Anda di halaman 1dari 4

Lembar Kerja Mahasiswa

Nama : Fharin Asroyan


Nim : N1A120157
Kelas : C
Prodi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Konsep Ketuhanan Dalam Islam

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah (bahasa Arab: ‫ )​اﷲ‬dan diyakini sebagai Zat
Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi,
Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-Quran
terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada
Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang
paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan
"Maha Penyayang" (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan
kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan
menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul di
mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun. Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak
dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan
Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia
menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa
pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang
diridhai-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang
disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi. Namun, hal
ini tidak diterima secara universal oleh kalangan kedua agama tersebut.

1. Filsafat ketuhanan dalam Islam


Filsafat adalah study tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah
secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Sedangkan Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal
budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama
tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di
dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia
dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah
untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan
kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.
Dalam filsafat Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,
Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi
semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur'an
terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada
Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang
paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan
"Maha Penyayang" (ar-rahim)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia
menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa
pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang di
ridhoi-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang
disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi
Filsafat ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar
al-Qur’an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama
bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi
berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
Filsafat ketuhanan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut para mufasir(ahli agama), melalui hadis al-Qur’an (Al-’Alaq [96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal
termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’an adalah wahyu
Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah
tentang diri-Nya”
Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri manusia
sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172).
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)" (Al-A’raf [7]:172).
Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan
manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga
menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang
sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat
keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8
artinya : Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan)
kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan
nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada
Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi
Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah
dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka"
surah Az-Zumar [39]:8.
Surah Luqman [31]:32.
Artinya : Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada
yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (surah
Luqman [31]:32).

2. Dalil Aqli dan Dalil Naqli tentang eksistensi Tuhan


● Dalil Aqli
‘aqli secara bahasa berasal dari kata bahasa Arab (‫)ﻋﻘﻞ‬: akal yang mempunyai
beberapa makna, di antaranya: (‫)اﻟﺪﯾﺔ‬: denda, (‫)اﻟﺤﻜﻤﺔ‬: kebijakan, dan (‫)ﺣﺴﻦ اﻟﺘﺼﺮف‬:
tindakan yang baik atau tepat.

● Dalil Naqli
Naqli menurut bahasa adalah dari (‫ )ﻧﻘﻞ اﻟﺸﻲء‬yakni mengambil sesuatu dari satu
tempat ke tempat lain, dan (‫ )َﻧ َﻘَﻠﺔ اﻟﺤﺪﯾﺚ‬yakni mereka yang menuliskan hadist-hadist
dan menyalinkannya dan menyandarkannya kepada sumber-sumbernya.
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan dengan akal pikiran bisa
membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (Alquran dan Sunnah) untuk
membimbing manusia untuk mengenal Tuhan yang sebenarnya Allah dengan segala asma
dan sifatnya. Sebab fitrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarn yaitu
Allah Swt.

3. Tauhid Uluhiyah, Rububiyah dan Asma' Wa al-sifat


● Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah. Disebut Tauhid Uluhiyah karena penisbatanya
kepada Allah dan disebut Tauhid Ibadah karena penisbatannya kepada makhluk
(hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam ibadah, yakni
bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Taala berfirman:

ِ ‫ﻮن ِﻣﻦ ُدوِﻧ ِﻪ ْاﻟﺒ‬


‫َﺎﻃﻞ‬ َ ‫اﷲ ُﻫ َﻮ ْاﻟ َﺤ ﱡﻖ َوَأ ﱠن ﻣَﺎَﯾ ْﺪ ُﻋ‬
َ ‫َذِﻟ َﻚ ﺑَﺄ ﱠن‬
ِ

”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang
mereka seru selain Allah adalah batil” [QS. Luqman: 30]

● Tauhid Rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan,


kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman
Allah:
َ ‫َﺎر َك اﷲُ َر ﱡب ْاﻟﻌ‬
‫َﺎﻟ ِﻤﯿﻦ‬ َ ‫ْﺮ َﺗﺒ‬ َ ‫ﻻَﻟ ُﻪ ْاﻟ َﺨ ْﻠ ُﻖ َو ْا‬
ُ ‫ﻷﻣ‬ َ ‫َأ‬

“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah.” [QS. Al- A’raf: 54]

● Tauhid Asma wa Shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan
nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal
yaitu Penetapan dan Penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh nama dan
sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau
Sunnah Nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam
nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan
ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

‫ﯿﺮ‬
ُ ‫َﺼ‬ ‫ْﺲ َﻛ ِﻤ ْﺜِﻠ ِﻪ َﺷ ْﻲ ٌء َو ُﻫ َﻮ ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺴ ِﻤﯿ ُﻊ اﻟﺒ‬ َ ‫َﻟﯿ‬

”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” [QS. Asy-Syuura: 11]

Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu Tauhid dalam Ma’rifat Wal Itsbat
(Pengenalan dan Penetapan) dan Tauhid Fii Thalab Wal Qasd (Tauhid dalam Tujuan
Ibadah). Jika dengan pembagian seperti ini, maka Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa
Shifat termasuk golongan yang pertama, sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah golongan yang
kedua.
Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas merupakan hasil penelitian para
ulama terhadap seluruh dalil-dalil Alquran dan As-Sunnah. Sehingga pembagian tersebut
BUKAN TERMASUK BIDAH ,karena memiliki landasan dalil dari Alquran dan As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai