Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS

“BISIK-BISIK DI BALIK EKSPOR BENIH LOBSTER, ADA APA?”

UAS MATA KULIAH ETIKA BISNIS

MUHAMMAD ROYANI

01031281722109

AKUNTANSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS EKONOMI

2020
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki


lebih dari 17.000 pulau, di mana hanya sekitar 7.000 pulau yang berpenghuni.
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatra dan Papua merupakan pulau utama di
Indonesia. Selain itu Indonesia juga memiliki pulau-pulau kecil seperti Bali,
Karimunjawa, Gili dan Lombok yang merupakan tujuan wisata lokal maupun
internasional. Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta, yang terletak di Pulau
Jawa. Luas perairan 5,8 juta kilometer persegi yang meliputi laut teritorial seluas
0,3 juta kilometer persegi, luas perairan kepulauan 2,95 juta kilometer persegi,
dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,55 juta kilometer persegi, bisa
dibayangkan sangat besar sekali potensi sumber daya laut yang dimiliki
Indonesia.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat kaya ragam,


yakni 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies biota terumbu
karang, menasbihkan Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati
laut terbesar di dunia. Apalagi dengan posisi geografis yang strategis di antara dua
benua Asia dan Australia dan dua samudra Pasifik dan Hindia, Indonesia adalah
center of gravity perdangangan dunia, lebih dari 80 persen perdagangan dunia
melalui laut dan 40 persen di antaranya melalui perairan Indonesia. Badan Pangan
dunia (Food and Agricultural Organization/FAO), mencatat potensi lestari sumber
daya perikanan tangkap laut Indonesia mencapai sekitar 6,5 juta ton per tahun
dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 ton per tahun. Sementara potensi
lestari sumber daya ikan laut diperkirakan sebesar 12,54 juta ton per tahun yang
tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEE.

Lobster merupakan salah satu hasil laut Indonesia yang banyak diminati
oleh berbagai pihak di dalam negeri maupun luar negeri, hal ini dipicu karena
harga jualnya yang mahal mencapai jutaan rupiah per kilogramnya. Dari lima
jenis lobster yang ada di perairan Indonesia, terdapat dua jenis lobster yang
memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai komoditi budidaya
perikanan yakni lobster mutiara dan lobster kerang. Selain budi daya lobster,
upaya menggenjot produksi juga bisa dilakukan dengan usaha budi daya dan
ekspor benih lobster yang sudah diatur jelas dalam Permen KP 12/2020. Khusus
ekspor, nilai ekonomi yang dihasilkan sangat besar dibandingkan dengan budi
daya. Meski demikian, ada sejumlah syarat yang harus dilaksanakan dalam tata
kelola perikanan lobster saat ini agar tidak terjadi penangkapan berlebih. Syarat-
syarat tersebut penting diterapkan, karena bisa mendukung kelestarian ekosistem
perairan laut yang menjadi habitat benih Lobster.

Kementerian kelautan dan perikanan (KKP) mengeluarkan Peraturan


Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 tentang Penangkapan Lobster,
Kepiting, dan Rajungan. Aturan ini berlaku sejak diundangkan 7 januari 2015.
Setahun kemudian Susi Pudjiastuti selaku menteri KKP masa itu kembali
mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016
tentang Larangan Penangkapan atau Pengeluaran Lobster, Kepitinh, dan Rajungan
dari wilayah Negara Republik Indonesia. Aturan ini berlaku sejak diundangkan
pada 27 Desember 2016.

Tahun 2020, Menteri KKP Edhy Prabowo mengeluarkan Peraturan


Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan
Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Indonesia. Berdasarkan peraturan-
peraturan yang ada memperlihatkan bahwa Pemerintah Indonesia melihat potensi
besar dari sumber daya laut Indonesia yang sangat kaya ragam.
RINGKASAN MASALAH

1. Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat peraturan baru mengenai


pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12 tahun 2020. Peraturan
ini mengubah peraturan menteri nomor 56 tahun 2016 tentang larangan
penangkapan dan pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari wilayah negara
republik Indonesia.

2. Ekspor benih lobster yang terjadi pada jum'at dini hari (10/07/2020) dilakukan
oleh empat perusahaan dengan tujuan Vietnam merupakan kedua kalinya ekspor
benih lobster sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
nomor 12 tahun 2020. Aksi pertama ekspor dilakukan pada 12 juni lalu.
PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan 5,8 juta


kilometer persegi yang meliputi laut teritorial seluas 0,3 juta kilometer persegi,
luas perairan kepulauan 2,95 juta kilometer persegi, dan luas Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) 2,55 juta kilometer persegi. Perairan Indonesia yang sangat luas
ini membuat Indonesia kaya akan sumber daya laut mulai dari ikan, kepiting,
lobster, dan lain-lain. Hal ini menjadi nilai lebih bagi Indonesia dalam
mengembangkan sumber daya laut yang ada menjadi komoditi budidaya
perikanan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan tingkat perekonomian.

Peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor 1 tahun 2015 tentang


penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan membuat kelestarian habitat lobster
menjadi terjaga. Namun, nelayan masih menganggap Permen tersebut tidak sesuai
dengan kondisi yang ada dan menganggap pemerintah belum memiliki solusi
yang jelas jika nelayan diharuskan berhenti menangkap benur lobster. Sehingga,
adanya peraturan tersebut tidak mempengaruhi aktivitas penangkapan benur
lobster yang dilakukan nelayan. Nelayan tetap mencari dan menangkap benur
lobster meskipun merasa takut jika tertangkap aparat penegak hukum yang sering
melakukan operasi. Faktor-faktor yang membuat nelayan tetap melakukan
penangkapan benur lobster adalah karena harga benur yang tinggi, permintaan
pasar yang cukup tinggi untuk benur lobster, musim paceklik ikan yang setiap
tahun terjadi serta benur lobster yang selalu ada, ketersediaan benur lobster di
perairan, kemiskinan dan keserekahan, serta rendahnya pendidikan nelayan.

Kemudian pada masa jabatan Edhy Prabowo, kementerian kelautan dan


perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12
tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah
Indonesia yang mana merupakan rombakan dari peraturan menteri nomor 56
tahun 2016 tentang larangan penangkapan dan pengeluaran lobster, kepiting, dan
rajungan dari wilayah republik Indonesia. Peraturan menteri nomor 56 tahun 2016
ini merupakan lanjutan dari peraturan menteri nomor 1 tahun 2015 tentang
penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah republik Indonesia.
Namun, pasca ditetapkannya kebijakan tersebut justru malah menuai pro
dan kontra dari berbagai pihak. Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan
(KOMNAS KAJISKAN) mengatakan bahwa tidak ada kajian ilmiah yang
melibatkan mereka dalam pembuatan kebijakan ini. Selain itu juga penekanan
pada ekspor benih lobster pada kebijakan ini dikhawatiran akan mengancam
kelangsungan hidup lobster dan kepiting di wilayah perairan Indonesia yang dapat
memicu kearah kepunahan. Ditengah pro kontra yang ada, kebijakan ini juga
menekankan kembali kepada pelaku eksportir harus melakukan budidaya lobster
di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat/nelayan lokal.

Anda mungkin juga menyukai