Anda di halaman 1dari 28

Logo UIN JKT Foto Nama : Khintan Maharani Subhana

Yass Padh
NIM/kelas : 11190161000013

Nama : Leurint Alifia Geraldine


Saputra

NIM/kelas : 11190161000014

Nama : Ajeng Ayu Sofianti

NIM/kelas : 11190161000029

Nama : Inayatul Filzah

NIM/kelas : 11180161000052
Nilai :
ACC :
Asisten Laboran :
Tanggal : 24 Oktober 2020

LAPORAN PRAKTIKUM 3

HUKUM MENDEL I DAN HUKUM MENDEL II

I. LANDASAN TEORI
Perkawinan monohibrid merupakan suatu perkawinan yang hanya memperhatikan
satu beda sifat saja, misalnya seperti hanya memperhatikan warna biji saja ataupun
warna kulit saja. Pada perkawinan monohibrid merupakan suatu bentuk warisan sifat
yang sederhana dan juga dasar dalam memahami mekanisme pewarisan sifat. Orang
yang pertama kali berhasil dalam menjelaskan mekanisme pewarisan sifat ini yaitu
Johann Mendel. walaupun Mendel bukan orang yang pertama kali berusaha untuk
menjelaskan adanya pewarisan sifat, namun dialah yang pertama kali berhasil
menjelaskannya. setelah memperhatikan hasil-hasil dari persilangan monohibrid,
Mendel merumuskan 3 prinsip wawasan sifat diantaranya yaitu unit faktor hadir
berpasangan, sifat dominan dan resesif, serta segregasi (Irawan, 2010).
Dalam menerangkan hasil percobaan Mendel secara genetik perlu dikenal terlebih
dahulu penggunaan beberapa simbol seperti P (induk atau orang tua), F (keturunan
(F1 & F2), gen biasanya diberi simbol dengan huruf pertama dari suatu sifat. gen
dominan dinyatakan dengan huruf besar sedangkan yang resesif oleh huruf kecil.
Sifat keturunan yang dapat kita amati atau kita lihat secara langsung seperti warna,
bentuk dan ukuran disebut dengan fenotip. Sedangkan sifat dasar yang tak tampak
dan tetap artinya tidak dapat berubah-ubah karena lingkungan pada suatu individu
disebut dengan genotip. genotip dan lingkungan dapat menetapkan fenotip atau
dengan kata lain fenotip merupakan resultante dari genotip dan lingkungan. Dengan
demikian, maka 2 genotip yang sama dapat menunjukkan fenotipe yang berbeda
apabila tinggal di lingkungan yang berlainan (Suryo, 2012).
Anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan disebut dengan
alel. Homozigot ialah individu yang genotipenya terdiri dari alel yang sama,
sedangkan heterozigot merupakan suatu individu yang genotipenya terdiri dari suatu
pasangan alel yang berbeda. Homozigot dapat dibedakan atas homozigot dominan
dan homozigot resesif. Hasil perkawinan antara dua individu yang mempunyai sifat
berbeda disebut dengan hibrid. Monohibrid ialah suatu hibrid dengan satu sifat beda
(Aa), dihibrid ialah suatu hibrid dengan dua sifat beda (AaBb), trihibrid ialah suatu
hibrid dengan tiga sifat beda (AaBbCc). Apabila diagram perkawinan di muka diikuti
dapat terlihat bahwa ada pemisahan alel pada waktu tanaman yang heterozigotik
membentuk gamet, sehingga gamet memiliki salah satu alel. Jadi terdapat gamet
dengan alel T dan ada gamet dengan alel t. prinsip inilah dirumuskan sebagai hukum
Mendel 1 yang terkenal dengan nama hukum pemisahan (Suryo, 2012).
Hukum Mendel ke II disebut dengan hukum pengelompokan gen secara bebas. Di
mana hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas
ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet-
gamet. Oleh karena itu dihibrid terjadi 4 macam pengelompokan dari dua pasang gen
diantaranya jika gen B mengelompok dengan gen K terdapat dalam gamet BK, gen B
mengelompok dengan gen k terdapat dalam gamet Bk, jika gen b mengelompok
dengan gen K terdapat dalam gamet bK, gen b mengelompok dengan gen k Maka
terdapat dalam gamet bk (Suryo, 2012).
Hukum segregasi menyatakan bahwa dua alel untuk suatu karakter terwariskan
bersegregasi (memisah) selama pembentukan gamet dan akhirnya berada dalam
gamet-gamet yang berbeda. Dengan demikian, sel telur atau sperma hanya
memperoleh salah satu dari kedua alel yang ada dalam sel-sel somatik dari organisme
pembuat gamet tersebut. Jika dilihat dari kromosom, segregasi ini sesuai dengan
pembagian kedua anggota pasangan kromosom homolog ke gamet-gamet yang
berbeda saat meiosis (Campbell & Reece, 2008).
II. HASIL PENGAMATAN
A. Perbandingan Monohibrid
1. Pengulangan Ke-1
Tabel Genotip Hasil Persilangan Monohibrid

Genotip Frekuensi
MM 13
Mm 25
mm 12
Perbandingan Jumlah Individu (MM : 13 : 25 : 12
Mm : mm)
Perbandingan Genotip (MM : Mm : 1,04 : 2 : 0,96
mm)
Keterangan:

M : Biru

m : Kuning

Mm : Biru kuning

Hasil perhitungan:

MM = 13 x 4 = 1,04
50
Mm = 25 x 4 = 2
50
mm = 12 x 4 = 0,96
50

Tabel Fenotip Hasil Persilangan Monohibrid

Fenotip Frekuensi
Biru 38
Kuning 12
Perbandingan Jumlah Individu (biru : 38 : 12
kuning)
Perbandingan Fenotip (biru : kuning) 3,04 : 0,96

Keterangan:
Biru : MM, Mm.

Kuning: mm.

Hasil Perhitungan:

Biru = 38 x 4 = 3,04
50
Kuning = 12 x 4 = 0,96
50
2. Pengulangan Ke-2
Tabel Genotip Hasil Persilangan Monohibrid

Genotip Frekuensi
MM 14
Mm 22
mm 14
Perbandingan Jumlah Individu (MM : 14 : 22 : 14
Mm : mm)
Perbandingan Genotip (MM : Mm : 1,12 : 1,76 : 1,12
mm)
Keterangan :

M : Biru

m : Kuning

Mm : Biru kuning

Hasil perhitungan:

MM = 14 x 4 = 1,12
50
Mm = 22 x 4 = 1,76
50
mm = 14 x 4 = 1,12
50
Tabel Fenotip Hasil Persilangan Monohibrid

Fenotip Frekuensi
Biru 36
Kuning 14
Perbandingan Jumlah 36 : 14
Individu (biru : kuning)
Perbandingan Fenotip (biru : 2,88 : 1,12
kuning)
Keterangan :

Biru : MM, Mm.

Kuning: mm.

Hasil Perhitungan:

Biru = 36 x 4 = 2,88
50
Kuning = 14 x 4 = 1,12
50

3. Pengulangan Ke-3
Tabel Genotip Hasil Persilangan Monohibrid

Genotip Frekuensi
MM 12
Mm 26
mm 12
Perbandingan Jumlah 12 : 26 : 12
Individu (MM : Mm : mm)
Perbandingan Genotip 0,96 : 2,08 : 0,96
(MM : Mm : mm)
Keterangan:
M : Biru

m : Kuning

Mm : Biru kuning

Hasil perhitungan:

MM = 12 x 4 = 0,96
50
Mm = 26 x 4 = 2,08
50
mm = 12 x 4 = 0,96
50

Tabel Fenotip Hasil Persilangan Monohibrid

Fenotip Frekuensi
Biru 38
Kuning 12
Perbandingan Jumlah 38 : 12
Individu (biru : kuning)
Perbandingan Fenotip (biru : 3,04 : 0,96
kuning)
Keterangan:

Biru : MM, Mm.

Kuning: mm.

Hasil Perhitungan:

Biru = 38 x 4 = 3,04
50
Kuning = 12 x 4 = 0,96
50
4. Rekap Percobaan
Tabel Rekap Genotip
Frekuensi
Genotip
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pemgulangan 3

MM 13 14 12

Mm 25 22 26

mm 12 14 12

Perbandinga 13 : 25 : 12 14 : 22 : 14 12 : 26 :12
n Jumlah
Individu

Perbandinga 1,04 : 2 : 0,96 1,12 : 1,76 : 0,96 : 2,08 : 0,96


n Genotip 1,12

Keterangan :

MM, Mm = Biru

Mm = Kuning

Tabel Rekap Fenotip

Frekuensi
Fenotip
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pemgulangan 3

Biru 38 36 38

Kuning 12 14 12

Perbandinga 38 : 12 36 : 14 38 : 12
n Jumlah
Individu

Perbandinga 3,04 : 0,96 2,88 : 1,12 3,04 : 0,96


n Fenotip

Keterangan :

MM, Mm = Biru

Mm = Kuning
B. Perbandingan Dihibrid
1. Pengulangan 1
Tabel genotip hasil persilangan dihibrid

Genotip Frekuensi
MMHH 4
MMHh 4
MMhh 3
MmHH 6
MmHh 13
Mmhh 7
mmHH 2
mmHh 7
mmhh 2
Perbandingan jumlah individu 48
Perbandingan genotip 4 : 4 : 3 : 6 : 13 : 7 : 2 : 7 : 2 atau
1,3 : 1,3 : 1 : 2 : 4,3 : 2,3 : 0,67 : 2,3 :
0,67

Keterangan :
M = Kancing Merah
m = Kancing Putih
H = Kancing Hijau
h = Kancing Kuning
MMHH, MMHh, MmHH, MmHh = Merah Hijau
MMhh, Mmhh = Merah Kuning
mmHH, mmHh = Putih Hijau
mmhh = Putih Kuning

Hasil perhitungan :
MMHH = 4 x 16 = 1,3
48
MMHh = 4 x 16 = 1,3
48
MMhh = 3 x 16 = 1
48
MmHH = 6 x 16 = 2
48
MmHh = 13 x 16 = 4,3
48
Mmhh = 7 x 16 = 2,3
48
mmHH = 2 x 16 =0,67
48
mmHh = 7 x 16 = 2,3
48
mmhh = 2 x 16 = 0,67
48
Perbandingan genotip : 1,3 : 1,3 : 1 : 2 : 4,3 : 2,3 : 0,67 : 2,3 : 0,67

Tabel fenotip hasil persilangan dihibrid pengulangan 1

Fenotip Frekuensi
Merah hijau 27
Merah kuning 10
Putih hijau 9
Putih kuning 2
Perbandingan jumlah individu 48
Perbandingan genotip 27 : 10 : 9 : 2 atau
9 : 3,3 : 3 : 0,67

Keterangan :
Merah Hijau = MMHH, MMHh, MmHH, MmHh
Merah Kuning = MMhh, Mmhh
Putih Hijau = mmHH, mmHh
Putih Kuning = mmhh

Perhitungan :
Merah Hijau = 27 x 16 = 9
48
Merah Kuning = 10 x 16 = 3,3
48
Putih Hijau = 9 x 16 = 3
48
Putih Kuning = 2 x 16 = 0,67
48
Jadi perbandingan fenotipnya = 9 : 3,3 : 3 : 0,67

2. Pengulangan 2
Tabel genotip hasil persilangan dihibrid

Genotip Frekuensi
MMHH 4
MMHh 4
MMhh 3
MmHH 4
MmHh 13
Mmhh 7
mmHH 5
mmHh 5
mmhh 3
Perbandingan jumlah individu 48
Perbandingan genotip 4 : 4 : 3 : 4 : 13 : 7 : 5 : 5 : 3 atau
1,3 : 1,3 : 1 : 1,3 : 4,3 : 2,3 : 1,6 : 1,6 :
1

Keterangan :
M = Kancing Merah
m = Kancing Putih
H = Kancing Hijau
h = Kancing Kuning
MMHH, MMHh, MmHH, MmHh = Merah Hijau
MMhh, Mmhh = Merah Kuning
mmHH, mmHh = Putih Hijau
mmhh = Putih Kuning

Hasil perhitungan :
MMHH = 4 x 16 = 1,3
48
MMHh = 4 x 16 = 1,3
48
MMhh = 3 x 16 = 1
48
MmHH = 4 x 16 = 1,3
48
MmHh = 13 x 16 = 4,3
48
Mmhh = 7 x 16 = 2,3
48
mmHH = 5 x 16 = 1,6
48
mmHh = 5 x 16 = 1,6
48
mmhh = 3 x 16 = 1
48
Perbandingan genotip : 1,3 : 1,3 : 1 : 1,3 : 4,3 : 2,3 : 1,6 : 1,6 : 1

Tabel fenotip hasil persilangan dihibrid

Fenotip Frekuensi
Merah hijau 25
Merah kuning 10
Putih hijau 10
Putih kuning 3
Perbandingan jumlah individu 48
Perbandingan genotip 25 : 10 : 10 : 3 atau
8,3 : 3,3 : 3,3 : 1
Keterangan :
Merah Hijau = MMHH, MMHh, MmHH, MmHh
Merah Kuning = MMhh, Mmhh
Putih Hijau = mmHH, mmHh
Putih Kuning = mmhh

Perhitungan :
Merah Hijau = 25 x 16 = 8,3
48
Merah Kuning = 10 x 16 = 3,3
48
Putih Hijau = 10 x 16 = 3,3
48
Putih Kuning = 3 x 16 = 1
48
Jadi perbandingan fenotipnya = 8,3 : 3,3 : 3,3 : 1

3. Pengulangan 3
Tabel genotip hasil persilangan dihibrid

Genotip Frekuensi
MMHH 5
MMHh 3
MMhh 2
MmHH 4
MmHh 15
Mmhh 7
mmHH 4
mmHh 5
mmhh 3
Perbandingan jumlah individu 48
Perbandingan genotip 5 : 3 : 2 : 4 : 15 : 7 : 4 : 5 : 3 atau 1,3 :
1 : 0,67 : 1,3 : 5 : 2,3 : 1,3 : 1,6 : 1
Keterangan :
M = Kancing Merah
m = Kancing Putih
H = Kancing Hijau
h = Kancing Kuning
MMHH, MMHh, MmHH, MmHh = Merah Hijau
MMhh, Mmhh = Merah Kuning
mmHH, mmHh = Putih Hijau
mmhh = Putih Kuning

Hasil perhitungan :
MMHH = 6 x 16 = 1,3
48
MMHh = 3 x 16 = 1
48
MMhh = 2 x 16 = 0,67
48
MmHH = 4 x 16 = 1,3
48
MmHh = 15 x 16 = 5
48
Mmhh = 7 x 16 = 2,3
48
mmHH = 4 x 16 = 1,3
48
mmHh = 5 x 16 = 1,6
48
mmhh = 3 x 16 = 1
48
Perbandingan genotip : 1,3 : 1 : 0,67 : 1,3 : 5 : 2,3 : 1,3 : 1,6 : 1

Tabel fenotip hasil persilangan dihibrid pengulangan 3

Fenotip Frekuensi
Merah hijau 27
Merah kuning 9
Putih hijau 9
Putih kuning 3
Perbandingan jumlah individu 48
Perbandingan genotip 27 : 10 : 9 : 2 atau
9:3:3:1

Keterangan :
Merah Hijau = MMHH, MMHh, MmHH, MmHh
Merah Kuning = MMhh, Mmhh
Putih Hijau = mmHH, mmHh
Putih Kuning = mmhh

Perhitungan :
Merah Hijau = 27 x 16 = 9
48
Merah Kuning = 9 x 16 = 3
48
Putih Hijau = 9 x 16 = 3
48
Putih Kuning = 3 x 16 = 1
48
Jadi perbandingan fenotipnya = 9 : 3 : 3 : 1

4. Tabel rekap data pengulangan 1-3


5. Tabel Rekap Genotip

Frekuensi
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pemgulangan 3
Genotip

MMHH 4 4 5

MMHh 4 4 3

MMhh 3 3 2

MmHH 6 4 4

MmHh 13 13 15

Mmhh 7 7 7

mmHH 2 5 4

mmHh 7 5 5

mmhh 2 3 3

Perbandinga 48 48 48
n Jumlah
Individu

Perbandinga 4 : 4 : 3 : 6 : 13 : 4 : 4 : 3 : 4 : 13 : 5 : 3 : 2 : 4 : 15 :
n Genotip
7 : 2 : 7 : 2 atau 7 : 5 : 5 : 3 atau 7 : 4 : 5 : 3 atau
1,3 : 1,3 : 1 : 2 : 1,3 : 1,3 : 1 : 1,3 : 1 : 0,67 : 1,3
1,3 : 4,3 : 2,3 :
4,3 : 2,3 : 0,67 : : 5 : 2,3 : 1,3 : 1,6
1,6 : 1,6 : 1
2,3 : 0,67 :1

Keterangan :
MMHH, MMHh, MmHH, MmHh = Merah Hijau
MMhh, Mmhh = Merah Kuning
mmHH, mmHh = Putih Hijau
mmhh = Putih Kuning

Tabel Rekap Fenotip


Frekuensi
Fenotip
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pemgulangan 3

Merah Hijau 27 25 27

Merah 10 10 9
Kuning

Putih Hijau 9 10 9

Putih Kuning 2 3 3

Perbandingan 48 48 48
Jumlah
Individu

Perbandingan 27 : 10 : 9 : 2 25 : 10 : 10 : 3 27 : 9 : 9 : 3
Fenotip Atau 9 : 3,3 : 3 : Atau 8,3 : 3,3 : Atau 9 : 3 : 3 :1
0,67 3,3 : 1

Keterangan :

Merah Hijau = MMHH, MMHh, MmHH, MmHh


Merah Kuning = MMhh, Mmhh
Putih Hijau = mmHH, mmHh
Putih Kuning = mmhh

III. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai hukum Mendel I dan hukum Mendel II,
yaitu praktikum kancing genetika. Di mana praktikum ini bertujuan untuk
membuktikan hukum Mendel pada persilangan monohibrid dan juga pada persilangan
dihibrid, serta untuk membuktikan perbandingan menurut Mendel 1 : 2 : 1 untuk rasio
genotip dan 3 : 1 untuk rasio fenotip pada persilangan monohibrid serta perbandingan
fenotip 9 : 3 : 3 : 1.
Percobaan pertama yaitu melakukan persilangan monohibrid menggunakan
kancing genetika yang terdiri dari dua warna yaitu warna biru sebanyak 25 pasang
dan warna kuning sebanyak 25 pasang. Pertama-tama praktikan memisahkan masing-
masing pasangan kancing, kemudian 25 buah kancing biru dicampur dengan 25 buah
kancing kuning. Masing-masing hasil pencampuran dipilih secara acak untuk
kemudian dipasangkan. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
Percobaan persilangan pertama menghasilkan kancing warna biru sebanyak 13
pasang, kancing biru-kuning sebanyak 25 pasang dan kancing warna kuning sebanyak
12 pasang dengan perbandingan jumlah individu 13 : 25 : 12 dan perbandingan
genotip 1,04 : 2 : 0,96. Pada pengulangan kedua didapatkan data pasangan kancing
biru sebanyak 14, pasangan kancing biru-kuning sebanyak 22, dan pasangan kancing
kuning sebanyak 14 dengan perbandingan jumlah individu 14 : 22 : 14 dan
perbandingan genotip yaitu 1,12 : 1,76 : 1,12. Selanjutnya pada pengulangan ketiga
didapatkan data pasangan kancing biru sebanyak 12, pasangan kancing biru-kuning
sebanyak 26 dan pasangan kancing kuning sebanyak 12. Perbandingan jumlah
individu pada pengulangan ketiga yaitu 12 : 26 :12 dengan perbandingan genotip 0,96
: 2,08 : 0,96. Perbandingan fenotip jumlah individu biru : kuning pada percobaan
pertama adalah 38 : 12, dengan demikian hasil perbandingan fenotipnya sebesar
3,04 : 0,96. Pada pengulangan kedua dihasilkan perbandingan jumlah individu biru :
kuning sebanyak 36 : 14, dengan fenotip 2,88 : 1,12. Terakhir pada pengulangan
ketiga didapat data perbandingan jumlah individu biru : kuning sebesar 38 : 12
dengan perbandingan fenotip 3,04 : 0,96. Hasil percobaan persilangan menggunakan
kancing genetika ini memperlihatkan rasio genotip untuk semua pengulangan
percobaan mendekati 1 : 2 : 1 sehingga sesuai dengan teori mendel mengenai rasio
genotip untuk persilangan monohibrid, begitu pula untuk perbandingan fenotip dalam
percobaan monohibrid mendekati 3 : 1.
Selanjutnya, praktikan melakukan percobaan persilangan dihibrid dengan
menggunakan empat warna kancing, di mana kancing ini di analogikan untuk
menunjukkan dua karakter atau sifat yang berbeda sebagai gen resesif dengan 3 kali
pengulangan dalam pengambilan data dan menggunakan kancing sebanyak 4 x 48.
Sehingga berdasarkan hasil pengamatan praktikan didapat untuk merah hijau
sebanyak 27, merah kuning sebanyak 10, putih hijau sebanyak 9, serta putih kuning
sebanyak 2. Dengan perbandingan jumlah individu sebanyak 48 dan perbandingan
fenotip 27 : 10 : 9 : 2 atau 9 : 3,3 : 3 : 0,67 pada pengulangan 1. Pada pengulangan 2
didapat untuk merah hijau sebanyak 25, merah kuning sebanyak 10, putih hijau
sebanyak 10, serta putih kuning sebanyak 3. Dengan perbandingan jumlah individu
sebanyak 48 dan perbandingan fenotip 25 : 10 : 10 : 3 atau 8,3 : 3,3 : 3,3 : 1. Pada
pengulangan 3 di dapat untuk merah hijau sebanyak 27, merah kuning sebanyak 9,
putih hijau sebanyak 9, serta putih kuning sebanyak 3. Dengan perbandingan jumlah
individu sebanyak 48 dan perbandingan fenotip 27 : 9 : 9 : 3 atau 9 : 3 : 3 : 1.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikan, pada waktu dilakukan berpasangan
antara kancing merah dan putih, dimana praktikan mendapatkan pasangan kancing
merah-merah, merah-putih, dan putih-putih (pada kelompok kancing A) sebenarnya
masing-masing dari pasangan kancing tersebut yaitu pada kelompok a menunjukkan
gamet. Merah-merah dan merah-putih menunjukkan bulat, sedangkan putih-putih
berarti kisut.
Berdasarkan pengamatan praktikan juga bahwa setiap dua pasang kancing dari
kelompok A dan kelompok B menunjukkan anakan atau filial 1 dari parental, serta
berdasarkan pengamatan bahwa cara kerja nomor 4 menunjukkan peristiwa
independent assortment.
Berdasarkan percobaan yang telah praktikan lakukan dari pengamatan persilangan
dihibrid ini dapat disimpulkan bahwa dari pengamatan ini pada saat perkawinan
silang khususnya memiliki dua sifat yang berbeda, maka akan terjadi independent
assortment. Independent assortment sendiri yaitu suatu hukum pemilahan bebas,
dimana selama pembentukan gamet pasangan alel pada lokus yang berbeda memilah
secara bebas satu sama lain, dan dari persilangan ini juga akan menghasilkan
perbandingan jumlah fenotip yang mengikuti pola 9 : 3 : 3 : 1.

IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum yang praktikan lakukan yaitu bahwa sistem
perkawinan monohibrid ataupun dihibrid sangat penting dalam menentukan suatu
kualitas benih yang akan dihasilkan. Informasi dari besarnya derajat perkawinan
silang pada suatu organisme sangat penting dalam pendugaan besarnya suatu
keragaman genetik dan keberhasilan dalam melakukan persilangan yang bertujuan
menciptakan varietas unggul.
Dengan demikian percobaan persilangan menggunakan kancing genetika ini
membuktikan kebenaran teori mendel mengenai rasio genotip untuk persilangan monohibrid
1 : 2 : 1 dilihat dari data percobaan yang diperoleh dengan melakukan pengulangan sebanyak
tiga kali bahwasanya semua rasio mendekati 1 : 2 : 1 untuk genotip dan semua rasio fenotip
pada percobaan mendekati 3 : 1.

V. DAFTAR PUSTAKA
Bambang Irawan. 2010. Genetika: Penjelasan Mekanisme Pewarisan Sifat. Surabaya:
Airlangga University Press.
Campbell & Reece. 2008. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Suryo. 2012. Genetika Strata 1. Yogyakarta: UGM Press.

