grams. International Journal of Scientific
Study October 2015; 3(7):65-9
10. Nurani NB, Kadi FA, Rostini T. Incidence of neonatal hyperbilirubinemia based
on their characteristics at dr hasan sadikin general hospital bandung Indonesia.
AMJ. 2017;4(3):431–4
11. Muchowski KE. Evaluation and treatment of neonatal hyperbilirubinemia.
American Family Physician June 2014; 89(11): 873-8
12. Kaplan M, Bromiker R, Hammerman C. Severe neonatal hyperbilirubinemia and
kernicterus: are these still prorblems in the third millennium? Neonatology
2011;100:354–362

25

Anda mungkin juga menyukai