Nilai :
ACC :
Asisten Laboran :
Tanggal : 24 Oktober 2020

LAPORAN PRAKTIKUM 4
PEMBELAHAN MITOSIS DAN MEIOSIS

VI. LANDASAN TEORI


Mitosis merupakan pembelahan sel yang menghasilkan sel anak dengan jumlah sama
dengan jumlah kromosom sel induk yang bersifat diploid (Rahayu dkk, 2020). Seluruh sel
somatik yang ada pada organisme multiselular merupakan keturunan dari satu sel awal berupa
telur yang terfertilisasi (zigot) melalui proses pembelahan yang disebut mitosis. Pembelahan
mitosis memiliki beberapa fungsi seperti membuat salinan yang persis sama dari setiap
kromosom, dan membagikannya kepada masing-masing sel keturunan (sel anakan) melalui
pembelahan sel awal. Interfase merupakan periode yang terjadi di antara mitosis yang
berurutan yang terdiri dari tiga sub fase, yaitu G1, S, dan G 2 (Elrod dan Stansfield, 2007).
Selama fase S (sintesis), molekul DNA dari setiap kromosom mengalami replikasi,
sehingga menghasilkan sepasang molekul DNA identik yang disebut kromatid. Sebelum dan
sesudah fase S, terjadi dua periode yang berlangsung saat aktivitas metabolik, pertumbuhan
dan diferensiasi secara giat, yaitu fase G1 (gap 1) dan G 2(gap 2). Selama G1, sel
mempersiapkan sintesis DNA yang telah terjadi pada fase S, sedangkan pada fase G2 terjadi
pertumbuhan yang memasuki masa istirahat atau tahapan G 0. Sel-sel G 0 bersifat
nonpoliferatif atau tidak memperbanyak diri, tetapi bersifat viabel atau mampu bertahan hidup
serta aktif secara metabolik. Sel dapat kembali masuk ke siklus sel dengan cara kembali ke
fase G1, maka sel akan menyelesaikan siklus tersebut (Elrod dan Stansfield, 2007).
Fase mitotik (M) mencakup mitosis dan sitokinesis, yang merupakan fase paling singkat
dari siklus tersebut. Interfase yang berurutan dengan fase mitotik membutuhkan waktu yang
lebih lama, sekitar 90% dari siklus ini. Pada interfase, kegiatan sel menjadi sangat aktif pada
siklus sel, justru pada stadium ini banak membutuhkan waktu untuk sel siap membelah. Fase
selanjutnya yaitu profase, di mana terjadi perubahan pada nukleus dan sitoplasma. Pada
nukleus, benang kromatin tergulung lebih rapat dan memadat menjadi kromosom. Gelendong
mitotik yang terbuat dari mikrotubula yang memancar dari kedua sentrosom pada sitoplasma
mulai terbentuk. Sentrosom sendiri terdiri dari sepasang sentriol yang merupakan tempat
mikrotubulus yang tersusun dari dua protein dengan tipe yang berbeda. Saat profase, masing-
masing sentriol mengalami replikasi dan bermigrasi ke daerah kutub yang berlawanan. Pada
profase akhir, kromosom telah terkondensasi, sehingga nampak strukturnya yang terdiri dari
dua kromatid yang dihubungkan pada sentromernya. Membran nukleus hilang dan gelendong
telah terbentuk sepenuhnya (Nusantari, 2015).
Tahap selanjutnya yaitu metafase, di mana serabut konektor yang bersebrangan akan
mendorong dan menarik sentromer yang menjadi satu pada kromatid. Tiap kromosom
bergerak ke bidang yang biasanya dekat dengan bagian tengah sel, yang disebut bidang
metafase. Selanjutnya adalah anafase, di mana kromatid memisah pada bagian sentromer dan
tertarik ke kutub yang bersebrangan. Mikrotubula konektor memendek, sehingga berfungsi
dalam pemindahan kromosom ke arah kutub yang bersebrangan. Saat tahap telofase, masing-
masing set kromatid yang memisah akan berkumpul pada kedua kutub sel. Kromatid mulai
membuka kumparannya dan kembali ke keadaan interfase. Gelendong berdegenerasi,
membran nukleus terbentuk kembali, serta sitoplasma membelah atau disebut sitokinesis
(Nusantari, 2015).
Pada hewan, sitokinesis berlangsung melalui proses pembentukan lekukan yang menjadi
semakin dalam dam membagu sel menjadi dua. Sementara itu, sitokenesis pada sebagian
besar tumbhan melibatkan pembentukan lempengan sel dari pektin yang berawal dari tengah
sel dan menyebar ke dinding sel secara lateral. Selulosa dan materi penguat yang lain juga
ditambahkan ke lempengan sel, sehingga mengubah lempengan itu menjadi dinding sel yang
baru. Kedua produk sel anakan tersebut tidak selalu berukuran sama, bergantung di mana
bidang sitokinesis membagi sel. Namun, keduanya mengandung tipe dan jumlah kromosom
yang sama persis, sehingga memiliki konstitusi genetik yang sama (Nusantari, 2015).
Meiosis adalah pembelahan yang terjadi pada sel gonosom. Meiosis berlangsung dalam
dua tingkatan, yaitu meiosis I dan meiosis II. Proses meiosis I terdiri dari profase I, metafase
I, anafase I, dan telofase I. Profase I terdiri dari 5 tahap, yaitu leptonema, zigonema,
pakhinema, diplonema, dan diakinesis. Profase I merupakan tahap yang mengandung proses
rekombinasi materi genetik. Metafase I adalah tahap penempatan kromosom-kromosom di
bidang ekuatorial dari sel. Anafase I adalah tahap berpisah dan bergeraknya kromosom
homolog ke kutub sel yang berlawanan. Telofase I adalah tahap terbentuknya dua sel anakan
yang masing-masing memiliki setengah jumlah kromosom sel semula. Dinding inti langsung
menghilang lagi dan terbentuk benang gelendong inti pada tiap kutub sel anakan segera
setelah telofase I. Kromosom-kromosom menempatkan diri di bidang ekuatorial, sel
mengalami metafase II. Anafase II, sentromer membelah dan kromosom yang terdiri dari satu
kromatid bergerak ke masing-masing kutub sel. Meiosis II diakhiri dengan Telofase II, yaitu
terbentuknya empat inti yang haploid (Suryo, 2010).
Pembentukan sel kelamin pada manusia merupakan contoh dari pembelahan meiosis. Sel
kelamin laki-laki dinamakan spermatozoa dan pada perempuan dinamakan ovum. Proses
pembentukan sel kelamin, disebut spermatogenesis, dimulai dari sel spermatogonium yang
mengalami diferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer melakukan meiosis
dan menghasilkan empat sel spermatid. Sel-sel spermatid selanjutnya berkembang menjadi
spermatozoa. Proses pembentukan ovum, sel kelamin perempuan, diawali dengan sel
oogonium yang mengalami diferensiasi menjadi oosit primer. Oosit primer kemudian
mengalami meiosis dan menghasilkan satu sel ovum fungsional dan tiga badan kutub (Suryo,
2010). Perbedaan mendasar dari mitosis dan meiosis adalah hasil jumlah set kromosom sel-sel
anaknya. Meiosis mengurangi jumlah kromosom dan mitosis mempertahankan jumlah
kromosom. Tempat terjadinya pembelahan mitosis juga berbeda dari pembelahan meiosis.
Mitosis biasa terjadi pada sel autosom dan meiosis terjadi pada sel gonosom (Campbell dkk,
2008).

VII. HASIL
VIII. PEMBAHASAN
Pembelahan mitosis terdiri dari beberapa fase, di antaranya yaitu interfase, profase,
metafase, anafase dan telofase. Pada tahap interfase, sel sudah siap untuk membelah,
tetapi belum memperlihatkan atau menunjukkan kegiatan membelahnya. Dalam tahap
interfase ini, akan tampak benang-benang kromatin yang halus, seperti yang ditunjukkan
pada gambar. Tahap interfase terdiri dari tiga sub tahap, di antaranya ada G1, S, dan G 2.
Selama fase S (sintesis), molekul DNA dari setiap kromosom mengalami replikasi.
Selama G1, sel mempersiapkan sintesis DNA yang telah terjadi pada fase S, sedangkan
pada fase G 2 terjadi pertumbuhan yang memasuki masa istirahat atau tahapan G 0. Sel-sel
G 0 bersifat nonpoliferatif atau tidak memperbanyak diri, tetapi bersifat viabel atau
mampu bertahan hidup serta aktif secara metabolik. Sel dapat kembali masuk ke siklus
sel dengan cara kembali ke fase G1, maka sel akan menyelesaikan siklus tersebut
Tahap selanjutnya yaitu tahap profase, di mana enang-benang kromatin menjadi
semakin pendek dan tebal. Dari situ terbentuklah kromosom yang masing-masing
membelah memanjang. Hasil dari pembelahan tersebut disebut dengan kromatid. Dinding
inti pada tahap profase mulai menghilang, serta sentriol juga mengalami replikasi dan
berimigrasi ke kutub yang lain. Selanjutnya yaitu tahap metafase, di mana kromosom
berada pada garis ekuator dari sel atau berada di tengah sel secara berjajar. Serabut
konektor yang bersebrangan akan mendorong dan menarik sentromer yang menjadi satu
pada kromatid.
Setelah melewati tahap metafase, maka sel akan mengalami tahap anafase. Pada
tahap ini, sentromer akan membelah, sehingga kromatid mampu memisahkan diri dan
bergerak menuju kutub yang bersebrangan atau berlawanan. Masing-masing kromatid
memiliki sifat keturunan yang sama, dan kromatid-kromatid tersebut sudah dapat disebut
sebagai kromosom baru. Tahap yang terakhir yaitu tahap telofase. Pada tahap ini,
masing-masing set kromatid yang telah memisah akan berkumpul pada kedua kutub sel.
Kromatid membuka kumparannya dan kembali menuju keadaan interfase. Gelendong
berdegenerasi, membran nukleus terbentuk kembali, serta sitoplasma membelah atau
disebut sitokinesis. Sitokinesis pada hewan ditandai dengan melekuknya sel ke arah
dalam, sedangkan pada tumbuhan ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah di
tengah sel. Hal ini dikarenakan pada sel tumbuhan terdapat dinding sel.
Pembelahan meiosis berbeda dengan pembelahan mitosis. Pembelahan meiosis ini
terdapat meiosis I dan meiosis II. Pada gambar pembelahan meiosisI terdapatfase profase
I berupa leptoten, zigoten, pakiten,diploten, dan diakinesis. Pada faseleptoten, kromatin
berubah menjadi kromosom. Kromosom tersebut terdiri dari 2 kromatid. Setelah fase
leptoten ini selesai, fase selanjutnya, yait fase zigoten, dimulai. Pada fase zigoten,
kromosom tersebut kemudian saling berpasangan dengan homolognya. Homolog tersebut
disebut sinapsis.
Fase selanjutnya disebut dengan pakiten. Di fasepakiten, ada duplikasi kromosom.
Fase pakiten juga membentuk kromosom tetrad.  Setelah fase pakiten, ada yang
namanya fasediploten. Di fase diploten ini terjadi pindah silang pada kiasma. Setelah
proses pindah silang ini terjadi, fase selanjutnya, yaitu fasediakinesis, terjadi. Pada fase
diakinesis ini membran inti menghilang. Dengan berakhirnya fase diakinesis, maka
profase 1 selesai. 
Setelah fase profase I yaitu fase metafase I. Pada metafase 1, kromosom homolog
mulai tersusun rapi di bagian ekuator. Di dalam metafase 1, kromosom tersusun di atas
lempeng metafase. Selain itu, serat spindle menempel pada dua sentromer di masing-
masing kromosom homolog. Selanjutnya fase anafase I. Pada anafase 1, kromosom
homolog akan bergerak menuju kutub yang berlawanan akibat tarikan dari benang
gelendong. Selain itu, juga akan terjadi reduksi kromosom.
Gambar pembelahan meiosis menunjukkan setelah fase anafase I yaitu fase telofase
I. Pada telofase 1, membran inti mulai terbentuk kembali dan terjadi yang disebut dengan
sitokinesis. Sitokinesis merupakan kondisi ketika sitoplasma dari satu eukariotik sel
membelah menjadi dua sel anak. Oh iya, pada telofase 1, selnya membelah 2 dengan
kromosom haploid (n). Pembelahan meiosis pada gambar juga terdapat meiosis II. Pada
pembelahan meiosis II terdapat fase profase II. Pada tahap profase 2 ini, sentrosom
membelah menjadi 2 sentriol yang akan bergerak ke kutub sel yang berlawanan.
Kemudian, kromosom akan mulai memendek dan menebal serta membran inti sel mulai
menghilang. Akan tetapi, pada tahap ini pula mulai terbentuk benang-benang spindel.
Benang-benang spindel ini adalah bagian kromosom yang berfungsi menggerakan
kromosom pada saat sel mulai membelah. 
Setelah fase profase II, terdapat fase metafase II. Di fase metafase 2 ini, kromosom
mulai tersusun rapi pada bidang ekuator. Mulai tersusun benang-benang spindel yang
salah satu ujungnya melekat pada sentromer, sedangkan ujung lainnya melekat pada
kutub pembelahan yang arahnya berlawanan. Proses selanjutnya bernama anafase 2. Pada
fase anafase 2, terjadi pemisahan kromatid dengan cara ditarik menuju kutub yang
berlawanan. Kemudian, kromatid yang sudah dipisah ini resmi disebut sebagai
kromosom. Fase terakhir ini namanya telofase 2. Pada telofase 2, benang-benang spindel
menghilang dan membran inti mulai terlihat. Pada fase ini juga terjadi proses yang
namanya sitokinesis atau pembelahan sitoplasma.

IX. KESIMPULAN
Mitosis adalah pembelahan sel yang menghasilkan sel anak dengan jumlah sama dengan
jumlah kromosom sel induk yang bersifat diploid. Sedangkan Meiosis adalah pembelahan
yang terjadi pada sel gonosom. Mitosis berlangsung dalam beberapa fase, yaitu fase
profase, metafase, anafase, dan telofase. Meiosis berlangsung dalam dua tingkatan, yaitu
meiosis I dan meiosis II. Proses meiosis I terdiri dari profase I, metafase I, anafase I, dan
telofase I. Profase I terdiri dari 5 tahap, yaitu leptonema, zigonema, pakhinema,
diplonema, dan diakinesis. Proses meiosis II terdiri dari profase II, metafase II, anafase II,
dan telofase II.
DAFTAR PUSTAKA

Elrod, Susan L dan William D. Stansfield. 2007. Teori dan Soal-soal Genetika Edisi Keempat.
Jakarta : Erlangga.

Nusantari, Elya. 2015. Genetika (Belajar Genetika dengan Mudah dan Komperhensif).
Yogyakarta : Deepublish.

Rahayu, Sri dkk. 2020. Biologi Reproduksi (Kajian Seluler dan Monokuler). Malang : UB Press.

Suryo. 2010. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Neil A. Campbell, Jane B. Reece. 2008. Biology. Boston: Pearson Benjamin Cummings.

Anda mungkin juga menyukai